Naruto © Masashi Kisimoto
Song of a Cherry Blossom © Scriptblossom
Indonesian version © Yuki Kanashii
Song: New Future by Changin' My Life (OST Full Moon wo Sagashite)
Chapter 21 — Cultural Festival is Here!
Sasuke menggertakkan giginya. Jadi ini alasan mengapa ia harus berpakaian rapi untuk makan malam kali ini. Ia mengepalkan tangannya namun tidak berani mengatakan apa-apa pada ayahnya yang duduk hanya berbeda satu kursi darinya. Sasuke berusaha untuk tidak menatap Sakura. Ia bertanya-tanya bagaimana reaksi Sakura ketika mendengar berita itu.
Makan malam dimulai ketika semua orang telah duduk dan Sakura menggeliat tak nyaman sambil menusuk perlahan makanannya. Semua makanan yang dihidangkan terlihat enak namun Sakura kehilangan selera makannya. Berita pertunangan Sasuke dan Karin yang mendadak membuat Sakura terkejut dan membuat perutnya bergejolak aneh. Ia berulang kali menatap Sasuke yang sedang memotong steak-nya perlahan. Dengan cepat, mata Sakura beralih pada Karin yang tampaknya juga sedang memerhatikan Sasuke.
Sakura mengambil kesempatan itu untuk mengamati gadis di seberangnya tersebut. Karin memiliki kulit putih dan mata merah tua dengan kacamata berbingkai hitam. Ia mengenakan gaun lavender yang membuat rambut merahnya tampak redup. Meskipun gaya busananya patut dipertanyakan, Karin yang duduk di sebelah Sasuke memang terlihat cantik. Sakura menggenggam erat garpu di tangannya sambil menusuk tomat ceri di piringnya.
Sebagian besar waktu makan malam diisi dengan keheningan—hanya para orang dewasa yang berbicara. Mereka membicarakan tentang bisnis perusahaan dan detail pernikahan yang sebetulnya biasa namun sulit untuk Sakura dengar. Sakura berdiri dan seluruh mata memandangnya.
"Permisi, aku izin ke kamar kecil," kata Sakura pelan sambil membungkuk permisi. Dengan cepat ia pergi dari ruang makan menuju kamar kecil. Sejujurnya, Sakura tidak peduli kemana ia pergi selama ia tidak berada di ruangan sesak itu bersama Sasuke dan Karin. Ia berjalan menyusuri koridor—tidak tahu apa yang sedang ia lakukan. Sakura ingin pergi melarikan diri dan pulang ke rumah lalu merebahkan tubuhnya di kasur dan melupakan semua yang terjadi malam ini.
Sakura tak tahu apakah Fugaku percaya ia adalah pacar Sai. Ia tak bisa berhenti berpikir bahwa Fugaku tahu ada sesuatu di antara ia dan Sasuke sebab seringkali mata Sasuke melirik ke arahnya. Sakura ragu Fugaku tertarik padanya karena ia adalah pacar Sai. Itulah kenapa makan malam ini diadakan. Itulah kenapa Sakura juga diundang. Untuk menunjukkan Sakura bahwa ia dan Sasuke berasal dari dua dunia yang berbeda.
Semuanya jelas. Sasuke akan menikahi Karin. Dia adalah anak dari direktur bank. Mereka pasangan yang sempurna.
Sakura menghela napas sembari bersandar pada dinding koridor yang kosong.
"Sakura." Sebuah suara muncul dari belakang.
Sakura berbalik, terkejut melihat Sasuke yang berdiri di belakangnya. "Ke-kenapa kau ada di sini?" tanya Sakura, dengan jantung sedikit melonjak senang karena Sasuke ada bersamanya.
Awalnya Sasuke tidak menjawab dan hanya menggaruk sisi wajahnya. "Aku ingin memastikan kau tidak apa-apa," jawabnya setelah beberapa saat.
"Seharusnya kau tidak ke sini. Mereka bisa berpikir bahwa ada sesuatu di antara kita," kata Sakura pelan dengan pipi merona karena ucapan Sasuke.
"Memang ada sesuatu di antara kita," ujar Sasuke sambil menarik pergelangan tangan Sakura dan membawanya ke sebuah ruangan gelap. "Lagipula, aku bilang bahwa perutku sakit dan aku ingin minum obat."
Sakura terbelalak. "Apa kau baik-baik saja?"
