HARVEST LOVE

Genre : Romance, Comedy

Pair : Naruto x Hinata

Warn : OOC, TYPOS, EYD, Dll.

Rate : T

Disclaimer : Naruto milik Masashi Kishimoto

Terinspirasi dari "HARVEST MOON BACK TO NATURE


"NARUTO! JELASKAN PADA KAA-SAN APA MAKSUD SEMUA INI!", bentak seorang wanita berambut merah menyala pada pemuda kuning di depannya saat ini sambil menggoyang-goyangkan kertas yang ada di tangannya.

Namun bukannya malah menjawab, Naruto malah membuang mukanya. Kushina semakin geram dengan tingkah putra semata wayangnya ini, ia tak dipedulikan oleh putranya sendiri!

[BRAK]

"JAWAB PERTANYAAN KAA-SAN NARUTO! APAKAH KAA-SAN PERNAH MENGAJARIMU MEMBUANG MUKA KETIKA SESEORANG BERTANYA PADAMU?!"

Naruto mendecih ketika ibunya menggebrak meja dan menanyainya dengan pertanyaan yang tak ingin ia jawab. Ia bosan dan ingin segera melepaskan diri dari omelan ibunya secepat mungkin, dulu sewaktu Kushina menanyai Naruto dengan pertanyaan seperti saat ini. Naruto hanya diam saja lalu pergi meninggalkan ibunya dan cara tersebut terbukti ampuh dan berhasil membuat Naruto terbebas dari berbagai macam pertanyaan yang siap Kushina lontarkan.

Tapi sekarang? Sepertinya cara itu sudah tak bisa ia gunakan lagi, mengingat sekarang Kushina memegang surat dari pihak sekolah yang menyatakan bahwa Namikaze Naruto dikeluarkan dari sekolah karena poin yang ia dapatkan dari kenakalan yang ia lakukan sudah melebihi batas.

"Bukankah sudah jelas kalau aku dikeluarkan dari sekolah?", jawabnya santai.

"KAA-SAN TAHU KALAU KAU DIKELUARKAN, BAKA!"

Minato selaku kepala keluarga hanya menghela napas melihat tingkah putranya, "Naruto." Panggil Minato. Sedangkan pemilik nama hanya memandang Minato tanpa menjawab panggilan ayahnya.

"Apa yang kau lakukan sampai kau dikeluarkan dari sekolah mendadak seperti ini?"

"Mendadak? Itu bukan mendadak, aku tak pernah memberikan surat panggilan maupun peringatan kepada kalian―"

[TWITCH]

"A-APA?! NARUTO KENAPA KAU—", Kushina tidak melanjutkan perkataannya ketika ia merasakan tangan kekar suaminya menepuk pundaknya. Seakan diberi kode oleh Minato, Kushina menghela napasnya, "Baiklah sayang." Kata Kushina kepada Minato seolah memberikan lampu hijau pada Minato untuk menyelesaikan masalah Naruto.

"Tou-san tidak ingin menanyakan mengapa kau tidak memberitahu surat-surat dari sekolah itu, katakan pada tou-san apa yang sudah kau lakukan di sekolah hingga dikeluarkan dari sekolah!", pinta Minato kepada copyan dirinya yang duduk di hadapannya. Raut wajah Naruto tampak lebih tenang ketika Minato yang berbicara pada dirinya, yah begitulah. Berbicara baik-baik adalah cara yang tepat daripada menggunakan omelan dan bentakan.

"Aku hanya berkelahi, menggoda siswi cantik di sekolah, lalu membolos karena ada pelajaran yang tak kusukai, memacari gadis-gadis di sekolah lalu memutuskannya kalau sudah bosan, melompati pagar, dan masih banyak lagi." Mendengar pengakuan dari Naruto secara langsung membuat Kushina sweatdrop ditempat, ia tak menyangka kalau Naruto yang semasa kecil imut-imut dan penurut menjadi anak yang err.. seperti itu ketika menginjak SMA.

