Disclimer © Tokyo Ghoul by Ishida Sui
Warning : OOC, Typo, Abal, Gaje, Bikin ngantuk dan sebagainya.
Tidak suka? Langkah tepat untuk klik di pojok kanan atas bertanda merah, atau pojok kiri atas bertanda panah, atau juga pojok kiri bawah dan anda bisa juga menekan di pojok kanan bawah. Silahkan ^^
Happy Reading
.
.
.
Touka termenung sendirian. Berpangku dagu di atas meja bar dengan manik yang senantiasa menatap pintu masuk kafe. Seakan dirinya tengah menanti sesuatu yang kemunculannya adalah grand prize bagi hidupnya. Selain itu, selagi tak ada pelanggan baru tak apa kan sedikit berdiam ria. Bermalas-malasan hanya untuk menatap pintu masuk.
Sebenarnya suasana hati Touka sedang dalam kondisi yang kurang baik. Mendung penuh awan hitam bisa dibayangkan membayangi pikirannya. Oh, bukan dari faktor ia belum mendapat jam istirahat atau ia sedang kelaparan. Lebih tepat ini menyangkut kebahagiaan dirinya sebagai pelayan Anteiku. Sudah seminggu terakhir si lelaki berambut licin itu tak mengunjungi Anteiku. Entah karena apa, tapi Touka tak bisa tenang begitu saja. Biasanya, pun lelaki itu tak pernah absen mengunjungi kafe, entah hanya menumpang tempat membaca, memesan kopi ataupun mengobrol dengannya. Eh, Bukan berarti Touka merindukannya, hanya saja ia merasa aneh jika lelaki itu tak berkunjung ke Anteiku. Secara, pemuda berambut gelap itu merupakan pelanggan tetap kafe ini. Hingga kedatangannya pun sangat di tunggu pegawai lain. Tidak, sebenarnya hanya ia yang menunggu kedatangan lelaki itu namun Touka terlalu tinggi hati. Bukan keahliannya untuk jujur masalah pribadi. Katakannlah gengsi adalah nama belakangnya.
Kring
"Selamat datang di Antei... ku." Touka mengerjap. Antara tak percaya dan memastikan kebenaran netranya bahwa sosok yang berdiri di pintu adalah memang dirinya. Kaneki Ken yang kedatangannya telah absen dari Anteiku selama seminggu.
"Domo, Touka-Chan." Balas pemuda itu. Tersenyum ramah seperti kesehariannya saat berkunjung ke tempatnya bekerja ini. Berjalan pelan mendekati Touka yang berdiri di meja bar.
"Bagaimana keadaanmu?" tanya Kaneki dengan bahasa lemah lembut Khasnya. Namun seperti tak memiliki pengaruh apa-apa, Touka hanya berwajah datar mematap sang lawan bicara.
"Baik, sebutkan pesananmu." ucap Touka terkesan kasar membuat Kaneki mengernyit karenanya.
"Kau yakin? Kau sedikit aneh, Touka-Chan." Touka menajamkan maniknya menatap kilau abu Kaneki garang.
"Aku baik. Jadi, sebutkan pesananmu, Baka- Neki." Kaneki tersenyum kaku. Mendapatkan kalimat penekanan dari Touka semakin membuat spekulasinya memuncak. Namun, sepertinya ia memilih apa yang Touka katakan dari pada ditatap sebegitu tajamnya oleh gadis berambut Biru di depannya.
"D-Dua ekspreso, kumohon." ujarnya terbata. Touka semakin menajamkan pandangannya.
"Peraturan baru Khusus untukmu, hanya boleh memesan secangkir di waktu yang sama." ujarnya. Mengetahui niat sang pemuda berambut hitam akan dua cangkir pesanan tersebut. Dan dengan paksaan itu membuat Kaneki mengangguk panik, berjalan cepat ke meja di pojok dekat dengan jendela. Touka mendengus melihatnya.
Seperti biasa, tangannya dengan lihai membuat campuran ekspreso. Mencampur bahan dan menyeduhnya dengan air panas sebelum dituangkannya pada cangkir. Touka menoleh ke sekitar. Mencari setidaknya pegawai Anteiku yang sekiranya tengah kosong melayani pelanggan. Sampai ia melihat Irimi yang terlihat senggang mengelap cangkir dan pisin minuman.
"Irimi-san, bisa tolong antarkan ini ke bangku di sudut sana." pinta Touka. Memberikan nampan berisi secangkir ekspreso pada wanita dewasa di sampingnya. Tentu tak ada penolakan dari Irimi, menerima nampan dan mengantarkannya pada meja yang di tuduhkan Touka. Sampai Irimi terkejut saat dirinya telah sampai di meja yang ditunjuk Teman kerjanya.