"Aku hanya bohong supaya bisa mencarimu." Sasuke melepas genggamannya dan berbalik menghadap Sakura. Ruangan itu sangat gelap dan hanya ada sedikit bayangan bulan yang mengintip dari jendela di atas mereka. Cahaya bulan menyinari wajah Sasuke dan Sakura mencoba membaca ekspresi wajahnya. Sasuke menarik Sakura lalu memeluknya. Tubuh Sakura membeku terkejut dan ia hanya diam dalam pelukan Sasuke.
"Kau tidak pacaran dengan Sai, kan? Tolong katakan itu hanya alasan basi yang ia buat."
Sakura mengangguk namun tersadar mungkin Sasuke tak bisa melihatnya. "Ah," gumamnya.
Sasuke menghela napas lega dan terdiam. "Aku minta maaf," kata Sasuke akhirnya. "Semuanya berada di luar kendaliku sekarang. Pertunangan ini... Aku akan memikirkan jalan keluarnya. Aku tidak bisa berkata apa-apa pada orang tuaku sekarang. Taka World Bank adalah pemegang saham yang penting bagi perusahaan jadi pertunangan ini sangat berarti bagi keluargaku. Aku tahu ini membebanimu."
Ia memeluk Sakura lebih erat. " Meski begitu, aku tetap menyukaimu dan ingin bersamamu. Aku tak akan menyerah."
Sakura tetap diam mendengarkan semua perkataan Sasuke. Ia merasa senang dan sedih secara bersamaan. Sakura mengangkat tangannya perlahan dan memeluk Sasuke juga. Setidaknya Sasuke memberi tahu bahwa ia peduli padanya. Sakura hanya bertanya-tanya meskipun mereka memiliki perasaan satu sama lain, mungkinkah mereka bisa bersama.
Sakura memeluk Sasuke lebih erat dan membenamkan kepalanya di dada Sasuke. Mungkin saja ini kesempatan terakhir baginya untuk bisa memeluk Sasuke seperti sekarang.
Sasuke berjalan memasuki kelas menuju tempat duduknya dan melewati seluruh tatapan murid yang dilayangkan padanya. Naruto baru saja akan menghampirinya ketika Sai masuk ke kelas setelah Sasuke. Ia bingung harus memulai dari siapa.
"Sasuke!" Naruto berlari ke meja Sakura dan duduk di atasnya lalu menatap wajah sahabatnya itu. "Kemana saja kau kemarin setelah aksi yang kau buat dengan Sakura-chan?"
Sasuke mengangkat bahunya. Ia tak akan menjawab pertanyaan Naruto di depan kelas yang penuh dengan mata dan telinga yang ingin tahu.
"Aku dan Sakura sedikit bertengkar jadi Sasuke ingin membantu dengan membuatku cemburu. Itu lumayan berhasil." Sai angkat bicara dan berdiri di belakang Naruto.
Naruto melirik Sai dari sudut matanya. "Apa kau benar-benar berpacaran dengan Sakura-chan? Sulit kupercaya."
Seluruh orang di kelas berbisik dan menatap mereka.
"Ah, Sasuke ingin memastikan aku benar-benar memiliki perasaan untuk Sakura. Sialnya, para awak media menangkap aksi Sasuke." Sai tertawa sambil menggaruk sisi wajahnya.
Sasuke menyipitkan matanya. Ia tak suka mendengar kebohongan itu tapi tak ada yang benar-benar bisa ia lakukan. Sasuke menatap Sai yang tampaknya berhasil meyakinkan seluruh kelas dengan cerita konyol bahwa ia berusaha membuat Sai cemburu. Cara dia berbohong bisa membuatnya memenangkan penghargaan akting.
Pintu kelas terbuka lagi dan Sakura berjalan masuk. Sakura masuk ke kelas dengan waswas dan tampaknya belum ada yang menyadari kedatangannya. Sakura tersadar bahwa Naruto duduk di atas mejanya menghadap Sasuke sementara Sai berdiri di belakangnya. Tampaknya seluruh kelas memerhatikan mereka bertiga.
"Sakura-san," panggil Hinata sambil berlari menghampiri Sakura.
Semua orang mengalihkan pandangannya pada Sakura dan menyadari kedatangannya. Sakura meringis. Apa mereka akan menghujaninya dengan pertanyaan?
