Yoosshh! Halooo Minnnaaaa #teriak

Gomen... Gomeeeeen... Miyu baru kembali dari hiatus... X( Huweeeee... gomeeen

Huwee... Gomen, ya... Minna T.T jangan pelototin miyu... huwee...

iya... iya... nih dah miyu lanjutin ceritanya... hiks... #nangis_alay

.

Dislcaimer : Masashi Kishimoto-Sensei

Pair : SasuNaru(Of Courseeeee ^0^) lil bit NaruHina

Warning : OOC, Typo berterbangan, Sho-Ai, Yaoi, tidak sesuai EYD, Gaje, Ancur, SN

.

Kalau yang tidak suka Yaoi, klik tombol back sebelum terlambat..

Happy Reading Minna :*

.

To Stay

.

Before

.

"menyesal? Kenapa? Apakah Tou-san Ryuu bertampang seram? Atau... terlihat sangar mungkin?" kata Naruto terdengar bercanda.

Ryuu menggeleng keras, lalu membuka mulutnya ragu-ragu.

"Ehm... Bukan kalena itu, Jii-san. Uhm.. Soalnya... Tou-san Lyuu itu..."

"RYUUU!" teriak suara bariton menyapu pendengaran Ryuu dan Naruto.

DEG

.

.

Naruto terdiam, tubuhnya membeku seketika saat mendengar suara yang sangat ia yakini siapa pemiliknya itu.

"Ini es krimmu, Ryuu... dan siapa..."

Sasuke mengamati seorang laki-laki berambut pirang yang tengah digandeng anaknya dari ujung kaki sampai ujung rambutnya mencoba meyakinkan jika ia tidak salah lihat, seketika matanya membola saat tahu jika laki-laki itu adalah..

"Naruto..." lirih Sasuke pelan, sangat pelan, namun masih dapat terdengar jelas di telinga laki-laki bersurai pirang yang berada tiga meter darinya itu.

"Selamat, ternyata kau sudah punya penerus rupanya dan maaf, aku terlambat mengucapkan selamat dan memberi hadiah untuk kelahiran anakmu." Kata pria bersurai jabrik pirang itu disertai senyum miris. Genggamannya pada tangan bocah 7 tahun berwajah tampan di sampingnya itu mulai mengendur dan ia pun berlari sekencang mungkin agar dapat menjauh dari sana. Berlari sejauh-jauhnya dari tempat orang yang benar-benar sukses menghancurkan hidupnya. Naruto terus berlari tak menghiraukan teriakan dari suara yang terdengar pilu dan memelas itu. Ia yakin, sepuluh butir permen ajaib itu pun tak akan mampu menormalkan kembali pikirannya yang kacau seperti saat ini.

"Narutooo!" Teriak Sasuke yang sukses membuat orang-orang yang ada di sekelilingnya melirik dengan tatapan yang sulit diartikan kepada duda tampan beranak satu itu.

'Aku ingin kembali padamu... Maafkan aku….'

.

.

Naruto langsung membaringkan tubuhnya di sofa setelah sampai di rumahnya dengan peluh yang membanjiri tiap inci tubuhnya. Irisnya tertutup, menyembunyikan kedua kelereng safir yang sedari tadi meneteskan cairan bening. Tangan kanannya bertengger manis di dahi sebagai penenang sesaat dari deru nafas yang memburu keluar dari paru-parunya. Jangan lupakan pula detak jantungnya seakan-akan meminta lebih pasokan darah untuk dipompa, karena ia berlari cukup jauh untuk menemukan taksi di sekitar keramaian taman itu, apalagi ia yakin jika pria berstatus mantan suaminya itu mengejarnya tadi, meski tidak terlalu lama.

"Kenapa kau terengah-engah seperti itu, Naru-chan?" tanya seorang laki-laki bersurai jingga yang baru keluar dari dapur sambil membawa nampan berisikan jus jeruk dan biskuit.

