Disclaimer : Touken Ranbu © DMM & Nitro+
Warning : OOC, OC, headcanon author.
Chapter 1 : Suatu Hari di Sebuah Citadel Sagami no Kuni
"Sebaiknya kau menggunakan formasi echelon."
"...Entahlah, rasanya lebih aman untuk persenjataan jika menggunakan horizontal."
Yamanbagiri Kunihiro rasanya gatal sekali ingin mencengkeram kepala sang saniwa di kedua sisinya. Jadi bola-bola persenjataan lebih penting dari pada formasi, begitu? Memang benar mempertahankan keutuhan persenjataan itu baik tapi kekuatan serangan mereka jadi tidak maksimal jika terus begini.
"Tenang saja, kalau kita sampai di pemimpinnya, nanti aku pasti memilih formasi yang terbaik."
Sang saniwa perempuan tersenyum santai, menepuk antusias bahu Yamanbagiri.
"Lagipula, kalian kan kuat. Aku percaya pada kekuatan kalian."
Yamanbagiri hanya bisa menghela napas. Terserah apa kata majikan barunya ini saja.
Ketika pemuda yang mengenakan kain putih seperti jubah itu tak protes lagi, sang saniwa mengembalikan perhatiannya ke hologram yang menampilkan formasi, lalu memicingkan mata ke arah titik-titik hitam di kejauhan yang bergerak ke arah mereka.
Jikansokougun, musuh mereka, sebuah angkatan pasukan yang ingin mengubah masa lalu. Seharusnya mereka akan selesai membersihkan daerah ini sebentar lagi, namun apa boleh buat, sejak kemarin rute yang sudah mereka tentukan di peta belum menunjukkan tanda-tanda terbuka.
Melihat para toudanshi beraksi melawan para monster itu sungguh mengagumkan. Berdasarkan pengalaman dan memori mereka dulu, serangan serta keahlian mereka sangat kuat. Ia sebagai saniwa cukup memberikan arahan saja. Pedangnya yang selalu ia bawa bahkan tak pernah keluar dari sarungnya.
Tak sampai hitungan 10 menit, musuh mereka bisa dimusnahkan.
Perjalanan kembali di lanjutkan. Sang saniwa memimpin di depan dengan Yamanbagiri Kunihiro.
"Kemarin ada kumpulan pepohonan dan batu besar di sana, kan?" Yagen Toushirou membenahi letak kacamatanya. Meski penampilannya anak kecil, namun tantou satu itu sangat dewasa. Sambil menunjuk ke arah sebuah tanah terbuka dari balik pepohonan, ia melanjutkan. "Kita bisa lewat sekarang, taishou."
"Oke, ayo maju!"
Di hamparan padang rumput yang luas, tampak titik-titik hitam dengan rona ungu, aura gelap yang menusuk mulai terasa ketika mereka mendekat. Musuh mereka sudah dekat.
Sang saniwa turun dari kudanya, menyapu udara kosong di hadapannya, dan munculah sebuah hologram. Ia berbicara pada earpiece-nya.
"Hei, Konnosuke. Ini node boss-nya kan?"
Rubah dengan corak wajah unik di dalam hologram meloncat. "Ya, betul."
Akhirnyaaaaaaa, batin sang saniwa dalam hati. Tak sia-sia ia terus maju ke medan peperangan mereka ini selama setengah hari ini. Berdasarkan pengalaman, semakin cepat membasmi musuh, semakin baik. Spartan, memang. Tapi ia memberikan jam istirahat kok.
"Kalau begitu, sebaiknya kita maju sekarang?" Dengan nada melankolis Souza Samonji berkata.
Akita, Aizen, Yagen, Gokotai segera maju memasang posisi menyerang. Bahkan kelima harimau mini milik Gokotai ikut bersiaga dan menggeram kecil.
"Formasi mereka echelon."
"Oke, formasi square kalau begitu." Lihat, saniwa selalu tepat janji.
Dan begitulah, hari ini mereka berhasil membereskan para musuh dan sang saniwa dengan bahagianya bisa melanjutkan ke daerah yang lainnya.
Mereka kembali ke citadel seperti melewati sebuah portal tak terlihat. Hanya seorang saniwa dan para toudan yang bisa melakukannya, agar masa lalu tidak terganggu kestabilannya.
Sang saniwa mengambil posisi citadel di Sagami no Kuni. Semua kandidat saniwa bebas memilih lokasi yang sudah disiapkan. Saking banyaknya kandidat saniwa, para penyelenggara proyek ini akhirnya membuka semakin banyak lokasi. Bizen dan Sagami adalah yang pertama. Untungnya ia bisa masuk ke Sagami yang ia pilih, karena Yokohama tempat asalnya di masa depan dulu adalah bagian dari Sagami.
Viva pre-register, batin sang saniwa dalam hati.