Tak ada yang berbicara selagi Naruto kembali ke tempat duduknya. Selain tatapan penasaran dan tatapan tajam dari Aoi, semua orang tetap diam. Sakura berjalan perlahan menuju tempat duduknya sambil mencoba untuk tidak menatap Sasuke. Ia masih berpikir harus bertingkah seperti apa dengan Sasuke di depan publik. Sai tersenyum padanya sambil duduk di kursinya.
Naruto berbalik menghadap Sakura dan mencoba membaca ekspresi wajahnya. "Sakura-chan, jadi kau dan Sai benar-benar pacaran?"
Sakura tidak tahu harus menjawab apa. Haruskah Sakura menjawab iya? Atau tidak? Itu adalah kebohongan yang tidak ia setujui namun sudah meluas berkat Sai. Ia menatap Sai untuk meminta jawaban. Sai mengangguk padanya diam-diam.
"Uh..."
Sebelum Sakura melanjutkan ucapannya, pintu kelas terbuka dan Kakashi masuk. Tidak biasanya Kakashi datang tepat waktu namun kali ini ia sampai di kelas bahkan sebelum bel berbunyi.
"Selamat pagi semuanya," sapa Kakashi. "Ah, baguslah semua orang hadir hari ini." Kakashi menyadari semua meja tidak ada yang kosong.
"Masuklah," ucap Kakashi sambil menatap ke arah pintu kelas. Pintu terbuka dan seseorang berambut merah dengan ekspresi angkuh masuk ke kelas. "Kita kedatangan murid pindahan lagi. Mari kita sambut dengan baik."
Mulut Sakura terbuka lebar melihat siapa yang masuk. Dengan seragam sekolah, yang berdiri di sebelah Kakashi adalah Karin.
"Halo, aku Tojo Karin dan aku adalah tunangan Sasuke. Mohon bantuannya," kata Karin dengan manis sambil membungkukan badan. "Aku ada di sini untuk menghabiskan lebih banyak waktu dan mengenal lebih dekat calon suamiku."
Kata-kata Karin seperti bom yang jatuh di kelas dan semua orang berusaha mencerna kata tunangan dan suami di kepala mereka. Sasuke menggertakkan giginya. Ia tak percaya orang tuanya memindahkan Karin ke sekolahnya, bahkan ke kelasnya.
"Hm, sepertinya kau beruntung Karin. Satu-satunya kursi yang tersisa ada tepat di sebelah Sasuke dan di belakang Sai," kata Kakashi sambil menatap seluruh kelas. Karin tersenyum dan berjalan menuju kursinya.
"Beberapa pengumuman untuk hari ini. Seperti yang kalian tahu, festival budaya sebentar lagi tiba pada bulan November dan banyak yang harus kita siapkan. Kelas kita telah dipilih untuk bermain drama," ujar Kakashi. "Untungnya salah satu teman kalian sudah menyiapkan naskah dramanya. Shikamaru, silahkan maju ke depan untuk menjelaskan dramamu."
Shikamaru menghela napas dan bangkit dari tempat duduknya dengan enggan. "Merepotkan," gerutunya pelan sambil berjalan ke depan kelas. Shikamaru mulai menjelaskan cerita dramanya serta karakter yang perlu diperankan. Drama itu adalah spin-off dari sebuah dongeng klasik dan seluruh kelas mendengarkan Shikamaru dengan antusias.
Kakashi tersenyum. "Kita akan memiih para pemain dengan sistem adil yang telah aku tentukan." Kakashi mendorong ke atas papan tulis hitam di belakangnya dan tampak papan tulis hitam lain di bawahnya. Di papan tulis ada kertas putih besar yang menempel. Sakura melihat ada garis-garis di atas dan bawah kertas.
Ah, amidakuji, pikir Sakura. Amidakuji adalah sebuah permainan panjat tangga yang digunakan untuk mengundi pasangan dari dua hal yang berbeda secara acak. Sakura berasumsi mereka akan menentukan pemeran drama menggunakan permainan ini.
"Semuanya, seperti yang kalian lihat ada tangga di balik kertas putih ini. Peran yang dibutuhkan tertulis di atas kertas yang ada di samping setiap garis. Setiap orang akan maju lalu menuliskan nama masing-masing di bawah dan kita akan lihat siapa mendapat peran apa."
