First Time
Chapter : 2
Author: zyjizhang
Cast : Kim Jongin, Oh Sehun, member EXO and other.
Rate : T
Genre : Hurt/Comfort, Romance
Desclaimer :
Semua cast dalam cerita ini bukan milik saya. Mereka milik keluarga, agensi dan diri mereka sendiri. Saya hanya meminjam nama mereka.
.
.
.
.
Jika bagimu aku hanya dia, tak perlu kau harapkan aku mengerti…
Karena hanya orang bodoh yang mau menukar nama mereka…
.
.
.
"Sehun, aku menyukaimu." Jongin mengucapkan itu tanpa ragu. Bahkan saat ini matanya memandang tepat ke mata Sehun. Untuk sesaat Sehun masih terdiam di posisinya. Namun kemudian Sehun terkekeh geli.
"Astaga…apakah aku seputus asa itu hingga berhalusinasi?" Sehun malah mengambil air minum kemudian menghabiskannya dengan sekali teguk. Kemudian saat dia menaruh gelasnya, tiba-tiba saja Jongin memeluknya. Dengan posisi Sehun yang masih duduk seperti itu, tentu saja dia harus membungkuk. Membuat bibirnya berada tepat di sebelah telinga Sehun.
"Tolong aku…" pintanya lirih. Sehun—yang masih terlalu syok mendapat pelukan tiba-tiba—agak sedikit lambat merenspon permintaan Jongin. Sampai kedua tangan namja tan itu meremas bahunya pelan. Sehun segera berdiri dan melepas pelukan Jongin, namun sebagai gantinya dia merangkul pundak Jongin.
Sehun menatap ke empat temannya yang saat ini menatapnya dengan ekspresi campur aduk. Berusaha keras untuk tak terlihat iri, namun sayangnya gagal total.
"Yah Jongin, apa yang kau katakan? Bukankah kemarin aku sudah mengungkapkan perasaanku lebih dulu?" Sehun segera mengarang bebas apa saja yang bisa di ucapkan. Berbohong boleh kan jika dalam keadaan darurat?
Sementara itu Jongin malah mengerjap-ngerjapkan matanya menatap Sehun, tampaknya dia kebingungan dengan apa yang Sehun ucapkan membuat Sehun terpaksa memberikan kode padanya agar mengikuti saja apa yang Sehun katakan.
"Ah…a…ano, aku hanya ingin...membalasnya." jawab Jongin agak sedikit terbata.
"Ah tapi kau tidak perlu mengungkapkannya di depan umun begini, sayang." Sehun mengeratkan sebelah rangkulannya, sementara Jongin agak sedikit mengernyitkan hidung saat panggilan sayang itu keluar dari bibir Sehun. "Nah, mari kita cari tempat yang memiliki privasi." Setelahnya Sehun mengajak—agak sedikit menyeret sebenarnya—Jongin keluar dari kantin tersebut.
Sepeninggal dua laki-laki yang mengadakan drama dadakan, suasana kantin itu masih hening. Terlalu banyak dari mereka yang merasa syok. Setahu mereka, Kim Jongin adalah namja yang pendiam, kaku, bahkan terkesan sinis. Tapi tadi? Kekuatan apa yang di miliki seorang Oh Sehun hingga membuat Jongin mau membalas perasaannya secepat itu? Di depan umum lagi.
"Oh ya Tuhan, hatiku hancur berkeping-keping…" ratap Kris, namun tak ada satupun diantara Chanyeol, Luhan dan Tao yang berusaha menenangkannya. Hei, mereka juga sedang menelan kekecewaan.
.
.
.
Sehun dan Kai saat ini berada di atap sekolah.
Mereka sedang berdiri berhadapan, tapi Jongin masih menundukkan kepalanya. Enggan menatap balik Sehun yang saat ini memandangnya curiga.
"Jadi katakan padaku, apa maksudnya tadi?" tuntut Sehun, agak sedikit gemas juga melihat Jongin tak mau menatapnya. Tidak tahukah kau Kim Jongin, Oh Sehun hanya ingin menatap matamu.
