Until The Last Breath |Chap 10

Final Chap!

Disclaimer : Masashi Kishimoto. Pairing : NaruSaku. Rated : T-M (for language, lime, etc). Genre : Romance and drama

Warning : OOC. AU. Vampire fic. Typos. Mainstream theme. Boring.

Story by Hikari Cherry Blossom24

.

.

.

Don't like? DON'T READ!

Enjoy It!

.

o.O.o.O.o.O.o.O.o.O.o.O

.

"Ayo pulang, Naru!"

Naruto segera beranjak. Berdiri di dekat makam selama beberapa saat, kemudian menghampiri wanita yang barusan memanggilnya. Sudut bibirnya terangkat ke atas, namun begitu tipis.

"Sudah menjenguknya?"

Perempuan itu mengangguk pelan.

"Hmm.. baguslah." Usai berkata, Naruto meraih kedua tangan pucat milik perempuan itu. "Kau terlalu lama tidur.." Tatapan matanya terlihat begitu teduh dan sendu. "Berminggu-minggu. Dan aku tersiksa karena rasa rinduku padamu." Matanya terkatup. Hanya sejenak, setelah itu kembali terbuka. Menampakan kilat tajam dari sorit iris biru miliknya.

Perempuan itu membalas genggaman erat terhadapnya. "Sekarang aku sudah kembali. Aku abadi.. cinta kita juga abadi." Ia menengadah. Menatap wajah sendu Naruto dari bawah. Pria itu kelihatan sedih. "Kenapa malah bersedih?"

Naruto mengangkat wajah. "Aku tidak sedang bersedih."

Wanita berkulit kelewat putih itu menautkan alis. "Aku tahu kau berbohong!" Sergahan darinya membuat pria itu tertawa pelan. "Kok ketawa sih?" Dahi lebarnya berkerut tebal.

Naruto menggeleng. "Sudah! Ayo kita pulang." Lekas ia melepaskan satu tangan mungil perempuan itu, lalu mengajaknya berjalan menjauhi makam yang bertuliskan nama Naori Uchiha di atas pahatan batu nisan.

Perempuan merah muda itu tersenyum riang. "Jalan-jalan dulu.. yaaa..."

"Ke taman kota?"

Sakura menggeleng. Menolak. "Tidak ke taman kota, tapi ke hutan. Aku ingin berjelajah sambil melihatmu berburu."

Pria itu tersenyum geli. "Baiklah. Kita ke sana." Tak ayal, Sakura langsung berlonjak girang ketika mendapat jawaban setuju darinya. "Aku tahu. Kau juga pasti hauskan.." Matanya melirik keberadaan Sakura di sebelahnya, dan tersenyum kala mendapati wajah polos wanita itu. Agaknya dia sedang berfikir.

"Hmm.. kurasa tidak."

Tak tahu kapan, tiba-tiba Sakura sudah berada di atas punggung lebar Naruto. Perempuan itu di gendong. "Kau pasti akan langsung lapar setelah mencium bau darah." Usai berkata sebegitu yakinnya, pria itu bergegas membawa Sakura dalam gendongannya dengan kecepatan yang tak terlihat.

Naruto melesat begitu gesit...

.

o.O.o.O.o.O.o.O.o.O.o.O

.

Raungan seekor Harimau memenuhi hutan rimba, dan terdengar hingga jauh keluar. Harimau jantan tersebut jatuh dari atas pohon, kemudian di susul dengan Naruto yang langsung berdiri di dekat hewan buas tersebut. Hewan itu nampak tak berdaya dengan keadaan tergeletak di bawah pohon setelah tadi mendapat serangan 'balik' dari Naruto.

Sakura berjalan menghampiri Naruto. "Baru kali ini aku melihatmu berburu.." Ia tersenyum saat melihat pria itu mengelap bibirnya yang di kotori oleh bercak darah. "Tadi itu terlihat hebat. Kau luar biasa, Anata." Decaknya kagum, mengingat saat Naruto berburu tadi. Dia begitu gesit, hingga Harimau jantan yang hendak memangasanya malah balik di mangsa.

Bola mata Naruto berubah. Mulai dari warna merah tajam menjadi warna biru— kepucatan yang tak kalah tajam dari mata 'memangsa' tadi. "Mau mencicipinya?"

Sakura menggeleng, namun ikut berjongkok di hadapan Naruto. "Aku tidak mau." Tolaknya lalu meringis ketika melihat Naruto menancapkan gigi taringnya di bagian leher hewan buas tersebut. "Itu mengerikan!"

Kembali! Hariamu itu meraung panjang dan keras. Hewan itu meronta-ronta, namun tak bisa berbuat banyak karena racun 'pelumpuh' dari taring milik Naruto sudah terlanjur menyebar di seluruh tubuhnya. Dan juga, hewan buas itu tak mempunyai kekuatan apapun setelah mendapat serangan cepat dari Naruto.