"Whoa! Kau hebat Naruto, tapi sayangnya kenakalanmu tak sebanding dengan kenakalan tou-san dulu." Kushina menganga mendengar perkataan dari suaminya, 'APA?!' teriak Kushina dalam hati. Ia kira suaminya akan menceramahinya setelah mendengar pengakuan Naruto, tetapi ia malah. Tunggu? Berdecak kagum? Demi Neptunus, ia ingin sekali memutilasi suami dan putra sekarang juga jika ia memiliki suami dan anak cadangan.

"Jangan senang dulu tou-san, tou-san pasti akan terkejut kalau mendengar ini." Ucap Naruto bangga, Minato semakin penasaran dengan kenakalan yang dilakukan Naruto meminta Naruto menceritakan kepadanya.

Namun Naruto sedikit menggoda Minato dan mengancam tidak akan menceritakannya kalau tou-sannya menghukumnya karena ia dikeluarkan dari sekolah. Tanpa pikir panjang Minato mengangguk menyetujui yang dikatakan Naruto, ya! Ayah dan anak ini tak menyadari adanya hawa membunuh yang dikeluarkan oleh Kushina.

"Sayangnya gagal tou-san ketika aku sedang merayunya untuk latihan membuat bayi, sensei menemukan kami dan kami—"

"KALIAN BERDUA!"

[BLETAK] 2x

"Minato." Ujar Kushina setelah menghadiahi jitakan di kepala duo kuning. "Maafkan aku Kushina." Ujar Minato yang kepalanya dihiasi oleh benjol sebesar telur ayam di kepalanya, lalu ia menatap putranya setelah dijitak dengan tidak elitnya oleh istrinya.

"Naruto, maafkan tou-san karena sudah mewariskan kenakalan tou-san padamu." Ujar Minato, sedangkan Naruto yang bernasib sama seperti ayahnya hanya mengangguk meng'iya'kan perkataan Minato, ia merutuki kebodohan dirinya yang sampai lupa kalau kaa-sannya berada di sebelah tou-sannya. Dan ia juga sedikit menyalahkan Minato yang juga lupa dengan keberadaan Kushina.

"Kenakalanmu sudah melebihi batas Naruto, tou-san dan kaa-san sudah lelah menghadapimu. Kemasi barang-barangmu dan pergi dari rumah ini!" Kata Minato tegas, Kushina tak percaya dengan perkataan suaminya yang baru saja ia dengar. Minato mengusir Naruto? Anak semata wayangnya? Gila! Lalu untuk apa ia harus membesarkan Naruto selama 17 tahun kalau ujung-ujungnya hanya untuk diusir? "Tu-tunggu Minato tak perlu sampai seperti itu."

Sedangkan Naruto menatap ayahnya dengan tatapan tak percaya, ia tak percaya dengan perkataan laki-laki yang membesarkannya.

"To-tou-san.."

"Kemasi seluruh barang-barang dan video ecchi—"

"Apa?! Ecchi?!"

"Apa?! Darimana tou-san tahu?!"

"Karena sewaktu tou-san seumuranmu, tou-san mengoleksinya bahkan sampai sekarang!" Akunya dengan jujur, tegas, dan bangga sambil membusungkan dadanya ke depan.

[KRETEK]

Dengan gerakan patah-patah Naruto dan Minato menengok ke sumber suara, dan mereka mendapati Kushina yang menyeringai sambil melemaskan tangannya untuk menghajar suaminya yang kelewat mesum, selain itu di sekujur tubuh Kushina juga terdapat aura mematikan yang dua kali lipat dari biasanya! "Wow." Gumam Naruto, berbeda dengan Naruto yang mengagumi betapa mengerikan ibunya.

Minato malah ketakutan mendapat tatapan mematikan dari istri tercintanya yang cantik sekaligus menyeramkan, salahkan dirimu sendiri yang menikahi wanita seseram itu, Minato.

"Sayang.." dengan nada manis yang dibuat-buat, Minato semakin ketakutan melihat Kushina yang berada dalam mode habaneronya. Minato berani bersumpah kalau shinigami pun akan lari ketakutan melihat Kushina saat ini.

