I want to forget you

I want to fly away

I want to let you go

I want to be free


Trapped

Pairing : KyuWook

Rate : T

Disclaimer : Saya hanya meminjam nama tokoh. Hanya cerita ini yang dapat saya akui sebagai milik saya.

Genre : Drama / Romance

Warning : AU, OOC, Shounen-ai, Typo (s), bahasa menyimpang dari EYD, dan lain lain

Author note : Perlu saya peringatkan dalam chapter ini ada sedikit adegan yang berbau seksual. Jika anda tidak berkenan membacanya, saya sarankan untuk melewati bagian yang saya tandai.


Ponsel dengan pelindung berwarna ungu terus bergetar, memberi pertanda bahwa seseorang telah mengontak pemiliknya. Namun sang pemiliki tetap acuh tak acuh dengan getaran ponselnya. Ia biarkan posel itu bergetar di atas meja nakas. Orang lain yang masih tertidur di kasur mengerang kesal karena tidurnya diganggu. Melihat tempat di sampingnya kosong, ia memutuskan untuk kembali tidur.

Kim Ryeowook sekali lagi melihat penampilannya dari pantulan cermin. Sekali lagi ia berusaha merapikan rambut panjang cokelatnya yang gerai. Bibirnya mengerucut dengan lucu, merasa ada yang kurang dari penampilannya. Beberapa kali ia menghela napasnya dan mencuci mukanya lagi—entah sudah berapa kali. Bukan, ini bukan hari special—ini hanya hari Senin biasa. Namun Ryeowook tidak bisa menghilangkan kebiasaannya begitu saja. Meski sudah dua tahun menjalani profesinya, Ryeowook tetap merasa hari Senin adalah hari yang mendebarkan. Mungkin karena hari ini adalah awal dari minggu yang akan datang? Bisa jadi—atau mungkin karena hari ini bertepatan dengan awal bulan.

Setelah puas mencuci mukanya selama entah berapa kali, ia memainkan rambutnya dengan sisir. Hingga ia rasa rambutnya sudah sampai batas bisa diterima wujudnya, ia beralih pada riasan di hadapannya. Dengan cermat, ia memakai riasan dari mata hingga bibirnya, memadukannya dengan pakaian yang ia kenakan. Sesungguhnya pakaian yang ia kenakan netral—blus putih yang tidak terlalu ketat dan rok hitam span selutut. Namun tetap saja ia harus terlihat "memuaskan", atau enak dipandang mata. Lagi-lagi ia menatap pantulan dirinya dari cermin.

"Sempurna," bisiknya pada diri sendiri. Ia tertawa, dan mengelus pantulan wajahnya, "Selamat pagi, diriku. Mari kita mulai hari ini."


"Selamat pagi, Tuan Cho."

Yang disapa hanya mengangguk tanpa melirik. Tak tersenyum, tak membalas sapa, itulah dia—namun orang-orang sudah biasa. Namja tampan bernama lengkap Cho Kyuhyun itu melangkah ruangannya—menuju meja kerjanya dimana setumpuk pekerjaan menantinya. Tanpa berkata apa-apa, Kyuhyun membuka laptopnya dan mengecek satu per satu file yang masuk ke dalam e-mail nya. Tatapannya terus terfokus pada layar laptopnya, ia bahkan tak menunjukan respon apapun saat asisten pribadinya meletakan secangkir kopi hitam di mejanya. Tak mengucapkan terima kasih atau sejenisnya, Kyuhyun langsung menyeruput kopinya. Asisten pribadi bos muda itupun tampaknya tak peduli—atau sudah terlalu terbiasa. Keduanya melanjutkan pekerjaan masing-masing.

Tok

Tok

Tok

Tanpa berkata apa-apa, asisten pribadi Kyuhyun berdiri dan membuka pintu ruangan Kyuhyun. Seorang namja tinggi jangkung muncul dari balik pintu dan langsung tersenyum pada sang asisten, yang dibalas dengan senyum pula. Tanpa bertanya apa-apa, sang asisten menyingkir memberi akses bagi sang tamu untuk menemui bosnya. Tanpa basa-basi, namja itu masuk. Sang asisten melirik sedikit ke arah bosnya, yang memberinya sinyal untuk keluar. Dengan memberi anggukan, sang asisten keluar dari ruangan.

"Apa maumu, Changmin?"

"Ryeona ssi benar-benar yeoja yang menawan, kau setuju, Kyuhyun?"