"Bagaimana rasanya?" Kontan, hisapan Naruto terhenti setelah mendapat pertanyaan. Sakura meringis pelan ketika Naruto menatapnya dengan bibir belepotan darah. Pria itu terlihat menggoda dengan bibir merah pekat seperti itu.

"Nikmat." Sakura menjulurkan tangan, lalu mengusap bibir bawah Naruto menggunakan jempol. "Tapi kalau darah manusia sulit untuk di jelaskan seperti apa rasanya. Sekali meminumnya kau akan langsung kecanduan." Naruto menangkap tangan kecil Sakura, dan menggenggamnya lembut. "Yakin tidak mau coba?"

Sakura menggeleng. "Aku tak merasa haus." Ia lekas berdiri kala Naruto menuntunnya. "Apa segitu saja?" Mata bulatnya melihat pada tempat Harimau jantan tergeletak. Tepat di bawah mereka.

Naruto tertawa pelan. "Aku memang mayat hidup, tapi bukan Zombie yang akan memakan 'mangsanya' sampai habis tak bersisa." Ujarnya, setelah itu menarik tangan Sakura. Mengajaknya untuk mendekat dengan cara melangkahi bangkai Harimau di bawah mereka.

Ketika Naruto merunduk, Sakura lekas menahan gerakan pria itu. Ia mengulum senyum, dan tengah menutup bibir merah Naruto menggunakan beberapa jari tangannya. "Jangan cium, nafasmu bau darah." Ia terkekeh setelah itu.

Naruto berkerut, lalu matanya bergerak melirik ke bawah. Menatap tak suka pada jemari Sakura yang sedang membekap bibirnya dengan lembut. "Serius tidak mau di cium?" Ia bertanya— berusaha meyakinkan.

Sakura tersenyum malu-malu. "Tidak serius menolak— ahhh! Naru.." Perempuan itu tersentak, lalu merona kala Naruto berhasil merapatkan jarak antara mereka. Kepalanya menengadah. Membalas tatapan menggoda di depannya.

"Aku rindu padamu." Naruto mendekat, setelah itu menyatukan kening mereka dalam keadaan memeluk pinggang ramping Sakura. "Aku ingin dirimu!" Matanya terkatup menikmati belaian lembut terhadap pipinya.

"Aku juga menginginkan dirimu." Perempuan merah muda itu terkikik. Ini masih pagi, dan mereka saling menginginkan satu— sama lain. "Tapi tidak sekarang."

Naruto berdecak, kemudian semakin merapatkan tubuh depan mereka hingga benar-benar tak bercelah. "Jadi maunya kapan?" Deru nafasnya berembus, dan menerpa sebagian wajah bawah Sakura.

"Saat tiba waktunya." Sakura memejamkan mata, dan merasakan bibir tipis Naruto yang tengah memberi kecupan di beberapa bagian wajahnya. "Aku bersumpah akan 'menghabisimu'."

"Oh ya? Coba saja kalau bisa." Menyeringai sesaat, dan di detik berikutnya Naruto tak memberi kesempatan kepada Sakura untuknya dapat menuaikan kata balasan. Ia langsung meraub bibir peach Sakura, dan kian pula mendesak tubuh wanita itu padanya.

Tangan Sakura merambat naik, lalu mencengkram kaos putih di bagian dada Naruto setibanya di tempat tujuan. Sedikit berjinjit, ia membalas lumatan lembut terhadap bibirnya. Bibir Naruto kenyal dan tawar, hanya sedikit ada rasa asin dan manisnya. Namun lebih mendominasi ke rasa asin samar. Sangking samarnya, hingga tak jauh beda dari rasa tawar.

Naruto semakin merundukan kepala, dan semakin pula menambah kemesraan disela lumatan mereka. Lingkaran tangannya terhadap pinggang Sakura beralih, dan bergantian mencekalnya. Mengelus lekukan dalam tersebut, lalu masukan lidahnya ke dalam rongga Sakura. Bermain di dalam sana, dan mengajak 'penunggunya' untuk bergulat.

Sakura mengerang pelan. Matanya terkatup, dan dahi lebarnya terangkat. Setelah lidah Naruto keluar, ia langsung memagut bibir eksotis pria itu. Menggigit daging bibir bagian bawahnya, sesekali mengecapi permukannya. Membersihkan bibir tipis itu dari sisa darah yang masih menempel.

.

o.O.o.O.o.O.o.O.o.O.o.O

.