"Aku harus melakukannya. Aku harus membuktikan pada mereka, bahwa aku sudah memiliki seseorang." Jongin mengucapkannya dengan pelan, kemudian dia mengangkat kepalanya. Akhirnya memandang balik Sehun. Sehun—yang memang sangat menyukai mata hitam itu—memakukan matanya.
"Kenapa harus aku?" lagi, Sehun menanyai Jongin yang entah kenapa sekarang berjalan mendekati Sehun. Mata mereka saling bertaut, sebelum akhirnya untuk kedua kalinya hari ini, Kim Jongin memeluk Oh Sehun.
"Karena aku merasa kau orang yang tepat." Jawab Jongin, suaranya agak sedikit teredam karena saat ini kepalanya dia benamkan di bahu Sehun. Beruntung Sehun tak memiliki penyakit apapun di jantungnya. Jujur saja Jongin selalu membuatnya hampir terkena heart attack.
"Kenapa kau memelukku?" bodohnya Sehun malah menanyakan itu.
"Karena…saat ini aku butuh pelukan." Lagi-lagi, tanpa kesusahan Jongin menjawab. Secara naluriah, Sehun segera balik melingkarkan tangannya di punggung Jongin.
"Kenapa harus aku?"
"Karena…kau mengingatkanku padanya." Tubuh Sehun menegang mendengarnya. Dia? Dia siapa?
.
.
.
Aku mulai berpikir bahwa aku memang gila. Seharusnya aku tak usah meminta Sehun menolongku seperti itu. Seharusnya aku sadar, seberapapun miripnya Sehun dengan dia, Sehun tetaplah Sehun. Bagaimana mungkin aku bisa sampai hilang akal begini?
Ini aneh. Rasanya benar-benar aneh. Kenapa aku selalu ingin memeluknya? Kenapa setiap aku melihat matanya, sekali lagi aku merasa tenang?
Salahkan Sehun, aroma tubuhnya. Dimana ada dua orang di dunia yang memiliki aroma tubuh yang sedemikian mirip? Bagaimana mungkin, disaat aku berusaha bangkit, justru disaat itulah Sehun datang?
Semuanya memang kacau sejak pertama kali laki-laki kekurangan pigmen itu menginjakkan kakinya di kelas. Hampir di saat bersamaan aku bisa merasakan rasa ketergantungan itu kembali menyergapi diriku.
Aku telah berusaha membentengi diriku selama tiga hari penuh. Tapi nyatanya di hari ketiga pertahananku runtuh. Sehun begitu mirip dengannya. Padahal wajah mereka bahkan seratus persen berbeda. Tapi kenapa setiap menatap Sehun, rasa itu hadir lagi?
"Jongin…jangan melamun!" seseorang—yang tanpa aku lihatpun aku sudah tahu kalau itu Sehun—mengusap kepalaku. Yah, di pagi hari begini, dan aku sudah di hadapkan pada cobaan ini.
Hubungan kami memang sudah membaik sejak kejadian menembak-dadakan-di-kantin. Aku sudah tak terlalu diam jika bersamanya. Aku—secara instingtif—akan berubah menjadi Jongin saat masih ada dia di sampingku.
"Nde…Emm, hanya…yah, sedang ada pikiran." Balasku dengan sedikit menarik ujung bibirku. Sudah sekian lama saat aku kembali bisa tersenyum seperti ini kepada seseorang.
"Ah, baiklah." Sehun menjawab dengan agak sedikit gugup. Entahlah, terkadang aku berpikir Sehun agak sedikit aneh juga. Dia akan lebih rileks saat aku bersikap cuek padanya. Tapi saat aku berbicara ramah seperti ini bahkan di tambah dengan senyumanku yang jarang aku perlihatkan, dia pasti akan menjadi gugup seperti sekarang.
"Ah, emmm…ano, nanti mau makan siang bersama?" tawarku. Dan tepat setelah kalimat itu terucap, aku menyesal. Sekali lagi aku melihat Sehun sebagai dia. Aku…tak seharusnya mengajak Sehun makan siang bersama.
