Hai ^^ Masih ingat dengan Yumiharizuki? Saya Author newbie di fandom Vocaloid ini xD Dan cerita saya juga baru 1 yang sudah rampung hehe. Kali ini saya mau mencoba mengangkat genre yang berbeda dari fanfic sebelumnya yaitu dengan genre Fantasy supernatural (walaupun gak terlalu kental genrenya) Mudah-mudahan tidak fail TwT. Dan ini adalah request khusus dari Go Minami Hikari Bi ^^
Oke selamat membaca ^^
Hope
By Yumiharizuki
Vocaloid bukan punya saya, tapi punya Crypton Future Mediadan Yamaha
Warning: masih abal, banyak typo, mungkin OOC, cerita kurang greget dan legit (?), dll
Note: Untuk amannya mungkin Rate nya aku ambil T plus (Syukur-syukur masih bisa T)
Part 1
Kepulan asap putih membumbung dengan pekat di udara, memberi warna tersendiri pada langit kelam yang tidak berbintang itu. Lalapan api semakin besar berkobar, menghanguskan bangunan megah bergaya ala zaman Victoria tersebut seakan membuatnya tiada bersisa lagi. Lautan manusia dengan berbagai ekspresi tercipta di antara kekacauan itu. Mereka takut, terkejut, panik dan semuanya tidak menyangka hal buruk itu terjadi terhadap penghuni rumah beserta rumah yang ditinggalinya. Para penduduk berusaha sekuat tenaga mereka untuk memadamkan api yang tengah berkobar itu. Bahkan ada beberapa diantara mereka mencoba menerobos kobaran api untuk menyelamatkan penghuni rumah yang masih tertinggal di dalam rumah yang terbakar itu walaupun kemungkinannya sangat kecil. Di tengah hiruk pikuk itu, seorang gadis kecil sedang duduk meringkuk sendirian dengan tubuh bergetar. Air mata meleleh membasahi wajahnya. Dari bibirnya terus terucap nama keluarga yang dicintainya. Hatinya merasa resah dan sedih saat itu.
"Papa… Mama… Kak Miki…," gumam gadis itu perlahan. "Semoga… Semoga kalian baik-baik saja…,"
Tangan gadis itu saling bertautan satu sama lain. Ia memanjatkan doa sebisa mungkin dengan harapan bahwa keluarga yang sangat dicintainya bisa selamat. Agar mereka semua bisa berkumpul kembali bersama-sama. Sesekali ia mengalihkan perhatiannya kepada para penduduk yang sibuk berlarian. Kemudian ia mendengar dua orang dewasa berbicara.
"Bagaimana? Kalian sudah menyelamatkan mereka?" tanya seorang pria yang sepertinya sudah berusia paruh baya kepada bawahannya.
"Maaf Sir, sepertinya kita sudah terlambat. Saya sudah menghentikan orang-orang yang berusaha masuk ke dalam sana. Kondisinya sudah sangat berbahaya. Ruangannya sudah habis terbakar dan sudah rapuh. Kalau kita salah melangkah, bisa-bisa nyawa kita yang akan menjadi taruhannya. Kita sudah tidak bisa lagi masuk dan melakukan pencarian terhadap anggota keluarga yang tersisa. Maaf Sir," lapor anak buah pria itu.
"Begitu ya. Baiklah. Suruh semuanya mundur. Kita hentikan penyelamatannya," kata pria paruh baya itu.
"Baik Sir," kata anak buahnya. "Semuanya mundur! Kita hentikan!"
Kemudian dengan langkah perlahan, pria paruh baya itu melangkahkan kakinya ke arah sang gadis kecil. Matanya begitu sendu melihat gadis kecil yang meringkuk itu. Bahkan dalam hati kecilnya, ia merasa tidak tega untuk mengutarakan apa yang sebenarnya terjadi.
"Nona Miku, maafkan aku. Tapi keluargamu sudah… Tidak terselamatkan," ucap pria paruh baya itu.
Gadis kecil itu membelalakan matanya. Ia masih tidak percaya dengan apa yang didengarnya dari pria itu. Orang tua dan kakaknya… Ia masih tidak ingin menerima kenyataan itu.