Bersandar di tiang beranda koridor taman tengah, menghadap ke arah pemandangan kolam, sang saniwa menyapu tangannya di udara dan membaca berbagai artikel di hologram. Proyek ini baru saja dimulai beberapa hari dan sudah banyak saniwa yang melaporkan hasil pekerjaan mereka. Banyak yang sudah berhasil mendapatkan banyak toudanshi, ada yang sudah melaporkan hasil ekspedisi, dan banyak lagi.
Sang saniwa menggeser hologram sambil menguap.
Baru beberapa hari tinggal permanen di citadel ini rasanya sudah seperti di rumah sendiri. Meski bangunan tradisional luas ini baru dihuni oleh dirinya, Yamanbagiri, Souza, Kashuu, Yamato, Gokotai, Aizen, Yagen, Akita, Ima no Tsurugi, dan Midare.
Rasanya ia harus mencari beberapa tachi.
Ini demi keadaan teknis juga, dan mungkin ia terlalu santai. Kalau seperti ini terus, ia akan makan gaji buta namanya.
Dibilang santai pun, sebenarnya ia cukup dibuat pusing dengan perilaku para toudan yang diluar bayangannya.
Baru-baru ini Kashuu membongkar kotak kosmetiknya yang entah bagaimana bisa ada di dalam koper yang ia bawa dan sang saniwa akhirnya menyerahkan seluruh nail polish miliknya pada uchigatana itu. Daripada harus tersakiti dengan jurus pandangan memelas milik Kashuu -sama ampuhnya dengan milik Ima no Tsurugi- lebih baik ia berikan saja, lagipula ia tak terlalu sering memakainya.
Yang membuatnya penasaran adalah mengapa para toudan ini rasanya familiar dengan barang-barang yang tak ada di zaman mereka. Apa karena datanya juga tercampur dengan mereka yang lama berdiam di museum dan menjadi saksi bisu perubahan zaman? Entahlah, tapi sang saniwa merasa bahwa semakin hari ia menjadi semakin filosofis saja.
Sang saniwa menghela napas.
"Aruji-sama jadi terlihat seperti nenek tua deh."
"Ima-chan, makanya rambutku jangan diikat seperti itu- ADAW!"
Ima no Tsurugi yang sedari tadi menyisir dan bermain dengan rambut sang saniwa kini sedang berusaha mengikat rambut saniwa yang panjangnya hanya sebahu itu membentuk buntalan di atas kepala.
"Makanya Aruji-sama temani aku bermain~"
Tantou yang satu ini sedari tadi tak bisa diam. Mencorat-coret kertas dengan kuas, membongkar isi lemari, bermain dengan gelangnya, sampai akhirnya sang saniwa yang sedang duduk-duduk pun di datangi.
"Sebentar dulu, aku punya banyak pekerjaan…" Sang saniwa memperhatikan angka persediaan tamahagane dan batu asah di hologram. Agak kritis.
Ima no Tsurugi sekarang sudah berguling-guling di samping sang saniwa. "Tapi aku bosan, Aruji-samaaa."
"Ya sudah, kamu meluncur dari ujung ke ujung engawa ini dengan kain, sekalian membersihkan lantai."
"Eeeeh…"
Dan ketika sang saniwa berpikir Ima sudah kembali mencari kesibukan dengan berlarian di taman, sang tantou tersebut berlari lagi ke arahnya.
"Aruji-sama, lihat, lihat!"
"Hmm?" Awalnya sang saniwa masih sibuk dengan hologramnya, Sampai sang tantou menarik-narik ujung lengan bajunya.
Suara dengkur pelan dari arah yang ditunjuk Ima no Tsurugi membuatnya menengadah ke atas. Dekut burung macam apa yang- Ah.
Dua dari lima macan putih kecil Gokotai tengah mendekam di atas cabang pohon.
"Waii, harimau kecil~! Kenapa kalian ada disana?" Ima berjingkrak kegirangan.
Dari kondisi yang dilihat sang saniwa hanya bisa berasumsi bahwa sama seperti kucing, mahluk-mahluk berkaki empat tersebut memiliki tingkat rasa ingin tahu yang sama, sehingga mereka berada dalam suatu keadaan klasik yaitu ;
"Ima-chan, kurasa mereka tak bisa turun."
Ima menoleh ke arah sang saniwa yang masih tak bergerak dari posisi duduknya.
Disaat yang bersamaan, kedua harimau kecil tersebut mengeluarkan suara memelas.
"Aku bisa melompat dan mengambil mereka!"
"Jangan coba-coba melompat dengan geta-"
Terlambat, tantou milik Minamoto no Yoshitsune itu sudah melompat tinggi bagai tengu dan membawa turun kedua harimau kecil itu masing-masing satu di kedua tangannya.
