Finally! The last update of Akhir Penantian(?) S2 The Series! Pertama-tama, author ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada para reviewers yg senantiasa memberikan support utk story ini; PureAi, Mell Hinaga Kuran, Imut Mouri Kudo, betiace, justin cruellin, Kudo24, Watanabe Niko, kise cin, rinaaa, Shinju, HaiMi, sherry ai, dan para guest lainnya! Terima kasih juga untuk para readers yang sudah setia mengikuti story ini sampai akhir. Juga terima kasih utk yg sudah follow dan favourite story ini. Tanpa support dari kalian semua, author bisa aja berhenti update story ini di tengah jalan huhu Sekali lagi, thank you so much! Semoga story ini berkenan utkkalian semua!

Yosh! Next, author mnt maaf kalau selama update story ini banyak typo atau ada kata-kata yang kurang berkenan buat kalian semua (terutama bagian epilog ini yg emg ratingnya rada naik). But, overall, gaada maksud author utk apa-apa, cuma supaya story ini berjalan baik dan bisa menghibur readers sekalian!

Utk selanjutnya, mungkin author baru akan update story baru dalam beberapa bulan ke depan. Udah ada beberapa judul dan garis besarnya sih, cuma masih belum dikembangin sama sekali. Ditambah lagi minggu depan kuliah udah mulai jadi pasti akan lebih tersita ke sana, gomen , Tapi, author janji pasti akan kembali ke fandom ini dengan cerita-cerita yang baru dan tentunya pairing ShinShi/CoAi tercintaa! Hehe.. Tapi ga menutup kemungkinan author bikin pairing lain lhoo hohoho...

Terakhir, tadinya author mau nanya siapa 'pria' yang dateng ke kantor Mouri-tantei malem-malem itu eh ternyata udah ada yg jawab di kolom review hehe daaan... tebakannya benar! Selamat utk Mell Hinaga Kuran dan readers lain yg mungkin sudah menebak jawaban yg sama hehehe... Yap, buat author, Gosho-sensei mungkin punya rencana kenapa beliau bikin karakter Ran mirip sm Akemi. Jadi author 'memanfaatkan' kemiripan karakter mereka utk bikin pairing ini. Habis rasanya kalau Ran dipasangkan sama yg lain (misal Hondo atau Araide) rasanya hampir impossible krn smp sekarang tokoh-tokoh itu udah mulai menghilang di canon, dan lagi buat Ran mereka itu orang-orang yang datang dan pergi gt aja kan? Beda sm Akai yang beberapa kali ketemu sama Ran di London, jadi setidaknya ada sedikit 'bekas' di hati Ran (apasih, mulai ngaco! Hahaha) Mungkin lain kali bisa dibikin story dgn pairing AkaiRan, ada yg tertarik? Wkwkwk.

Oke, last but not least. Bagian epilog ini akan memiliki 2 timeline. Bagian pertama itu beberapa hari sebelum pernikahan ShinShi dan bagian kedua adalah beberapa tahun setelah mereka menikah. Dan sesuai janji author (kayaknya author pernah janji, cm lupa sm siapa hee gomen), author akan memunculkan kembali Yukiko Kudo di bagian ini! Yah, walaupun ga sepasang sm Yusaku tp itu udah cukup lah ya harusnya wkwkwk.

Sekali lagi, author peringatkan bagian akhir ini yang ratingnya rada naik. So, please stop jika ada yg gasuka dengan model cerita yg 'begitu'. Finally, I present this epilogue for you. Enjoy it, please review, and see you in other story!


I don't own Detective Conan

All characters belong to © Gosho, Aoyama

CaseClosed/Detective Conan (Fanfiction) Series

AKHIR PENANTIAN(?) S2


EPILOGUE

A Brand New Life

Sometimes the dreams that come true are the dreams you never even knew you had.

Alice Sebold

Sebuah mobil sport mewah berwarna putih berhenti di depan pintu utama sebuah bangunan yang berdiri megah di Sekiguchi, Tokyo. St. Mary's Cathedral (Tokyo Katedoru Sei Maria Daiseido) itulah nama yang tertulis di papan depan gedung itu. Sebuah menara lonceng yang menjulang tinggi berdiri bersisian dengan gedung yang bergaya kontemporer karya seorang arsitek asli Jepang.

"Kalian akan lebih terkejut saat melihat bagian dalamnya," kata seorang wanita paruh baya yang wajahnya jauh lebih muda dari usianya kepada sepasang insan yang sedang bergandengan tangan. Mereka bertiga berjalan menjauh dari mobil yang baru mereka parkir memasuki pintu utama gedung itu.