"Tidak mungkin… Mama dan papa… Lalu Kak Miki…," gumam Miku dengan mata yang nanar dan berkaca-kaca.
"Mereka sudah tewas. Kami semua tidak bisa menyelamatkannya dari api itu," kata pria itu lagi. "Maaf,"
"Tidak! TIDAAAAKKKK!"
Gadis kecil itu berteriak. Kemudian ia menangis kencang, mengeluarkan semua kesedihannya saat itu. Mengapa nasib begitu kejam memperlakukannya? Mengapa takdir sangat kejam merenggut kebahagiaannya? Padahal rasanya masih belum lama ia merasakan kebahagiaan bersama keluarganya yang utuh. Padahal ia masih ingin merasakan kebahagiaan itu sedikit lebih lama lagi. Namun… Mengapa hal buruk ini harus terjadi dan seketika menghacurkan kebahagiaannya? Sekelumit tanya yang tidak kunjung memunculkan jawaban.
Mata turquoise itu tak hentinya menatap keluar jendela dengan tatapannya yang kosong. Tersirat kesedihan yang mendalam dari binar mata itu. Tubuh mungil itu terus menerus duduk dengan tegap di dekat jendela. Ia seakan menanti sesuatu yang tak kunjung pernah datang. Bibir merah itu terus bungkam. Penampilannya kini bagai sebuah boneka hidup yang tampak begitu indah. Sungguh ciptaan Tuhan yang paling indah. Tiba-tiba pintu ruangan itu terbuka. Seorang pria paruh baya pun memasuki ruangan itu. Ia menatap iba kepada sosok yang dilihatnya. Di belakangnya terlihat seorang wanita yang seusia dengannya sama-sama merasa iba kepada sosok itu.
"Nona itu… Dia sama sekali tidak menyentuh makanannya. Sejak peristiwa yang merenggut nyawa keluarganya, ia jadi seperti itu. Aku sungguh benar-benar merasa kasihan kepadanya," gumam wanita paruh baya itu.
"Lalu apakah sudah ada kabar dari kerabatnya yang lain?" tanya pria paruh baya tersebut.
"Baru saja ada bibinya yang menelepon. Katanya dia akan datang kesini untuk menjemput," jawab wanita paruh baya itu. "Lalu apa yang harus kita lakukan? Kita tidak bisa membiarkan Nona itu seperti ini kan? Bisa-bisa dia sakit jika tidak makan. Aku benar-benar khawatir kepadanya,"
"Aku akan coba bicara padanya," kata pria itu.
Pria itu melangkahkan kakinya untuk masuk lebih dalam ke ruangan itu. Langkahnya perlahan seolah tidak ingin mengganggu. Namun sosok itu bergeming di tempatnya seolah tidak peduli dengan apapun yang terjadi disekitarnya.
"Nona, sudah hampir satu hari dirimu ada di sini. Dan rasanya belum ada makanan yang kau makan. Kenapa tidak makan? Apakah makanannya tidak enak? Apakah menunya tidak sesuai dengan seleramu?" tanya pria paruh baya itu. Namun nihil. Gadis kecil yang ada di hadapannya sama sekali tidak menjawab.
Pria paruh baya itu menghela napasnya panjang. Ia merasa tidak ada gunanya mengajak bicara seseorang yang tidak ingin mendengarnya bicara. Pria itu kemudian berbalik keluar dari ruangan, dan ia menghampiri istrinya yang menunggu di balik pintu.
"Kita tidak bisa melakukan apapun untuknya," ucap pria paruh baya itu sedih.
Istri dari pria paruh baya itu itu menunduk sedih. Sang pria paruh baya itu segera melangkah disusul dengan sang istri di belakangnya. Mereka segera pergi ke ruang keluarga. Pria paruh baya itu duduk di kursi santai kesukaannya sementara istrinya membuatkan teh untuknya.