"I-iya?"

[DUAGH!]

.

.

Naruto turut prihatin dengan kondisi ayahnya saat ini, dengan tidak elitnya ia mendapat jotosan maut dari istrinya di pipi kirinya yang menghasilkan stempel berwarna ungu di sebesar buah jeruk bayi di pipinya.

Sedangkan Kushina hanya menghela napas sambil mengompres pipi suaminya, "Hah~ mengapa aku bisa menikahi seorang pria super mesum ini?" sedangkan Minato, "Mengapa aku bisa menikahi wanita mengerikan ini?"

"A-apa?!", kata Kushina. Minato kemudian menggerakan tangannya dengan cepat di depan wajah Kushina sebagai isyarat ia tidak mengatakan apapun. Naruto hanya bisa bersweat drop ria melihat tingkah ayah dan ibunya. Setelah Kushina selesai mengompres luka Minato, ia meletakan baskom yang berisi air dan es batu ke meja.

Minato kemudian menatap tajam ke arah Naruto sambil memegangi sapu tangan basah di pipi kirinya, "Naruto..." Ucapnya pada copyan dirinya.

Terdapat jeda sebelum Minato melanjutkan perkataannya, Naruto dan Kushina penasaran dengan apa yang akan dikatakan oleh Minato. Tak ada yang mengetahui isi kepala dari pria beriris samudra ini, hingga akhirnya Minato membuka suara".. kemasi seluruh barang-barang milikmu sekarang! Tou-san akan memesan tiket kereta untukmu ke Mineral Town.. "

Mineral Town? Ah itu adalah kota yang terletak di dataran tinggi dimana Jiraiya— kakek Naruto tinggal. Namun daripada disebut kota, tempat tersebut lebih mirip desa. Tidak ada alat transportasi bermotor di sana, kalau Naruto ke sana menggunakan kereta.

Ia harus berjalan kurang lebih sepuluh kilometer dari stasiun terdekat untuk sampai di sana.

Jiraiya memiliki ladang di sana, yang bernama "Icha-Icha Farm", ladang milik Jiraiya di sana sangatlah terkenal karena sayur, buah, madu, dan hasil dari ternaknya memiliki kualitas yang sangat baik.

Namun sayangnya kebun tersebut sekarang terlantar karena Jiraiya dan istrinya Tsunade sudah meninggal dunia dikarenakan faktor usia, semula Minato berencana untuk mempekerjakan orang lain untuk membangun dan merawat lagi perkebunan milik ayahnya.

Akan tetapi ia sedikit ragu, ia takut kalau orang yang ia pekerjakan bisa saja menipunya berhubung ia tidak bisa mengawasi perkebunan itu secara langsung.

Entah setan apa yang merasuki dirinya yang tiba-tiba membuatnya memanfaatkan keadaan Naruto saat ini, "..Dan selama di sana kau harus mengurus kebun milik Jiraiya-Jiji yang sudah lama terlantar di sana, memperbaiki sikapmu, dan berteman dengan penduduk Mineral Town."

"Ta-tapi Tou—" belum selesai dengan ucapannya, perkataan Naruto langsung dipotong oleh Minato.

"Kau kuberi waktu selama tiga tahun untuk melakukannya. Pada tanggal satu musim semi. Tou-san akan menjemputmu di tahun ke-4 dan melihat usahamu selama tiga tahun, jika kau gagal kami terpaksa meninggalkanmu di sana sendirian, jika kau berhasil kau diperbolehkan kembali ke rumah."

Keputusan Minato sudah bulat dan tidak dapat diganggu gugat, Naruto dan Kushina tahu itu. Apabila suaminya sudah mengambil keputusan, akan sangat sulit untuk merubah pikiran suaminya."Aku mengerti akan kulakukan.", jawab Naruto sambil menatap ke lantai, ya. Ia tak berani bertatapan langsung dengan Minato untuk saat ini.