"Wow," kata sepasang kekasih itu bersamaan saat melangkahkan kaki melewati pintu utama yang terbuat dari kayu. "Bagaimana? Kalian pasti suka kan?" tanya seorang wanita dengan sangat ceria. "Kalian masuklah dulu, aku akan menemui pengelolanya dan menanyakan apakah ada jadwal kosong," katanya lagi seraya meninggalkan mereka yang masih mengagumi interior Katedral itu.

Katedral itu sangat luas dengan langit-langitnya yang sangat tinggi menjulang hingga 40 meter pada bagian tertinggi. Cahaya matahari menerobos masuk melalui bagian langit-langit yang hanya berupa kaca. Dengan tembok-tembok yang memiliki sudut-sudut ekstrim dan interior yang didominasi warna keabu-abuan, kesan gothic yang sangat khidmat dan khusyuk didapat dari Katedral ini.

"Kau menyukainya?" tanya Shinichi lembut pada calon istrinya itu. Shiho hanya tersenyum pada Shinichi dan mengambil tempat di salah satu deretan kursi panjang dan memandang lurus ke arah altar, wajahnya penuh dengan kebahagiaan. Shinichi yang melihat itu ikut mengambil tempat di sebelah Shiho, ia hanya memandangi wajahnya.

Bagi Shinichi, memandangi wajah Shiho yang sangat bahagia itu adalah salah satu momen terindah dalam hidupnya. Setelah bertahun-tahun mengenalnya, menjadi partnernya, tidak pernah terbayang bahwa sebentar lagi mereka akan memasuki kehidupan baru sebagai sebuah keluarga. Ia pikir memiliki kehidupan bersama dengan Ran Mouri, teman masa kecilnya, adalah masa depan terindah yang akan ia jalani, tetapi takdir berkata lain.

Di sinilah Shinichi sekarang, sebuah Gereja yang akan menjadi saksi janji sehidup-sematinya bersama Shiho Miyano, his partner in crime. Gadis yang telah membelokkan takdirnya, atau mungkin kini dia harus bersyukur karena Shiho telah melakukannya? Tidak pernah terbayangkan bahwa kebenciannya dulu terhadap gadis pembuat APTX4869 akan berubah menjadi keinginan untuk melindungi gadis itu, bahkan hingga mencintai dan memilikinya.

You're my bright blue sky

You're the sun in my eyes

Oh, baby...

You're my life...

Shinichi masih terpaku pada wajah yang kini sedang memejamkan matanya itu, "Berdoa?" batinnya bertanya sambil tersenyum. Ditatapnya dengan lekat Shiho yang masih memejamkan matanya, tidak mau kehilangan sedikitpun momen saat itu.

"Mengapa kau menatapku terus?" tanya Shiho yang kini sudah membuka mata. Shinichi tersenyum mendapat pertanyaan itu, "Kau harus mulai membiasakan diri jika kutatap seperti itu, Shiho." Shiho tidak menanggapi pernyataan calon suaminya itu. "Berdoa lagi?" tanya Shinichi bingung. "Itu lebih baik dibanding hanya menatap wajah seseorang," jawab Shiho sambil memutar bola matanya. "Kau terlihat sangat bahagia. Itu sebuah awal yang bagus," kata Shinichi kemudian.

Shiho hanya menghela nafas, "Kau ternyata masih kurang peka."

"Oi, apa maksudmu?" tanya Shinichi mengernyitkan alis.

"Kau tidak tahu kalau aku begitu khawatir dengan pernikahan ini."

Wajah Shinichi berubah menjadi serius, mencoba menangkap maksud dari kata-kata gadisnya itu. "Kau tahu kalau belakangan aku jadi semakin sering berdoa?" kata Shiho lagi retoris. "Aku tidak tahu apa Tuhan masih mau mendengarkannya, jadi sebaiknya kau juga membantu berdoa agar tidak ada mayat di tempat ini saat pernikahan kita. Kau kan murder magnet," kata Shiho menjawab kebingungan Shinichi sambil memberikan senyuman antara menyindir atau memohon.

Shinichi ikut tersenyum bahkan hampir tertawa mendengar jawaban Shiho tadi, "Baguslah kalau itu membuatmu semakin dekat dengan Tuhan." Shiho yang baru saja hendak kembali berdoa langsung memberikan tatapan death glare kepada Shinichi, "Aku akan membalasmu setelah ini selesai." Ia kemudian kembali menutup kedua matanya dan melipat tangan, hanyut dalam untaian kata-kata permohonan dan ucapan syukur kepada Tuhan. Bukankah kini Tuhan telah memberikannya lebih dari apa yang selayaknya ia terima?