Kyuhyun menyipitkan matanya pada Changmin, "Setiap pagi hanya itu omonganmu. Tidak bisakah kita mengobrol sesuatu yang lebih serius—seperti masalah pekerjaan? Beruntung aku teman kecilmu, aku tidak memecatmu semudah itu."

Yang diomeli hanya tertawa kecil dan menepuk punggung temannya. Kyuhyun memutar bola matanya bosan dan kembali fokus pada layar laptopnya. Changmin meletakkan folder yang dibawanya di meja Kyuhyun dan keduanya mulai membicarakan masalah pekerjaan—membuat Kyuhyun sedikit lega. Entah karena kehebatan keduanya atau keduanya terlalu malas, obrolan pekerjaan mereka tidak lebih dari sepuluh menit. Lagi-lagi Changmin membuka mulutnya dan kembali pada topik awal, Ryeona—asisten pribadi Cho Kyuhyun.

"Tapi Kyuhyun ah, Ryeona ssi benar-benar menawan. Kenapa kamu menyuruhnya pergi setiap aku datang?"

"Pengaruh buruk."

"Yah! Itu bukanlah kata-kata yang dilontarkan pada teman kecilmu. Ayolah, sesekali biarkan Ryeona ssi di sini saat aku datang—aku ingin membuatnya terpesona padaku. Rumornya dia masih lajang, tidak terikat hubungan apapun dengan siapapun. Atau jangan-jangan—"

"Changmin, jangan mulai menggosip."

"—tapi Kyuhyun ah, kamu sangat protektif terhadap Ryeona ssi. Kamu pasti ada hubungan dengannya!"

"Tidak."

"Iya."

"Tidak."

"Iya!"

"Aku hanya menyuruhnya pergi jika kamu yang datang—dan kamu datang setiap pagi di saat yang sama. Dia sudah biasa. Urusanmu sudah selesai? Pergilah, panggil Ryeona ke sini. Aku butuh dia menyelesaikan pekerjaannya—sekalian seret Donghae ke sini. Aku mau tahu jadwalku."

Changmin mendecak kesal namun tetap menurut. Ia keluar dari ruang kerja Kyuhyun dan menuruti perintah bosnya. Sebelum Changmin benar-benar pergi dari ruangan, Kyuhyun berkata, "Changmin ah, jangan berharap terlalu banyak. Dia—Ryeona—tidak seperti bayanganmu."


"Ryeona ssi? Kyu—ah, maksudku Tuan Cho memintamu kembali, dan jangan lupa bawa sekretaris Donghae ssi."

Ryeona mengangguk dan tersenyum kecil pada namja jangkung tersebut—membuat yang disenyumi merasa jantungnya berhenti berdetak untuk sementara. Tanpa ia sadari, sebuah senyum bodoh terbentuk di wajahnya. Ia masih terpesona dengan senyum kecil—yang tidak lebih dari formalitas—Ryeona hingga tidak sadar bahwa yeoja itu telah menjauh beberapa langkah darinya. Menyadari kehilangannya, Changmin segera mengejar yeoja itu dan menahannya, mencengkeram erat pergelangan tangannya. Ryeona berbalik dan menatap namja itu bingung. Yang ditatap hanya tersenyum canggung dan mengedarkan pandangannya kemanapun kecuali yeoja di hadapannya.

"Changmin ssi?"

Oh, suara itu. Suara sedikit cempreng namun lembut dan menggetarkan hati. Suara yang membuat setiap namja meleleh dari dalam. Suara yang terdengar seperti musik, apalagi jika sang pemilik suara sedang terlentang di bawahnya dengan pakaian berantakan dan bibir bengkak dan banyak bercak mer—salah fokus. Changmin menggelengkan kepalanya, frustasi dengan pikirannya. Ryeona mengangkat sebelah alisnya dan memandang namja di hadapannya heran.

"A-ah, anu…nanti sore, minum the di café seberang kantor…berdua…mau…?"

Changmin ingin menampar wajahnya. Caranya mengajak benar-benar tidak romantis, tidak menarik, dan tidak menunjukan apa yang ia sebut sebagai "Changmin's charm". Namun peduli setan untuk sekarang, bisa mengajak ngobrol dan menyentuh kulit selembut sutra milik Ryeona sudah cukup bagi Changmin, paling tidak untuk saat ini. Ia tidak berharap lebih, hanya berharap ajakannya diterima oleh Ryeona.

"Saya…tidak bisa…"

Ah, penolakan. Sakit memang, tapi apalah daya? Tidak mungkin ia memaksakan kehendaknya pada yeoja itu. Ia terlalu lembut untuk disakiti—walau ia tak yakin memaksanya minum teh bersama bisa membuatnya sakit. Mungkin sakit secara emosi? Setiap manusia memiliki karakteristik yang berbeda, dan Changmin tidak mau mengambil risiko.

