Title: Ch.1; Separation

Cast: Choi DongHae, Choi SiWon, Eomma dan Appa Choi

Rate: T

Genre: Family, sad

Length: Chaptered

Author: ApolDes

Hembusan angin menerbangkan dedaunan kering di ranting. Terbang menuju halaman rumah yang tampak indah dengan cat luar berwarna putih gading. Dua anak laki-laki tampak berlarian di halaman itu. Dengan salah satu anak yang memegang remote control dan yang satunya mengikuti arah terbang pesawat mainan yang dimainkan saudaranya.

"Siwon hyung, rendahkan lagi pesawatnya..!"

"Ne, Dong-ie"

Mereka kembali tertawa saat pesawat mereka terbang dengan baik. Sesekali Siwon-anak tertua dari dua saudara itu- menjahili adiknya dengan mengarahkan pesawatnya ttak tentu arah. Tak ayal Donghae-yang dipanggil Dongie- mengerucut sebal. Namun akhirnya mereka kembali menikmati permainan mereka. Lama bermain di hari yang terik cukup membuat mereka lelah. Maka keduanya memutuskan untukk berbaring diantara rumput jepang yang tumbuh di halaman rumah mereka yang cukup luas. Siwon memejamkan matanya menikmati buliran keringat menuruni pahatan wajahnya, sedang Donghae memainkan pesawat yang mereka mainkan dengan tangannya. Bibirnya juga menggumamkan suara pesawat sekenanya. Mereka terus melakukan itu hingga hampir tigapuluh menit. Hingga suara benda pecah mengusik kenyamanan mereka. Siwon yang tanggap langsung bangkit dan memasuki rumah diikuti Donghae yang masih memeluk pesawatnya posesif.

Donghae yang sibuk dengan mainannya tidak sadar jika tiba-tiba langkah Siwon didepannya berhenti. Ia menggerutu saat wajahnya membentur punggung Siwon. Namun melihat tangan Siwon terkepal dan suara orangtuanya yang terdengar tidak nyaman ditelinganya membuatnya melongokkan wajahnya. Sayang, tangan Siwoon lebih dulu menutupi mata dan telinganya sehingga Ia tidak mampu mengetahui apa yang terjadi. Bocah LIMA tahun itu menurut saat saudara yang lebih tua enam tahun darinya itu membawanya pergi menuju kamarnya di lantai dua.

"Hyung, kenapa eomma dan appa berteriak?"

"Mungkin ada tikus, Dongie. Jangan diingat, ne?"

"Hiii, tikus yang jelek itu ada di rumah hyung?"

"Hum, sekarang kita mandi, ne? bau."

"OK!"

Siwon tersenyum, setidaknya adiknya yang polos dapat Ia lindungi dari pertengkaran orangtuanya yang sudah sering terjadi. Ia masih muda, namun perkara orangtuanya sudah lama Ia lihat membuatnya paham apa yang terjadi. Broken home, dua kata yang tidak ingin menjadi julukan dikehidupan harmonis keluarganya. Mengenyahkan hal yang membuatnya jengah, Siwon menyusul Donghae yang sudah mulai bermain dengan gelembung busanya di bath tube.

*ApolDes*

Malam tiba, rumah Choi tampak terang dengan lampu utama dan lampu hias yang terdapat di beberapa sudut rumah mewah itu. Dua saudara Choi tengah menikmati acara menonton film heronya ketika sang ayah memanggil Donghae untuk menuju ruang kerjanya.

"Abeoji mau memberikan Dongie helikopter lagi?" Tanya Donghae dengan suara imutnya. Ayahnya yang sudah duduk di kursinya menuntun Donghae untuk mendekat dan duduk di pangkuannya.

"Woah, anak abeoji sangat suka kendaraan udara ne? Arra, besok abeoji belikan lagi."

"Dua ya abeoji, untuk Siwon hyung juga." Tawar Donghae dengan mata penuh harap menatap obsidian ayahnya itu. Sang ayah tersenyum lebar lalu mengacak rambutnya gemas.

"Dongie, Dongie sayang abeoji, kan?" Donghae mengerutkan keningnya, lalu dengan semangat yang membuncah Ia mengangguk, mengatakan bahwa Ia sangat menyayangi pahlawan keluarganya itu dengan sangat. Tangannya berusaha bersatu dibelakang punggung abeojinya –memeluk- meski tidak terjangkau sama sekali. Appa Choi tertawa gemas, lalu menangkup wajah putra bungsunya itu untuk menatapnya.

"Dongie, mau menemani abeoji bekerja selama beberapa tahun tidak?" Donghae menatap wajah abeojinya bingung. Ia tidak tahu arah pembicaraan ayahnya ini.

