Di dalam kamar itu hanya ada Ryeowook seorang. Masih berada di tempat yang sama dengan posisi yang sama. Namja manis itu terdiam melamun. Mengabaikan air mata yang sudah mengering di pipinya. Ia merasa sedih lagi. Tapi ia sudah tidak bisa menangis. Ia sudah lelah dengan semua ini. Ryeowook tahu perkataannya tadi hanya akan memperburuk ikatannya dengan Yang Mulia Kim Yesung. Ia hanya ingin menyampaikan perasaannya. Dalam kata-kata yang keluar begitu saja.

"Permaisuri Kim?" Siwon bersimpuh di sampingnya. Sepasang tangan kekar itu memegangi bahunya. Ryeowook senang, masih ada yang begitu peduli padanya.

"Ne?"

"Kau terluka? Ah, pelayan! Panggilkan tabib! Bagaimana bisa kau hanya berdiam diri di situ?!" Hardik Siwon karena sedari tadi pelayan itu hanya berdiri takut di depan pintu. Memang sedari awal kejadian hingga Yesung marah dan keluar, pelayan itu tak berani masuk. Apalagi setelah mendengar isakan Ryeowook yang cukup keras.

"Dia mencekikmu sampai berdarah. Biar kulihat." Siwon mendekat. Ia mengangkat dagu Ryeowook supaya mendongak dan melihat bekas memerah melingkari lehernya.

Ryeowook hanya memperhatikan Siwon sambil tersenyum. Hingga namja tampan itu sadar kalau sedari tadi sepasang mata sembab itu menatapnya. Ia segera menjauhkan diri.

"M-mianhae atas kelancanganku."

Ryeowook terdiam. Sepasang maniknya masih mengamati Siwon yang tertunduk. Bibirnya sedikit terbuka, hendak berucap dengan lirih. "Siwon,"

"Ne?"

"Bagaimana jika aku mati?"

Siwon tercengang. Ia tahu makna kata itu. Akan tetapi ia tidak paham dengan maksud dari Permaisiri Kim mengatakan itu semua. Kata-kata yang menakutkan jika benar terjadi.

"Kenapa berkata seperti itu?"

Ryeowook menghela napasnya. "Aku tidak tahu." Ryeowook menggeleng. "Bagaimana bila besok aku mati?" Kata Ryeowook enteng sambil menghadap ke arah lain.

"Jangan berkata seperti itu, Permaisuri Kim. Kau membuatku takut."

Ryeowook terdiam lagi. Menunduk menatap ke bawah. Baru saja ia berpikir kalau ia tidak mampu menangis lagi. Ternyata tetesan air masih bisa keluar menuruni pipinya.

"Aku tidak tahu lagi harus bagaimana. Apa yang harus kulakukan, Siwon-ah?" Katanya sambil menangis tanpa isakan.

"Aku tidak tahu lagi bagaimana mempertahankan hubungan ini. Aku tidak sanggup lagi. Katakan, Siwon-ah. Bagaimana cara memperbaiki kesalahanku? Kenapa di matanya hanya ada kebencian terhadapku?"

Ryeowook mengusap air mata di sudut matanya. "Aku masih sangat mencintainya. Aku tidak pernah mencintai orang lain selain dirinya. Dia cinta pertama dan terakhirku. Kenapa? Kenapa dia kasar sekali padaku. Dan dengan sikapnya yang seperti ini membuatku..." seketika ucapannya terputus. Ryeowook memegangi keningnya yang terasa sakit. Terlalu banyak menangis membuatnya pening.

"Kau butuh istirahat, Permaisuri Kim."

Sontak perkataan Siwon membuat Ryeowook tersadar. Kepalanya langsung menoleh ke belakang. "Ryeosung..."Ah, ia hampir melupakan anak tersayangnya, bayi manis yang masih tertidur di atas futon.

"Istirahatlah, Permaisuri Kim." Siwon beranjak. Menarik satu tangan Ryeowook dan menempatkan di lehernya. Ia membantu Ryeowook berjalan. Menggelar futon untuk Ryeowook tepat di samping Putera Mahkota. Lalu memasangkan selimut untuknya.

.

_`Evanescence`_

.

by : Denies Kim

.

Warning : Yaoi, BL, Boys Love, Typo(s), bahasa aneh, alur terlalu lambat/terlalu cepat, membosankan, OOC, dll.

.

Chapter 17 : Save Me, Please

.

.

~Selamat Membaca~

Kim Yesung menarik napasnya. Dengan langkah berat ia bangun dari tidurnya. Hari ini terasa tidak menyenangkan. Perasaannya buruk, buruk sekali sampai ia bisa merasakan nyeri yang mendadak datang. Helaan napas panjang dilakukannya. Mengambil pedang yang sudah dipersiapkan untuknya, Yesung melangkah memasuki arena latihan pedang. Ia ayunkan pedangnya melawan namja berperawakan kekar di depannya. Ia tangkis segala serangan yang hendak melukainya. Lalu membalas menyerang dengan kekuatan penuh.

Latihan ini harus dilakukan dengan serius. Agar ia tidak perlu kerepotan untuk melawan pemberontak seperti tempo dulu. Ah, yang waktu itu, ia terjun langsung bertarung pedang dengan para pemberontak yang menculik Ryeowook. Masih jelas diingatannya ketika Ryeowook begitu ketakutan melihat darah. Dan ketika Ryeowook sangat mengkhawatirkannya ketika ia bertarung.