Selagi semua orang bangkit dari tempat duduk mereka dan menulis nama sambil berharap mendapatkan peran tertentu, Sakura tetap diam di tempatnya. Ia tidak terlalu antusias dan berharap tidak mendapat peran apa-apa. Ia mulai berdiri ketika kerumunan di depan kelas sudah berkurang. Memilih salah satu tangga terakhir di papan, Sakura menulis namanya.
Tuhan, tolong jadikan aku pohon di background atau binatang di hutan.
"Oke! Nama setiap orang sudah tertulis," kata Kakashi sambil tersenyum. "Mari kita lihat," ujar Kakashi sambil melepas kertas putih di papan tulis. Kakashi mulai menyambung setiap garis sambil mengumumkan hasilnya satu per satu. Beberapa orang bersorak ketika nama mereka disebut sementara beberapa kurang antusias. Peran yang paling ditunggu-tunggu adalah peran pangeran dan putri. Semua orang tidak sabar menunggu Kakashi mengumumkan pemain kedua peran itu.
"Peran putri dimainkan oleh..." Kakashi mulai mengikuti jejak garis tangga, pertama ke bawah, lalu ke kiri, ke kanan, lalu ke kiri lagi, sebelum akhirnya sampai pada nama yang tertulis di bawahnya. "Wah, wah," gumam Kakashi. "Betapa beruntungnya Uchiha Sasuke."
Sasuke menatap tajam ketika namanya disebut. Ia sama sekali tak ingin terlibat dalam drama ini. Tapi sekarang ia terjebak dengan peran yang paling buruk. Bukan hanya peran utama... namun peran untuk seorang perempuan.
Naruto terkekeh. "Kau harus memakai gaun," goda Naruto pada temannya.
"Permainan ini bodoh," gumam Sasuke.
Sakura tertawa cekikan. Pasti akan menarik melihat Sasuke berperan sebagai putri. Ia sudah begitu terhormat dan berkuasa seperti putri sungguhan.
"Dan peran pangeran dimainkan oleh..." kata Kakashi sambil melingkari nama yang memerankan peran terakhir dalam drama ini. Ruangan begitu hening sebab semua orang terpaku penasaran dengan nama yang akan disebutkan. Beberapa perempuan berdiri dari kursi mereka sambil berdoa agar mendapat peran itu sehingga mereka bisa mencium Sasuke.
"...UZUMAKI NARUTO!"
Pulpen Naruto terjatuh sementara mulutnya terbuka lebar. Kepala Sasuke terkulai lemas di atas meja. Semua orang tampak kaget sambil menatap Sasuke dan Naruto sebelum tawa mereka pecah.
"EHHHH?! PASTI ADA KESALAHAN KAKASHI-SENSEI!" seru Naruto sambil berlari menuju papan tulis. Tapi ternyata tidak. Nama Naruto dilingkari tepat di bawah tulisan peran pangeran.
"Tidak ada kesalahan, Naruto. Kaulah laki-laki beruntung yang memenangkan hati Sasuke," balas Kakashi sambil menjauhkan kepala Naruto dari papan tulis. "Kembali ke tempatmu."
"Baiklah, pemain drama sudah ditentukan namun masih banyak hal yang harus dilakukan bagi orang-orang yang tidak mendapat peran. Ada kru kostum dan penata panggung dan kalian semua akan menjadi kru panggung," kata Kakashi sambil membaca daftar di tangannya. "Ah, aku lupa memasukkan daftar narator. Adakah yang bersedia menjadi narator?"
Tidak ada yang mengangkat tangan.
"Aku bersedia," kata Sakura sambil mengangkat tangan dengan perlahan. Sakura tidak mengenal orang-orang yang bertugas menata panggung dan kostum. Ia lebih memilih bekerja sendirian menjadi narator dibanding mendengar gosip selagi bekerja.
"Baiklah, terima kasih Sakura," kata Kakashi sambil menuliskan nama Sakura dalam daftarnya.
Seseorang juga mengangkat tangan. "Sensei, karena ini festival budaya dan ada Sai di kelas kita, bukankah akan menakjubkan jika Sai menyanyikan lagu penutup saat drama berakhir?"
Semua orang di kelas mengangguk setuju mendengar ide itu. "Ya, kita pasti akan kedatangan banyak penonton."
"Akan menyenangkan jika Sai bernyanyi saat adegan terakhir hingga tirai ditutup."