Naruto tetap diam, masih mencoba mengatur nafasnya yang kian memburu.

"Apakah kau bertemu dengan Itachi tadi?" tanya laki-laki yang disinyalir sebagai kakak Naruto itu.

"Hm."

Naruto hanya menyahut sesaat, kemudian ia menyingkirkan tangan kanannya dari dahinya dan duduk berhadapan dengan Kyuubi yang sudah duduk sambil mengamati tiap inchi tubuhnya yang berlumur keringat.

"Jangan bilang kau dikejar-kejar anjing." Kata Kyuubi dengan tatapan menyelidik.

"Ck, bukan!" lirih Naruto.

Kyuubi menatap Naruto mencoba mencari hal yang menyebabkan adik manisnya ini terengah-engah seperti baru saja dikejar anjing.

"Jadi?"

Naruto mengerutkan dahinya.

"Apanya?"

"Ya.. jadi kenapa kau berlari sampai terlihat kelelahan seperti itu? Dan lagi… kau menangis." Kata Kyuubi sambil mengusap pelan air mata yang membasahi pipi chubby Naruto.

Kepala kuning milik Naruto tertunduk dan beberapa saat kemudian isakan kembali lolos dari bibirnya.

"hiks… hiks… aku.. aku bertemu dengan dia dan anaknya." Lirih Naruto sambil meremat celana yang ia kenakan. Hati Naruto terasa sakit dan kepalanya terasa berat setelah pertemuan kedua tak terduga dengan sang mantan suami. Ditambah lagi dia mengetahui sebuah fakta bahwa anak laki-laki bertampang stoic yang menjadi teman Menma adalah anak dari dia dan si wanita jalang itu. Ingin rasanya Naruto menertawakan dirinya sendiri yang terlihat bodoh karena kalah dengan mantan suaminya yang sudah punya buah hati.

Naruto menggeleng sambil mencengkram rambutnya, ya… untuk apa dia terlihat bersedih? Untuk apa air mata ia tumpahkan? Untuk apa ia terlihat seperti orang gila bertahun-tahun jika mantan suaminya itu terlihat tenang dengan keluarga barunya. Ha Ha Ha, cukup sudah, kali ini ia tidak akan kalah dari perasaan yang selama ini membelenggunya. Memang, mencintai seorang Sasuke Uchiha hanya butuh beberapa hari, tapi melupakannya 100 tahun pun tidak akan cukup.

"Tentu saja, ini sudah 6 Tahun sejak kau bercerai dengannya. Tidak mungkin dia tidak memiliki anak." Cibir Kyuubi yang entah mengapa merasa marah dan kesal setelah mendengar hal itu dari Naruto.

Tiba-tiba..

"Hahahaha! Bodoh! Bodoh! Bodohnya… aku menangisi seseorang yang aku benci!"

Kyuubi mengerutkan dahinya, heran. Setelah suara tawa dari mulut Naruto terdengar sampai menggema di ruang tamu keluarganya, tawa miris dan terdengar psyco.

Naruto meraih toples permen pahit itu dan mengambil isinya segenggam, kemudian memasukkan seluruh permen itu kedalam mulutnya.

"Naruto!"

Kyuubi terlonjak kaget dan langsung menghampiri Naruto yang sekarang tertunduk setelah memakan segenggam permen pahit itu.

"Hihihihi… aku tidak akan kalah, Kyuu-nii. Aku tidak akan kalah dengan perasaan bodoh ini!" Kata Naruto di sela-sela tawa mirisnya. Ia terlihat begitu hancur dan depresi dengan apa yang telah ia alami. Ya… mau bagaimana lagi, Naruto sudah terlanjur menambatkan hatinya pada Sasuke dan sangat sulit melepas tali tambatan itu mengingat jika Naruto merupakan seseorang yang sulit untuk jatuh cinta.

"Dasar Bodoh! Kau pikir apa yang kau lakukan! Kau ingin bunuh diri dengan memakan permen itu, HAH!"