Mengenai perkataan Ryeowook beberapa hari kemarin, Yesung masih menganggapnya lelucon. Ia yakin kalau istananya aman dari tangan-tangan pemberontak di luar bentengnya. Ryeowook tidak akan mati. Ya, Ryeowook tidak akan mati, kecuali ia sendiri yang menyuruhnya.

Seketika Yesung teringat. Ia pernah berkata seperti itu di depan Ryeowook. Bahwa ia menginginkan kematian Permaisurinya itu. Ia ingat pernah mengatakan itu dengan nada serius. Apakah itu alasan Ryeowook mengatakan kalau ia akan mati? Untuk memenuhi keinginannya?

Trak!

Yesung tersentak. Pedang di tangannya sudah tidak ada lagi, terpental jauh dan tergeletak di atas tanah. Ia kehilangan kesadarannya, Yesung tahu, ia lengah.

"Yang Mulia, apa lebih baik kita istirahat? Sepertinya Yang Mulia sedang memikirkan sesuatu." Perkataan itu datang dari lawan mainnya. Namja berperawakan kekar dengan sepasang lesung pipi menghiasi wajahnya, Panglima Choi.

Panglima Choi, huh. Bukankah namja itu yang selalu dekat dengan Ryeowook? Yang selalu menemani permaisuri dan anaknya. Yang kemarin menemani Ryeowook di kamarnya setelah ia pergi?

Yesung mengepalkan tangannya. Ia hendak mengambil pedang yang baru. Tetapi, tangannya hanya terapung di udara. Mungkin Siwon benar, ia butuh istirahat. Dijauhinya pedang-pedang mengkilap itu, lalu melangkah mendekati pelayan yang membawa kain bersih untuk menyeka keringatnya.

Sepasang matanya menerawang. Diam-diam mencari sesuatu di sekelilingnya. Setiap tempat, setiap sudut sempit tak luput dari pandangannya. Selagi ia masih bisa memandang dari tempatnya berdiri, Yesung terus mencari. Sampai-sampai ia menggumam tanpa sadar.

"Di mana dia?"

"Ye?" Respon singkat dilayangkan Siwon untuknya. Gumaman lirihnya masih bisa tertangkap pendengaran Siwon.

Yesung melirik Siwon. Ia tidak mengucapkan apapun untuk membalas. Egonya terlalu tinggi untuk mengakui kekhawatirannya saat ini. Ia tidak mau membuat Siwon berpikir kalau ia adalah namja yang tak punya pendirian.

Tetapi, sesekali menghilangkan ego itu adalah hal yang terbaik.

"Ryeowook. Aku tidak melihatnya beberapa hari ini." Kata Yesung tanpa menatap Siwon.

"Permaisuri Kim selalu berada di kamarnya," jawab Siwon menggantung. Dari gerak-geriknya masih ada lagi hal yang perlu ia katakan tetapi ragu-ragu untuk diucapkan. "Permaisuri Kim demam, sudah empat hari ini."

"Demam?"

Itu bukanlah sakit yang serius. Hanya perlu berbaring sehari atau dua hari. Istirahat total akan membantunya cepat pulih. Tapi yang dialami Ryeowook berbeda. Sudah empat hari mengalami demam. Bukankah itu masalah serius? Bagaimana kalau penyakit yang dialaminya adalah hal yang berbahaya? Bagaimana juga kalau Ryeowook mewujudkan perkataannya?

Cepat-cepat Yesung menyerahkan kain di tangannya. Langkahnya lebar-lebar menuju tempat terasing kediaman permaisurinya. Biarlah ia meluruhkan egonya untuk saat ini. Yang terpenting adalah ia bisa melihat secara langsung kondisi Ryeowook saat ini.

Di jalan ia bertemu dengan pelayan. Pelayan itu tampak kesusahan membawa seorang bayi yang terus menangis keras. Wajanya sampai memerah dengan peluh membanjiri tubuhnya. Itu pangeran kecil kerajaan.

"Kenapa dengannya?"

"Pangeran terus menangis ingin bertemu Permaisiuri Kim. Tetapi, jika terlalu dekat Pangeran bisa tertular."

Yesung tak tega melihat anaknya yang menangis keras seperti itu. Ini baru empat hari, bagaimana jika benar Ryeowook pergi untuk selamanya? Astaga, entah mengapa Yesung tak bisa menghentikan pikiran itu. Mereka terus berterbangan menghantuinya.

Hanya perlu beberapa langkah lagi dan ia sudah berada di depan pintu. Begitu pintu terbuka, yang dilihatnya pertama kali adalah seseorang yang berbaring di atas futon. Yesung mendekat, terbukti yang diucapkan orang-orang. Ryeowook demam tinggi. Bahkan kompres dingin di dahinya itu sudah terasa hangat ketika menyentuh tangannya.

Yesung mengambil kompres itu, lalu memasukannya ke dalam baskom kecil berisi air. Memerasnya lalu menempelkan kembali di dahi Ryeowook. Yesung menggigit bibirnya. Tangannya terasa panas ketika menyentuh pipi Ryeowook yang memerah. Turun ke bawah, Yesung menarik selimut sampai sebatas dada Ryewook.