Sakura meneguk ludah dengan berat. Mata hijau terang miliknya menatap gelas di tangannya dengan sorot jijik. Cawan plastik yang tertutup rapat itu menyembunyikan isi di dalamnya. Sedotan panjang menjulur— berdiri di depan wajah wanita itu. Bersiap menyerahkan diri.

"Kau harus meminumnya, jika tidak kau akan mati kelaparan." Terdiam selama beberapa detik, hingga akhirnya Nagato membuka suara setelah lama menunggu Sakura yang tak kunjung menyedot cairan merah pekat nan begitu kental di dalam cawan putih tersebut.

"Tapi..."

"Minum saja!"

Sakura bungkam setelah mendapat teguran dari Naruto. "A–aku tidak lap—"

"Di coba dulu!" Kalimat perempuan itu tersela cepat. Ia merengut, dan menatap sebal pada Naruto. Pria itu terlihat cuek-cuek saja dengan menampilkan raut tanpa ekspresi.

Naruto... Dia sangat keras kepala.

"Baiklah, akan aku coba." Naruto tersenyum tipis mendengarnya.

Sakura mendekatkan ujung sedotan ke belahan bibirnya. Baru tersentuh sedikit, ia langsung di buat berjengit ketika bau anyir berpadu besi menggelitik dalam indra penciumannya. "Wuekkk! Anyirrr!" Bergegas ia jauhkan cawan tersebut dari depan wajahnya, lalu menjempit hidungnya di antara jari telunjuk dan jempol.

"Ck!" Konan tertawa pelan kala mendengar suara decak dari tempat Naruto. "Mari sini! Biar aku bantu." Naruto mendekat pada Sakura, kemudian mengambil cawan putih dari geggaman perempuan itu. "Buka bibirmu!"

Sakura memelas. "Na—"

"Cepat minum!" Wanita itu membuang nafas. Mendekatkan diri dengan Naruto, lalu memasukan ujung penyedot yang tersodor kepadanya ke dalam mulut.

Dengan sangat perlahan Sakura menyedot darah dalam cawan tersebut. Naiknya begitu lambat, membuat Yahiko menelan ludah melihatnya. Darah di balik sedotan putih itu mengalir naik, namun sangat lambat untuk dapat lekas tiba ke dalam mulut.

Lagi-lagi Sakura berjengit. "Hhmp!" Tadi hanya baunya yang tercium, namun kini darah itu telah masuk ke dalam mulut Sakura dan langsung mendarat di atas lidahnya. Baru setetes padahal, tapi rasa dan bau anyirnya mampu membuat Sakura kalap. Terlalu anyir baginya untuk di telan.

Sakura menarik keluar sedotan dari dalam mulutnya, kemudian membekapnya. Iris tajam milik Naruto mengikuti sosok Sakura yang tengah berlari ke dalam, dan menuju pada letak dapur. Dahinya berkerut. Menatap pintu dapur yang terbuka dengan pandangan heran.

"Hoekkk! Hoekkk!"

Nagato dan Yahiko saling melempar pandangan. Sakura muntah? Bagaimana itu bisa terjadi? Sakura Vampire. Sama seperti mereka, lalu kenapa Vampire malah muntah setelah minum darah? Padahal darah adalah satu-satunya makanan utama Vampire. Tanpa minum darah Vampire bisa mati terbakar karena tenggorokannya panas.

"Bagaimana bisa!?" Naruto bertanya-tanya.

.

o.O.o.O.o.O.o.O.o.O.o.O

.

Kelopak lentik milik Sakura terkatup di tengah menikmati belaian terhadap pucuk kepalanya. Naruto mengulas senyum simpul. Mencondongkan tubuh ke dekat Sakura, lalu mengecup dahinya yang lebar itu. Setelah itu ia kembali menjauh, dan menatap wajah cantik Sakura yang memerah karena ulahnya.

"Apa kau benar-benar tidak merasa lapar?" Mata Sakura terbuka sepenuhnya. "Yang kau minum tadi darah manusia, kenapa kau memuntahkannya?"

Wanita itu menyeringit. "Darah manusia?" Pria dihadapannya mengangguk pelan. "Rasanya tidak enak!" Wajahnya berjengit, menunjukan kepada Naruto betapa 'sangat' tidak lezatnya darah yang sempat di cicipi olenya saat di ruang tamu tadi.

Naruto terkekeh geli. "Kalau tidak enak, jadi maunya minum darah apa?" Tanyanya sambil meraih kedua tangan Sakura, dan menggengamnya.

"Entalah. Aku sendiri tidak tahu." Sakura terkikik. "Aku tak akan pernah merasa lapar atau pun haus selama aku memilikimu, Anata." Ia bergerak. Beranjak lalu berpindah duduk di hadapan Naruto, dan bersandar di dada bidangnya.