Kyuubi yang sangat marah dengan tindakan bodoh adik manisnya itu langsung mencengkram erat kerah kemeja Naruto.

"Ck, tenang saja. Permen ini tidak memiliki efek samping." Kata Naruto yang terlihat sudah tenang. Ia bersandar di sofa yang ia duduki sambil melipat kedua tangan di depan dada.

Kyuubi melepaskan cengkramannya dan berkata lirih.

"Meskipun tidak memiliki efek samping, kau tetap tidak boleh melakukannya!"

Setelah itu Kyuubi menghempaskan tubuhnya di sofa yang berhadapan dengan Naruto dan menghela nafas lega. Bagaimana tidak? Ia benar-benar takut jika permen pahit itu dapat membunuh adiknya jika dikonsumsi dalam jumlah besar seperti yang sering ia saksikan dalam film-film.

"Well, Aku mau kembali ke Kumo. Berhari-hari di sini bisa membuatku benar-benar menjadi orang gila."

Naruto meraih mantelnya di sandaran sofa dan menyampirkannya di bahu. Setelah itu ia memeluk kakaknya yang protektif itu sebentar.

"Aku tidak mau melihatmu seperti ini lagi, Naruto." Lirih Kyuubi sambil mengusap surai kuning cerah milik adiknya itu.

"Hmm.. maafkan Naru, Kyuu-nii… Naru sudah membuat Kyuu-nii khawatir." Kata Naruto yang kembali manja pada aniki tersayangnya.

"Ah iya! Sebaiknya Kyuu-nii harus mulai melancarkan aksi menggoda Itachi-nii jika tidak mau didahului olehku lagi!" Kata Naruto sambil memeletkan lidahnya, bermaksud menggoda Kyuubi yang hubungannya dengan Itachi tidak pernah berkembang dari mereka saling kenal sampai sekarang atau bisa dibilang jalan di tempat.

"KUSOOO! Dasar adik durhaka! Lihat saja, kali ini anikimu yang akan duluan menikah!" Teriak Kyuubi dengan gemas karena diejek oleh adik manisnya itu.

"Pfffttt… baiklah, Naru beri waktu 3 minggu. Jika undangan pernikahan Kyuu-nii dan Itachi-nii tidak sampai pada tangan Naru sampai batas waktu itu, jangan salahkan Naru kalau Naru akan membuat spanduk besar bertuliskan 'Menikahlah denganku, siapapun aku mau. Dibuka untuk wanita lansia juga. Ttd, Kyuubi Namikaze' dan memajangnya di depan kantor Tou-san. Bagaimana?" tantang Naruto disertai dengan seringai kecil di bibirnya.

Blush!

"WHAT THE FU*CK?! ?#$% 3 minggu? Kau kira itu mudah, HAH! Bagaimana kalau dia straight? Persahabatanku dengannya juga akan kandas!" Teriak Kyuubi, misu-misu dengan tantangan menakutkan dari Naruto.

Naruto mengangkat bahunya tidak peduli sambil berbalik pergi. Ya.. mau bagaimana lagi? Sudah 15 tahun Kyuubi memendam perasaan dengan Itachi dan entah mengapa Naruto merasa jika kakak mantan suaminya itu juga memiliki perasaan yang sama dengan Kyuubi, hanya saja mereka terlalu malu untuk mengakuinya, karena sifat malu mengaku itulah, hubungan mereka masih saja jalan di tempat, tidak berkembang sama sekali.

"Hoi! Hoi! Narutoooo! Tungguuuuuuu!" teriak Kyuubi sambil mengejar Naruto yang kini sudah berada di dalam taksi dan melambaikan tangannya pada Kyuubi

"Ingat! 3 Minggu lagi ~, Kyuu-nii~~." Kata Naruto dengan nada menggoda.

Kyuubi terdiam dengan wajah yang sematang buah stroberi. Lalu…

"Kusoo!"