"Benar-benar tidak ada yang bisa kita lakukan? Padahal aku sangat berharap banyak pada nona itu. Lihatlah dirinya. Ia begitu menderita, kesepian dan membutuhkan sandaran. Ia seperti itu karena beban hidupnya terlalu berat di usianya yang masih kecil. Aku berpikir untuk mengurusnya, membesarkannya, menjadikannya sebagai anak sendiri. Karena begitu melihat wajahnya aku jadi teringat akan putri kecil kita, Ayesha yang sudah tiada," kata sang istri.
"Aku tidak tahu. Bukan berarti kita tidak bisa melakukan apapun untuk mengembalikan keceriaannya. Hanya saja untuk saat ini kita belum menemukan caranya. Kupikir jika kita mengembalikannya kepada keluarganya, bisa saja ia pulih dari trauma yang dideritanya," kata pria paruh baya. "Iya, dia memang mirip dengan Ayesha. Senyumnya, semuanya. Tapi selama masih ada keluarga kandungnya, ia berhak berkumpul kembali bersama mereka,"
"Iya, aku mengerti," kata sang istri. "Lalu apa yang akan kau lakukan selanjutnya?"
"Untuk sementara kasus ini masih ditunda. Tapi aku beserta para bawahanku akan segera menyelidiki dan mengusut kasus ini. Aku merasakan ada beberapa kejanggalan dalam kebakaran ini. Demi kebaikan keluarga itu, aku harus segera menemukan pelakunya," jawab pria paruh baya. "Aku pasti bisa menemukan siapa orangnya,"
Gadis kecil itu mulai merasa lelah. Sudah hampir seharian tidak ada makanan ataupun minuman yang ia sentuh. Yang ia lakukan hanyalah melihat keluar jendela. Hal itu sungguh membuatnya lelah. Tapi ia harus bagaimana? Rasa lelah itu tidak lebih besar dari kesedihannya. Ia masih terluka dan sedih dengan kepergian keluarga yang dicintainya. Bahkan ia berpikir untuk apa dirinya hidup. Mengapa tidak sekalian saja nyawanya terenggut seperti keluarganya dalam insiden kebakaran itu? Ingin rasanya ia menanyakan hal itu kepada malaikat pencabut nyawa. Mengapa ia tidak mati saja? Padahal hidupnya saat ini sudah tidak ada artinya.
Mata yang indah itu perlahan mulai terpejam. Gadis kecil itu mengantuk. Ia segera melangkah ke arah tempat tidur yang berkelambu. Secara reflex, tubuhnya langsung limbung diatas tempat tidur itu. Ia hanyut ke dalam mimpi…
"AAaaaaaaaa!"
Sebuah teriakan yang begitu melengking terdengar dari lantai bawah rumah mewah itu. Miku dan kakaknya Miki langsung berhambur dari kamar mereka menuju ke arah luar. Mereka melongok dari tangga untuk melihat apa yang terjadi di bawah sana. Terlihat jelas suasana gaduh dan penuh kekacauan. Tiba-tiba banyak sosok berpenutup kepala dan berjubah yang menerobos masuk ke dalam rumah mereka. Sosok itu masing-masih memiliki persenjataan yang lengkap. Miku dan Miki saling bertatapan takut. Mereka masih tidak mengerti dengan apa yang tengah terjadi saat itu. Siapa sosok itu dan untuk apa mereka semua datang kemari?
"KITA DISERANG!" seru seorang pria berseragam yang merupakan anggota keamanan di rumah itu. Pria itu sudah dalam keadaan terluka parah di bagian dada nya.
Semuanya terjadi dengan begitu cepat setelahnya. Sosok asing itu mulai merangsek masuk ke kediaman Miku yang awalnya aman. Teriakan para maid makin menjadi-jadi. Apalagi saat para pria yang berusaha memberikan perlawanan malah harus terbunuh di depan mereka. Keadaan sudah tidak aman terkendali. Dengan jumlah yang cukup banyak, para pembantai itu berhasil menumbangkan pelayan maupun pihak keamanan yang melawan. Bahkan terlihat juga sebagian dari mereka menjarah barang berharga yang ada di rumah itu untuk kepentingannya sendiri. Miku dan Miki semakin merasa ketakutan. Mereka saling mengeratkan pelukan pada satu sama lain saat itu.