Sai tampak tidak terlalu senang dengan ide itu. Ia lebih baik melukis bunga dan hutan untuk dekorasi panggung. Ia memegang tenggorokannya dan berdeham. "Ah, ide yang bagus," ujarnya.
"Baik kalau begitu, sudah diputuskan." Kakashi menambahkan catatan di daftarnya.
Hari-hari berlalu selagi semua orang di kelas bersiap untuk festival sekolah. Sasuke dan Naruto dengan terpaksa berlatih bersama namun menolak untuk melakukan adegan ciuman di akhir drama. Aoi mendapat peran penyihir jahat dan sangat tenggelam dalam perannya hingga ia membentak orang-orang yang berperan sebagai pelayannya. Hinata berperan sebagai ratu dengan malu-malu namun berhasil menguasai perannya sebab ia memiliki kesempatan untuk membalas Aoi melalui dialognya sebagai ratu. Karin tidak senang dengan perannya sebagai penduduk desa sebab talentanya menjadi sia-sia karena peran yang begitu rendah.
Sai menghabiskan sebagian besar waktunya untuk membantu melukis dekorasi panggung dan ia bekerja sama dengan Ino untuk melukis dekorasi panggung yang besar. Ketika ia sedang tidak melukis, ia membantu Sakura di ruang kendali untuk menulis lagu penutup.
Sakura mengotak-atik tombol-tombol di papan yang ada di depannya sambil mempelajari fungsinya. Tidak hanya bertugas menjadi narator, ia juga harus mengontrol suara dan lampu panggung. Sakura menghela napas. Jika tahu pekerjaannya banyak, Sakura tak akan mengajukan diri.
"Sakura?" panggil Sai sambil mengetuk pintu.
"Mm?" balas Sakura, matanya fokus pada tombol di depannya.
"Bagaimana dengan lagunya?" tanya Sai.
"Masih dalam tahap pengerjaan," jawab Sakura. Ia menekan salah satu tombol. Sebuah lampu dari sisi kiri panggung menyala. "Ah, jadi ini fungsinya," gumamnya.
Sai menghela napas. "Sepertinya tidak ada jalan keluar," kata Sai pelan pada dirinya sendiri.
Sakura mendongak. "Apa kau bilang?" tanyanya, akhirnya sadar bahwa Sai telah berdiri menatapnya selama sepuluh menit.
"Bukan apa-apa," jawab Sai sambil meletakkan tumpukan kertas di pangkuan Sakura. "Kakashi menyuruhku memberikan ini. Dan memberitahumu untuk berlatih mengatur pencahayaan panggung sesuai petunjuk."
Sakura bergumam sambil membalik halaman kertas. "Thanks," ucapnya sambil kembali fokus dengan pekerjaannya.
Sai pergi dan Sakura kembali sendirian di ruang kendali. Ketika sedang membalik halaman kertas, Sakura menyadari sebuah buku sketsa di bawah tumpukan kertas. Penasaran, ia membukanya dan melihat setiap halaman. Buku itu berisi sketsa yang digambar dengan tangan. Sakura berhenti di halaman tengah buku. Ada sebuah gambar dua orang anak laki-laki berpegangan tangan yang dilukis dengan tinta. Tak sulit untuk mengenali bahwa itu adalah gambar Sai. Gambar yang begitu realistis membuat Sakura terpana. Ia bertanya-tanya siapa laki-laki di sebelah Sai. Laki-laki itu sedikit lebih tinggi dari Sai dan mirip dengannya. Apa ini kakak laki-lakinya?
Seingat Sakura, Sai pernah berkata bahwa kakak laki-lakinya sudah meninggal. Sakura terus melihat isi buku itu hingga halaman terakhir dan menemukan tulisan yang dicetak dengan rapi di sudut halaman.
"Maaf, Shin nii-san. Aku memiliki nodul pita suara. Aku mungkin tidak dapat memenuhi mimpimu."
Mata Sakura terbuka lebar dan membaca ulang kalimat itu. Nodul pita suara? Sai? Ia menutup buku sketsa itu dan mencoba mencerna informasi yang baru ia dapat. Kapan ini ditulis? Belum lama ini kah? Atau ini tulisan lama?
Sakura bangit dari kursinya lalu berlari mencari Sai. Festival budaya akan tiba kurang dari tiga hari lagi. Jika Sai benar-benar memiliki nodul pita suara, itu berarti dia tidak bisa tampil di panggung. Dia bisa kehilangan kemampuan bernyanyinya atau lebih parah, itu bisa memengaruhi kemampuan bicaranya.