Minato kemudian berdiri dari sofa lalu menuju ke arah pintu keluar dan pergi meninggalkan anak dan istrinya menuju ke stasiun untuk memesan tiket menuju ke Mineral Town.

Kushina berjalan mendekati Naruto dan mengelus punggung— menenangkan hati putra semata wayangnya.

.

.

Tak terasa hari sudah malam, ini artinya waktu Naruto di kediaman Namikaze hanya tinggal beberapa jam lagi. Di kamar bercat orange, dan beraroma citrus. Tampak seorang laki-laki yang sedang mengemasi seluruh pakaian dan barang-barang yang akan ia bawa ke rumah kakeknya tersebut.

Syukurlah keadaan mentalnya sudah membaik, ia menganggap hukuman ayahnya ini sebagai liburan yang sangat panjang― menyenangkan.

Dulu, Naruto dan Kushina pernah berkunjung ke rumah Jiraiya sewaktu Naruto berumur lima tahun sayangnya waktu itu Minato tidak bisa ikut dengan mereka berdua karena pekerjaannya. Naruto ingat, sewaktu ia dan ibunya tiba di stasiun yang letaknya paling dekat dengan Mineral Town. Jiraiya dan Tsunade menjemput mereka berdua menggunakan sepeda.

Pada saat itu Naruto membonceng sepeda Tsunade, dan Kushina membonceng sepeda Jiraiya.

Naruto tersenyum mengingat momen-momen saat ia bertemu dengan kakek dan neneknya untuk pertama kali.

Tanpa ia sadari wanita bersurai merah menatap sedih dari celah pintu kamar Naruto yang sedikit terbuka, jujur saja. Ia memang sangat kesal dengan kenakalan Naruto. Namun ia tak sampai hati untuk melihat anaknya diusir oleh suaminya sendiri.

"Naruto." Pemuda pirang yang dipanggil menoleh ke sumber suara, dan mendapati ibunya berada di depan pintu kamarnya. "Kaa-san, masuk saja." Ucap Naruto sambil mengisyaratkan ibunya masuk ke kamarnya, aroma jeruk langsung menyapa indra penciuman nyonya Namikaze. Ia berjalan mendekati laki-laki yang ia besarkan selama 17 tahun dan memeluknya dari belakang, "Maafkan Kaa-san Naruto, Okaa-san tidak bisa membujuk Tou-sanmu untuk meringankan hukumanmu."

Naruto terkekeh mendengar perkataan ibunya, "Tidak apa-apa kaa-san, bagiku ini bukan hukuman tapi ini seperti liburan yang sangat panjang dan latihan fisik." Kushina menaikan sebelah alisnya, ia bingung dengan maksud perkataan putranya 'Latihan fisik'.

Seolah mengerti dengan kebisuan Kushina, Naruto berkata, "Berkebun selama tiga tahun bisa membuatku semakin berotot kaa-san aku harus mengangkat berbagai benda lalu mengayunkan cangkul, lalu kapak, dan sabit seharian. Siapa tahu sewaktu aku kembali ke rumah aku bisa menjadi model karena tubuhku yang proposional."

Kushina tertawa mendengar gurauan putranya tersebut, ia yakin meski Naruto masih bisa bercanda seperti ini sebenarnya ia merasa sedih. "Baka! Cepat turun ke bawah, tou-san sedang menunggumu." Ucapnya sambil melepaskan pelukan di tubuh Naruto. "Iya, sebentar lagi. Kaa-san turun saja dulu, aku akan segera menyusul."

Wanita bersurai darah itu berdiri melangkahkan kakinya menuju ke ruang makan, dan meninggalkan laki-laki yang memiliki fisik seperti suaminya di ruangannya yang sebentar lagi akan meninggalkannya untuk beberapa tahun ke depan.

.

.

Cahaya bulan dan bintang yang membelah langit malam seolah memberikan berkah pada penduduk Kota Mineral yang tertutup oleh salju, seorang gadis tengah melempar pandangannya keluar jendela. Memandangi putihnya salju yang terakhir turun malam ini dengan sebatang pensil yang bersandar nyaman di tangan tuannya yang putih dan lembut.

