Krieeet..

"Henry?"

City of trees lumayan mendapat banyak sinar pagi, hingga mataku penuh pelangi. Pintu kayu aku dorong sedikit untuk menampilkan lorong penghubung ke tangga. Sepi. Rasanya aku seperti pemalas saja. Pendatang, bangung kesiangan pula. Semoga saja aku tidak didepak secepatnya dari sini.

Jam di sisi kanan interface menunjukan pukul 7. Event pagi ini, tidak ada. Tapi karena levelku baru 26, paling tidak aku harus menyelesaikan quest harian, atau mungkin sedikit membantu orang belakang karena di sini aku masih baru.

"Hm...bau roti."

Yah, orang belakang. Perutku yang kosong menuntun otakku merangsang bau roti prancis ini lebih tajam. "Sepertinya enak sekali."

.

Disclaimer : Suju isn't mine.

SwordLand

LynCliff

Friendship, Romance, Advanture.

Wonkyu, Slight Allmember x Kyuhyun.

Warning : Typo, Author Nubi, dll, ide murni dari author.

A/N : Jika belum masuk Friendlist, maka Kyu tidak bisa melihat level dan nama palyer lain. Begitu pula sebaliknya.


Aku turun ke lantai satu, melangkah lebih dalam ke bawah pohon tempat makanan dibuat. Benar saja, beberapa elf* terlihat membantu menyuplai makanan serta membuatnya menjadi layak. Ah tidak, mungkin sebenarnya mereka NPc yang khusus bertugas membuat makanan –yang berwujud seperti elf-.

"Hanya roti ini makanan pokok di sini," seseorang menyodorkan sebuah roti. Baunya sama seperti yang aku cium. Lapar menuntunku untuk meraup roti itu sekali gigit. Hambar, aku menyesal terlalu menginginkan roti ini. "Haha, hampir semua anak-anak di sini berwajah sepertimu ketika memakan roti itu," kemudian laki-laki di sampingku melanjutkan langkahnya ke dapur. Aku ingin bertanya, tapi dia sudah seperti membaca pikiranku saja –atau mungkin karena wajah laparku yang terlalu kentara-.

"Tidak ada yang gratis, Kyu-ssi. Ambilkan beberapa daftar tumbuhan di hutan dan aku akan memberikanmu makan."

Oh sial, aku lupa kalau namanya sama dengan nama yang tertulis di atas papan struktur kepengurusan dapur. Ryewook, kepala dapur utama.

"Apa boleh buat."

.

Dari pada aku mati karena tidak makan, lebih baik aku terus melanjutkan langkahku untuk mencari bumbu resep yang tertulis di kertas. Ternyata di game ini aku masih bisa merasakan lapar. Tidak akan mati sebenarnya, mengingat mati di game ini hanya terjadi jika kau kalah oleh boss dungeon. Paling parah kau tidak akan bergerak karena tenagamu tidak ada.

City of trees adalah kota di dalam pohon besar yang terletak di pinggir sungai yang cukup besar. Hutan sangat mudah dijumpai, bahkan bisa membuatmu tersesat saking lebatnya hutan di utara kota.

"Hechul-ssi.." panggilku saat berpapasan dengan Hechul yang sedang menyelesaikan quest suppliesnya. Dia hanya menengok padaku, saking lelahnya menarik kereta emas itu. "Henry...di mana?" tanyaku sesopan mungkin karena reaksinya tadi malam yang masih membuatku merasa tidak enak.

"Sudah pergi entah kemana."

"O-Oh," lalu dia mengacuhkanku dengan kembali berjalan melanjutkan misinya. "Ada di City of genesis, semoga kau beruntung bertemu dengannya. Makan malam nanti dia akan kembali, tenang saja."

Aku tidak merespon. Yah, setidaknya aku bisa tenang karena Henry tidak akan meninggalkanku yang statusnya paling baru di kota pohon. Aku juga merasa bersalah karena dia jadi tidak punya teman untuk masuk ke kota-kota atau cabang dungeon. "Tidak-tidak, bocah itu pasti kuat."