"Changmin ssi?"

"..a-ah…ne?"

"Mianhae, bisa tolong lepaskan tangan saya? Saya harus memanggil Donghae ssi dan kembali ke ruangan Tuan Cho."

Perlahan, Changmin melepaskan genggamannya. Ryeona mengangguk sedikit, lalu berbalik. Changmin menatap punggung yeoja itu. Masih diingatnya ucapan terakhir teman sekaligus bosnya pagi tadi.

"Tidak seperti bayanganku? Kamu salah Kyuhyun," Changmin berbalik. "Dia benar-benar yeoja dalam bayanganku. Dia begitu berharga." bisiknya pada dirinya sendiri.


"…itu jadwal anda hari ini, Tuan Cho. Ada lagi yang bisa saya bantu?"

Kyuhyun menggeleng dan membiarkan sekretarisnya kembali ke mejanya. Donghae membungkuk sebentar pada bosnya dan kembali ke mejanya di luar ruangan. Ia tersenyum pada Ryeona sebelum keluar, yang dibalas senyum kecil. Kyuhyun mendecak dan menatap asistennya tajam. Merasakan tatapan tajam dari arah bosnya, sang asisten hanya mengangkat alisnya dan memasang wajah sepolos mungkin, membuat tatapan bosnya semakin tajam.

"Wajahmu sudah cukup jahat, bos."

Kyuhyun mendengus mendengar ucapan asistennya yang tergolong informal. Tidak, ia tidak merasa kesal. Itu adalah hal yang biasa jika mereka hanya berdua. Kyuhyun memberi arahan agar asistennya mendekat. Ryeona tersenyum kecil, lalu melangkah mengunci ruangan tersebut. Ia segera berbalik dan menuruti perintah bosnya. Namja tampan itu melingkarkan tangannya pada pinggang ramping Ryeona dan dengan mudah ia menarik yeoja itu ke pangkuannya. Yang ditarik hanya diam—tak ada protes keluar dari mulutnya. Itu bukan hal baru, ia sudah biasa. Kyuhyun membenamkan wajahnya di dada Ryeona, matanya menyipit.

"Ada bau parfum namja lain di tubuhmu. Aku tidak suka. Siapa yang menyentuhmu?"

"Tuan Cho—"

"Kyuhyun."

"…Kyuhyun ah, setiap pagi aku berangkat naik kereta. Kamu tahu aku harus berdesak-desakan di kereta, bertukar keringat dengan orang lain. Tentu ada bau orang lain di tubuhku."

+Warning!+

Kyuhyun meremas dua gundukan kenyal di bagian belakang tubuh Ryeona, membuatnya sedikit mendesah. Ia menyeringai, lalu bertukar pandangan dengan Ryeona. Tangannya yang lain menarik tengkuk Ryeona, menyatukan bibir keduanya dalam ciuman singkat yang cukup kasar. Ryeona mendesah menyerah dan menarik kepala Kyuhyun, membuat wajahnya kembali terbenam di dada rata Ryeona.

"Tadi Changmin mengajakku minum teh bersama di café seberang kantor."

"Changmin…hmm? Padahal dia sudah kuperingatkan."

Ryeona mengangkat sebelah alisnya. Kedua bibirnya baru saja mau bertanya sesuatu mengenai pernyataan bosnya, ketika tiba-tiba namja itu kembali menciumnya, kini dengan mudah lidahnya menginvasi mulutnya. Ryeona mendesah pelan dalam ciuman mereka, namun ia tidak ingin mengakhiri kegiatan manis itu. Justru ia melingkarkan tangannya pada leher Kyuhyun, membuat namja itu menyeringai kecil.

"Satu, tidak ada yang bermain-main dengan propertiku."

Jari Kyuhyun bermain dengan kancing-kancing blus Ryeona. Ia membuka pakaian Ryeona dengan saat perlahan, sambil menandai bagian yang sudah terbuka dengan ciuman. Ryeona melenguh nikmat setengah frustasi karena gerakan Kyuhyun yang begitu lambat. Tangannya bergerak naik dan meremas rambut bosnya—sedikit kasar, ia ingin bosnya sadar bahwa gerakan lambatnya membunuhnya.

