Chapter 1 : Boy Meets Girl
.
.
.
Sejujurnya, Naruto tak pernah berpikir akan punya seseorang yang dianggapnya penting.
Ia sudah menghabiskan hampir enam belas tahun umurnya untuk hidup sendiri. Tidak ada orang tua, tidak ada teman, tidak ada siapapun. Ia hanya hidup untuk dirinya. Sesederhana itu. Sekalipun tak ada yang bisa diharapkan dari seorang pembuat onar dengan masa lalu pahit dan masa depan suram.
Acuh tak acuh pada dunia.
Ia telah belajar untuk tidak mempercayai siapapun, juga tak menuntut orang lain mempercayainya. Prinsip semacam itulah yang selama ini membuat Naruto tidak mengijinkan siapapun untuk menjajah teritorialnya. Hanya saja…
Gadis yang sekarang duduk didepan Naruto ini, punya dua kemungkinan yang melatarbelakangi keberadaannya dalam daerah kekuasaan Naruto.
Yang pertama, gadis itu-entah sengaja atau tidak-telah melemahkan pertahanan Naruto, dan menerobos masuk.
Yang kedua, Narutolah yang entah sengaja atau tidak, telah melemahkan pertahanannya sendiri dan menyeret gadis itu masuk.
Terserah, yang manapun tak jadi soal, karena Naruto telah memastikan, siapapun yang berada dalam areanya tak akan pernah bisa keluar!-tidak dalam keadaan hidup.
Namun jangan pula berharap bisa bertingkah semaunya dalam area Naruto, karena ialah yang mengontrol semuanya, bahkan jika harus memaksa.
Karena hidupmu bukan lagi milikmu, melainkan milik Uzumaki Naruto!
.
.
.
Fanfic ini murni hasil pemikiran penulis seperti yang tercantum di bawah!
DISCLAIMER : Masashi kishimoto – Naruto
Rosarypea – HERO X HEROINE
Rate : T
Main character (s) : Naruto U. & Hinata H.
Genre : Romance, Hurt/comfort & Friendship.
Warning : AU, OOC, typo (s), pendek, Flashback.
DON'T LIKE DON'T READ!
.
.
.
Satu hal yang tidak berubah adalah umur yang bertambah. Dan untuk bertahan hidup, Naruto tidak mempersulit diri dengan menolak bantuan orang lain-tentu saja masih dengan prinsip yang dianutnya. Berpikir rasional juga bukan hal yang merugikan, asal tetap waspada dan tak lengah. Karena bagaimanapun, manusia adalah makhluk sosial yang tak bisa hidup tanpa orang lain, sekalipun itu Naruto.
"…. dan begitulah. Sampai kau cukup umur, kau bisa mengandalkanku. Percayalah." Umino Iruka tersenyum ramah, berusaha keras agar terlihat meyakinkan-supaya perasaan tulusnya juga dapat tersampaikan. Tapi bagi Naruto, apapun tindakan yang mungkin Iruka lakukan tidak berarti apapun. Sama sekali.
"Terimakasih, Paman. Aku mengandalkanmu." Perkatannya tak lebih dari basa-basi. Sekedar formalitas. Bahkan cengiran itu cuma tipuan yang membuat pipinya gatal.
"Kau yakin, Naruto? Selama ini kau tinggal sendiri, kan? Tidak kesepian? Kalau mau kau bisa tinggal bersamaku." Tawaran itu dilantunkan dengan nada bersemangat. Tapi Naruto tetap berbalik.
"Jangan khawatir, Paman. Itu sudah biasa." Jawabnya kalem, meski raut wajahnya berubah datar tanpa ekspresi. Langkah-langkah kaki kemudian membawanya pergi.
"Mampirlah kemari kalau kau sempat! Jangan sungkan untuk menghubungiku jika kau butuh sesuatu!"
Hanya lambaian tangan yang bisa Naruto lakukan-dia terlalu malas untuk bicara lagi. Buang waktu dan tenaga.
Terus berjalan, Naruto melewati toko-toko yang sedang sepi pengunjung. Para pengendara terlalu malas untuk mampir, dan para pejalan kaki tak ingin kehilangan waktu mereka. Cuaca di luar begitu dingin, sementara hujan turun makin deras.