Setelah puas memandangi salju yang turun, ia beralih menatap gambar yang sejak tadi ia gambar, perempuan itu tersenyum kepada sosok yang ada di kertas putih miliknya itu. Seorang laki-laki dengan tiga pasang garis seperti kumis kucing di kedua pipinya yang sedang tersenyum ke arahnya.

"Namikaze..."

[TOK] 3x

Suara ketukan itu membuatnya menatap ke arah pintu kamarnya.

"Masuk."

Pintu kayu tersebut terbuka, dan muncullah sosok nenek-nenek di balik pintu

"Ada apa Chiyo-baasama?" tanyanya pada nenek berambut ungu di hadapannya saat ini, nenek Chiyo kemudian mengisyaratkan gadis itu mengikutinya.

"Hinata temani baa-san ke bukit ibu.", pinta nenek tersebut pada Hinata. Sedangkan Hinata yang diminta tampak bingung, ia ingin mengantar neneknya ke bukit ibu namun hari sudah malam dan suhu di luar sangat dingin. Ia takut kalau nanti terjadi sesuatu pada neneknya.

"Tapi Chiyo-baasama, ini sudah malam lagipula suhu di luar pasti sangat dingin. Besok saja, ya?" bujuk Hinata kepada neneknya, namun neneknya malah tertawa terbahak-bahak mendengar perkataan Hinata. Nenek Chiyo kemudian menyentil dahi Hinata, "Biarpun fisikku tampak seperti nenek-nenek yang bisa mati kapan saja, tetapi ada satu hal yang perlu kau ketahui cucuku. Tenagaku itu lebih besar dari tenagamu." Hinata menghela napas mendengar perkataan neneknya, selalu seperti ini.

Setiap Hinata mencoba membujuk neneknya ketika berusaha melakukan sesuatu yang menurutnya berlebihan di usianya saat ini, beliau selalu saja memaksa.

"Ayolah Hinata, baa-san mohon. Siapa tahu tahun ini adalah tahun terakhir baa-san pergi ke puncak bukit ibu.", Hinata menatap neneknya sendu, selain menyatakan bahwa tenaganya lebih besar dari Hinata. Nenek Chiyo juga sering sekali membujuk Hinata dengan kata-kata seperti itu.

Hinata kemudian melihat ke arah jam dinding di rumahnya.

18:15

"Baiklah Chiyo-baasama." Hinata kemudian masuk ke dalam kamarnya dan mengambil jaket berwarna lavender yang tergantung rapi di sana, nenek Chiyo kemudian terkikik geli mendengar cucunya menyetujui permintaannya "Tapi hanya sebentar!", ucap Hinata tiba-tiba sambil menunjuk neneknya dengan jari telunjuk.

Nenek Chiyo keluar dari rumahnya di temani Hinata yang membawa lentera, lalu mereka berdua berjalan menuju ke bukit ibu. Ketika Hinata hendak berjalan, ia ditahan oleh neneknya.

"Ada apa baa-sama?"

"Baa-san ingin lewat kebun milik Jiraiya-san dan Namikuji hime itu."

"Ta-tapi bagaimana kalau ada anjing liar di sana? Biasanya ketika malam hari banyak sekali anjing liar berkeliaran di sana."

"Sudah tugasmu melindungiku dengan ilmu beladiri yang kuajarkan padamu dulu." Ucap nenek Chiyo dengan santai, sedangkan Hinata hanya bisa menepuk dahinya mendengar perkataan santai neneknya. Nenek Chiyo tertawa melihat tingkah cucunya tersebut, kemudian ia merebut lentera yang ada di tangan milik Hinata.

"Ayo Hinata, waktu baa-san bisa terbuang kalau lama-lama berdebat denganmu."