"Sai!" Sakura berteriak terengah-engah ketika menemukan Sai di belakang teater bersama kru panggung. Semua orang mendongak dari pekerjaan mereka. Sakura menghampiri Sai lalu menariknya ke sudut yang sepi.
"Apa ini?" bisik Sakura dengan nada tinggi sambil membuka buku sketsa dan menunjukkan halaman terakhir buku itu. Ia melirik sekitar untuk memastikan tidak ada yang mendengar percakapan mereka.
Sai merebut buku itu dari tangan Sakura. "Kau tidak seharusnya melihat itu!" seru Sai sambil menutup buku itu dan memalingkan wajah.
"Sai!" seru Sakura putus asa. "Itu benar? Kau punya nodul pita suara?"
Sai hanya diam dan Sakura menganggap itu sebagai jawaban iya. "Kalau begitu kita harus memberi tahu Kakashi kau tidak bisa bernyanyi untuk drama ini!"
"Tidak!" seru Sai sambil menarik lengan Sakura untuk menahannya. "Kau tidak bisa memberi tahu Kakashi! Kau tidak bisa memberi tahu siapa pun! Jika mereka tahu, karirku akan berakhir."
"Karirmu akan tetap berakhir jika kau terus begini! Kau perlu diobati! Semuanya tidak akan berakhir jika kau mengobatinya lebih awal. Bahkan mungkin saja kau bisa mengembalikan suara bernyanyimu." Sakura berargumen dengan Sai.
"Aku harus melakukan ini!" Sai bersikeras.
"Kenapa? Kenapa kau menyiksa dirimu sendiri seperti ini? Semua orang di kelas akan paham jika kau memberi tahu mereka!"
"Tidak! Jika mereka mengetahui alasan aku harus berhenti dari drama ini, semuanya berakhir. Aku tidak bisa membiarkannya. Aku tidak bisa membiarkan impian kakakku berakhir seperti ini." Sai mendekap erat buku sketsa miliknya di dada sambil menahan tangis. "Shin nii-san selalu bermimpi menjadi penyanyi. Ia meninggal tepat beberapa bulan sebelum debutnya. Aku menggantikan tempatnya dan melanjutkan impiannya. Kau tidak bisa mengambil itu dariku. Dari kami."
"Jangan konyol! Kakakmu pasti ingin kau menggapai impianmu sendiri kan?" Sakura mengambil buku sketsa Sai dan menunjukkan tiap halamannya. "Kau suka menggambar kan? Kau ingin menjadi seniman, bukan? Kau bahkan membantu melukis seluruh dekorasi panggung!"
Sakura memohon pada Sai. "Jadi tolong jangan hancurkan suaramu seperti ini."
"Itu adalah pilihanku," balas Sai.
Sakura diam sambil menatap Sai. "Kenapa, Sai? Kenapa kau begitu menyebalkan?" gerutu Sakura.
Sakura menghela napas, mengaku kalah. "Aku tak akan bilang siapa pun. Tapi kau harus diobati dan beristirahat setelah drama ini, oke?" perintah Sakura sambil mengulurkan jari kelingkingnya, meminta Sai berjanji padanya.
"Ah." Sai menyeka air matanya dan melingkarkan jari kelingkingnya pada jari Sakura. Sakura membuka buku sketsa Sai dan mengeluarkan dua lembar kertas yang terlipat. "Aku sudah menyelesaikan lagunya," kata Sakura sambil menyerahkan kertas itu sebelum pergi menjauh.
Sakura berjalan kembali ke ruang kendali dan menjatuhkan diri di kursi. Ia menatap papan tombol di depannya. Ia merasa frustrasi. Sakura masih tidak bisa menyetujui permintaan Sai untuk tetap diam mengenai nodul pita suaranya. Ia menyentuh tombol di papan. Tapi, apa yang bisa Sakura lakukan?
Hari festival budaya tiba dan semua orang beramai-ramai pergi ke sekolah pada Sabtu pagi yang indah. Drama sekolah tampil pada siang hari dan kelas 2-A sibuk menyelesaikan sentuhan terakhir. Sakura sudah pergi mengunjungi beberapa kelas bersama Hinata dan Naruto lalu membeli beberapa cemilan untuk menemani mereka minum teh di kafe maid oleh kelas 3-B. Tenten dan Neji yang berada di kelas itu mengenakan kostum maid dan butler yang serasi sambil melayani mereka.