"Dongie tidak paham ya? Euhm, begini. Dongie ingin masuk elementary school yang bagus, kan?"

"Tentu, abeoji."

"Nah, bagus. Dongie bisa bersekolah disana."

"Eodie?" Tampak appa Choi menghela nafas. Rasanya bicara dengan Donghae membuatnya sedikit kehilangan kata-kata. Setelah menepuk bahu bungsunya dengan membiarkan tangannya disana, Ia memulai susunan katanya.

"Kita ke HongKong, dekat dengan rumah harabeoji dan halmeoni, kan? Dongie bisa lihat barongsai tiap perayaan besar. Dongie bisa makan mochi sepuasnya. Eottohke?"

"Bersama Siwon hyung dan eomma?"

"Ani." Senyum Donghae pudar. Matanya mulai berair saat mengetahui bahwa Ia tidak akan bersama dengan hyung tampannya.

"Wae?" Tanyanya dengan suara bergetar. Appa Choi menangkup pipi chubbynya kembali.

"Dongie, kau tahu Siwon hyung harus menjaga eomma disini. Eomma bukannya sibuk dengan modelingnya? Siwon hyungmu juga sibuk sekolah bukan? Dongie kesepian setiap pulang sekolah, kan?" Donghae mengangguk pelan, mengiyakan pernyataan ayahnya itu. Yang nyatanya ayahnya juga melakukan hal yang sama. Tangannya menghapus airmata yang lolos dari kelopak matanya. Lalu telinganya mendengar kembali penuturan ayahnya dengan tangis diamnya.

"Nah, supaya Dongie tidak kesepian, ikut abeoji saja, ne? Setiap tahun kita akan berkunjung kesini. Yaksok." Donghae mengangguk patuh. Dan berikutnya dapat Ia rasakan tangan besar ayahnya mengusap airmatanya.

"Mianhae, membuatmu seperti ini, nak." Gumam appa Choi saat Ia merengkuh anaknya.

"Kajja kita ke kamarmu, kita kemas bajumu."

Appa Choi membawa Donghae dalam rengkuhan koalanya. Ia menaiki tangga dengan hati-hati. Ia tahu putra sulungnya menatapnya sejak Ia keluar dari ruang kerjanya. Namun Ia tak acuh, Ia tetap melangkahkan kakinya dengan tenang. Sampai di kamar Donghae yang tergabung dengan kamar Siwon, Ia mendudukkan Donghae di ranjangnya dan Ia mengambil koper besar lalu mengeluarkan isi lemari disana.

"Kita akan tinggal di rumah harabeoji?" Tanya Donghae yang mulai bosan saat ayahnya hanya diam saat mengemas bajunya di koper.

"Tidak, kita akan tinggal di rumah yang baru abeoji beli." Jawab appa Choi tanpa menatap Donghae.

"Abeoji beli rumah lagi? Woah, Dongie punya rumah baru."

"Kau senang?"

"Tentu."

Kembali hening, Donghae yang bosan membaringkan tubuhnya dengan tangan yang memainkan ponsel abeojinya. Ia mendapatkannya di meja nakas tempat dimana abeojinya meletakkan ponselnya. Matanya mengerjap kagum saat membuka menu galeri. Disana terdapat folder tentangnya dan hyungnya, juga tentang orangtua mereka. Sesekali kekehan kecil Ia keluarkan saat melihat wajah konyol di folder yang terdapat nama Dongie and Wonnie.

"Apa yang kau tertawakan, Dongie?"

"Abeoji memiliki fotoku yang ini? Kkk~ jelek sekali."

"Oh, itu. Abeoji mengambilnya diam-diam. Bagaimana? Kau tampan kan?"

"Tampan apanya?" Gumam Donghae kesal yang disahuti kekehan ayahnya. Lalu kembali diam. Bosan dengan semua yang ada, Donghae mencoba membuka folder galeri yang lain. Ia berdecak kagum saat melihat foto orangtuanya yang tengah tertawa, tersenyum, dan tampak bahagia. Sampai matanya terhenti pada satu foto aneh. Bentuknya tidak jelas dengan warna hitam dan abu-abu.

"Abeoji, ige mwoya?" tanya Donghae sambil menunjukkan foto yang dimaksud pada ayahnya.

"Itu kamu waktu masih di perut eomma, Dongie."

Donghae membuka mulutnya kagum, lalu Ia menggumam sendiri.