Naruto merapatkan syal-nya. Uap hangat menyertai helaan nafasnya yang terasa berat. Hari ini ia betul-betul lelah. Inginnya segera sampai rumah dan segera tidur. Namun ternyata, diantara begitu banyak hal di sekitar, mata Naruto tiba-tiba terpaku pada sosok gadis yang mematung di salah satu sudut gang.
Seolah membeku, gadis itu tak menunjukkan pergerakan sedikitpun. Tidak ada payung yang menyertainya-hanya ada ransel kecil yang tergantung dipunggung. Kepala yang menunduk itu menerima hantaman langsung air hujan yang turun deras, rambutnya tergerai basah dengan bulir-bulir air yang meluncur bebas. Seragam sekolah pun tak berbeda jauh-basah kuyup dan menempel ketat. Pandangannya begitu kosong. Kelihatannya tidak ada tanda-tanda kehidupan dalam matanya yang unik itu.
Hmpph… paling-paling dia baru dicampakkan pacarnya. Hal seperti itulah yang terlintas dikepala Naruto. Untuk itu dia hanya mengangkat bahu dan melewatinya begitu saja. Namun bagaikan punya kontrol pribadi, mata Naruto diam-diam kembali melirik ke arah yang sama. Jujur saja tidak ada yang benar-benar menarik dari gadis itu-meskipun tidak dipungkiri kalau dia memang cantik dan tubuhnya bagus. Namun apa yang bisa kau harapkan saat dia tak punya gairah hidup-mungkin juga sebentar lagi dia bakal bunuh diri. Dan jelas ini tidak ada hubungannya dengan Naruto.
Keheranan menyeruak ketika ia berhenti melangkah. Ini bukan kehendaknya, kakinya sendiri yang memutuskan untuk berhenti-terutama saat melihat sekumpulan orang kurang kerjaan yang mencoba merencanakan sesuatu pada gadis itu.
Naruto mengangkat bahu. "Masa bodohlah."-ini dikatakannya dengan sangat jelas. Namun rupanya kakinya melangkah ke arah sebaliknya. Mendekat ke arah si gadis. Aneh, kan? Antara pikiran dan tindakan sama sekali tidak selaras.
"Ya ampun, jadi ini yang kau lakukan setelah seharian menghilang? Padahal aku cuma pura-pura mengabaikanmu, tapi kau sudah se-depresi ini? Hei, aku benar-benar tidak serius soal putus denganmu!"-Ingin rasanya Naruto melemparkan diri ke dalam lubang galian di seberang sana-sekarang dan saat ini juga. Adakah yang bisa membayangkan seberapa besar perasaan malu yang harus ia tanggung? Tiba-tiba mengaku sebagai kekasih orang yang tidak pernah ia jumpai. Naruto bahkan tidak pernah memimpikannya!
Namun, untuk saat ini ia harus kembali pada kenyataan-yang ternyata tak seburuk dugaannya. Setidaknya reaksi diam gadis itu lebih baik daripada pertanyaan atau apapun yang mungkin membuat Naruto bertambah malu.
"Ah, sudahlah. Kau akan sakit kalau terus begini. Ini, coba kau pegang dulu." Ia meraih tangan gadis itu dan memaksanya untuk-sementara-mengambil alih payung yang ia pegang. Pertunjukan ini harus segera akhiri. Setelah asal ngomong seperti itu, sudah tak mungkin bagi Naruto untuk mundur.
Dengan cekatan ia melepas blazer sekolahnya dan menyampirkannya ke pundak si gadis. Ukurannya cukup besar untuk menutupi pakaian basah yang jelas mengundang niat buruk orang-orang tak berguna di belakang sana. Oh, Naruto juga tak lupa melilitkan separuh syalnya dengan sedikit kerelaan.
"Nah. Ayo pulang."
Ia menarik gadis itu untuk ikut berjalan. Jemarinya menggenggam erat pergelangan tangan yang telah berubah sedingin es. Entah berapa lama gadis itu mematung di sana. Untuk saat ini, Naruto tidak berniat menanyakan apapun.
.
.
.
To Be Continue
.
.
.
Mind to review?