Pikiranku mulai kacau saat takut kehilangan bocah itu. Aku menocba mengalihkannya dengan membaca deretan tumbuhan di kertas. Posphate, Dark Lilly, Crsendy-

"UWAAAA!"

"Hei."

"Hah...Hah.."

Aku sudah mati? Siapa saja hentikan ini, aku pusing.

"Buka matamu. Kau masih hidup."

"Hah?"

Aku membuka mata. Kakiku ada di atas sementara kepala dan tubuhku menggantung di bawah. Pantas saja pusing. Ada sebuah es –mungkin- yang sekarang membelenggu kakiku, karena saking dinginnya benda- entah apa itu- di kakiku, aku jadi mengira kalau itu es. Tubuhku kembali mati rasa saat melihat mata hijau yang berkilat dibalik tudung hitam itu.

"Kau-," aku seperti mengenalnya.

Angin pagi bertiup cukup kencang. Tudung orang itu ikut terbang bersama angin. Aku bisa melihat surai hitamnya yang sedikit panjang. Pipi tirusnya, dagu tegasnya, hingga bibir yang sulit sekali lepas kontak dengan mataku.

"Kau melihat apa?"

Aku sedikit terlonjak mendengar suaranya yang lebih keras dari sebelumnya. Masih mati rasa, tubuhku secara perlahan diangkat dari bawah jurang oleh orang itu. Aku terduduk masih dengan menatapnya nanar. Aku tahu orang itu. Orang itu...

"Lain kali hati-hati, tidak selamanya akan ada yang menolongmu."

Kemudian orang itu menaikan maskernya, sepertinya akan pergi. "Tunggu," lengan hitamnya berhasil aku tangkap. Aku tidak akan membiarkan orang ini pergi lagi. Masih banyak pertanyaan yang belum aku siapkan, tapi inilah kesempatanku untuk mengeruk semua tentang orang misterius ini. Aura yang sama seperti kemarin kembali kurasakan.

'Benarkah dia sang Assasin?'

"Apalagi? Aku masih punya-"

"T-T-Temani aku...berkeliling hutan."

Terima kasih kepada otakku yang sangat aku benci karena mempersingkat hidupku. Aku harus mengulur waktu sambil terus mengorek informasi darinya, sebanyak mungkin -kalau bisa. Berhasil bicara di dalam tekanan sedahsyat ini saja sangat sulit. Kakiku sudah kaku sekali, ini seperti berdiri di depan kulkas raksasa.

"Hm? Newbie, kah?"

"I-Iya."

"Baiklah."

Dia menarik paksa tas besar tempat aku menyimpan barang yang aku cari, lalu memindahkannya ke pundak. Aku diam saja saat orang itu melewatiku lalu memimpin jalan. Terlihat sekali kalau orang itu sudah profesional. Dia lebih tinggi dariku, dengan jubah dan pakaian serba hitam seperti kemarin. Tidak terlihat dia membawa senjata apa, tapi firasatku bilang kalau dia kuat.

"Posphate stone ada di depan goa ini. Beruang dan laba-laba debu mungkin akan menghadang kita. Kau bisa pakai jubahku jika kau tidak mau kena racun laba-laba." Dia menengok lewat bahunya. Aku tidak bergeming, masih mati rasa karena terus berada di sampingnya. Kudengar dia mendesah sebelum melepas jubah hitamnya, lalu membungkus tubuhku dengan jubah itu.

"Jangan seperti patung begitu, kau yang memintaku untuk menemanimu." Kemudian dia mulai melangkah masuk ke goa. Aku mengikutnya seperti yang dia katakan, bergerak tetapi tetap seperti patung. Memalukan, aku kan pria.

Salahkan auranya yang aneh ini!

Dalam goa yang sangat gelap ini aku hanya melihatnya mengangkat tangan ke depan. Tidak mengeluarkan senjata apapun. Tak ada beruang, juga tak ada laba-laba. Dia membohongiku, pakai modus memakaikan jubah segala! Apa iya aku dikira Character Hode?