Kembali Naruto memberi kecupan pada pucuk kepala pink yang ada di dadanya.

"Seandainya saja aku masih menjadi manusia, mungkin sekarang ini perutku sudah besar.." Sakura meremas genggaman Naruto terhadapnya. "Padahal aku sudah mempersiapkan nama untuk anak kita. Tapi..." Naruto langsung mendekapnya erat. Saling berbagi kesedihan bersama.

Seandainya saja kejadian 'malapetaka' itu tak terjadi. Seandainya saja Naruto tak seceroboh itu meninggalkan Sakura. Seandainya saja Naruto tak melibatkan Sakura dalam kehidupannya yang penuh peraturan ketat dan ambisi balas dendam. Seandainya saja Naruto lebih pintar dan gesit melindungi Sakura. Seandainya saja Naruto tak semudah itu terkecoh. Seandainya.. seandainya dan seandainya.

Bila semuanya tak terjadi, mmungkin saat ini Naruto sedang memberi kasih sayang kepada jabang bayinya melalui Sakura. Mengelus perut membuncit Istrinya, dan mengajak bayi mereka 'berbincang'.

Namun sayang, semuanya hanya bisa di hayalkan dengan kalimat 'seandainya'. Semuanya terlanjur terjadi, dan Naruto sudah terlambat menyelamatkan nyawa anak mereka. Hanya Ibu dari 'calon' anaknya yang 'gagal' terlahir yang bisa mereka selamatkan, dan tidak dengan jabang bayi yang tumbuh di dalam rahim Sakura.

Janin itu masih terlalu muda untuk di rubah menjadi seperti Ibunya.

"Shinachiku untuk laki-laki, Hanami untuk perempuan.." Setitik air mata terlihat keluar dari sudut mata Sakura. "Aku ingin anakku." Akhirnya ia menangis setelah merasa tak sanggup lagi membendung rasa keterpurukannya. "Naruto, kembalikan anak kita kepadaku..hikss.. t–tolong beri a–aku kesempatan untuk m–memeluk anak kita hiks... hiksss." Naruto menggigit bibir, lalu semakin mengeratkan dekapannya terhadap tubuh kecil Sakura.

Angin malam berhembus cukup kencang, namun hanya sekilas usai menerbangkan tirai jendela kamar yang menjadi tempat sepasang Suami dan Istri di atas ranjang sana menangis bersama.

"Maaf.. maafkan aku..." Sakura menyembunyikan wajahnya di balik dada Naruto. Kain baju pria itu ia cengkram erat, melampiaskan rasa sakit dan sesaknya dengan caranya tersendiri. "..maafkan aku, Sakura." Naruto mengepalkan tangan. Menjadikannya bentuk sebuah tinju nan begitu kuat.

Sakura beranjak, lalu mendorong Naruto hingga terbaring di bawah tindihannya. Ia menangis sejadi-jadinya di dada lelaki itu, dan terkadang memukulnya kala tak sanggup lagi menahan rasa perih di dalam hatinya yang telah mati.

"Hikss..hikss k–kembali..hikss..kan an–anakku..hiksss."

Tak lagi menggepalkan tangan, kini Naruto kembali memeluk Sakura. Begitu erat. Ia tahu batin wanita itu tersiksa, dan ia juga tahu perasaan wanita itu hancur berkeping-keping. Tapi apa daya, sehancur apapun raga kosong Sakura, mereka tetap tak bisa mengembalikan Namikaze Junior yang telah pergi sebelum sempat melihat betapa indahnya dunia, dan melihat betapa tampan dan cantiknya kedua orang tua yang telah menciptakn jabang bayi tersebut.

"Shina-ku..hikss Ha–Hanami-ku...hiks..hikss.."

Naruto tak sanggup bertahan, dan air matanya ikut menetes ketika mendengar Sakura menyebut nama almarhum anak mereka di tengah menangis pilu. Puluhan kali bibirnya memberi kecupan— demi kecupan terhadap pucak kepala wanita itu, dan tak henti mengelus punggungnya yang bergetar kuat. Pertanda tangisnya semakin menjadi.

Sakura menenggelamkan wajahnya, meredam suara tangisnya di balik dada Naruto. Ia ingin anaknya kembali. Ia ingin memeluknya. Ia ingin menciumnya dan ia ingin melihat wajah polos anaknya. Kalau laki-laki pasti tampan seperti Naruto, kalau perempuan pasti cantik seperti almarhum Neneknya. Kushina Namikaze.

Namun sayang. Semua itu hanya sebuah keinginan yang tak akan pernah tercapai..

.

o.O.o.O.o.O.o.O.o.O.o.O

.