Sakura tak bisa berhenti menatap Tenten yang tampak menakjubkan dengan kostum maid-nya. "Kau tampak sangat cantik, Tenten," ujar Sakura saat Tenten menyajikan teh untuknya.
"Terima kasih," kata Tenten sambil tersenyum dan memeluk Sakura dari belakang. "Ahhh kau sangat imut. Aku tak sabar melihatmu bermain di drama sekolah!"
"A-aku tidak ikut bermain! Aku hanya menjadi narator," balas Sakura sambil mencoba bernapas dalam pelukan erat Tenten.
"Oh benarkah? Lalu siapa yang akan aku lihat?"
"Uchiha Sasuke dengan balutan gaun," jawab Neji sambil menyeringai dan meletakkan sepiring cookies di meja.
Mata Tenten berbinar penuh semangat. "Ohohoho, jadi hari ini adalah hari dimana aku menyaksikan kekalahan telak Sasuke," ujar Tenten sambil tertawa jahat.
"Ah, Neji nii-sama," sapa Hinata pada sepupunya. "Kau tampak sangat keren," puji Hinata sambil memerhatikan pakaian butler Neji.
Neji menghela napas. "Sudah cukup memalukan untuk memakainya. Ditambah lagi dilihat olehmu."
Tenten memeluk Neji. "Itu lucuuu," serunya.
"Kau tampak lebih bersemangat dari biasanya," ujar Neji.
Mata Tenten berbinar. "Aku tak bisa melewatkan drama itu. Aku harus mendapat tiketnya sekarang." Tenten menyerahkan nampannya pada Neji dan berlari keluar kelas.
Ketika siang hari tiba, Sakura kembali ke ruang kendali dan memeriksa suara dari setiap mikrofon. Ia memeriksa lampu dan puas ketika semua berfungsi dengan baik. Kerumunan orang memasuki auditorium dan duduk sebelum drama dimulai. Tampaknya ada banyak penonton dan Sakura menelan ludah dengan gugup. Ia tidak boleh mengacaukan drama ini.
Sakura mengatur tata lampu dan suara dan drama pun dimulai seiring dibukanya tirai panggung. Para penonton tertawa ketika melihat Sasuke muncul dengan gaun putrinya namun mereka terdiam ketika Sasuke manatap tajam semua orang. Sasuke tampak memesona dan berhasil membuat penonton terpikat dengan keindahannya meskipun ia mengenakan gaun.
Drama berlangsung tanpa hambatan selagi suara Sakura yang membacakan narasi bergema dalam auditorium. Istirahat berlalu dan drama kembali dilanjutkan. Sai sudah memasuki panggung dan bersiap dengan mikrofon di tangannya.
"Sai," panggil Sakura. "Sebentar lagi waktunya lagu penutup. Tapi sepertinya ada masalah dengan mikrofon Shikamaru dan seharusnya Shikamaru membacakan kalimat terakhir. Karne hanya kau yang memegang mikrofon tangan, bisakah kau memberikannya pada Shikamaru dan bernyanyi dari belakang panggung?"
Sai mengangguk. "Apakah mikrofonnya bisa tersambung dengan sound system dari sana?"
"Ya, sambungkan saja dengan box di belakang. Yang terakhir kali aku tunjukkan."
Sai pergi tanpa berkata apa-apa dan membawa mikrofonnya. Sakura menggigit bibir saat melihat pintu tertutup.
Maaf, Sai.
Ketika lampu panggung mulai redup pada adegan terakhir, Sakura mengeluarkan mikrofon dari bawah papan tombol. Ia berbohong tentang mikrofon Shikamaru yang rusak dan hanya Sai yang memegang mikrofon tangan. Sakura justru memberi Sai mikrofon yang rusak dan yang berfungsi ada di tangannya.
Sakura menutup mata dan mematikan lampu sehingga ia berada dalam kegelapan. Ia hanya bisa melihat cahaya redup dari papan tombol dan cahaya panggung di bawahnya.
Ia meraba tombol di depannya lalu menaikkan volume musik dan menyalakan mikrofonnya. Sakura menghela napas dan mendengarkan musik untuk lagu penutup.