Shinichi yang melihat Shiho kembali berdoa ikut mengambil tempat di sebelahnya. Ia menatap Shiho sebentar kemudian melakukan hal yang sama, menutup mata dan melipat tangan. Dari kejauhan, di pintu utama, seorang wanita menatap mereka dengan senyum bahagia. Ya, wanita itu, Yukiko Kudo, sebentar lagi ia akan memiliki menantu. Seorang wanita yang bisa menjadi temannya untuk berbelanja, memberikan cucu untuknya, dan yang terpenting; menyayangi keluarganya dan bisa diandalkan untuk Shinichi, anak satu-satunya. Ia kemudian memandang lurus ke arah Salib besar yang ada di altar, turut memanjatkan permohonan di dalam hatinya.

xxx

"Sudah selesai?" Shinichi membuka kedua matanya dan menangkap sosok Shiho yang saat ini sedang tersenyum dengan sangat manis di depannya. "Kupikir detektif sombong sepertimu tidak akan mau memanjatkan permohonan pada sesuatu yang tidak bisa dinalar dengan logika," katanya mengejek. "Kupikir itu juga berlaku sama untukmu, ilmuwan workaholic yang hanya percaya pada sains dan bukti-bukti empiris dari suatu peristiwa," balas Shinichi tidak mau kalah sambil nyengir. Shinichi kemudian merangkul Shiho berjalan keluar menghampiri Yukiko yang menunggu di ambang pintu.

So come with me and share the view

I'll help you see forever too

"Wah wah, kalian tentu tidak lupa untuk mendoakanku juga kan?" tanya Yukiko sambil tersenyum. Shinichi dan Shiho tertawa mendengar itu, "Tentu saja, Okaa-san," kata Shinichi. "Kami tidak mungkin tidak mendoakanmu, kau yang terbaik bagi kami," tambah Shiho. Yukiko sumringah dan mengambil tempat di antara kedua orang itu dan merangkul mereka berdua, "Kalian benar-benar pasangan yang serasi. Aku sangat bahagia."

Shiho tersenyum menatap calon mertuanya itu. Baginya, ini sudah lebih jauh dari apa yang bisa ia bayangkan untuk masa depannya. Tidak seorang diri lagi, memiliki kembali kedua orangtua, memiliki keluarga lagi dan terlebih; saling memiliki dengan orang yang ia cintai. Ia benar-benar tidak sabar untuk masuk dan menjalani lembaran baru dalam kehidupannya bersama Shinichi dan kedua mertuanya.

Hold me now, touch me now

I don't want to live without you

"Nee-chan–" batinnya, "–kini aku sudah merasakan kebahagiaan itu, nee-chan..."

Mereka berjalan bertiga berangkulan ke mobil yang akan membawa mereka menyiapkan berbagai hal untuk acara pernikahan mereka.

xxx

Dua tahun kemudian...

Tririririt... Triririririt...

Cahaya matahari mengintip masuk melalui celah di antara gorden sementara tangan Shiho sibuk meraih-raih ke meja kecil di sampingnya, mencoba mematikan alarm handphone yang menganggu tidurnya itu.

"Nggg, Shiho... Matikan alarm itu...," perintah seorang lagi yang masih terlelap di sampingnya.

Klik.

Shiho berhasil meraih handphone dan mematikannya. Pukul 6, setidaknya ia masih punya waktu satu jam lagi untuk beristirahat. Pekerjaannya kembali sebagai ahli forensik di MPD memang melelahkan dan turut mengacaukan jam tidurnya, ditambah lagi dengan pria di sampingnya ini. Ia memandang Shinichi sebentar yang masih terlelap dan kemudian berbalik memunggungi suaminya. Ia baru saja hendak melanjutkan tidur saat tak lama ia merasakan tangan suaminya yang sedang bermain-main di kulitnya yang tak tertutup gaun tidur.

We're on top of the world

Now darling so don't let go

Can I call you mine?

"Uh, bahkan dalam tidur pun kau tetap posesif," keluhnya. Tidak ada jawaban dari Shinichi sementara Shiho merasa bahwa tangan itu semakin liar menggerayanginya. Shiho memegang dan menahan tangan itu kemudian berbalik menghadap Shinichi. "Jangan memancingku, kau tahu kan apa yang akan dilakukan ibumu kalau kita terlambat hari ini?" tanya Shiho mengernyitkan alis.