Mereka kemudian berjalan melewati kebun tua milik Jiraiya dan Tsunade yang sudah lama terlantar, banyak sekali, ranting dan bogol kayu, serta batu besar dan batu kecil yang bagiannya tampak tertutup salju. Kata yang bisa mendeskripsikannya adalah 'Tak terawat' meski begitu, rumah serta kandang ayam, sapi, domba, dan kuda masih berdiri kokoh dan tampak terawat dari luar.

Iris lavendernya menjelajahi seluruh penjuru kebun tersebut, kemudian ia sedikit tertawa ketika ia melihat rumah anjing kecil yang dulu bermain bersama dirinya dan Namikaze muda.

"Hinata." Panggilan dari wanita tua tersebut membuat Hinata menoleh ke arah neneknya.

"Membuatmu teringat sesuatu, eh?" Tanya neneknya.

"A-apa itu." Jawab Hinata, sedangkan neneknya hanya tersenyum ke arahnya sambil terus berjalan. "Anak kuning itu." Mata Hinata membulat ketika mendengar perkataan neneknya, anak kuning? Tentu saja ia ingat! Kalau ia tidak ingat, ia tidak mungkin bisa menggambar laki-laki tadi.

"Ke-kenapa tiba-tiba?" Kata Hinata, tiba-tiba tempo detak jantungnya meningkat. 'Ada apa denganku?' batin Hinata. Wajahnya perlahan-lahan memerah, namun penglihatan nenek Chiyo yang sudah agak rabun membuatnya tidak melihat rona merah di pipi cucunya tersebut.

"Baa-san penasaran bagaimana kabar anak itu saat ini." Jawab nenek Chiyo sambil memperhatikan jalan, wajah Hinata yang semula dingin karena terpaan angin musim dingin mendadak berubah menjadi hangat karena pertanyaan dari neneknya itu.

"Dulu kau sering bermain dengannya kau ingat Hinata?", tanya nenek Chiyo sembari menoleh ke arah Hinata, Hinata mengangguk meng'iya'kan perkataan wanita tua tersebut. "Bahkan kalian juga sering mandi bersama, seperti suami istri saja."

"HA?!"

"Mengapa? Kau tak mengingatnya?"

"Ba-baa-sama jangan mengada-ada!"

"Hey! Meski aku sudah tua ingatanku ini tajam karena aku dulu sering meminum susu dari namikuji hime itu."

"A-apa?! Baa-sama meminumnya langsung dari Tsunade-sama? Da-dari sini?" Hinata kemudian menunjuk dadanya sendiri, dengan jari telunjuknya.

[BLETAK]

"Bukan seperti itu, aku ini masih lurus dan menyukai laki-laki. Maksud baa-san dulu baa-san sering sekali membeli susu hasil dari peternakan kebun itu." Ujarnya meluruskan perkataannya tadi kepada Hinata, yup. Hinata adalah gadis polos yang otaknya belum pernah tercemar dengan hal-hal seperti 'itu' karena di Kota Mineral hal seperti 'itu' jarang dan hampir tidak pernah dibahas blak-blakan meski dengan cara percakapan pribadi. Maka dari itu ia menerima perkataan wanita tua itu dengan mentah-mentah.

"Hinata."

"Ya?"

Nenek Chiyo kemudian tertawa dan tiba-tiba beliau berlari meninggalkan Hinata yang diam karena terkejut melihat neneknya yang tiba-tiba berlari begitu saja, "Baa-san serahkan mereka padamu hihihi.." teriaknya. Sedangkan Hinata melihat ke arah kiri dan kanan matanya menangkap anjing berukuran besar dan menggonggong ke arahnya.

"Hua! baa-sama aku tak bisa menghadapinya sendirian!", teriaknya sambil berlari mengejar neneknya.

"Jangan ikuti baa-san Hinata!" teriaknya pada Hinata yang berhasil menyamakan posisinya dengan nenek Chiyo "Aku takut anjing baa-sama!" seru Hinata.