"Emm, ne. Kalau kau tak keberatan." Jawab Sehun cerah. Baiklah, sudah terlambat bagiku untuk menarik ajakan ini. Baiklah Kim Jongin, cukup sekali saja kau lepas kendali seperti ini.
Saat Sehun sudah mengalihkan pandangannya dariku, aku mengamatinya. Sehun jauh lebih tinggi dari dia, Sehun juga memiliki dagu yang lebih runcing darinya, walaupun mereka sama-sama memiliki kulit putih. Ada terlalu banyak perbedaan pada mereka berdua, tapi…aroma tubuhnya…
Cepat-cepat aku mengalihkan pandanganku. Bisa-bisa aku akan menjadi gila sungguhan jika aku terus menatapnya.
.
.
.
Saat ini Sehun dan Jongin sedang berjalan di koridor sekolah. Mereka sedang mencari tempat yang pas untuk menghabiskan jam istirahat mereka. Banyak di antara siswa-siswa itu berbisik-bisik ketika mereka lewat. Yang mereka pikir, betapa beruntungnya seorang Oh Sehun bisa menjadi pengecualian untuk seorang Kim Jongin sehingga bisa berjalan berjejeran seperti itu. Sebagiannya lagi, merasa begitu iri pada Kim Jongin karena bisa menjadi namjachingu-nya Oh Sehun. Siswa pindahan yang walaupun belum genap seminggu di sekolah ini, tapi telah memiliki kepopuleran yang membanggakan.
"Sehun, kita makan di taman belakang?" tanya Jongin, tangan kanannya yang bebas dari tas bekalnya menarik pergelangan tangan Oh Sehun membuat laki-laki pale tersebut kaget.
"Ah, ne." jawab Sehun. Setelahnya mereka berdua berjalan menuju bangku yang terletak di bawah pohong besar dengan daun rindang. Itu tempat yang pas untuk menghabiskan waktu bersama.
Segera setelah mereka duduk dengan nyaman—duduk menyamping dan saling berhadapan—Jongin membuka kotak bekal tersebut.
"Kau membuat bekal itu sendiri?" tanya Sehun sambil menatap Jongin yang tampak gembira sekali mempersiapkan makanan itu.
"Ya, aku bahkan bangun pagi-pagi sekali. Sudah sangat lama sejak terakhir kali aku membawa bekal ke sekolah." Jawab Jongin dengan senyum lebar menghiasi wajahnya. Mata lembutnya bahkan hampir tak terlihat saking lebarnya senyum itu. Dan sekali lagi, Oh Sehun tertegun. Namun belum sempat Sehun mengagumi lama-lama senyuman indah itu, Jongin sudah mengarahkan sumpitnya—yang menjepit telur gulung—ke bibir Sehun.
"Kau…menyuapiku?" Sehun bertanya kikuk. Bagaimanapun juga, ini terasa begitu manis di matanya. Seorang Kim Jongin—yang katanya tak pernah mau tersenyum kepada orang lain—menyuapinya?
"A..ah.. kau…tidak suka?" suara Jongin terdengar takut sekaligus kecewa, tangannya dengan pelan menurunkan sumpit itu. Menjauhkannya dari Sehun. Namun dengan sigap Sehun menahan tangan itu, dan memakan telur gulungnya.
"Wah, ini enak." Puji Sehun masih sambil mengunyah makanannya. Jongin—yang awalnya tertegun dengan sikap Sehun—tersenyum kecil mendapati komentar Sehun. Ini…membuatnya bahagia.
Saat Jongin dan Sehun sudah hampir menghabiskan bekal makan siang itu, Sehun memandang intens pada Jongin.
"Jongin…kau bilang aku mengingatkanmu padanya. Siapa yang kau maksud?" tepat setelah Sehun melontarkan pertanyaan itu, senyum yang menghiasi wajah Jongin sedari tadi, lenyap begitu saja.
.
.
.
TBC