"Sebentar lagi sampai."

Orang itu menyentakkan tangannya ke samping, pintu goa terbuka. Daratan lain yang lebih cerah ketimbang di dalam goa mulai memasuki retinaku. Indah sekali. Jurang sungai tenpatku terjatuh ternyata berawal dari sini, dari sebuah air terjun yang sangat tinggi. Burung liar berterbangan kian kemari. Banyak tumbuhan yang aku butuhkan di sini. Tempat ini berbeda dengan yang Ryewook tunjukkan.

"Mengaguminya?"

"Um," aku tidak bisa berkata apapun selain mengangguk jujur. Dia tampak senang, meski sejak tadi aku tidak bisa melihat senyumnya. Dia meletakan tasku di tanah. Meregangkan tubuh besarnya sedikit dan..matanya terbelalak takut. Apa yang terjadi?

"JANGAN BERGERAK!"

"Eh?"

"Tetap seperti itu!"

Aku mati rasa lagi saat auranya kembali menekanku. Dia mendekat dengan mata yang berkilat hijau. Telunjuk kanannya teracung tinggi kearahku. Sebuah sinar hijau mulai terkumpul di sepanjang telunjuknya, seperti sebuah laser yang siap ditembakkan kapan saja. Dia mau membunuhku?

"Hei-" Aku melangkah mundur, takut. Dia mengerikan!

"JANGAN BERGERAK!"

"CWIIIIIIIIT"

BRUK

Sesuatu terjatuh dibelakangku. Aku sontak meloncat ke depan. Seekor laba-laba debu yang sangat besar dengan ketiga mataya terbelah jadi dua terkapar mati di belakangku. Darahnya yang hitam penuh racun itu menyebar, menguap seperti air mendidih. Lalu uap itu melayang dan terhisap masuk ke orang di sampingku.

'Benarkah dia Assasinnya?'

"Hanya kemampuan khusus menyerap darah lawan," ujarnya santai sambil menepuk-nepuk telapak tangannya yang sama sekali tak berdebu. 'Tapi itu racun, bodoh!'

"Aku pergi dulu, sampai jumpa." Masker kembali dinaikan. Sialan, sepertinya dia menghindariku. Dia yang membuatku penasaran setengah mati sampai hari ini. Aku harus cari tau namanya. Orang ini mirip sekali dengan yang aku temui di depan Jeff.

"Tunggu."

"Apalagi?" wajah bosannya muncul dibalik bahu kokohnya.

"Siapa namamu?"

"Namaku?"

.

"Ugh.."

Seeokor burung hinggap di atas perutku. Aku masih belum sadar betul, tapi begitu tahu itu burung bangkai yang siap mengoyak perutku kapan saja, aku segera menarik pedangku. Burung itu musnah menjadi kepingan kaca. "Aku tertidur cukup lama sampai dikira bangkai." Benar saja, di atas pohon dekat tempatku tertidur tadi sudah berjejer puluhan burung bangkai yang siap menyantapku. Aku menyeringai, lumayan juga untuk penambah Exp.

"Taunt!"

Namaku..?

"Eh?"

Sring...

Kau ingin tahu namaku?

"Aw, pusing ini datang lagi."

Bertarung dulu denganku.

Dua puluh sudah kusingkirkan. Pusing yang datang entah dari mana membuat fokusku berkurang. Burung itu menyambar armorku berulang kali. Armorku memang belum baja semua, jadi ada beberapa sobek di lengan dan punggung juga perut.

Kau lemah.

Kepalaku berat, dunia berputar. Nyeri ini datang dari orang itu? Atau sel kanker di dunia nyataku mulai menggerogoti kepalaku lagi?

"KAU APAKKAN AKU HAH?" teriakku entah pada siapa di tepi air terjun itu. Semua burung sudah kuhabisi. Pusing semakin menggila. Aku menengok jam yang sudah berubah jadi jam 6 sore. Aku akan telat makan malam dan Ryewook bisa saja tidak memberiku makan selama satu minggu karena bahan yang dia minta tidak secepatnya datang.