"Kak, bagaimana ini?" tanya Miku kecil dengan suara yang bergetar.
"Kakak juga takut Miku-chan. Lebih baik kita temui ibu dan ayah. Kita harus memperingatkan mereka mengenai kedatangan orang-orang itu," ucap Miki dengan setengah berbisik.
Miki langsung menuntun Miku untuk berjalan ke lorong yang letaknya agak tersembunyi dari kamar mereka. Mereka hendak menemui ayah mereka, Mikuo yang sedang sibuk di ruang kerjanya. Miki merasa harap-harap cemas saat ini mengenai keadaan ayah mereka. Ketika sampai di depan ruang kerja ayahnya, Miki merasa begitu sangat terkejut. Ruangan itu telah ditinggalkan dengan kondisi pintu yang terbuka lebar. Isi ruangan itu sudah porak-poranda tidak beraturan. Dan sama seperti apa yang telah mereka lihat, sepertinya para orang asing itu sudah menjarah sebagian barang berharga yang ada di ruangan itu. Miki melangkah masuk ke dalam ruangan dengan perlahan, dibelakangnya ada Miku yang mengikuti.
"Ayah? Ibu?" Miki berusaha memanggil kedua orang tuanya. "Ayah…,"
"Mi…ki…,"
Sayup-sayup terdengar sebuah suara yang memanggil Miki. Miki terlonjak kaget. Ia langsung menyadari siapa yang sudah memanggilnya. Dihampirinya sang ibu yang sedang dalam kondisi tertelungkup di lantai. Miki menidurkan kepala ibunya di pangkuannya.
"Ibu… Dimana ayah? Ibu!" ucap Miki panik melihat kondisi sang ibu yang sudah bersimbah darah akibat penyerangan orang-orang yang tidak bertanggung jawab itu.
"Mi… ki… Ayah… mu… Mereka…," ucap sang ibu dengan susah payah.
"Mereka membawa ayah? Iya kan?" tanya Miki lagi.
"Pergi… Tinggalkan… Rumah… Ini…," lanjut ibunya. "Bawa Miku… bersamamu,"
"Tapi… Ibu bagaimana?" Miki makin merasa frustasi. Ia setengah berteriak dengan wajah bersimbah air mata. "Ibu harus pergi bersama kami. Ayo,"
Ibu nya tersenyum lemah. Kemudian ia merogoh sakunya dengan sisa tenaganya. Ia memberikan sesuatu yang ada di dalam sakunya kepada Miki dan mengalungkan benda itu di leher Miki. Terlihatlah sebuah liontin berbandulkan lambang keluarga Von De Hatsune milik keluarga yang sudah turun temurun mereka miliki. Miki hanya bisa termenung dengan apa yang ibunya lakukan.
"Ini… Apa bu?" tanya Miki bingung.
"Simpanlah… baik-baik… Jagalah… untukku…," kata sang ibu lagi. Kemudian tubuhnya melemah. Senyuman yang tersungging di bibirnya perlahan menghilang. Ia telah meninggal dunia.
"Tidak! Ibu!" seru Miki panik. "Ibu!"
Tiba-tiba terdengar suara letusan senjata api dengan keras. Miki langsung terhenyak di tempatnya. Ia langsung menarik tangan Miku untuk pergi bersamanya. Miku hanya terdiam mengikuti tanpa mengerti apa yang sebenarnya terjadi.
"Kak, Ibu kenapa? Kenapa semua orang? Dimana ayah?" tanya Miku dengan wajah bingung sekaligus khawatir. "Kenapa ibu tidak bersama kita? Tadi ibu berdarah?"
Miki tidak menjawab pertanyaan itu. Air mata masih mengalir deras dari matanya seakan menjadi jawaban atas apa yang terjadi.
"Itu mereka! Tangkap!" seru seorang pria dengan keras.
Miki melihat ke arah belakangnya. Terlihat beberapa orang mengejar mereka saat ini.
"Sial! Apa yang mereka inginkan sebenarnya?" gerutu Miki.