"Tatta hitosu kawaranai mono Zutto egaiteta yume"
Sai mendongak dari mikrofonnya dan berbalik terkejut. Mikrofonnya tidak berfungsi dan justru ada orang lain yang menyanyikan lagunya. Ia tertawa. Sakura telah membohonginya.
"Ima no jibun ha dou utsuru noAno koro no chiisana hitomi ni"
Sasuke membeku di atas panggung begitu pula Naruto. Suara ini jelas-jelas bukan suara Sai melainkan suara perempuan. Naruto tersenyum sambil menatap ke atas ruang kendali. Ia tak tahu apa yang terjadi namun lampu ruangan itu mati dan ia bisa melihat bayangan seseorang yang berdiri. Sakura-chan...
"Nee miagete konna ni hiroi yozora dakara"
"Sou sugu ni wakaru you ni"
"Seiippai kagayaku kara hayaku Furumuun wo sagashite"
Sasuke tidak bisa melihat ke atas dengan posisinya yang berbaring di atas kasur dan ia segera bangun ketika bibir Naruto mendekat untuk menciumnya. Tirai panggung mulai tertutup dan Sasuke melihat sekilas ruang kendali dari tempatnya berdiri. Ruang kendali yang berada di atas sangat gelap dan ia tak bisa melihat siapa yang ada di sana. Sasuke segera keluar dari atas panggung ketika kru panggung mulai membereskan sisa perlengkapan dan dekorasi drama.
"Let's sing a song!"
"Itsudemo issho kimi no tame ima no watashi ni dekiru subete"
"Day by day…"
"Kyou made on unmei ashita kara no kibou kono mune ni dakae"
Tirai mulai terbuka lagi dan para pemeran pembantu muncul sembari melambaikan tangan dan membungkuk pada penonton. Para kru kostum dan tata panggung juga ikut memenuhi panggung.
"Let's sing a song!"
"Itsu demo issho kimi to nara tsurai koto norikoerareru yo"
Hinata muncul bersama Aoi dan membungkuk pada penonton sebelum ikut bergabung dengan teman-teman sekelas mereka.
"More and more…"
Naruto muncul dengan cengiran lebar di wajahnya seraya melambaikan tangan.
"Motto motto motto chika tsukitai ima koko ni itekurete"
Sasuke dengan enggan ikut muncul di panggung dan langsung berdiri di sebelah Naruto, matanya tak pernah sekali pun berpaling dari ruang kendali dan ia mengabaikan sorakan dari penonton.
"Many thanks for you!"
Semua orang membungkuk dan lampu pun mati.
Sasuke segera berlari secepat mungkin menuju ruang kendali. Sedikit sulit baginya untuk belari dengan gaun namun ia tahu ia akan sampai tepat waktu.
Sasuke menarik napas dan berdiri di depan pintu ruang kendali. Sebelum ia membuka pintunya, pintu terbuka dan muncul lah Sakura. Ia menatap Sasuke dengan terkejut. "Sasuke."
"Yang tadi itu apa?" tanya Sasuke sambil melangkah maju mendekati Sakura.
Ia bisa mendengar suara Shikamaru berbicara melalui sound system. Sasuke tidak bergerak selagi ia menyudutkan Sakura kembali ke dalam ruang kendali. Ruangan itu masih gelap dan tidak ada orang lain di dalamnya. Sasuke mengernyitkan dahi. Ia mengenali suara itu. Ia sudah mendengarnya berulang kali sehingga ia tahu siapa pemilik suara itu. Namun perempuan itu jelas-jelas tidak ada di dalam. Kecuali...
Sasuke menatap Sakura. Tidak mungkin. Saki?
A/N:
Halo semuanya! Ketemu lagi sama aku hehe. Apa jangan-jangan udah gak ada yang nunggu aku ya? :/
Mohon bersabar, ini ujian.. Jangan pukulin aku hiks TT Maaf banget aku baru bisa update sekarang ya minna. Beberapa tahun terakhir kesehatan mentalku parah dan terlalu banyak hal yang terjadi di hidupku 2 tahun terakhir ini. Aku juga gak bisa janjiin buat update cepet, karena bentar lagi aku berhadapan sama ujian masuk PTN (dan tahun sebelumnya aku pun gagal huhu). Mohon doanya minna TT
Yang jelas, aku tetap bakal berusaha nyicil cerita ini dan tamatin ceritanya. Kalo masih ada yang baca, makasih ya untuk kalian aku terharu uwu
Hope you guys have a great day!