"Apakah kau kedinginan?" Kata Yesung ketika tangannya tak sengaja menyentuh jemari Ryeowook. Ia putuskan untuk mengambil tangan Ryeowook dan mengukungnya dalam genggaman hangat.

Kenapa bisa sampai sakit seperti ini? Lihatlah pada bibir pucat itu. Pelan-pelan Yesung meraihnya, mengusapkan ibu jarinya di permukaan kering itu. Tidak lagi sama seperti dulu, kondisi Ryeowook benar-benar buruk. Ia ingin Ryeowook sehat kembali. Ia ingin raut kesakitan itu menghilang, ia ingin bibir pucat itu kembali seperti dulu lagi.

Yesung terdiam dengan pikirannya. Sementara ibu jarinya masih bergerak lembut mengusap bibir Ryeowook. Mungkin Yesung kerasukan sesuatu. Terbukti dengan tingkahnya yang sedang membungkukkan badan di depan Ryeowook. Menundukkan kepala sampai bibirnya menjemput bibir pucat di bawahnya. Yesung menyesapnya, bibir yang sudah satu tahun lebih tidak menemaninya. Andaikan saja ketika ia membuka mata, Ryeowook sedang menatapnya dengan sorot bahagia, seperti waktu lampau.

Tetapi, ia sadar. Segala sesuatu tidak selalu sesuai kehendaknya. Biarpun ia raja yang menguasai seluruh negeri, keinginannya yang terlampau tinggi tidak akan bisa terkabul. Sorot mata yang ia inginkan, tidak akan pernah ada lagi. Menyisakan pancaran ketakutan dan kesedihan yang terlalu mendalam.

"Ryeowook..." panggilnya lirih.

"Yang Mulia," Yesung tersadar. Ia menoleh ke sumber suara. Suara seorang gadis yang menembus pintu tertutup. "Yang Mulia Jung datang berkunjung."

Yesung terkejut. Apa benar sekarang sudah hari yang ada di surat? Secepat itukah? Apakah ia terlalu berkutat pada hari-harinya yang kelabu?

"Ne."

Ah, saatnya berpisah. Yesung menundukkan kepalanya, memberikan satu kecupan di bibir tipis itu. Tangannya mengalihkan kompres di kening Ryeowook, lalu memberikan kecupan lama di sana. Semoga Ryeowook bisa cepat sembuh.

Pernah mendengar kisah putri tidur? Bagaikan di negeri dongeng, sepasang kelopak mata yang tertutup itu perlahan terbuka. Memperlihatkan manik coklat yang tersembunyi.

Ryeowook terlihat lemas sekali. Ia tidak mampu bangun bahkan untuk mengangkat kepalanya saja ia tidak punya tenaga. Dirinya hanya melirik ke sekeliling kamar, mencari seseorang yang berada di kamar ini sebelumnya. Ia tidak tahu, ia benar-benar baru bangun. Tadi ada rasa familiar yang memaksanya untuk bangun.

Bukankah itu berarti masih ada benang merah yang mengikat keduanya? Walaupun terlampau longgar, masih ada simpul yang mengikat keduanya. Takdir bisa dirubah. Akan tetapi, ego sedang memainkan perannya masing-masing. Satu sisi malu untuk mengakui, sedangkan sisi yang lain terlalu takut untuk memulai.

Deritan pintu terdangar menyapa gendang telinga Ryeowook. Seseorang mendekat, mengambil kompresnya lalu memasangkannya lagi. Itu, Eunhyuk. Sudah beberapa hari ini ia tidak melihat pelayannya itu, bahkan sebelum ia sakit.

"Bagaimana perasaanmu, Permaisuri Kim?"

Ryeowook tersenyum tipis. "Aku merasa lemas sekali."

"Demamnya belum turun juga. Aku akan menyuapimu bubur lalu memberikan obat agar kau cepat sembuh, Permaisuri Kim."

Ryeowook mengernyit tak suka. "Bubur dan obat yang sama seperti kemarin?" Katanya lirih.

Eunhyuk mengangguk membenarkan. Ditangannya sudah ada semangkuk bubur encer yang hanya dengan melihatnya saja Ryeowook merasa mual. Sontak Ryeowook menggeleng lemah. Ia menutup bibirnya rapat-rapat ketika sendok berisi bubur encer itu sampai di depan bibirnya.

"Ah, ayolah, Permaisuri Kim. Kau harus makan supaya kau cepat sehat."

"Mungkin yang lain? Aku ingin makan yang lain? Aku bisa menelan buah-buahan." Pinta Ryeowook dengan suara lirihnya.

"Bubur ini sudah dicampur dengan rempah-rempah yang akan membuatmu cepat pulih. Jadi, daripada memakan yang lain lebih baik kau makan bubur ini. Jja!" Bujuk Eunhyuk lagi seraya terus menyodorkan sendok bubur di tangannya.

Sebenarnya Ryeowook kasihan melihat Eunhyuk seperti itu. Pekerjaannya pastilah masih banyak. Tidak baik jika ia menghambat pekerjaan Eunhyuk dengan sikap kekanakannya.

Ryeowook menghembuskan napasnya. Lalu perlahan membuka mulutnya. Tentu saja Eunhyuk berubah senang. Langsung saja ia menyuapkan bubur ke dalam mulut kecil Ryeowook. Bubur itu terasa lumer ketika mengenai lidahnya. Dan sensasi lembek itu membuat Ryeowook merasa mual sampai menutup mulutnya.