.

.

Other Side

.

.

"U-Uchiha-sama, masih belum a-ada konfirmasi da-dari Rasengan Corp." Kata seorang laki-laki bersurai raven yang tersisir rapi-Sai- sambil berdiri dengan kaki gemetar di hadapan bosnya itu. Ia benar-benar takut bos-nya yang terkenal dingin dan tanpa ampun itu akan marah karena mendengar berita yang menurutnya tidak mengenakkan hati.

"Hn." Sasuke hanya ber'hn' ria, karena dia tahu jawaban yang sama pasti akan ia dapatkan dari Sai.

"Ja-jadi.. a-apa yang akan ki-kita…"

"Buat surat permohonan lagi, aku sendiri yang akan mengantarkan surat itu pada presdirnya." Potong Sasuke yang merasa jengah mendengar sekretarisnya bicara seperti orang yang menahan pipis.

"Ku tunggu dalam waktu 5 menit." Lanjut Sasuke sambil menyambar gelas teh di atas mejanya dan menyeruput isinya, pelan dengan iris yang senada dengan langit malam itu menerawang jauh ke depan, menatap kosong.

"Ha-Ha'i…." Kata Sai dengan gugup sambil membungkukkan tubuhnya 90 derajat sebelum ia berbalik pergi untuk menge-print kembali surat permohonan yang diminta bosnya tadi.

.

.

Naruto yang telah kembali ke Kumo tampak duduk di kursi di dalam ruangannya sambil meneliti tumpukan kertas di hadapannya satu per satu. Wajah dan sikapnya yang selalu tampak bodoh itu berubah menjadi serius jika ia sudah duduk manis di belakang meja kerjanya. Bahkan ia tidak sadar jika Shikamaru sudah berdiri di hadapannya dengan tumpukan kertas lain di tangannya.

"Naruto, ini.. aku membawakan makan siang." Kata Shikamaru sambil memasang senyum miring yang aneh.

Naruto yang masih tampak serius itu tidak mengalihkan pandangannya dari kertas yang ada di tangannya dan hanya menggumam kecil.

"Hmm… taruh saja di sana." Telunjuk Naruto mengarah ke sebuah meja pantry yang biasa di pakai untuk membuat teh atau kopi.

"Ohh…. Baiklah, kau menyuruhku membawa ini ke meja pantry." Kata Shikamaru yang masih mencoba menyadarkan bosnya itu.

"Hm.. mm.."

Naruto masih menggumam tak peduli.

BRAK

"Nah, ini makan siangmu, NARUTO-SAMA." Kata Shikamaru dengan menekankan kata 'Naruto-sama' sambil meletakkan dengan kasar tumpukan kertas yang ia bawa tadi.

"Eh?!" Iris safir milik Naruto membulat saat ia melihat tumpukan kertas kembali menghiasi meja kerjanya. Bahkan ia tidak menemukan cela lagi di meja kerjanya karena tertutup total oleh tumpukan kertas yang membuat ia ingin membakar semuanya.

"Itadakimasu, Naruto-sama." Kata Shikamaru tanpa memperdulikan pelototan kesal dari bos manisnya itu. Ia melambaikan tangannya sebentar sebelum..

DUAK

Sebuah buku berhasil mengenai kepalanya.

"Ouch! Apa yang kau lakukan, bos sialan!" gerutu Shikamaru sambil mengusap kepalanya yang sedikit benjol.

"Huh! Rasakan!"

Naruto mem-pout-kan bibirnya yang kissable itu dan memelototi Shikamaru, pertanda jika ia benar-benar kesal karena pria yang sudah memupuskan rasa senangnya dengan berbohong tentang masalah 'makan siang' tadi terlihat acuh tak acuh saja, tapi Naruto salah besar jika ia berekspektasi death glare manisnya itu seperti death glare para Uchiha yang mematikan. Shikamaru saja tidak terlihat takut sama sekali, karena death glare itu terlihat seperti mata kucing yang minta dipungut.