Miki dan Miku mempercepat lari mereka. Secepat mungkin mereka berusaha menghindari orang-orang jahat itu. Hampir di setiap lorong yang mereka lalui, orang-orang itu menghadangnya. Namun dengan cepat, Miki berlari ke tempat lain yang ia ketahui. Miki mendapatkan tempat persembunyian sementara bersama Miku. Namun itu tidak dapat bertahan lama.
"Miku, kamu tidak apa-apa?" tanya Miku dengan napas yang terengah-engah.
"Miku… Miku… capek…," jawab Miku tak kalah terengah-engahnya.
"Tapi Miku masih bisa berlari kan? Kakak tahu, Miku adalah pelari tercepat di sekolah. Kakak percaya kamu bisa menyelamatkan diri," kata Miki sambil tersenyum. Kemudian dikalungkannya liontin peninggalan ibunya ke leher Miku. "Bawa ini. Jangan sampai hilang. Ibu ingin Miku menyimpannya baik-baik. Miku tahu kan itu kalung apa?"
"Ini… Liontin… Milik keluarga Hatsune," jawab Miku perlahan.
"Bagus. Anak pintar," ucap Miki sambil mengelus kepala adiknya perlahan. "Ini benda yang sangat penting. Jadi jangan sampai hilang. Miku harus menyimpannya apapun yang terjadi ya. Janji?"
"Janji," kata Miku.
"Oke, sekarang Miku harus lari keluar dari rumah. Minta tolong kepada tetangga ya. Dalam hitungan ketiga, Miku harus berlari secepat-cepatnya,"
Tanpa diperintah lagi, Miku pun segera berlari menuju keluar dari rumahnya. Sejujurnya ia masih bingung dengan semua ini. Apa yang terjadi, kemudian bagaimana nasib keluarganya setelah ia pergi dan untuk apa ia melarikan diri. Seringkali Miku menoleh kebelakang untuk melihat kembali sang kakak, namun kakaknya sudah tidak terlihat lagi. Samar-samar ia mendengar suara teriakan dari jauh. Suara kakaknya yang sangat familiar di telinganya. Miku tergelitik untuk kembali berbalik arah, namun ia sudah berjanji kepada sang kakak untuk terakhir kali. Kemudian, mulai tercium bau terbakar didekatnya. Napas Miku mulai terasa sesak. Berkali-kali ia terbatuk-batuk saat harus menghirup udara yang sudah tercemar itu. Baru ia sadari bahwa rumahnya terbakar ketika sudah hampir menuju pintu keluar.
"Nona cepat keluar! Berbahaya!" seru seorang pria yang merupakan penjaga keamanan di rumahnya.
"Tapi… ayah dan ibu juga kak Miki…," ucap Miku khawatir.
"Tenang saja nona, sebisa mungkin kami akan menyelamatkan mereka," katanya seraya menenangkan Miku. Namun janji hanya sekedar janji. Selama itu Miku menunggu dan berharap, namun keluarganya tidak akan pernah kembali utuh seperti sedia kala…
Miku terbangun dengan mata yang berlinang air mata. Mimpi itu kembali mengingatkannya kepada luka hati yang ia alami. Miku mengelap kasar air matanya. Kemudian ia segera mengeluarkan kalung liontin yang terpasang di lehernya. Diperhatikannya kalung itu. Sebetulnya tidak terlalu istimewa. Itu hanyalah sebuah kalung biasa. Sebuah liontin emas dengan bandul bulatnya yang bisa terbuka. Di dalamnya terukirkan nama Von Hatsune yang terdiri dari batu-batu kristal dan permata mahal. Memang jika benda itu dijual, pasti orang itu akan kaya mendadak. Namun Miku masih mengernyitkan dahinya. Ia tidak mengerti mengapa hanya karena kalung itu nyawa keluarganya harus terenggut? Ada rahasia apa lagi yang tersimpan pada kalung itu?
TBC
Owari… Inilah chapter pertama cerita baru Yumi. Bagaimana? Anehkah? Mudah-mudahan ceritanya tidak aneh dan tidak pasaran xD Ditunggu jejaknya berupa review. Mudah-mudahan kebiasaan diriku untuk menunda update tidak terjadi lagi xD Jaa nee di chapter ke dua ^^