Shinichi yang ternyata sudah bangun hanya memutar kedua bola matanya dan tersenyum, tapi Shiho sangat tahu apa yang ada di pikiran suaminya itu. Tangan Shinichi yang tadinya ia genggam pun kini sudah terlepas dan dengan bebasnya menggerayangi kembali tubuhnya. "Kau kan yang paling tahu bahwa aku membutuhkan ini," gumam Shinichi tidak jelas karena mulutnya saat ini sedang sibuk mengecup tiap inci kulit Shiho yang pucat seperti pualam. "Jangan salahkan aku, kau terlalu sempurna sehingga aku tidak bisa menghentikan tubuhku ini," gumam Shinichi lagi kali ini sambil mengambil posisi di atas Shiho, memandang lekat-lekat turqoise eyes Shiho.

I've got something to say

You're perfect in every way

I'm gonna shout it out

I'm gonna tell you now

'Cause I know somehow it's right

"Kau tahu–," kata Shiho sambil memainkan kancing piyama Shinichi, "–mungkin sebaiknya kau harus mulai berpikir untuk menyalahkan pikiran kotormu itu." Shinichi tersenyum liar sambil meneruskan kegiatannya melepaskan segala penghalang di antara kulit mereka. "Err... Kupikir kita harus siap-siap dimarahi karena ini akan lama, apa kau..." Shinichi melumat sumber suara itu sebelum Shiho sempat menyelesaikan perkataannya.

xxx

"Shin-chan! Shiho-chan! Kalian masih belum bangun juga?" Sebuah teriakan melengking dari lantai bawah Kudo mansion diikuti dengan langkah kaki menaiki tangga mendekat ke kamar mereka. Shinichi dan Shiho yang masih sibuk dengan 'urusan' mereka tidak menghiraukan hal itu. "Shin-chaan!" teriak Yukiko lagi tapi kali ini suaranya lebih dekat ke kamar mereka. "Ergh... Se-ben-tar...," gumam Shinichi dengan suara yang terpotong-potong dan terengah tanpa menghentikan aktivitasnya.

"Shin-chan! Bangunlah!" kali ini Yukiko sudah tepat di depan pintu dan mulai menggedor-gedor. "Ini sudah jam 8 lewat, Shin-chan! Kita bisa terlambat!" teriak Yukiko lagi. Shinichi tidak menghiraukan itu dan tetap meneruskan aktivitasnya sementara Shiho juga mulai memperingatkan suaminya yang keras kepala, "Shinichi... Jawab ibumu dulu...," tangannya berusaha menahan tiap gerakan suaminya itu. "Sebentar... Lagi...," jawab Shinichi masih dengan terengah. "Kau harus buka pintu ini sekarang, Shin-chan! Atau aku akan mendobraknya, dalam hitungan tiga!" Yukiko sudah hampir habis kesabaran sekarang. "Tiga!" Yukiko memulai countdown. "Dua...!"

Shiho panik jika ibu mertuanya itu mendobrak masuk! Ia mendorong Shinichi sekuat tenaga dari atasnya dan membuat Shinichi kembali mendapat kesadarannya. "Sebentar, Okaa-san! Sebentaarr!" Shinichi melompat dari ranjang sambil menyambar celananya yang tergeletak di lantai. "Akan aku bukakan!" teriak Shinichi sambil berlari ke arah pintu dan tergopoh-gopoh memasang celananya. Shiho hanya terkekeh melihat tingkah suaminya itu sementara ia menarik selimut untuk menutupi tubuhnya. "Saa... tuu!" teriak Yukiko di depan pintu yang sudah dibukakan Shinichi.

Shinichi memasang wajah sepolos yang ia bisa saat bertatapan dengan ibunya sambil terus berusaha mengatur nafasnya yang masih terengah-engah, "Ng, aku sudah bangun." Yukiko spontan mulai mengomelinya, "Bagaimana sih kau ini? Kau kan janji akan bangun jam setengah 7 untuk bersiap-siap. Kau kan tahu kalau aku juga harus berdandan setelah menyiapkan Hikaru?"

"Tenang saja, okaa-san. Kami akan siap dalam sekejap," jawab Shinichi santai. "Sekejap bagaimana? Tinggal 1,5 jam lagi kalau kita tidak mau terlambat. Kau sendiri kan yang ingin membantu persiapan pernikahan Ran-chan dan Akai-san," gertak Yukiko lagi.