Setelah mendapat kabar buruk mengenai Sakura, Sasuke lekas meninggalkan mansion kosongnya untuk datang ke tempat kediaman bangsa Namikaze. Lelaki emo itu tiba di kediaman Namikaze tepat di tengah malam, ia pun dapat melihat secara langsung seperti apa reaksi Sakura setelah menimum darah. Dan hasilnya, perempuan itu langsung memuntahkannya. Dia bahkan belum sempat menelannya.

Sasuke cemas lalu bertindak cepat untuk memburu manusia dengan mengatakan alasan 'Mungkingkin Sakura mau menghisap darah dari orangnya secara langsung.' Tentunya Naruto sependapat, dan ikut berburu dengan Sasuke. Tak hanya berdua, Yahiko dan Nagato juga ikut.

Mereka berempat bersama dengan Sakura pergi ke hutan. Setelah mendapat buruan, Sasuke dan Naruto langsung membawa buruan mereka ke tengah hutan, tempat Yahiko dan Nagato beserta Sakura menunggu. Dan sekarang, di sinilah mereka berada. Duduk di bawah pepohonan rindang, dan menyaksikan Sakura yang sedang menghisap darah hasil buruan Sasuke dan Naruto melalui bagian lehernya.

Baru tercicip setetes oleh lidahnya, Sakura langsung menarik kembali taring mungil miliknya dari tancapan leher sang mangsa. Wajahnya berjengit, lalu mengangkatnya hingga dapat di lihat dengan jelas oleh beberapa Vampire disekitarnya.

"Bagaimana?" Sasuke melempar pertanyaan.

Sakura membekap mulut, kemudian berbalik dan memuntahkan isi di dalam mulutnya. "Hoekkk!" Naruto mengelus punggungnya dengan lembut.

"Padahal ini darah segar dari seorang manusia, tapi kenapa Sakura justru tak bisa meminumnya? Kenapa malah muntah?" Sasuke bertanya di tengah menyentuh rahang kokoh milik seorang lelaki yang tak bernyawa karena buruannya. Ia menggolekan kepala itu ke samping kanan dan kiri secara bergantian. "Perburuanku sia-sia, tapi untunglah orang yang aku buru adalah Buronan tingkat S."

Nagato menatap Sasuke dengan dahi bekerut. "Buronan karena apa?"

Sasuke balas menatap Nagato. "Pembunuh bayaran yang pernah menembak CEO Hyuuga hingga tewas." Jelasnya singkat, namun langsung dapat dimengerti oleh Nagato.

Yahiko membuang nafas lelah. "Sakura, kenapa kau bisa seperti ini? Kau tahu, jika Vampire tak makan darah dia bisa mati kelaparan selayaknya manusia." Surai pink milik perempuan itu ia elus, kemudan menyelipkannya ke belakang daun telinga untuk dapat melihat wajah pucatnya.

Sakura mengelap permukaam bibirnya dengan punggung tangan. "Aku tidak tahu kenapa Nii-san, semua darah yang sudah aku coba rasanya tidak enak. Baunya anyir dan rasanya asin." Ia duduk di depan Naruto, dan terpejam sejenak saat merasakan belaian lembut pada pucuk kepalanya.

"Mungkin kau hanya belum terbiasa." Naruto membuka suara.

"Ya sudahlah, tak apa. Kita tunggu saja sampai masanya Sakura terbiasa dengan darah dan bisa meminumnya tanpa muntah." Sasuke berdiri, lantas saling menepuk-nepukan kedua tangannya setelah tadi sempat menyentuh manusia buruannya.

Nagato menyusul Sasuke. "Benar juga. Sebaiknya kita pulang sebelum yang melihat." Menatap sejenak mayat tak bernyawa di bawahnya, kemudian Nagato mengeratkan balutan mantel tebal terhadap tubuhnya. Berburu dalam waktu dini hari seperti ini harus mampu menghadapi resiko. Cuacanya sangat dingin untuk keluar meninggalkan rumah.

"Perlu kugendong?"

Sakura menggeleng. "Terimakasih Anata, aku bisa jalan sendiri." Ia bangkit setelah itu berdiri di antara Yahiko dan Naruto. "Kita pulang sekarang, aku mau langsung istirahat."

"Ba—"

WUSHH!

Terdiam sejenak setelah tadi ucapannya terpotong, Naruto mengangkat bahu santai. "Well. Aku salah, ternyata dia tak selambat seperti yang aku bayangkan." Ujarnya cuek kemudian melirik ketiga lelaki yang terlihat shock setelah melihat kepergian Sakura.

"Sakura." Sasuke bersuara di tengah mengerjapkan mata.

"Cepat." Nagato menyambung kalimat Sasuke.

"Seperti Naruto." Dan Yahiko menjadi yang terakhir.