"Dua,"

Selesai dengan blus Ryeona, Kyuhyun bermain-main dengan rok Ryeona. Tidak, ia tidak segera melepas rok hitam itu. Kini Ryeona duduk di meja kerjanya—laptopnya telah ia singkirkan dengan lihai—dengan wajah merah dan tubuh berkeringat, meski pendingin ruangan tersebut berjalan dengan normal. Kedua kakinya terbuka lebar, membuat roknya semakin terangkat dan tak lagi menutupi paha putihnya. Satu tangan Kyuhyun bermain dengan paha Ryeona—membuatnya melenguh nikmat dan bergetar—sedangkan satunya berjalan turun dari dada Ryeona hingga selangkangan Ryeona. Ia menyeringai kecil merasakan sebuah gundukan terbentuk dan meremasnya, membuat Ryeona mendesah semakin keras.

"Apa jadinya jika dia tahu Ryeona yang manis dan menawan, yeoja ideal dalam mimpinya, ternyata adalah namja yang selalu bermain-main tiap malam dengan bosnya?"

"K-Kyu ah…b-berhenti me—aah—manggilku Rye—Ryeona..aah!"

Satu tangan Kyuhyun berpindah dari paha putih itu ke bra pasangannya. Setelah melepaskan bra putih dengan sumpalan yang merupakan dada palsu Ryeona, dapat ia lihat sesuatu berwarna merah muda yang menempel pada dada pasangannya. Kyuhyun menjilat bibirnya dan menelan ludahnya. Lalu dengan lahap, ia jilat sesuatu itu, membuatnya semakin berantakan.

"K—Kyu ah..! A—aahhn…!"

"…Ryeowook ah…"

+Safe!+

Tak ada yang tahu apa yang terjadi di balik pintu ruangan Cho Kyuhyun. Ruangan itu kedap suara, orang-orang di luar dengan mudah mengasumsikan keduanya sedang sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Tak seorangpun di kantor itu tahu rahasia keduanya. Tak seorangpun, dan tak ada yang perlu tahu.


Ryeowook mengenakan wignya dengan bibir mengerucut dan dahi berkerut. Setelah pagi 'panas' dengan bosnya, namja itu kembali menjadi Ryeona. Tak ada yang membutuhkan Ryeowook di kantor ini, kecuali Kyuhyun yang sedang horny. Selebihnya, hanya Ryeona yang dibutuhkan. Selesai bertransformasi menjadi Ryeona, Ryeowook melipat tangannya di dada dan menatap Kyuhyun dengan mata menyipit—pertanda meminta penjelasan.

"Bisa jelaskan maksud poin satumu tadi?"

"Ryeowook ah—"

"Tuan Cho."

"…Ryeona…"

Ryeowook memijat pelipisnya dan kembali ke mejanya dengan susah payah. Bosnya orang yang aneh, ia bermain kasar dan lembut sesuai mood nya. Dan sialnya pagi ini ia sedang mood untuk bermain kasar. Ryeowook mengernyit kesakitan saat duduk di kursinya, dan mengirim tatapan tajam pada bosnya.

"Mwoya? Siapa yang mendesah meminta terus?"

"…aku tidak mau berdebat soal itu, karena jelas aku kalah. Soal poin satu tadi,"

Kyuhyun mengernyit dan kembali sibuk dengan laptopnya. Ryeowook menghela napas dan bersandar pada kursinya. Matanya ia pejamkan beberapa detik, sebelum melamun menatap langit-langit. Matanya kosong, dan Kyuhyun tahu lebih baik melakukan hal berguna seperti melanjutkan pekerjaannya daripada mencoba menghentikan asistennya dari sesi melamunnya. Ia pernah mencoba hal tersebut, dan itu adalah ide buruk.

"Itu tidak mungkin."

Gerakan Kyuhyun terhenti beberapa detik, sebelum ia melanjutkan pekerjaannya seakan-akan tak ada yang terjadi. Kyuhyun sudah sering mendengar perkataan itu dilontarkan. Itu bukan hal baru baginya, bahkan rasa sakit di dadanya. Namun tetap saja, rasa sakit bukanlah sesuatu yang membuat nyaman. Ryeowook melirik Kyuhyun sekilas, dan kembali memejamkan matanya sebentar. Ia menghela napas lirih, dan memutuskan untuk melanjutkan pekerjaanya.

Dalam lubuk hati keduanya, mereka sadar bahwa masing-masing telah terjebak. Terjebak dalam sebuah labirin yang mengaku sebagai sesuatu yang agung dengan nama cinta. Dimana masing-masing memiliki sebuah tujuan. Namun salah satu dari mereka memutuskan untuk berdiam diri, tak mau mengejar tujuannya. Sedangkan yang lain berusaha membuatnya bergerak, mengajaknya mencari tujuannya bersama.

To be continued