"Tolong jangan terlalu dirasakan, Permaisuri Kim." Kata Eunhyuk merasa iba. Tetapi ia tetap melakukan tugasnya, karena Ryeowook harus cepat sembuh supaya bisa menenangkan Pangeran Ryeosung.

Setelah selesai melakukan semua tugasnya, Eunhyuk mengambil baskom kecil berisi air hangat. Tugasnya yang lain adalah membersihkan tubuh Ryeowook. Selama demam, Ryeowook memang tidak berkeringat banyak. Tapi tetap saja seorang permaisuri harus selalu bersih.

"Eunhyuk-ah," panggil Ryeowook.

"Ne, Permaisuri Kim?"

"Bagaimana keadaan putraku?"

"Masih sama seperti kemarin, dia hanya berhenti menangis kalau sudah lelah. Tetapi dia tetap meminum susunya seperti biasa. Makannya juga teratur. Dia akan kembali menangis kalau mengingat dirimu."

"Ah, begitu." Lalu tiba-tiba terlintas dipikirannya keingintahuan yang membuncah. Rasa ingin tahu tentang seseorang yang sudah lama tak dilihatnya. "Bagaimana... uh, bagaimana dengan Yang Mulia Kim Yesung?"

Di sela-sela kegiatannya, Eunhyuk tersenyum kecil. "Aku jarang bertemu dengan Yang Mulia. Tetapi, hari ini aku bertemu dengannya. Dia sehat."

Ryeowook hanya mengangguk sebagai balasan. Membuat Eunhyuk tersenyum makin lebar. Ia merasa kalau sebenarnya Ryeowook ingin bertanya lebih. "Ingin kuberi tahu mengenai apa yang dilakukan Yang Mulia hari ini?"

Ryeowook memang menutup mulutnya, akan tetapi tidak dengan kepalanya yang mengangguk beberapa kali.

"Yang Mulia mengunjungi permaisurinya." Balas Eunhyuk sambil terasenyum.

"Ah, begitu." Sahut Ryeowook. Ia belum sadar sepenuhnya. Butuh beberapa detik keheningan barulah setelah itu ia menatap Eunhyuk dengan ekspresinya yang lucu.

"Jeongmal? K-kapan?"

"Aku berpapasan dengannya saat aku ingin masuk ke kamar ini. Dia keluar ketika aku datang."

Ryeowook tak mampu berkata apa-apa lagi. Ia terdiam dengan pikirannya, dan tanpa disadarinya bibir mungil itu tersenyum tanpa perintah. Masih melamun, Ryeowook mengangkat tangan, meraba bibirnya yang terasa lembab.

Jadi, apa kesimpulannya? Mimpinya itu adalah hal yang nyata? Ia memang sempat bermimpi kalau ia pergi bersama Yang Mulia, berjalan-jalan menikmati waktu berdua. Lalu saling berbagi kasih sayang di bawah pohon yang rindang. Ia pikir tadi ia terbangun karena merasakan mimpinya itu kenyataan, dan ia benar-benar ingin memastikannya. Tetapi, bukankah ia hanya akan semakin tersakiti apabila terlalu berharap seperti ini?

Yang Mulia pasti hanya menengok kondisinya saja. Namja tampan itu pasti tidak akan melakukan perbuatan itu mengingat amarahnya yang tak kunjung surut, kebenciannya yang tak kunjung lenyap.

"Eum, Eunhyuk-ah, aku ingin pergi keluar."

"Huh? Kemana?"

Menemui Yang Mulia. Tentu saja bukan. Ia tidak mungkin memiliki keberanian sebesar itu untuk menemui rajanya. Ryeowook terlalu takut dan terlalu malu untuk menerima penghinaan yang lebih lagi.

"Hanya ingin keluar dari kamar ini, aku ingin merasakan matahari."

"Arra, tapi tubuhmu masih sangat lemas kan? Kau bisa berpegangan padaku?" Eunhyuk berusaha membantu Ryeowook berdiri. Dengan lemasnya, namja manis itu menapakkan kaki dan melangkah mendekati pintu. Terbukanya pintu mengawali dirinya yang tersenyum dengan mata terpejam. Rasanya hangat, rasanya menyegarkan.

"Kau ingin duduk, Permaisuri Kim?"

Ryeowook membuka matanya, "Aniya, hanya sebentar saja, Eunhyuk-ah. Setelah ini aku akan langsung beristirahat lagi." Tepat saat Ryeowook mengalihkan pandangannya ke depan, ia melihat sesuatu. Ada seseorang yang berdiri sedikit jauh dari kamarnya. Seseorang berpakaian prajurit dengan busur dan panah di balik punggungnya serta pedang yang berdiam di sarungnya. Ia pikir itu adalah Donghae, namun setelah ia perhatikan lebih jeli lagi, ia merasa kalau itu bukanlah Donghae.

Itu orang asing. Dan dia terus saja memandangi tempat ia berdiri. Siapa yang dia lihat? Eunhyuk? Pelayan yang lain? Ataukah... dirinya?