"Hentikan pelototanmu yang seperti kucing itu, menjijikkan." Cibir Shikamaru sambil mendudukkan dirinya di sofa ruangan Naruto.

"Apa kau bilang?! Seperti kucing? Menjijikkan?!" Naruto makin kesal dibuatnya.

Shikamaru hanya menghela nafas, kemudian membuka mulutnya kembali.

"Istirahatlah, sejak kepulanganmu dari Konoha kemarin kau tidak istirahat sama sekali." Kata Shikamaru dengan penuh perhatian, seperti seorang kakak pada adiknya.

"Ya… ya… mata kuaci." Kata Naruto sambil merenggangkan tubuhnya yang seperti remuk itu. Kedua tangannya ia angkat ke atas dan ia merenggangkan lehernya ke kanan dan ke kiri.

"Hah… jika saja Hinata-chan mau kemari." Naruto memerosotkan tubuhnya di kursi kerjanya sambil memikirkan salah satu wanita diskotik yang selama ini selalu menempel padanya. Hinata, itulah namanya. Ia tidak jalang seperti wanita diskotik lain yang akan selalu nakal di depan setiap laki-laki atau bisa dibilang Hinata hanya menjadi agresif, nakal dan genit jika bersamanya saja. Hal itu terbukti, karena Naruto pernah mampir sebentar ke diskotik langganannya itu dengan memakai mantel tebal, sehingga tidak ada wanita yang mengenalinya termasuk Hinata. Saat itu ia melihat Hinata berdiri sambil melayani tamu di belakang meja bar dengan baju bartender dan rambut yang di ikat kuda. Wajah itu tidak terlihat nakal dan bergairah seperti saat bersamanya, malah Hinata tampak seperti gadis polos yang lemah lembut. Bahkan Hinata juga terlihat menolak ajakan beberapa pria yang sedari tadi melirik mesum ke arahnya.

"Wow, siapa dia?" Cibir Shikamaru karena mendengar Naruto menyebutkan nama seorang gadis.

"Urusai!" Kata Naruto sambil memeletkan lidahnya.

Tok.. Tok.. Tok…

Ketukan di pintu ruangan Naruto membuat mereka berdua diam.

"Masuk." Kata Naruto, singkat. Ia kembali memfokuskan diri ke pekerjaannya setelah mendengar ketukan pintu tadi.

"Namikaze-sama, gadis ini ingin menemui anda." Kata seorang perempuan berblazer hitam sambil mempersilahkan seorang gadis bersurai ungu masuk ke ruangan Naruto.

"Na-Naruto-kun?"

Mendengar suara yang tak asing itu, Naruto mengangkat kepalanya dan melihat gadis bersurai ungu tengah tersenyum malu-malu ke arahnya.

'Tak salah lagi, ini….'

"Eh?! Hinata-chan?"

"Ah! Iya, terima kasih, Temari-san." kata Naruto pada wanita yang masih berdiri di samping pintu masuk ruangan Naruto itu.

"Hm… selamat beristirahat. Aku juga akan kembali bekerja." Kata Shikamaru sambil melangkah pergi setelah pintu ruangan itu ditutup kembali oleh wanita bernama Temari tadi.

"Ya! Sana! Hus…hus…"

"Cih!"

BLAM

Pintu tertutup. Di dalam ruangan itu hanya ada Naruto dan Hinata.

"Ma-maaf kalau mengganggu, ta-tapi.. a-aku.."

CUP

Tanpa basa basi lagi Naruto langsung mengecup bibir gadis bersurai ungu itu dan mengajaknya dalam sebuah ciuman panas yang panjang.

"Engh…"

Hinata mendesah kecil sambil bergerak perlahan dan duduk di atas paha Naruto tanpa melepaskan ciuman panas mereka.

