Author : Naruhina Sri Alwas

Naruto milik Masashi Kishimoto Sensei

Ganre : -

Rated : M

Warning : Typo(s). EYD. OOC. AU. Dll.

Prince Devil

Chapter 8

.

.

.

Sudah 2 minggu kejadian malam itu berlalu, dan Hinata sekarang merasakan efek dari malam panas mereka.

Tubuhnya merasa lemas dan mulutnya ingin memuntahkan apapun tapi tak ada yang keluar dari mulutnya. Mual setiap bagun pagi, sebelum makan sampai tak ada asupan makanan yang masuk kedalam mulutnya.

"Kau baik-baik saja Hinata?"

Tanya Naruto khawatir saat melihat Hinata berlari kekamar mandi, dia berjalan mengikuti wanitanya kedalam, dan mengelus tengkuk wanitanya, menyalurkan rasa khawatir terhadap perilaku Hinata yang akhir-akhir ini membuatnya cemas. "Apa kita kerumah sakit saja Hinata-chan?" tanya Naruto lagi, namun Hinata masih saja mencoba memuntahkan apapun, namun tak ada yang keluar dari mulutnya.

"Tidak mau!" Naruto meringis setiap kali Hinata berkata kasar, entah hanya perasaannya saja, atau memang ada yang aneh dengan Hinata, membuat Naruto pusing akhir-akhir ini.

Kadang Naruto tak habis fikir kenapa dia begitu lemah dengan Hinata, padahal dulu dia selalu bisa mengendalikan Hinata, tapi kenapa dia jadi selemah ini?

.

.

Sudah satu minggu lebih Hinata merasa mual, dan memuntahkan hampir 90 persen makanan yang di makannya, namun lagi-lagi Hinata menolak untuk kerumah sakit, dia merasa takut untuk mengetahui kenyataan yang akan dia terima.

Dan Naruto hanya bisa menemani sang wanitanya di dalam apartemen, mengelus tengkuk wanitanya, sambil membawakan air putih.

"Hinata ku mohon, jangan membuat ku khawatir, kalau begini aku bisa jadi gila." sambil duduk diruang televisi, Naruto mengacak-acak rambutnya frustasi.

Melihat wanitannya yang kembali kekamar mandi setelah meminum jus yang baru di buat wanitanya. Sungguh membuat Naruto setres. Ditambah keluarganya terus mendesak untuk meninggalkan wanitanya, membuatnya setres kuadrat.

Oke Naruto akui ia memang salah kepada keluarganya, dia tidak sopan, dia itu egois. Tapi apa salahnya kalau dia memilih wanitanya, dan Naruto bersumpah takkan pernah membiarkan orang tuanya menyentuh Hinata sedikitpun untuk menyakitinya. Naruto tak sudi, bahkan siapa pun yang ingin memisahkan dirinya dan wanitanya akan dia usir bila perlu dia akan melenyapkannya.

Dan hal yang membuat Naruto sangat gemas dan kesal kepada wanitanya itu karena sudah lebih dari 2 minggu ini Hinata mual, muntah dan lemas, tidak mau dia ajak kerumah sakit atau membawa dokter ke apartemenya.

"Naruto-kun." panggilan lemah Hinata terdengar dipendengaran Naruto, dan sang pria bergegas kearah suara, menuju kamar mandi di dekat dapur.

"Kau tak apa-apa?" tanpa menutup kekhawatirannya Naruto segera memapah tubuh lemas Hinata. "Kalau kau masih menolak, aku tak peduli, aku akan menelepon Kabuto untuk datang kesini!" putus Naruto sambil mengangkat Hinata ala pengantin. Dan Hinata yang mendengarnya hanya pasrah, ini batasnya dan dia akan mengetahui apa yang dia takuti.

"Tenanglah Hinata, aku ada disini," bisik Naruto saat membaringkan Hinata diatas kasur king sizenya. Sambil menatap sendu wajah pucat Hinata, Naruto kecup kedua pipi Hinata bergantian. Dan membawa tubuhnya berbaring tepat disamping Hinata berbaring.

.

.

Ting tong

Naruto beranjak turun dari tidur nyamanya, sepertinya Kabuto sudah datang, dan dia tak ingin lebih lama membiarkan tamunya menunggu.

"Naruto-sama, ini saya Kabuto." Naruto langsung membukakan pintu apartemennya.

"Ayo ikut aku," dia menggiring tamunya langsung kekamar miliknya. Membawa pria paruh baya itu menemui belahan jiwanya.

"Dia pucat sekali," gumamnya masih bisa didengar Naruto.