"Oh, Kaneki-kun, ya?" ucap Irimi. Meletakan secangkir Ekspreso pada meja Kaneki. Kaneki mengernyit.
"Eh, Irimi-san." ucapnya sedikit tak percaya. Memiringkan tubuhnya melihat pada bangku bar yang terlihat Touka yang menggantikan tugas Irimi.
Irimi ikut menoleh pada direksi Kaneki. Tersenyum manis saat mengetahui arah direksi.
"Kau ingin Touka-Chan yang mengantarnya, benar?" Kaneki tersentak. Beralih menatap Irimi yang tersenyum jahil padanya.
"Touka-Chan yang memintaku mengantarnya, lho. " Irimi terkikik. Menjahili anak muda ternyata menyenangkan, pikirnya.
Mendengar penuturan barusan membuat Kaneki menunduk kecewa. "Irimi-san tau kenapa Touka-Chan bertingkah aneh seperti itu?" tanya Kaneki. Sedikit cemas akan prilaku sang dara biru yang prilakunya berbeda menurut Kaneki.
Irimi tersenyum. "Entahlah, Touka-Chan terlihat aneh seminggu terakhir."
"Seminggu terakhir?" ulang Kaneki. Irimi mengangguk.
"Hm, kalau begitu, nikmati ekpresomu, Kaneki-kun." Kaneki terbelalak saat Irimi berbalik meninggalkannya.
"T-Tapi, Irimi-san..." ia belum selesai mengintrogasi, mengapa wanita cantik itu pergi?
"Kau sendiri yang harus mencari jawabannya, Kaneki-kun." ucap Irimi, tersenyum misterius dengan kedipan mata sebelum keberadaannya semakin jauh dari Kaneki. Kaneki mendesah. Mengambil secangkir ekspresonya dan meminum sedikit dari cairan tersebut demi menenangkan pikirannya.
Maniknya mencuri lirik pada meja bar. Menilik sekejap pada tempat di mana Touka berdiri. Dan ia mengerjap kala netranya menangkap jejak terkejut pada tubuh Touka. Begitupun saat terlihat olehnya Touka yang dengan gugup mengelap piring di mejanya.
Terjadi keheningan di otak Kaneki, kecambuk pikirannya terus beradu spekulasi. Entah itu apa tapi Kaneki tak menanggapinya. Memilih tersenyum mengangkat cangkirnya dan meminum sedikit dari ekspreso di dalam cangkir dengan mata yang masih menatap Touka.
"Tapi..." Kaneki terdiam. Menatap pantulan wajahnya di permukaan ekpreso dengan serius. Memikirkan tentang kenapa gadis itu bersikap dingin padanya. Sampai-sampai enggan bertegur sapa dengannya.
"... Seminggu yang lalu itu..." ia mengernyitkan dahi. Mulai berpikir tentang seminggu terakhir yang telah ia lalui. Tentang ujian yang ada di Universitas tempatnya menimba ilmu hingga ia tidak bisa sekedar menghabiskan waktu di Anteiku. Tentang dirinya yang...
Kaneki terbelalak. Menyadari fakta bahwa ia tak mengunjungi Anteiku seminggu terakhir. Dan itu bertepatan saat Touka yang berubah sikap. Ia tensenyum, hampir tergelak jika ia tak ingat di mana ia berada.
"Sou ka?" gumamnya. Menyeruput ekspresonya tenang dengan senyum yang masih melekat di bibirnya.
.
.
.
Touka menyelipkan anak rambut di telinganya. Melirik dari sudut matanya pada bangku dimana Kaneki duduk. Merasa penasaran juga tentang apa yang sedang dilakukan lelaki itu.
"E-eh." Touka mengerutkan dahinya. Mengedarkan pandangan menelusuri setiap sudut lantai satu Anteiku. Mencari barang saja pemuda berambut hitam legam itu masih ada di sekitar anteiku.
"Hei, mencari sesuatu? Atau lebih tepatnya... seseorang?" Touka tersentak. Menatap penuh hati-hati pada orang di sampingnya.
"Irimi... -San." sosok berambut hitam itu tersenyum. Memberi sebuah kertas pesanan padanya.
"Mungkin dia sudah pergi." ucap Irimi. Mengangkat sebuah nampan yang berisi sanwich dan segelas cappuchino bermaksud mengantarnya pada pelanggan.
"Tapi mungkin seperti biasa, besok akan datang lagi." Irimi tersenyum sebelum meninggalkan Touka sendirian. Membiarkan sang dara merenungi nasibnya.