"Aku muat di perut eomma? Bagaimana bisa?" tanyanya pada dirinya sendiri. Appa Choi yang mendengarnya tertawa kecil mendengar pertanyaan bungsunya beberapa helai pakaian lagi dan kegiatannya selesai.

"Abeoji, ini siapa? Yeppo."

"Itu eom.." Perkataan appa Choi terhenti saat melihat foto yang ditunjukkan Donghae. Dengan cepat Ia menyelesaikan pekerjaannya sebelum Donghae menggeser foto di galerinya lebih banyak.

"Woah, kenapa banyak sekali?"

"Dongie, bisa kembalikan ponsel abeoji?" Donghae menatap abeojinya yang kini duduk di tepi ranjangnya dengan tangan menjulur. Ia pun mengembalikan ponselnya dan menatap ayahnya penasaran.

"Apa perempuan itu artis? Model? Penyanyi?"

"Teman abeoji."

"Cantik sekali. Abeoji pasti senang punya teman secantik dia. Tapi eomma lebih cantik. Kkk~"

"Ne, eomma lebih cantik."

Appa Choi mengelus rambut putranya. Ia bersyukur putranya tidak bertanya lebih jauh. Kegiatannya terusik saat mendengar langkah kaki mendekat. Yang rupanya adalah Siwon, berjalan dengan langkah pelan dan berhenti di hadapannya.

"Kalian akan pergi?" tanya Siwon dengan suara bergetar kala tatapannya tertuju pada koper yang terkemas rapi disamping nakas.

"Tidak bisakah abeoji tinggal? Aku tidak ingin kita seperti ini."

"Siwon-ah."

"Geumanhe abeoji, kami masih terlalu kecil untuk mengerti apa yang terjadi. Namun kau mengajarkan kami dewasa sebelum waktunya?" Siwon menjatuhkan tetes airmata pertamanya. Punggungnya bergetar hebat. Kemudian Ia merasakan sepasang tangan merengkuh punggungnya, abeojinya memeluknya. Ini kali pertamanya setelah Ia mendapatkan adik. Ia menangis semakin keras. Tangannya meninju dada abeojinya lemah, meski tidak mungkin terasa, namun itu mampu menyalurkan betapa kecewanya Ia pada seseorang yang membuatnya ada di dunia ini.

"Mianhae, Siwon-ah. Abeoji memerlukan waktu untuk membuat eommamu mengerti."

"Tapi apa dengan cara seperti ini, huh?"

Keduanya terdiam. Mereka melupakan keberadaan Donghae yang hanya menatap mereka bingung. Lalu setelahnya Ia menangis kecil saat melihat Siwon memukul dada abeojinya.

"Siwon hyung, hentikan. Kau menyakiti abeoji." Siwon menghentikan pukulannya dan melepas pelukan abeojinya dan mendekati adiknya yang masih menangis.

"Kau lebih menyayangi hyung atau abeoji?" Donghae terdiam. Ia tidak tahu apa yang dikatakan hyungnya, Ia menggeleng pelan.

"Kau lebih suka di rumah atau pergi bersama abeoji?" Donghae kembali menggeleng. Ia menyukai keduanya, apalagi Ia tidak pernah bepergian dengan abeojinya sejak satu tahun lalu. Siwon gemas. Lalu Ia mengacak rambutnya dan menatap Donghae tajam. Membuat dongsaengnya itu sedikit beringsut takut.

"Siwon-ah, abeoji keluar. Kau jangan sakiti adikmu. Kalau terjadi apa-apa, abeoji tidak segan menghukummu." Appa Choi berlalu. Meninggalkan Siwon yang menggeram marah dan Donghae yang memecahkan tangisnya.

"Demi apapun Donghae, jawablah apa yang kau lebih suka, eoh? Siapa yang ingin kau ikuti? Asal kau tahu kita akan dipisahkan! Kau tahu? DIPISAHKAN, DONGHAE! DAN KAU HANYA DIAM?!" Ledakan amarah Siwon membuat tangis Donghae semakin keras. Ia tidak pernah mendapati Siwon berkata sekeras ini padanya. Ia menaikkan selimutnya sampai kepala. Kepalanya menggeleng, tidak tahu harus berkata apa. Ia takut, namun Ia bisa apa? Ia hanya anak kecil yang akan mengangguk saat yang tua menawari sesuatu yang menurutnya menarik.