"Iya, sudah lebih dari dua minggu ini Hinata bolak balik kamar mandi, dan itu sukses membutnya lemah karena setiap bangun pagi atau sebelum makan ia harus mengeluarkan isi perutnya terlebih dahulu." ujar Naruto panjang lebar, dan Kabuto hanya mengangguk meng iyakan.

Dia mulai memeriksa nadi Hinata. Dan setelah beberapa lama Kabuto menyudahi pemeriksaannya.

"Naruto-sama, Hinata sama tidak apa-apa," ujar Kaburo tenang, dan Naruto membulatkan kedua boloh matanya, karena sukses membuatnya naik darah.

Mencoba untuk tidak memukul dokter yang sudah turun temurun menjadi dokter dikeluarganya.

"Apa yang kau maksud?" Naruto mengeram marah, apa dokter didepannya tak melihat betapa pucatnya Hinata. Apa itu bisa dibilang baik-baik saja?

"Maafkan kelancangan hamba Tuan, tapi saran saya, sebaiknya anda memeriksakan Hinata-sama ke dokter ahlinya."

"Jadi maksud mu kau tak bisa mengurus Hinata?" amarah Naruto sudah di ujung, ia menarik kerah depan Kabuto sebelum Naruto meninju wajah dokter paruh baya itu. Naruto tertegun.

"Sepertinya Hinata-sama sedang mengandung."

Dan Naruto hanya bisa mematung shok, harusnya ia sadar saat Hinata tak kunjung sembuh. Saat beberapa gejala kehamilan yang Hinata keluhkan. Tapi nyatanya sudah lebih dari dua minggu Naruto tau, dan itu karena dokter yang dia panggil.

"Sebaiknya saya kembali, dan sebaiknya Hinata-sama segera diperiksa dokter kandungan. Saya takut Hinata sama kekurangan vitamin." ujar Kabuto lagi, dan mengembalikan Naruto dari lamunannya dan rasa shoknya.

Setelah kepergian Kabuto, Naruto langsung menghampiri Hinata yang menatapnya dengan pandangan sayu.

"Kau tahu kan tentang ini." Naruto mencoba bertanya pada Hinata, Namun sang wanita diam membisu. "Maaf," lanjutnya lagi membuat Hinata menolehkan wajahnya kearah Naruto, pandanganya tak percaya akan ucapan sang pria disampingnya.

"Untuk apa minta maaf, aku yang salah karena diam saja." ujar pelan Hinata, dan Naruto langsung membaringkan tubuhnya disamping Hinata lagi.

"Bisa jadi, tapi harusnya aku lebih peka, kau sedang hamil. Dan aku tak ingin kau kenapa-kenapa." sambil memeluk Hinata protektif, Naruto membenamkan wajahnya di ceruk leher kiri Hinata, membuatnya bisa mencium wewangian alami dari tubuh Hinata.

"Besok aku akan mengantar mu kerumah sakit," putus Naruto lagi, dan Hinata memutar bola matanya jengah, sudah berapa kali Naruto berkata seperti itu, entah apa maksud dari ucapanya, namun yang pasti Hinata sudah lelah mendengarnya.

"Sepertinya kau tak bisa Naruto-kun," balas Hinata untuk yang kesekian kalinya.

"Aku tak peduli, aku malas Hinata kesekolahan," ujar Naruto lagi sambil duduk disamping Hinata.

"Aku tak peduli," membalikan tubuhnya membelakangi tubuh Naruto.

"Ayolah, untuk sekali saja Hinata," Naruto mulai merayu Hinata dengan puppy eyesnya Namun Hinata mengabaikannya. "Aku tak peduli, ayolah Hinata ku mohon," Naruto memohon lagi dan jawaban Hinata.

"Sekali tidak, tetap tidak!" sambil mencoba untuk duduk, Hinata menatap tajam. "Sudah 2 minggu lebih kau tidak masuk sekolah, aku tahu itu sekolah milik keluarga mu, tapi tak bisakah kau serius sedikit, Naruto-kun." ujar pelan Hinata hampir saja ia menangis, entah kenapa dia sering tiba-tiba marah, dan tiba-tiba ingin menangis, membuatnya heran, mungkin bawaan sicabang bayi?

T.B.C

Maaf mungkin tidak sesuai harapan, dan lebih pendek dari chapter sebelumnya. Terima kasih yang masih menunggu fanfic ini.

Owh iya, semakin banyak respon positif, semakin cepat naru buatnya.

4 fanfic kelar di uplode dalam sehari ini, dan utang naru lunas yah,,, tenang gak bakalan ada yang hiatus, paling uplodenya molor dan ngaret, itu pun kalau masih ada yang nunggu #hehehe

Big thanks yang udah Fav, Follow.

Happy Naruhina shipper

Di buat 21 Juli 2016

Uplode 15 oktober 2016