[TWITCH]

Perempatan siku-siku muncul di kening nenek Chiyo 'Anak ini, bertemu monyet yang lebih menyeramkan saja tidak takut. Tapi malah takut dengan anjing-anjing manis seperti itu.' Gumamnya dalam hati, kemudian nenek Chiyo menghentikan langkahnya. Diikuti dengan Hinata yang ikut menghentikan langkahnya, "Pegang ini." Ucapnya sambil menyerahkan lenteranya pada Hinata.

"Ja-jangan baa-sama! Bagaimana kalau baa-sama tergigit?"

"Mereka tidak menyukai dagingku Hinata." Ucapnya asal, sedangkan di kepala Hinata muncul keringat sebesar buah salah ketika mendengar perkataan neneknya itu.

"Yosh! Kuharap mereka sama-sama menyenangkan seperti namikuji hime itu."

.

.

[CKLEK]

"Hah~ benar-benar baa-sama ini membuatku takut saja." Keluh Hinata, sedangkan perempuan tua yang dimaksud Hinata hanya tertawa mendengar keluhan cucunya tersebut. "Jangan tertawa baa-sama! Bagaimana kalau baa-sama sampai digigit oleh mereka?"

"Maaf, maaf, jangan marah ya cucuku yang cantik?" Hinata hanya bisa cemberut melihat tingkah neneknya, 'Astaga benar-benar deh, sadarlah dengan usiamu Chiyo-baasama' ucapnya dalam hati.

"Aku mengantuk aku mau tidur." Kata Hinata secara tiba-tiba.

Nenek Chiyo tersenyum kepada Hinata, ia kemudian mendekat ke arah cucunya tersebut dan membelai surai indigo sang cucu yang ia terima dari putrinya."Beristirahatlah kau pasti sangat lelah setelah bekerja seharian di klinik dan ditambah menemaniku ke bukit ibu." Hinata mengangguk, kemudian ia membantu neneknya melepaskan baju hangatnya yang masih setia melekat di tubuh tuanya.

"Oyasumi Chiyo-baa." Kata Hinata sembari berjalan menuju ke kamar tidurnya, "Oyasumi Hinata." Balas nenek Chiyo.

[GREP]

Suara debaman pintu kamar menandakan pintu kamarnya telah ditutup, langkah kaki mungilnya mengantarkan dirinya menuju ke meja kayu yang ada di depan jendela. Gadis bersurai indigo tersebut menatap wajah laki-laki yang ada di kertas putih.

Hinata tersenyum ke arah laki-laki tersebut, laki-laki yang menjadi teman dekatnya 12 tahun lalu.

"Oyasumi Namikaze-san."

.

.

.


'-')/ Lanjut atau Tidaknya tergantung respon para readers di kotak review \('-'


Ide gaje ini secara tiba-tiba melintas ketika adik Renji main game Harvest Moon Back To Nature, astaga jujur saja waktu liat adik main Renji merasa seperti kembali ke masa kecil.

Oh iya, jalan kaki 1Km = 30 Menit lho! berarti kalo 10Km= 300menit atau setara dengan 5 JAM ^O^)/

Naruto : APA?! APA KAU MAU MEMBUNUHKU RENJI?!

Renji : Calm, tergantung tanggapan readers mau lanjut atau enggak. Kalau lanjut ya berarti kamu harus berjalan selama 5 jam ^O^)/

Naruto : Sial! Aku berhenti dari menjadi pemeran fic ini!

Renji : Silahkan Naruto~ ini artinya Renji harus berjalan 5 jam menggantikan peranmu dan Hinata hime menjadi milikku. ^^

Naruto : A-apa?! baik-baiklah aku mau berjalan selama 5 jam.

Renji : Anak pinter '-')/, silahkan tutup acaranya Naruto.

Naruto : Yosh! sekian dulu dari kami berdua, eh tunggu! fic "Aishiteru Yo Akuma-kun" bagaimana nasibku?

Renji : Haiz -_-, *Bisik-bisik_ke_Naruto

Naruto : (Pingsan)

Renji : Jiah -_- , oke sekian dulu apabila ada salah-salah kata Renji mohon maaf. Bye bye.. (^O^)/