Siwon meninggalkan Donghae, Ia berjalan ke arah ranjangnya dan menghempaskan tubuhnya kasar, Ia melempar mainan yang terpajang di lemari mainan dekat ranjangnya. Ia benci ini semua. Dan tangis Donghae semakin keras terdengar, membuat emosinya semakin meluap. Ia tidak takut abeojinya marah, kamarnya berada jauh dari kamar orangtua mereka. Ia hanya ingin meluapkan emosinya. Ingin mencegah Donghae pergi tapi dengan apa? Akhirnya Ia memutuskan untuk berbaring, memunggungi Donghae yang terisak. Ia juga menangis dalam diam, Ia ingin memeluk Donghae, memintanya untuk tetap tinggal namun egonya melarang. Yang hanya bisa Ia lakukan kini hanya diam, berdoa supaya tangisan adiknya mereda. Ia merasa bersalah membuat adiknya menangis baru siang tadi mereka bermain, tertawa dan menikmati film marvel favorit mereka. Tapi sekarang? Ia hanya mampu tersenyum getir, Ia tidak ingin tidur, meski matanya lelah. Ia belum bisa tertidur saat masih mendengar adiknya masih terisak.

Beberapa menit kemudian, suara langkah kaki terdengar mendekat ke ranjangnya, Siwon melirik ke belakang, disana terdapat Donghae yang tengah memunguti mainan yang tadi Ia buang ke sembarang arah. Sesekali tarikan nafas yang bercampur air hidung Donghae terdengar. Siwon ingin bangkit, meminta adiknya untuk tidur dan membiarkannya mengemas mainannya sendiri. Lagi-lagi ego mengalahkannya, Ia hanya mampu kembali berbaring, memunggungi adiknya yang masih mengemas mainan yang berserakan untuk kembali tertata di lemari.

Siwon yang mulai terpejam kembali melebarkan matanya saat sebuah tangan melingkar di perutnya. Ia mendengar Donghae yang masih menarik nafasnya berat. Siwon menghela nafas, lalu berbalik, menghadap Donghae yang kini berbaring di ranjangnya, mengambil tempat yang Ia sisakan karena Ia tidur menyamping.

"Uljima~."

"Hyung,"

"Ne, nae Dongie. Jaljja."

"Hum.."

Siwon menenggelamkan kepala Donghae di dadanya, menunggu adiknya terlelap. Namun rasa penasarannya membuatnya ingin menarik adiknya yang akan berteleportasi ke negeri mimpi.

"Kapan?"

"..."

"Dongie, kapan? Hyung tahu kau belum tidur."

"Mwo? Apanya yang kapan?" Tanya Donghae lirih, Ia tahu Siwon membahas kepergiannya, namun Ia ingin mengobrol lebih banyak dengan kakak tampannya ini.

"Kapan? Kau, pergi?" Siwon mengulang pertanyaannya, kali ini lebih jelas."Besok sore, hyung." Jawab Donghae dengan suara tercekat, Ia masih tidak percaya bahwa besok malam Ia tidak akan tidur bersama Siwon lagi.

"Jaga dirimu baik-baik, kita akan bertemu lagi jadi jangan sedih, arrachi?"

"Ne, hyung."

"Let's sleep Dongie."

Siwon kembali memeluk adiknya posesif, menyelimuti tubuh keduanya dengan selimut bergambar Ironman dan Thor. Lalu menyelami mimpi indah mereka, berharap jarum jam melambatkan lajunya agar mereka mampu merasakan ini lebih lama.

*ApolDes*

Esok harinya, Siwon terbangun dengan mendapati Donghae sudah tidak ada di ranjangnya. Matanya mulai berair, Ia tidak melihat koper dimana semalam benda itu berada. Tanpa berfikir untuk mencuci wajahnya, Ia langsung bangkit. 'Dongie berkata sore nanti, apa adiknya itu berbohong?' batin Siwon gusar sambil menuruni anak tangga.

"Siwon, mau kemana?"

"Eomma, abeoji dan Dongie, eodie?"

"Mereka pergi."

"Mwo?!"

Siwon berlari keluar rumahnya, seringan itukah eommanya menyampaikan kepergian orang terpentingnya? Siwon ingin berteriak pada ibunya, namun Ia tidak ingin berpisah dengan adiknya lebih cepat. Langkah Siwon terhenti saat melihat koper yang tengah ditata ole supir ayahnya.

"Ahjussi, Dongie dan abeoji belum pergi?"

"Mereka pergi ke toko mainan, Siwon-ssi. Donghae-ssi berpesan agar kau tidak perlu menangisinya karena Ia belum pergi." Tutur supirnya dengan wajah iba. Ia tahu tuan mudanya sangat terpukul. Mereka adalah dua saudara yang saling melengkapi. Ia sendiri hampir menangis menyampaikan pesan Donghae.

Siwon menghela nafas lega, lalu kembali masuk. Menuju eommanya yang tengah menyusun beberapa sayur ditumpukan roti tawar.