Naruto acuh, lalu bergegas menyusul Sakura dengan kecepatan gesit yang sudah menjadi kekuatannya setelah menjadi Spesies. Tadi itu Sakura terlihat sangat menakjubkan. Setelah menjadikan wanita itu mahluk abadi, baru sekaranglah Naruto dapat melihat kekuatan Sakura. Istrinya itu memiliki gerakan gesit dan kecepatan lari yang tinggi. Sangat tinggi malah. Setara dengan Naruto.

Sekarang Naruto mempunyai Rivals kecepatan berlari dan gerakan. Orang itu adalah Istrinya sendiri.

.

o.O.o.O.o.O.o.O.o.O.o.O

.

Begitu terbaring di atas kasur, Naruto langsung dibuat tertawa geli oleh tindakan Sakura yang tengah merangkak di atas tubuhnya. Matanya melirik ke bawah, dan menatap pada pucuk kepala Sakura.

Perempuan itu menunduk di tengah kesibukannya dalam mengulum puting dada Naruto. Lima jemari tangan miliknya mengusap-ngusap perut berotot pria itu, lalu menggigit gemas puting mungil di dalam mulutnya. Tentunya Naruto berjengit dengan wajah bertekuk karena ulahnya tersebut.

"Kau masih kuat?"

Sakura menghentikan kegiatannya untuk mengangkat wajah. Dahi lebarnya berkerut, dan alisnya saling bertaut. Ia menatap lelaki itu dengan pandangan heran.

Naruto terkekeh pelan melihatnya. "Kau tidak ada minum darah, apa kau masih kuat untuk bercin—"

"Jangan meragukanku!" Sakura lebih cepat menyela kalimat Naruto sebelum terlontar hingga tuntas. "Kita akan buktikan." Seringainya tercipta. Perempuan itu duduk di atas perut Naruto, dan segera membuka resleting bajunya hingga menjadi dua bagian dengan perlahan.

Mata Naruto langsung berkilat tajam saat mendapati dua buah dada milik Sakura. Benda bulat itu masih terbungkus rapi oleh bra hitam. Naruto bergerak untuk bangun, namun belum sempat berhasil duduk Sakura dengan sigap mendorong dada telanjangnya hingga ia terhempas. Pria itu kembali terbaring dalam tindihan bokong Sakura.

"Kali ini aku yang akan menguasai." Usai berkata sedemikian halusnya, Sakura kembali bermain dengan puting dada milik Naruto. Lidahnya dengan lihai menggerayangi mulai dari benjolan kecil di dada Naruto hingga daerah tubuh lainnya.

Naruto berdisis ketika mendapat belaian lembut terhadap celana di bagian luarnya. Memejamkan mata sejenak, kemudian mata Naruto terbuka kembali. Benda di bawah sana bangkit dalam iringan jemari lentik Sakura. Ia meraih tengkuk Sakura, lalu berpegangan di sana sambil sesekali memijatnya.

Ciuman Sakura semakin naik.. naik dan terus naik. Bibirnya tiba di dagu Naruto, dan berhenti di sana untuk membasahinya dengan liur. Lidah basahnya bermain di ujung tulang lancip tersebut, dan terkadang pula mengulumnya.

"Kau suka, Anata?" Sakura bertanya di sela kesibukannya dalam menjelajah bagian leher Naruto. Menyapukan lidahnya di sana, lalu kian beringas dan rakus dalam mengisap kulit pucat tersebut hingga meninggalkan ruam merah di sana.

Naruto melepaskan balutan baju Sakura yang setengah terbuka namun tak langsung di copot. Ia bergegas mengelus punggung dan pinggang perempuan itu setelah berhasil membuang kain penganggu dari tubuh mungilnya. "Aku suka. Sangat menyukai ini." Balasnya setelah itu kemudian menurunkan sentuhan telapak tangannya.

Naruto memasuki celana Sakura dan mengelus lembut belahan pantat wanita itu.

Nafas Sakura tertarik panjang kala hidungnya terselip dalam lekukan leher Naruto. Indra penciumannya yang tajam dapat membaui wangi tubuh Naruto dengan begitu jelasnya. Berbau sangat nyaman, namun menggoda. Bau ini! Sakuta mengerutkan dahi. Ia kenal dengan bau ini. Tapi, kenapa bisa berbeda dari yang lainnya?

Terpejam sedetik, lalu kelopak lentik Sakura kembali terbuka. Saat terbuka, ada yang berbeda dari perempuan itu. Bola matanya yang biasa bewarna hijau terang walau sudah menjadi Spesies, kini untuk pertama kalinya Sakura menunjukan warna berbeda dari bola matanya.

..merah yang berkilat tajam.