Perasaannya memburuk. Hatinya menjadi tak tenang. Ia merasa ketakutan. Tetapi hanya bisa diam dengan menyembunyikan kegelisahannya. Ia pandangi Eunhyuk yang berada di sampingnya lalu berkata, "Eunhyuk, aku ingin masuk ke dalam."

"Eh, secepat ini?"

Ryeowook hanya mengangguk, ia alihkan lagi mata ke arah sebelumnya. Dan tak mendapati siapapun berdiri di sana. Apakah halusinasinya saja? Sampai ia berbalik dan pintu itu tertutup, Ryeowook terus menatap ke arah yang sama. Hal ini membuat Eunhyuk sedikit cemas.

"Ada apa, Permaisuri Kim? Kau melihat apa?"

"Eh? T-tidak." Ryeowook duduk di atas futonnya. Ia menekuk lututnya dan meletakkan kedua tangan memeluk kakinya. Lalu menatap Eunhyuk, "Eunhyuk-ah, bisakah kau pergi?"

"Huh?" Eunhyuk terkejut. Barusan adalah pertama kali Ryeowook mengusirnya.

"Eum, maksudku aku ingin kau mengambilkan sesuatu yang manis. Mungkin buah-buahan untuk menghilangkan rasa mualku." Kata Ryeowook sembari menatap ke arah lain.

"Arraseo, tunggu ne."

Sebenarnya bukan itu alasannya. Ia bahkan tak punya nafsu untuk memasukkan makanan ke dalam mulutnya. Ia terlalu gelisah. Dan ia merasa takut kalau Eunhyuk lebih lama lagi bersama dengannya. Perasaan berbahaya itu muncul lagi. Dan khayalannya mengenai sesuatu yang berdarah memenuhi kepalanya. Tapi untunglah Eunhyuk sudah pergi, dan jarak kamarnya dengan dapur penyimpanan makanan cukup jauh jika berjalan kaki. Eunhyuk tidak akan cepat kembali. Dalam kesendirian itu Ryeowook makin memeluk diri.

Bruk!

Ryeowook mendengar sesuatu, seperti tubuh yang jatuh menghantam lantai kayu. Ryeowook seakan membeku, ia tidak bergerak sesentipun untuk berpindah ke posisi lain. Tak lama setelah itu terdengar teriakan seorang pelayannya. Disusul dengan gebrakan pintu yang dibuka kasar.

"Permisuri Kim, cepat lari dari sini! Pergi! Permai—"

Ucapan itu tak sempat diselesaikan. Karena sebuah besi tipis menembus punggung hingga perutnya. Ryeowook melihat itu, bagaimana darah yang menetes mengotori lantai dan terkumpul dari tubuh yang telah terjatuh. Bagaimana seseorang berdiri dengan tangannya yang memegang pedang berlumuran darah.

Sosok itu menatapnya, lalu berjalan mendekati Ryeowook yang sudah bangkit dari posisinya.

T-tidak. Ryeowook benar-benar ingin mengucapkan kata berhenti. Tapi tidak ada suara apapun yang ia keluarkan. Tubuhnya bergetar ketakutan dan mulai melangkah mundur secara perlahan. Sementara sosok bercadar itu terus mendekatinya. Ah, apakah ia akan dibunuh sekarang? Ia bahkan belum bertemu dengan Ryeosung dan Yesung.

"Jangan..."

Bugh

"Ukh!" Ryeowook terjatuh, setelah hantaman yang sangat kuat ia terima di perutnya. Lalu kepalanya di dorong keras ke atas lantai. Ia langsung merasa pusing dan seluruh tubuhnya melemas. Sampai ia merasa pandangannya mengabur dan tak sadarkan diri.

.

.

.

Yesung sudah menunggu cukup lama. Sedari tadi ia termenung menatap ke atas meja. Tepatnya gulungan kertas terbuka yang sejujurnya tak sama sekali ia pedulikan. Masih termenung meskipun suara pelayan memanggil-manggil di luar.

"Yang Mulia Kim." Suara itulah yang mengejutkannya. Segera ia menengadah menatap sang empu suara. Rupa-rupanya orang yang telah ia tunggu. Ada dua orang, membuat Yesung mengernyitkan dahi.

"Kau membawa permaisurimu, Yang Mulia Jung?"

Jung Yunho datang bersama permaisurinya, Kim Jaejoong. Padahal Yesung pikir teman lamanya itu akan datang sendiri untuk membahas masalah hubungan kerajaan. Tetapi kenapa permaisuri yang tak ada sangkut pautnya ini ikut hadir.

Yesung tak mengindahkannya. Ia tetap pada tujuan awalnya, membahas masalah kerajaan. Ia begitu serius menerangkan dan bicara dengan gaya yang berwibawa. Sementara lawan bicaranya hanya mengeluarkan suara seperlunya. Jung Yunho tidak biasanya setenang ini.

"Bagaimana dengan Ryeowook?"

Yesung menahan napasnya. Lalu dengan mata terpejam ia berkata, "Kita sedang membahas masalah kerajaan. Lagipula untuk apa kau tahu?"

"Aku hanya khawatir, terakhir kali aku melihatnya dia begitu shok. Kupikir akan lebih baik jika aku mengunjungimu sambil memastikan keadaannya."

"Lalu kenapa..." Yunho mengerutkan kening ketika Yesung menggangtungkan ucapannya. "Kalau kau sangat khawatir kenapa tidak kau bawa saja dia bersamamu?"