"Eomma, kau tidak mencegahnya pergi?"

"Itu yang terbaik Siwonnie, kami belum bercerai namun sepertinya menyendiri adalah yang terbaik untuk saat ini." Siwon mendecih. Eommanya terlalu kuat untuk wanita. Biasanya wanita akan hanya menangis saat suaminya memutuskan untuk berpisah. Tapi apa ini? Cih. Untuk mengatakan kalimat panjang itu dengan suara tercekatpun tidak.

"Jadilah dewasa Siwonnie, maka kau akan tahu permasalahan seperti ini. "

"Kau fikir aku tidak tahu apa yang terjadi diantara kalian? Dan kami kalian jadikan korban? Bagus eomma, teruskan saja dan lihat sampai kapan kalian mampu bertahan." Siwon memukul meja diruang makan itu keras hingga membuat eomma cantiknya itu terkesiap. Siwon meninggalkan ruang makan dengan rasa marah dipagi hari. Awal yang 'indah' bukan?

"Siwonnie! Permasalahan kami tidak seperti yang kau fikirkan! Dengarkan eomma Siwonnie, Siwonnie!" Siwon tidak perduli, Ia tidak tahu jika eommanya menangis. Wanita itu tidak sekuat ucapannya.

*ApolDes*

Waktu yang dihindari oleh Siwon tiba, dimana Ia melihat adiknya turun dari mobil abeojinya dengan wajah murung. Kedua tangannya menenteng kantung plastik berisi box yang lumayan besar. Siwon yang melihat kehadiran adiknya dari ruang keluarga segera pergi, sebisa mungkin menghindar dari adiknya agar waktu perpisahan mereka semakin lama. Siwon ingin bicara banyak, namun Ia tidak ingin adiknya melihatnya menangis. Ia berjalan menitih tangga, menaikinya satu persatu dengan sedikit tergesa, sebelum suara jernih menyapanya.

"Wonnie hyung, Dongie membelikan hyung sesuatu." Teriak Donghae dari pintu utama, meski setetes airmata jatuh, Ia berharap Siwon berbalik dan tersenyum bahagia mendengar kalimatnya. Namun salah, hyungnya kembali berjalan tanpa sedikitpun memalingkan wajah kepadanya. Donghae berusaha menggapai Siwon, namun hyungnya lebih dulu sampai di kamar mereka. Bocah lima tahun itu mencoba masuk, tetapi malang baginya karena Siwon menguncinya dengan kuat. Donghae mulai terisak, bagaimanapun beberapa menit lagi Ia akan meninggalkan Siwon hyung, eomma dan rumah tercintanya ini.

"Hyungie, Dongie janji tidak akan nakal. Dongie, Dongie akan pulang, hiks.. hyung, buka pintunya." Donghae mengetuk pintu Siwon sebisa mungkin. Nmun Ia tidak sanggup berbuat apapun saat tangan besar mengangkat tubuhnya dalam sebuah gendongan, abeojinya sudah siap untuk pergi. Donghae menangis semakin keras, Ia menjulurkan tangannya, berharap Siwon membuka pintu itu dan menariknya dari abeojinya.

"Siwon hyung, Dongie akan terbang dengan pesawat untuk pulang, Siwon hyung jangan menangis... huwaa.. abeoji.." Teriak Donghae saat abeojinya membawa tubuhnya semakin jauh dari kamar Siwon. Hingga akhirnya mereka memasuki mobil dan benar-benar meninggalkan rumah yang sudah lima tahun ini Ia tinggali.

Sedangkan di ruangan lain, Siwon memeluk lututnya. Ia menghadap jendela yang menghadap ke jalan. Ia melihat mobil yang membawa saudara serta ayahnya pergi. Pergi untuk waktu yang lama. Ia berjalan keluar kamar dengan gontai, mengambil box yang ditinggalkan Donghae di depan pintu kamarnya lalu masuk kembali ke kamarnya. Memeluk box yang menjadi kenang-kenangan adiknya yang sangat Ia cintai itu.

Tidak beda jauh dengannya, eomma Siwon tengah menyelimuti tubuhnya yang tiba-tiba terasa lemas saat sang suami mengatakan selamat tinggal. Ia bahkan belum menyentuh Donghae hari ini. Biarlah, mereka akan menikmati waktu perpisahan ini dengan hari yang berat, semoga saja mereka akan kembali ke beberapa bulan yang lalu, dimana mereka masih bisa tertawa dalam kebersamaan sebelum pekerjaan meninggalkan peran masing-masing sebagai orangtua.

T.B.C