"Haah~." Ia menatap kertas pesanan. Menyimpannya dan lekas menyiapkan akan apa yang ditulis di atas kertas.
.
.
.
"Domo." Touka tak habis pikir. Tak terlintas di benaknya bahwa sosok berambut hitam itu adalah orang di balik kertas bertuliskan dua cangkir Ekspreso dan Sanwich. Bagaimana mungkin seseorang itu telah ada di lantai dua sementara ia tak melihat dia lewat sedikitpun.
"Bukankah duduk lebih enak dari pada berdiri di sana? Ne, Touka-Chan." ujar Kaneki sembari tersenyum alanya. Menyuruh sang pelayan untuk menempati kursi kosong yang ada di hadapannya.
"B-Bagaimana... Kau... Tadi..."
Kaneki terkekeh mendengar kalimat tak lengkap Touka. Menyentuhkan tangannya di dagu lancipnya.
"Kebetulan meja favorite-ku ternyata sudah ada yang memesannya. Jadi Irimi-san memintaku pindah ke meja di lantai dua." Jelas Kaneki membuat Touka memicing. Berjalan sedikit dipercepat pada bangku yang di duduki oleh pemuda itu.
"Bodohnya aku sampai tak sadar dengan dua cangkir ekspreso." Touka ikut mendudukan diri di hadapan Kaneki setelah memberikan ekspreso dan sanwich di meja. Berlipat tangan di depan dada sementara wajahnya ia buang sembarang arah.
"Jadi..." ujar Kaneki menggantung. Menyeruput kopinya tenang sebelum menatap Touka.
"... Kenapa Touka-Chan mengacuhkanku begitu?"
Touka bergeming. Tetap pada pendiriannya untuk tak ikut obrolan dengan pemuda di hadapannya. Sungguh kesal saja yang ada di hatinya.
"Atau mungkin Touka-Chan marah aku tidak mampir seminggu ini?"
Baru setelahnya, mata Touka melebar. Garis-garis merah menyebar begitu saja di pipinya. "A-A-Apa maksudmu berkata seperti itu?" ujarnya gelagapan. Menajamkan mata pada sang pemuda yang malah tertawa.
"Maaf kalau begitu. Seminggu lalu Universitasku memulai ujian. Untuk itu aku menahan keinginanku meski sekedar untuk mampir." jelas Kaneki santai. Touka mengerjap.
"Yah, Touka-Chan tahu sendiri Universitas Kamii itu sekolah seperti apa." Kaneki meminum kopinya kembali. Menyenderkan tubuh setelah cangkir bersentuhan dengan pisin di atas meja.
"Sou... Ka?" gumam Touka. Menggulirkan matanya ke samping enggan menatap manik abu Kaneki yang tengah menatapnya. Ooh~, ia malu sendiri memikirkan prilakunya beberapa saat lalu. Spekulasi bodohnya malah membuat ia terperosok. 'Baka.' rutuknya dalam hati.
"Ne, Setelah lulus, Universitas mana yang akan Touka-Chan pilih?" Touka baru menatap Kaneki setelah beberapa saat terdiam.
"Hah?"
Kaneki menggaruk pipi kanannya. "Jika tidak salah umurmu 17 tahun, 'kan? Jadi aku mengambil kesimpulan Touka-Chan sudah di tingkat akhir sekolah. Apa aku salah?"
Touka mengangguk mengerti sekaligus membenarkan apa yang pemuda itu ucapkan. Sedikit menimang, memainkan kedua jempol tangannya di atas paha. Berpikir dan berdebat ria di dalam otak tentang pilihannya.
"Kamii... mungkin." gumamnya samar. Kaneki yang kurang jelas mendengarnya terpaksa mendekatkan tubuhnya ke depan sedikit lebih dekat dengan Touka.
"Aku tidak mendengarnya dengan jelas." Kaneki menyodorkan telinganya.
Grep
"Aku bilang Universitas Kamii." ucap Touka sedikit keras dengan tangannya yang menekan wajah Kaneki menjauh darinya. Rona kecil terpoles di wajahnya.
"Uuh~" Kaneki tersenyum kaku. "Kamii, ya?" Jarinya menggaruk pipi kanan yang tak merasa gatal sama sekali. "Hmm... Bagaimana kalau aku mengajari Touka-Chan beberapa pelajaran. Kurasa itu akan membantumu masuk ke Universitas lebih mudah." Touka menatap tajam Kaneki.
"Apa kau serius tentang 'membantumu' atau hanya sekedar ber-Modus saja?" ucap nya penuh penekanan. Kaneki gelagapan tentunya, keringat kecil mengalir dari pelipisnya. Namun beberapa saat kemudian ia memegang dagunya sembari menutup kedua mata.