Sang saniwa akhirnya berdiri dan mengenakan sandalnya, bergerak ke arah Ima. "...Tidak lucu lho ya kalau kau terluka."
"A...Aruji-sama!"
Keduanya menoleh ke arah Gokotai datang menghampiri mereka berdua. Wajahnya panik seperti habis dikejar harimau- sebenarnya, tiga harimau kecil memang mengekor di belakangnya.
"Oh, Gokotai."
"Disitu rupanya kalian…" Ucap tantou tersebut ke arah kedua harimau kecilnya yang masih dibawa Ima.
"Mereka terperangkap di pohon tadi." Ima menjelaskan dengan ceria.
"E-Eh?! Maaf, Aruji-sama!" Gokotai membungkuk panik.
"Eh? Tidak apa-apa, namanya juga kucing- Eh, harimau, maksudku."
Harimau-harimau milik Gokotai ini awalnya sempat mengagetkannya, sewaktu pertama kali sang saniwa mendapatkannya. Niatnya membangkitkan pedang, mendapat bonus lima binatang yang tiba-tiba langsung melompat ke arahnya.
Dan sekarang kelima harimau itu sekarang sudah mengelilingi mereka dan salah satunya dengan asyik menyundul kaki sang saniwa.
"Omong-omong, apa mereka punya nama?" Tanya Ima, mengangkat salah satu harimau kecil tersebut.
"Um, tidak…" Jawab Gokotai. Ekspresinya kebingungan. "Biasanya mereka akan datang sendiri kalau kucari."
Sang saniwa menggaruk daerah telinga salah satu harimau tersebut. Harimau-harimau putih ini memang hanya menuruti Gokotai saat mereka melawan musuh. Di dalam citadel ini, sikap mereka langsung berubah menjadi seperti kucing domestik.
"Awalnya kukira mereka ganas." Ujar sang saniwa. "Tapi mungkin mereka jinak karena kamu mengalahkan mereka?"
"Aruji-sama… Sudah saya bilang kalau saya tidak mengalahkan mereka.. Uu…"
"Go-Gokotai, aku hanya bercanda, maafkan saniwa ini."
"Tapi enak ya, dikelilingi binatang selucu ini~" Komentar Ima.
Asalkan ukuran tubuh mereka tidak bertambah besar saja, pikir saniwa.
Saking sibuknya mereka bercengkerama dengan mahluk-mahluk berkaki empat itu, tanpa disadari ada dua yang luput dari perhatian mereka.
Entah insting apa yang dimiliki oleh dua harimau pecinta tempat tinggi itu, tapi mereka kembali menaiki pohon.
Yang pertama kali menyadarinya adalah Gokotai, yang tak sengaja menengadah ke atas. "Aah…! Kalian ini…!"
"Hah? Ima-chan, bukannya tadi kau sudah membawa mereka turun?" Sang saniwa hanya melongo.
"Eh? Mereka berdua yang tadi naik pohon?"
Turun dua, naik dua pula. Rasanya hanya ada tiga anak baik dalam kumpulan harimau mini ini. Struktur tubuh harimau dan kucing memang dibuat bisa memanjat, tapi jika mereka ingin turun harusnya posisi mereka seperti berjalan mundur.
Rasanya dua harimau itu tak akan mengerti bila diberi instruksi seperti itu.
Sebelum Ima bisa melompat terlalu tinggi lagi, sang saniwa sudah menjulurkan tangan ke atas. "Ayo, ayo, turun kalian. Sebelum aku memanjat kesana-"
Ternyata keduanya tanpa ragu langsung melompat ke arah sang saniwa yang merentangkan tangannya dengan gestur 'ayo kesini'.
Sang saniwa melupakan satu fakta krusial. Meski harimau dan kucing rumahan berasal dari satu familia, tingkah laku yang mirip, tapi proporsional tubuh mereka berbeda.
Kaki-kaki gempal pendek yang mendarat cantik di atas wajahnya ternyata memberikan tekanan yang lebih berat dari perkiraannya, membuat suara 'GUOOGH' aneh keluar dari mulutnya dan sukses jatuh ke tanah.
"Aruji-samaaa!"
Sang saniwa pasrah menerima nasib berbaring di tanah dan dikerubungi lima harimau putih kecil dan dua tantou yang berusaha membantunya berdiri.
Pokoknya nanti kalau dia kembali ke masa depan, ia harus kembali dengan membawa tangga lipat.
Yang mana yang benar antara 'Imanotsurugi' dengan 'Ima no Tsurugi', saya kurang tahu, tapi entah kenapa lebih enak pake spasi banyak /heh.
Kalau dari google doc-nya temannya teman saya Jikansokougun (時間遡行軍), tapi kalau di pixiv tag 歴史修正主義者... Memang paling mudah sebut 'pedang musuh' saja.