"Argh! masa bodoh."

Aku nekat menggunakan teleport dalam kondisi pusing begini. Efeknya? Kapalaku seperti menghilang.

.

Pendaratan yang tidak mulus, karena kepalaku terantuk kereta emas entah milik siapa. Yang jelas itu bukan milik Hechul karena questnya selesai tadi pagi. Setelah kuamati, itu bukan supplies yang biasa player antarkan ke kampung halaman masing-masing. Itu kereta emas pribadi, sering ditemui bersamaan dengan pemilik guild besar. Intinya, pasti ada salah satu Chairman dari Guild besar yang datang ke City of trees, entah untuk apa.

"Kuharap ini bukan penggusuran dari pemerintah seperti di negara tenggara yang ada di dunia nyata." Gumamku sambil terus melangkah menggendong tas Ryewook. Kebetulan aku bertemu orangnya di depan pintu lantai dasar –lantai di bawah air adalah tempat dapur dan segala keperluan pokok-

"Lama sekali, kukira kau sudah mati tergigit racun laba-laba debu." Katanya sadis sambil memberi makan...pet-nya, mungkin. Jerapah yang sepertinya malas dan hanya bisa makan daun singkong yang disediakan berton-ton khusus di belakangnya. Enak sekali hidupnya.

"Ada apa dengan orang-orang elite itu?"

Ryewook menatapku sekilas. "Henry ikut seleksi guild, anak itu keras kepala sekali."

"Seleksi guild?" aku menemukan tempat duduk dari kayu di pojok ruangan yang semakin membuatku siap mendengarkan ceramahan Wook.

"Seminggu lagi ekspedisi dungeon akan dilakukan. Party sudah pernah dijalankan, tapi kurang kuat meski isinya memang yang terbaik dari Faction ini. Kudengar Glory City juga bersekutu dengan kita."

"Masalahnya apa?" tanyaku kesal karena sejak tadi prolognya terlalu lebar.

"Henry diserang oleh Assasin."

Aku kembali merinding.

"K-Kapan?"

"15 menit yang lalu sebelum dia di bawa oleh pasukan medis."

.

"Henry!"

Entah apa yang membuatku menjadi asal masuk ke dalam ruangan kepala Officer dari kota pohon. Bisa dilihat semua orang elit di sana menatapku bengong. Anak baru yang tidak sopan, mungkin itulah yang kepala Officer pikirkan. Toh, aku tidak peduli. Aku hanya ingin mencari Henry. Aku butuh sesuatu darinya.

Aku menemukan anak itu tengah duduk sambil di bebat oleh seseorang. Datar, sinis, sombong. Mentang-mentang dia dari guild besar, ya? Anggota saja sudah begitu, bagaimana dengan Chairman-nya? Bukan saatnya memikirkan itu, Kyu!

"Henry."

"Tunggu, nak. Aku tahu kau sahabatnya. Tapi dia butuh pertolongan." Seseorang menahan langkahku. Suaranya ramah, tapi saat aku menengok ke orangnya, seketika aku jadi ciut nyali. "B-Baik."

Aku bukan apapun. Di tengah kerumunan orang-orang penting ini aku adalah debu. Tapi kenapa mata si penolong Henry terus melirikku seolah setelah ini aku akan dibunuhnya. Aku ingin pergi, tapi itu akan memalukan.

"Nah, sekarang katakan seperti apa Assasin itu."

Ini dia. Sepertinya memang benar kalau Henry bertemu dengan sang Assasin. Apakah yang dia temui sama seperti yang aku temui? Henry melirikku seklias, aku mengangguk. Mungkin dia merasa bersalah karena ikut seleksi tanpa memberitahuku.

"Baju mereka hitam, dengan sebuah jubah hitam yang sobek sobek. Mungkin dia sudah banyak mengalami pertarungan." Pria besar di sampingku mencatat pernyataan itu.