"Lalu membiarkan dia terpisah dari anaknya?"

"Anaknya adalah Putera Mahkota Kerajaan. Kau bisa membawa Ryeowook tapi putera mahkota tetap di sini." Yesung mulai tersulut emosi. Ia sangat sensitif akhir-akhir ini, apalagi kalau disangkut pautkan dengan Ryeowook.

"Kau mulai bersikap tak wajar. Seharusnya kau mempertahankan permaisurimu. Bukannya malah memojokkannya seperti ini."

"Oh ya? Bagaimana dengan dirimu? Kau mencuri permaisuri orang lain. Dan sekarang kau duduk satu meja denganku? Siapa yang tak wajar di sini."

"Aku tidak pernah bersungguh-sungguh menikahinya. Justru akulah yang membantumu kembali bersama Ryeowook dan anak kalian." Kata Yunho mulai emosi juga.

"Kau tetap saja menikahinya kan? Berapa kali kau menidurinya?"

Shit. Yunho mengernyit marah. Hampir saja ia menggebrak meja lantaran emosinya sudah meluap-luap. Ia tidak tahu sejak kapan Yesung berubah menjadi pribadi yang berpikiran dangkal seperti ini.

Yesung tersenyum sinis. Meski jantungnya berdegup kencang setelah mengatakan semua itu. Seumur hidup baru kali inilah ia menghina Yunho seperti tadi. Dan perkataannya mengenai Ryeowokk itu bagaikan belati bermata dua. Justru menyakitinya juga. Lalu sebelah tangannya bersentuhan dengan kedua tangan Permaisuri Jung. Ia mengernyit tak mengerti.

"Apa yang kau lakukan?" Yesung tahu kalau Jaejoong permaisuri Yunho itu tidak bisa bicara. Tetapi menggunakan bahasa isyarat juga Yesung tak mengerti. Itulah sebabnya namja berparas androgini itu meletakkan telunjuknya di telapak tangan Yesung.

"J-a-n-g-a-n-b-e-n-c-i-R-y-e-o-w-o-o-k."

Itulah yang dieja Jaejoong di telapak tangannya. Setidaknya dengan begini Yesung akan memahami apa yang dipikirannya.

Melihat Yesung masih diam saja. Jaejoong hendak mengeja huruf lagi. Tetapi dicegah suaminya. Yunho memberikannya secarik kertas dan kuas untuk menulis.

Dan Jaejoong mengeluarkan isi kepalanya melalui secarik kertas itu.

Lalu ia berikan kepada Yesung.

Ryeowook tidak pantas dibenci. Ia tidak bersalah, ia hanya bersembunyi karena ancaman yang berdatangan. Aku baru mengetahui belakangan ini, kalau ternyata Ryeowook diangkat menjadi selir Kerajaan Jung semata-mata untuk melindungi dirinya beserta anaknya. Kami mendengar kalau banyak orang-orang jahat memburunya untuk meruntuhkan kekuasaanmu. Ratu Kim datang meminta bantuan kami. Karena tahu Ryeowook akan ketakutan kalau harus kembali lagi ke Kerajaan Kim.

Dan Yang Mulia Jung tidak pernah tidur dengannya. Di malam pernikahannya, ia hanya mampir sebentar kemudian datang lagi kepadaku. Aku pernah melihatmu bertemu dengan Ryeowook di Kerajaan Jung. Setelah kau pergi ia menangis keras. Aku memang tidak mendengar apa yang kalian bicarakan. Tetapi Ryeowook terlihat kalau ia benar-benar terluka.

Tolong, kau perbaiki hubunganmu dengannya. Kondisi seperti ini hanya terus menyakitimu sendiri. Kau bisa mati secara perlahan.

Begitulah isi pesan yang diberikan Jaejoong. Namja itu tersenyum seolah meyakinkan Yesung dengan semua sarannya. Lalu ia menatap Yunho. Sudah waktunya berpamitan. Segala urusan sudah usai, baik urusan kerajaan maupun urusan pribadi Yang Mulia Kim.

Tinggallah Yesung seorang diri. Terdiam menunduk dengan kedua tangan menopang kepalanya. Ia mengatupkan bibirnya dan kedua deret giginya bertautan erat. Apakah memang lebih baik kalau dirinya memperbaiki hubungan ini? Toh tidak ada yang dirugikan. Semua ini terhambat hanya karena sikap egoisnya. Yang perlu ia lakukan adalah membuang egonya dan menemui Ryeowook.

"Aku... harus apa?" Yesung menarik napas panjang. Lalu menghembuskannya perlahan. Permaisuri Jaejoong memang benar. Selama ini ialah yang tersakiti oleh egonya sendiri.

Yesung pun berdiri, ia berjalan pelan-pelan menuju kediaman Ryeowook. Ia sudah memantapkan hatinya. Mungkin Ryeowok akan terkejut melihatnya. Hm, bagaimana reaksinya nanti? Ah, bagaimana kalau Ryeowook menganggap ia konyol dan tak punya pendirian?

"Jangan berpikiran bodoh." Kata Yesung pada dirinya sendiri. Ia mengusap wajahnya kasar. Lalu kembali melangkah lagi ke tempat sepi itu. Sepanjang jalan benar-benar tak ada orang yang lewat. Sesampainya di sana, kakinya berhenti bergerak. Yesung memaku diri dengan pandangan tak percaya.