"Aku serius ingin membantu Touka-Chan." ia buka mata kanannya sekedar memastikan Touka percaya akan ucapannya. Namun nyatanya Touka terlihat tak percaya. Terbukti dengan Touka yang memalingkan wajahnya dengan tangan yang terlipat di dada.
Kaneki mengangkat tangannya. "Khaha, iya-iya. Kau menang, aku hanya ingin lebih dekat dengan Touka-Chan. Apa tidak boleh?" tanyanya.
Touka melembek, menurunkan tangannya dan lekas menatap Kaneki. Rona merah tercetak indah di wajah manis Touka.
"Baiklah, jika kau memaksa."
Kaneki meringis. 'Tipe Tsundere, 'kah?'
Touka berdiri. Memeluk nampannya sebelum menapak langkah bermaksud meninggalkan Kaneki.
"Tunggu!"
Tap
Touka berhenti berjalan tanpa menoleh ke belakang. Menunggu sang peng-intrupsi menunjukan maksudnya.
Kaneki tersenyum, meronggoh pulpen dari saku bajunya dan mengambil selembar tisu dari meja. Menuliskan sesuatu di sana dan lekas menusul Touka. Meraih tangan kanan Touka dan memberikan sesuatu di sana.
"Nomor handphone dan alamat e-mail-ku." Touka menatap heran Kaneki.
"Mungkin Touka-Chan tidak akan memberikan nomor hanphone atau e-mail jika aku yang meminta. Jadi, hubungi aku jika Touka-Chan ada perlu atau apa." ujarnya menjelaskan. Kelopak matanya berkedip-kedip so imut untuk menarik perhatian sang gadis.
"Ck. Baka-Neki." Touka berjalan cepat meninggalkan Kaneki yang hanya mematung memerhatikannya.
"Are, apa aku salah bicara?" ucapnya. Mengusap-usap dagu sembari menganalisa.
"Maa~, mungkin itu berarti 'Masa Bodoh' atau apalah." Kaneki tertunduk lesu. Dengan lunglai berjalan menuju mejanya. Mendudukan diri dan mencomot sanwict dengan wajah malas. 'Ditolak itu menyakitkan.' pikir Kaneki.
Triiing~
Hanphonenya bergetar. Dengan cepat tangannya meronggoh saku dan membuka pemberitahuan di hanphonenya.
...
from : Touka_Kirishima gmail. Jp
Subjek : no Subject
'Baka-kuso-Kaneki Ken.'
...
Kaneki tergelak membacanya. Mengamati pesan singkat darinya terlihat sekali ciri khas Touka di pesan e-mail tersebut.
"Harus aku apakan kau? Touka-chan." ucapnya sembari tersenyum. Mengetik sesuatu sebagai balasannya dan mengirimnya. Dan setelahnya, baru ia menyimpan alamat e-mail Touka di handphonenya. Tersenyum-senyum sendiri meminum ekspreso yang tadi ia pesan.
Triiing~
Massage send
...
From : Kaneki_Ken gmail. Jp
To : Touka_Kirishima gmail. Jp
Subject : Salam kenal
'Kirishima Touka-Chan Kawai, desu.'
...
End
Holla, bertemu lagi dengan saya. Siapa? Itu tak penting. Terima Kasih untuk para Reader yang di chapter kemarin memberikan Review dan Favorite/Follow pada fict abal.
Usut punya usut nih, sebenernya di awal kemarin gak ada niatan untuk melanjutkan fict kemarin, apalagi di buat MC. Tapi setelah dipikir, terlalu mainstream jika hanya sekedar pertemuan seperti itu, apalagi kalo dibandingkan dengan Karya Author Tokyo Ghoul lain, udah kalah jauh saya. Jadi, yah beginilah. Dibuat beberapa chapter. Tapi anggap aja ini udah End, soalnya mungkin saya gak bakal punya ide lagi jika ini dibuat TBC.
Oh iya, ada yang sedikit keganggu tentang Kaneki yang terlalu memforsir kata 'Touka-Chan' ? Saya hanya memberi kesan sopan yang memang kepribadian Kaneki (?) biar tidak terlalu Out of Character. Yah, saya rasa kata 'Kau' itu bisa dibilang tidak cocok di ucapkan Kaneki untuk Touka, dan jika memakai 'Kamu' akan terlihat aneh di cerita. x) Saya rasa, begituu~ #Syahrini
Okay, sekian pidato dari saya, mohon tanggapannya dari Reader semua yang telah berkenan membaca fict ini. Review please. ^^