Perempuan itu menggigit bibir bawah. Ada sesuatu yang berbeda. Hasrat. Perasaan aneh mengaliri nadi Sakura, dan itu membuatnya kewalahan. Tenggorokannya terasa panas, seperti terbakar. Apa lagi itu kalau bukan dahaga yang datang menghampirinya. Ia haus. Ia ingin darah. Tapi bukan darah yang sebelumnya pernah ia cicipi. Ia ingin darah yang berbeda dari sebelumnya.

Taring mungil bermunculan di mulut Sakura. Dua di bagian atas dan dua lagi di bagian bawah. Ia berdesis pelan, kemudian selanjutnya...

Kriekk!

Mata sipit Naruto melebar. Empat pasang benda tajam menembus kulit lehernya. "Ughh—" Tubuhnya berguncang pelan, namun hanya sejenak. "S–sakura!" Ia terkejut bukan main. Sakura. Perempuan itu menggigit lehernya. Tak cuma menggigit, tapi dia juga menghisap darahnya.

Sakura bergerak sambil menggerunum di tengah meneguk darah Naruto. Rasa segar mengaliri tenggorokannya setelah lebih dulu meninggalkan rasa manis pada lidah perasanya. Ini luar biasa. Dalam sepanjang hidup baru kali ini Sakura merasakan makanan selezat darah Naruto. Manis dan segar.

Kini Sakura telah menemukan makanan untuknya dapat bertahan hidup...

.

o.O.o.O.o.O.o.O.o.O.o.O

.

Naruto berjengit. "I–iya, iya.." Sahutnya dari omelan terhadapnya. "B–baiklah, aku janji akan menj—"

"Aku tak butuh janjimu! Yang aku butuhkan kepastian dan tanggung jawabmu kepada adikku!"

Tak sempat Naruto menyelesaikan kata-katanya, Karin— si penelfon langsung menyelanya dengan tuntutan tajam. "Baiklah baiklah, akan aku lakukan demi adikmu." Balasnya dengan nada jengkel.

"Jangan ketus begitu! Atau kalian tak akan mendapat restu dariku!"

Sedikit memekik SKarin menuding Naruto.

Pria yang mendapat pekikan melengking tersebut lagi-lagi berjengit. Buru-buru ia menjauhkan speaker telepon dari telinganya, kemudian menutup sambungan suaranya menggunakan bekapan telapak tangan. "Isshh! Oktafnya tinggi sekali." Usai menggerutu pelan, kembali ia memasangkan speaker telepon pada telinganya.

Sakura yang sedang duduk disebelah Konan tertawa cekikikan mendengarkan percakapan Naruto dengan Karin. Kakak merahnya itu memang galak dan blak-blakan, bahkan tak segan sampai menekan sesorang. Naruto ikut menjadi korban penekanan Karin.

Sementara Konan hanya tertawa geli melihat Naruto yang tengah kesulitan menghadapi kakak perempuan Sakura. Wajar saja Karin marah. Toh, ini juga salah Naruto. Pria itu menikahi putri bungsu Haruno tanpa meminta izin dari Karin terlebih dahulu.

Jadi tak salah kalau Karin meradang. Tapi tak sepenuhnya ini kesalahan Naruto sendiri, karena dia tahu kalau minta izin lebih dulu kepada Karin untuk menikahi Sakura, maka sampai langit terbelah menjadi dua pun belum tentu ia mendapat izin dari Karin. Wanita berkacamata itu memang sadis.

"Hn." Naruto merespons omelan dari seberang sana dengan malas-malasan. "Ya." Sahutnya lagi sambil memijit pelipis. "Hn. Sampai nanti juga." Bola mata miliknya berputar bosan. "Iya, iya, akan aku laksanakan semua perintahmu, Nyonya Haruno."

"Hmm.. bagus! Jadilah Suami yang baik."

"Iya, itu pasti."

"Baiklah. Tolong sampaikan salam sayang dariku untuk Sakura."

"Hn." Begitu usai membalas, Naruto lekas menutup telepon. Pria itu menghembuskan nafas lelah, kemudian menaikan pandangan ke depan. Ia menatap Sakura dan Konan dengan sorot penat sambil mengangkat bahu.

"Resiko!" Konan tertawa, dan Sakura turut tertawa bersamanya.

Naruto berdecak lalu menyandarkan leher belakangnya pada badan sofa. Menatap langit-langit ruang tengah di sela merilexkan fikiran setelah tadi mendapat omelan panjang lebar dari Karin. Hanya menghadapi wanita itu melalui sambungan telepon saja sudah membuatnya selelah ini, bagaimana kalau berhadapan dengannya secara langsung.

Mungkin dunia Naruto akan runtuh seketika...

.

o.O.o.O.o.O.o.O.o.O.o.O

.