Kembali dari keterkejutannya, langsung saja Yesung masuk. Ia mencari-cari keberadaan permaisurinya. Untunglah tidak ada dari beberapa mayat itu yang merupakan Ryeowook. Bolehkah ia berharap kalau Ryeowook masih selamat?

Tidak ada waktu untuk memikirkan itu.

Tergesa-gesa melangkah lagi. Ia berpapasan dengan seorang pelayan yang langsung membungkuk di depannya.

"Kurir mengrimkan surat. Katanya harus langsung diterima oleh Yang Mulia." Kata pelayan itu dan memberinya kertas dalam gulungan kecil. Setelah dibaca, Yesung meremas surat itu seraya menggeram marah.

"Siapkan prajurit untuk mengepung seluruh sisi kerajaan. Perintahkan Panglima Choi dan prajuritnya untuk ikut pergi bersamaku."

Berita heboh langsung tersebar. Melalui mulut ke mulut diketahui bahwa permaisuri kerajaan telah hilang dan beberapa pelayan meregang nyawa di kediamannya. Berita itu sampai juga ke telinga Eunhyuk. Ia merasa tidak percaya. Baru sebentar ia meninggalkan Ryeowook untuk mengambil buah dan kejadian itu terjadi begitu saja.

"Eunhyuk! Kau mau kemana?" Donghae, namja itu berjalan mendekatinya.

"Aku harus mencari Permaisuri Kim."

"Apa kau bercanda? Tetaplah di sini."

Eunhyuk mengapalkan tangannya. "Kau pikir aku bisa diam saja? Sebagai pelayannya akulah yang bertugas melindunginya."

Donghae terdiam dalam pikirannya, kemudian ia bertanya pertanyaan simple. "Kapan terakhir kau meninggalkannya?"

"Baru saja, aku hanya berjalan mengambil buah ini dan berniat kembali ke sana, tapi..."

"Berarti apakah mereka belum cukup jauh?" Donghae bergumam tak jelas. Lalu ia menatap Eunhyuk lagi, meletakkan tangannya di kedua bahu Eunhyuk. "Kau tunggu di sini. Jangan membahayakan dirimu. Aku tidak akan bisa tenang kalau kau terluka juga. Aku akan membantu mencari Permaisuri Kim."

Begitu saja dan Donghae meninggalkannya.

.

.

.

.

Ryeowook tidak mengerti. Ia masih bisa bernapas. Ia hendak membuka matanya, tetapi tertahan sesuatu. Seperti kain hitam yang menutupi pandangannya. Ingin menghilangkan penghalang itu, baru saja sadar kalau kedua tangannya terikat di depan dada.

"Heh," ia mendengar suara seseorang. Langkahnya terdengar mendekat. Ada bunyi gemercik air, setelah itu tubuhnya diguyur air yang terasa sangat dingin, langsung mengenai kulitnya. Ryeowook tersentak antara sadar dan tidak sadar, ia telanjang. Ia tidak merasakan kain apapun yang menutupi tubuhnya.

"Dasar jalang!"

Sret

"Akh!" Ryeowook memekik ketika rambutnya dijambak dengan kuat. Tubuhnya dipaksa bangun menjadi duduk.

"Bagaimana bisa punya nyali untuk kembali? Menjijikan! Seunhwan, ambilkan pisau itu!" Jantung Ryeowook makin berdetak kencang tak karuan. Sesaat ia merasakan besi dingin menyentuh permukaan dadanya, lalu muncul rasa perih. Tersayat tipis namun panjang sampai ke perut. Ryeowook hanya bisa meringis sakit. Tubuhnya lemas, kepalanya pusing, ditambah lagi rasa sakit di sekujur tubuhnya membuat Ryeowook tak mampu melawan.

"Menjijika! Menjijikan!"

Lagi dan lagi. Sayatan-sayatan perih memenuhi tubuhnya sampai rasanya Ryeowook tak bisa bernapas lantaran perih yang menguasainya.

"Bagaimana kau bisa kembali?! Jawab aku Kim Ryeowook!" Kata orang itu seraya mendekatkan wajah Ryeowook padanya.

Tapi Ryeowook mengatupkan bibirnya rapat-rapat. Ia lebih terlihat seperti pasrah kepada keadaan. Ah, bukankah ia pernah mengatakan beberapa hari yang lalu? Ia akan mati dalam waktu dekat.

"Aku akan membunuhmu! Dan ketika kau menyesalinya, tak ada yang menolongmu. Bahkan Yang Mulia yang katanya sangat mencintaimu itu, tidak akan datang."

Ryeowook tersenyum kecut. Memang benar yang diucapkan orang itu, ia membenarkan. Yesung, adalah harapannya satu-satunya. Ia masih berharap kalau keajaiban datang dan Yesung datang menyelamatkannya. Namun ia sadar, harapan tinggallah harapan.

Ryeowook sangat ingin bertemu. Kalau saja ada kesempatan, ia ingin menyampaikan maaf yang sebesar-besarnya. Lalu mengembalikan senyuman yang dulu selalu mengisi harinya.

"Kau menangis sekarang? Benar-benar tak ada harga diri lagi. Kau sebut dirimu namja?"