"Lalu, dia bergerak sangat cepat menyerang kelompokku. Mengambil semua item yang kami dapat selama melawan mini boss di Rubble Wasteland. Aku sempat melawannya, dia hanya mengacungkan tangannya dan sebuah sinar mengenai perutku."

"Positif ini racun Assasin." Orang yang mengobati Henry memperlihatkan tabung reaksi yang entah sejak kapan dia buat. "Bagus, Yesung. Kutahu kau pasti bisa melakukan itu dengan cepat."

"Apakah sinar itu hijau? Dia bisa menyerap racun mini bossnya?" Aku mengutuk mulutku yang seenaknya bicara di depan orang-orang besar ini. Segera aku menutup mulutku saat tatapan tajam dari orang-orang menghujaniku. Pria bernama Yesung tadi meninggalkan Henry yang sudah seperti mummy, dia mendekatiku dengan tangan kaku, siap mencekikku. "Kangin, tanyai dia lebih banyak lagi. Aku akan mengurus anak ini."

Kemudian dia menarikku dari luar ruangan. Lorong tempat kami berdiri memang sedang sepi. Pria yang lebih pendek dariku itu menabrakanku ke dinding. Nyeri seketika menghantam bahuku.

"Kau tau soal Assasin?"

"T-Tidak."

"Lalu kenapa kau..kenapa kau tahu kalau mereka bisa menghisap racun?"

Aku bergidik melihat wajahnya yang terus mendekat. Nafasnya yang dingin menerpa wajahku yang berubah kaku tidak bisa berekspresi.

"M-Mereka..."

"Apa?"

Wajahnya terus mendekat mengintimidasiku. Mataku tak berkedip dibuatnya. Tekanan ini, aku tidak suka.

Namaku?

Wajah tampan itu mendekat, sampai rasanya aku sudah pasrah diperlakukan apapun oleh orang di depanku. Tanah tempatku terjatuh tadi berubah dingin. Orang di atasku membuat pelapis es disekitarnya. Kepalaku pusing.

Sebaiknya kau ingat ini baik-baik,

Namaku...

Si...

Hembusan nafasnya menerpa pipi hingga telingaku.

Won.

Dan berakhir dengan sebuah kecupan singkat yang membuat kepalaku berputar cepat.

"Dia...merusak ingatanku dengan esnya."

"Apa?" Aku terlonjak mendengar suara Yesung. Cepat aku menendang perutnya hingga dia terjungkal ke belakang. Paru-paruku seperti mendapat nyawanya kembali hingga aku rakus menghirup oksigen di sekitar. "Siapa yang merusak ingatanmu?" tanya Yesung sambil memegangi perutnya.

"H-Ha?" Aku blank. Tidak bisa berpikir dengan benar.

"Tch, katakan cepat. Kangin sudah selesai menanyai temanmu."

"H-Ha? A-Aku..ARGH!" Tubuhku kehilangan keseimbangan. "HEI!"

Jatuh. Aku bisa mendengar kepalaku terantuk lantai kayu. Semuanya berubah gelap. Aku kehilangan kesadaranku. Kemudian ingatanku tentang air terjun di belakang goa mulai datang. Satu persatu potongan bagaimana aku dan orang itu bertarung muncul. Tangannya yang kuat berulang kali menangkis seranganku. Setelah mengerahkan semua tenagaku, dia hanya tinggal mengarahkan tangannya kepadaku. Aku terpental, lalu kalah telak saat dia menindihku agar aku tidak bisa bergerak lagi.

...Siwon...

Jadi itu namamu?

TBC

Glosarium :

Hode : bermain dengan kelamin kebalikan. Misal, author di asli cewek, di game pake char cowok.

Taunt! : Skill milik Warrior.

Chairman : Ketua di Guild.

Faction : Semacam kebangsaan.

Oke, ini makin gak jelas :3 Maaf kalau mengecewakan. Maaf juga belum bisa bales review.

Author tunggu kritik dan sarannya ^^ Sampai jumpa di chapter depan