"Oh! Sial!" Satu umpatan jengkel terlontar dari mulut Sasori. "Cepat sekali." Gerutunya seraya melompat turun dari dahan pohon yang menjadi tempatnya berpijak.

Tapp!

Lelaki berparas imut itu mendarat dengan sempurna. "Oke! Aku mengaku kalah." Mendengus, kemudian ia segera membuka langkah. Kembali pada tempat di mana sekawanan Vampire berkumpul menyaksikan pertandingannya dengan salah satu Vampire berkecepatan tinggi.

Tapp!

Naruto turut mendarat. Ia merangkul pundak Sasori di tengah menyamakan langkah mereka. "Kau cemen. Baru segitu saja langsung menyerah." Mata hazel milik Sasori berputar malas. "Padahal tadi itu baru mulai, dan kau lang—"

"Naruto, apa itu benar!?" Sasuke menyela kalimat Naruto dengan tudingan secara tiba-tiba darinya. Uchiha tersebut baru saja tiba setelah tadi menerima kabar dari Konan mengenai Sakura.

Naruto melepaskan rangkulannya dari pundak Sasori. "Kau bertanya tentang Sakura?" Wajahnya terangkat dikarenakan menatap jalanan hutan.

Sasuke berkerut tak suka. "Tentu saja, memangnya siapa lagi yang aku cemaskan di sini selain Sakura." Ia berkata dengan ketus.

"Iya, iya baiklah." Naruto menanggap ocehan tak bermutu dari Sasuke dengan malas. "Kalau kau mau tahu, ikut aku sekarang." Tak banyak berbasa-basi, ia langsung melesat gesit dan segera disusul oleh Sasuke dan Sasori dibelakangnya.

.

o.O.o.O.o.O.o.O.o.O.o.O

.

"Wow! Ini mustahil, tapi sangat luar biasa." Yahiko berdecak kagum setelah menyaksikan secara langsung sebagaimana Sakura menggigit leher Naruto lalu menghisap darahnya.

Sasuke terkelu melihatnya..

Naruto berjengit pelan ketika gigi taring Sakura tertarik keluar dari lehernya. Rasanya cukup ngilu. "Maaf." Kepalanya tertunduk cepat kala nada bersalah tertangkap dalam indra pendengarannya yang tajam.

Pria itu tersenyum simpul. "Tak apa. Semua akan aku serahkan dan akan aku lakukan demi dirimu." Ia lantas tersenyum, dan Sakura turut tersenyum bersamanya.

"Ehemm! Lihatlah, di sini ada yang cemburu." Nagato berdeham, yang kontan langsung menyadarkan dua insan yang sedang saling bertatapan di tengah perkumpulan para Vampire. Tentunya yang menyaksikan mereka jadi merona sendiri.

Sasuke menoleh pada Nagato dengan mata berkilat. "Diamlah kau, dasar Vampire JONES!" Katanya tajam. Tak ayal, seisi ruangan pun langsung di penuhi oleh suara gelak tawa.

"Kau juga JONES!" Nagato membalas tak terima.

Dan selanjutnya, aduan argument terdengar dalam suara tawa diruangan luas tersebut.

Sakura terkikik, dan langsung tersentak ketika Naruto menarik pinggulnya lalu merapatkan celah antara tubuh mereka. "Begini lebih nyaman." Tersipu, setelah itu Sakura merebahkan kepala merah mudanya di atas bahu kokoh Naruto sambil memeluk bagian pinggangnya.

Naruto menyamankan duduknya dengan cara menyandarkan tengkuknya pada badan sofa, dan sempat mengecup kening lebar Sakura tanpa sepengetahuan Spesies diruangan tersebut. Mereka semua terlalu hanyut dalam perdebatan Nagato dan Sasuke.

Sementara keadaan di luar...

Seseorang sedang bersembunyi di balik batang pohon. Tangannya terkepal lalu wajahnya menyeringai. "Belum berakhir sampai di sini, Naruto Namikaze." Desisnya halus, namun terdengar tajam dan menusuk.

Sosok berjubah gelap tersebut melompat naik ke atas pohon, lalu mulai berlari dengan kecepatan tinggi. Ketika sosok tersebut lewat, pancaran mata merah tajam miliknya terlihat sekilas. Dia menyeringai lagi, dan kali ini menampakan empat pasang taring kecil di antara susunan gigi-giginya.

WUSSHH!

Spesies tersebut lenyap dalam gesitnya ia berlari...

.

.

.

.

END!


Eumm.. sebenarnya fanfic ini sudah lama selesai di ketik. Sudah beberapa bulan yg lalu, pas up chap 9. Tapi karena suatu alasan, baru sekarang dehh di up XD.

Amburadul abis nihh tulisan :D