Setelah lima menit berlalu, barulah mereka melepaskan pagutan panas itu.

"Kenapa kau kemari, hn…?" Tanya Naruto sambil memeluk Hinata yang kini tengah duduk di atas pahanya.

"Aku merindukanmu, Naruto-kun." Jawab Hinata dengan kerlingan genit dari mata indahnya. Sesekali ia kembali memagut bibir Naruto yang kissable itu tanpa peduli jika nantinya ada staff Naruto yang akan memergoki mereka berdua.

"Dan kau bilang aku boleh menemuimu kapan saja." Lanjut Hinata sambil memperlihatkan kartu nama milik Naruto yang memang sengaja Naruto berikan kepada gadis cantik bersurai ungu itu.

"Dasar, aku juga merindukanmu, honey…"

Naruto kembali memagut bibir Hinata dengan kasar dan panas, seakan-akan mereka berdua sedang berada di atas ranjang yang siap menjadi saksi percumbuan mereka.

"Ah… Naruto-kun…"

"Hinata-chan…"

Tiba-tiba…

CKLEK

.

.

"Permisi, antarkan saya ke ruang presdir Naruto Namikaze." Kata Sasuke dengan angkuh sambil memperlihatkan kartu namanya pada resepsionis kantor perusahaan Naruto.

"Sa-Sasuke Uchiha-sama? Presdir Uchiha Corp?" Resepsionis itu mencoba memastikan dan dibalas anggukan singkat oleh Sasuke yang merasa tidak sabar untuk menemui Naruto.

"Baiklah, saya akan menghubungi Namikaze-sama sebentar. Beliau tadi ada di ruangannya bersa…"

"Tak usah dihubungi. Beritahu aku di mana ruangannya." Potong Sasuke dengan nada datar tanpa ada stressing dan terdengar seperti terburu-buru.

"Ta-tapi apa anda sudah jan…"

"Ck, Waktu ku tak banyak, cepat beritahu aku." Sasuke kembali membuat resepsioni itu bungkam. Dengan tangan yang gemetar resepsionis wanita itu meraih sebuah denah dan memberikannya kepada presdir nomor satu di Negara Hi itu.

"Hn."

Sasuke langsung mengambil denah tersebut dan pergi menuju ke ruang Naruto. Jujur saja, ia kini tengah menyiapkan seribu kata yang ingin ia sampaikan pada Naruto nantinya. Ya.. bukan hanya masalah bisnis, tetapi masalah masa lalu mereka juga ingin ia bahas. Profesionalitas? Tidak, Sasuke tidak memikirkannya lagi. Ia tidak peduli jika ia dicap tidak professional karena tidak bisa membedakan urusan bisnis dan urusan pribadinya, Ya.. menurutnya urusan tentang ia dan Naruto jauh lebih penting ketimbang urusan bisnisnya.

"Hm.."

Setelah beberapa menit mencari ruangan Naruto sendirian, kini ia telah berdiri di sebuah pintu yang bertuliskan 'Presiden Direktur'

Tapi…

CKLEK

Sasuke mematung di tempat ia berdiri. Mulutnya yang ingin mengatakan 'Permisi' tadi langsung bungkam dan hatinya seperti diremas dengan kuat oleh tangan abstrak yang tiba-tiba datang setelah melihat pemandangan dua sejoli di hadapannya itu.

"Naruto…" Ucap Sasuke.

.

To Be Continued

T

B

C

.

.

Makasih dah baca fic Miyu, Minna XD

Oke, Mohon Read n Reviewnya Minna-chan... XD

silahkan yang mau nge-kritik dan ngasih saran

nge-kritik pedes pake sambel juga nggk apa-apa, kok...

Oh iya... Makasih buaaaannnyyyaaakk, ya... buat Minna yang udah baca chapter sebelumnya dan fic Miyu yang lainnya..

Termasuk silent reader... I LOVE YOU... Muuaaccchhh X*

#ketcup_basah_pipi_reader