Sementara Shiho sedang mencari-cari gaun tidurnya yang entah dilempar ke mana oleh Shinichi tadi. "Mouri-san dan Rye," batinnya mendengar perkataan Yukiko tadi. Pikirannya mengawang pada sosok kedua orang itu. "Nee-chan, tahukah kau bahwa Rye sudah menemukan sosok seseorang yang benar-benar bagaikan reinkarnasi dirimu? Mouri-san benar-benar menyerupai dirimu dan sebentar lagi mereka berdua akan bersatu dalam kebahagiaan. Apakah kini kebahagiaanmu lengkap, nee-chan?" batin Shiho.

Yukiko menyadari Shiho yang turun dari ranjang sambil tetap memegangi selimut untuk menutupi tubuhnya. "Shiho-chan?" panggil Yukiko sambil mengangkat sebelah alisnya. "Ohayou gozaimase, Yukiko-nee," sapa Shiho sambil tersipu malu. Yukiko memutar kedua bola matanya, "Kenapa kau tidak bilang dari tadi, Shin-chan?" Yukiko mengangkat dagu anaknya dengan jari telunjuk. "Eh?" tanya Shinichi bingung.

"Aku tidak bermaksud mengganggu kalian, tapi aku tidak tahu bagaimana caranya, kalian tetap harus siap dalam waktu sejam," kata Yukiko sambil mengedipkan sebelah matanya pada Shinichi. Yukiko mendorong Shinichi masuk ke kamar dan menutup pintu itu, "Aku akan minta Yusaku menjaga Hikaru sampai kalian siap," teriak Yukiko dari luar, suaranya semakin menjauh.

Shinichi menutup pintu dari belakangnya. Sebenarnya ia masih bingung dengan maksud ibunya, tetapi begitu melihat Shiho yang hanya berbalutkan selimut sedang mencari-cari gaun tidurnya, ia seperti mendapatkan pencerahan. Ia menghampiri Shiho dan memegang bahunya dengan sangat lembut. "Ng, ada apa?" tanya Shiho tidak mengerti. Kini ia hanya bisa pasrah melihat mata suaminya yang berbinar itu.

Selimut itu terjatuh di lantai secara perlahan diikuti dengan sedikit erangan dari Shiho yang kakinya sudah berada beberapa senti di atas lantai. "Kita hanya punya waktu satu jam, Shinichi," kata Shiho dengan nada terengah. "Masih satu jam," ralat Shinichi yang kini sudah menggendong Shiho membawanya ke kamar mandi. "Lagipula tidak butuh satu jam untuk membuat kau siap," jawab Shinichi tersenyum nakal.

So, darling...

Just say you'll stay right by my side

Just swear you'll stand right by my side

Be my forever...

Apa yang terjadi setelahnya? Apakah mereka akan siap dalam waktu sejam? Apakah Yukiko akan memarahi mereka? Yah, hanya Tuhan dan mereka yang tahu kelanjutannya.

xx THE END xx


A/N (again)

"Cara terbaik menghadapi masa lalu adalah dengan dihadapi. Berdiri gagah. Mulailah dengan damai menerima masa lalumu. Buat apa dilawan? Dilupakan? Itu sudah menjadi bagian dari hidup kita. Peluk semua kisah itu. Berikan dia tempat terbaik dalam hidupmu. Itulah cara terbaik mengatasinya. Dengan kau menerimanya, perlahan-lahan dia akan memudar sendiri. Disiram oleh waktu, dipoles oleh kenangan baru yang lebih bahagia." – Tere Liye

Ini setali tiga uang dengan quotes paling terkenal di Detective Conan Series, "Jangan lari dari takdirmu." Masa lalu adalah takdir yang tak bisa diubah, sekuat apapun kita berusaha mengubahnya, setidaksuka apapun kita terhadapnya. Satu-satunya cara terbaik untuk berdamai dengan takdir dan masa lalu adalah dengan menghadapinya. Ironi ya? Tapi, itulah kenyataan.

Believe it or not, kadang penyelesaiannya akan datang di saat kita menerimanya dengan lapang dada, seperti saat Shiho dan Ran memutuskan untuk menerima takdir mereka. Di saat itu justru kebahagiaan yang tak terduga datang kepada mereka. Menerima takdir ibarat kita berhenti berusaha membuka pintu yang telah tertutup rapat dan menyongsong ke arah pintu lain yang terbuka lebar bagi kita. Tanpa kita ketahui, di sana Tuhan telah siapkan yang terbaik bagi kita.

Jakarta, Juni – Juli 2015

Bandung, Agustus 2015