Tubuhnya terhuyung, jatuh lagi ke lantai dingin yang serasa menusuknya. Ia pikir semua sudah usai. Lantaran tak terdengar lagi ucapan atau suara dari sekitarnya. Tapi ternyata, namja itu masih di sana. Ia kembali setelah pergi ke suatu tempat membawa sesuatu di tangannya. Kakinya dengan sengaja menginjak pergelangan kaki Ryeowook, disusul pergelangan tangannya. Seakan-akan ingin melumpuhkan seluruh anggota geraknya.

"Akh! Hh!" Ryeowook meringis keras.

"Inilah saat yang paling kutunggu-tunggu. Aku akan menyiksamu sampai kau mati kesakitan."

Hanya mendengar kata-kata itu saja Ryeowook sudah sangat ketakutan. Ia menangkap bunyi lecutan dan benar, ia langsung berteriak keras kala cambuk dilayangkan ke punggungnya.

"Karena kau, anakku tidak bisa naik tahta! Karena kau, anakku mati, sialan!"

"Arkhh! Hiks..." Ryeowook tak bisa mendengar apapun dengan jelas. Rasa sakit mendominasi sel sarafnya. Hingga indranya yang lain tak mampu berjalan dengan baik.

Perlu belasan cambukan yang meninggalkan bekas di punggung, pinggang, dan tangannya barulah orang itu berhenti. Ryeowook sudah tak kuat lagi. Nafasnya memberat, rasanya oksigen di ruangan ini tak cukup untuk dirinya.

"Seunhwan, bunuh dia. Lalu hanyutkan mayatnya di laut. Jangan sampai ada yang mengetahui, terutama orang kerajaan."

Pintu terbuka lalu tertutup dengan kasar. Menyisakan keheningan diantara Ryeowook dan orang yang akan membunuhnya itu. Namja manis itu tak bisa berpikir lagi. Rasa sakitnya memang masih tetap ada, meskipun kini berhenti bertambah-tambah.

Ikatan penutup matanya melonggar dan kemudian terbuka. Ryeowook masih bisa membuka matanya yang basah. Tapi kesulitan mengamati siapa sosok di depannya. Hanya bayangan buram seperti halusinasi yang Ryeowook lihat.

"Permaisuri Kim," ia dengar samar-samar. "Maafkan aku. Bertahanlah sebentar lagi, Yang Mulia akan datang menyelamatkanmu."

Yang Mulia? Ia seperti mendengar nama itu di sebut. Apa yang dia katakan? Apa Yang Mulia diserang juga? Atau apakah Yang Mulia akan datang? Ia tidak bisa mendengar.

"Kau mengingatku, Permaisuri Kim? Kau pernah menyelamatkan anakku saat ketika mereka mencoba menjadikannya budak karena hutang kami. Kami sangat berterimakasih, Permaisuri Kim." Ia berkata panjang lebar seperti itu, Ryeowook tidak akan mendengar. Namja manis itu sudah seperti hampir kehilangan kesadaran.

"Ye...sung..." Ryeowook memanggil namanya. Kalau memang nama itu adalah hal terakhir yang diucapkannya, Ryeowook akan terus memanggilnya. Lelehan bening di pucuk matanya semakin deras. Ia merasa semakin pusing saja. Dan ia mulai berpikir kalau inilah saat-saat dirinya berada di ambang kesadaran.

Brak!

Pintu di dobrak kasar. Beberapa prajurit datang dan langsung menangkap sosok yang bersimpuh di depan Ryeowook. Seseorang menghampirinya, meletakkan kepala Ryeowook di pangkuannya. Jemarinya membelai pipi namja manis itu berharap kalau dia masih sadar. Kemudian ia membuka ikatan tangannya menyisakan luka memerah yang melingkar.

"Ryeowook..."

"Yang Mulia," satu sosok lagi menghampiri, membawakan kain lebar untuk menutupi tubuh Ryeowook. Sosok itu, Kim Yesung, membalut tubuh Ryeowook dengan tatapan nanar. Ia terlambat, terlalu lama untuk menyelamatkan Ryeowook. Lokasi di mana Ryeowook disekap ini berada di ujung pedesaan. Medan yang dilalui cukup sulit menggunakan kuda.

"Ryeowook, kau mendengarku?" Yesung tersentak melihat bola mata Ryeowook bergerak di dalam kelopak mata yang tertutup. Meski tidak terbuka, ia yakin kalau Ryeowook masih sadar.

"Kita kembali ke Istana."

Dengan kedua tangannya, Yesung mengangkat tubuh Ryeowook menaikkan pada kudanya dan membawa Ryeowook kembali ke kerajaan.

*Bersambung*

Anu, hallo~ Maaf udah ngegantungin ff ini selama berbulan-bulan T.T

Maaf banget soalnya banyak ujian. Dan ini jadinya begini kalo dipaksa nulis sampai selesai satu chapter. Maaf kalo hasilnya kurang memuaskan dan ngga dapet feel-nya.

Terimakasih ya kakak-kakak yang bersedia menunggu dan me-review. Aku terharu~ T_T

Niatnya next chap bakal menjadi chapter terakhir. Ngga tau kapan update XD belum ditulis soalnya.

Ya udah deh gitu aja, sekali lagi makasih dan maaf karena keterlambatannya kaka~

Sampai Jumpa~

Penuh cinta,

Denies Kim