Still A Secret

.

.

.

Naruto © Masashi Kishimoto

Disclaimer : Naruto milik Masashi Kishimoto, Mushi cuma numpang minjem

Rated T

Genre : Romance

Pair : Naru(22) x Hina(17)

Warning : JealousyHina! OOCHina! Typos, OOC and many more.


Two Shot!

Sequel "Our Secret"


OoOoOoOoOoOoOO

FluffTimeProject#31#

OoOoOoOoOoOoooOOoOoOoOoO


Hari Minggu

Pukul 11.00 a.m


Sekarang, Hinata tengah berdiri tepat di depan rumahnya sendiri atau bisa di bilang rumahnya dan Naruto. Tidak sendirian tentu saja, kini dengan ketujuh teman di belakangnya. Sangat ramai tentu saja. Hinata tidak membayangkan kalau banyak sekali teman-teman yang mau belajar di sini.

Gadis berambut pirang pucat, Shion. Gadis berambut merah darah aka Sara, gadis berambut merah muda, Sakura Haruno. Ino Yamanaka yang kini ikut berdiri di sampingnya, dan tiga orang pemuda lainnya.

Sasuke Uchiha, Shikamaru Nara, dan Inuzuka Kiba. Entah apa yang ada di pikiran kedua orang jenius, Nara dan Uchiha datang ke tempat ini untuk belajar? Bukannya mereka sudah pintar? Tapi kenapa-

Pemikirannya terbuang jauh-jauh saat melihat tatapan kedua pemuda itu tertuju pada Sakura dan Ino yang kini tengah tersenyum dengan rona merah pipi. Terlihat tak sabar ingin bertemu dengan sang Sensei.

"…."

O-oh, sepertinya dia tahu-

Satu kata simple-

Cemburu.

Pasti gara-gara hal itulah kedua jenius di belakangnya ikut serta.

Menghela napas panjang, betapa inginnya dia bilang tidak usah khawatir karena guru mereka sendiri sudah menikah kok. Jadi jangan takut kekasih mereka nanti di rebut sama sang empunya.

Tapi apa daya-

Dia cuma bisa menelan bulat-bulat perkataan dalam pikirannya tadi. Tidak mungkin…tidak mungkin ia mengatakan kalau istri sang Uzumaki kini tengah berada dekat sekali dengan mereka. Hinata benar-benar harus pintar berakting hari ini.

Ya, harus!

Berbekal bangun pagi tadi, dan menyiapkan segalanya untuk hari ini. Baik itu sarapan pagi untuk Naruto, cemilan untuk teman-temannya, dan minuman dingin. Pukul lima pagi, dirinya sudah bersiap-siap. Tidak ingin mengambil resiko lebih besar lagi.

.

.

.


FlashBack On :

Pukul 05.00 pagi


Mengusap kedua matanya yang terasa masih mengantuk, Hinata perlahan bangkit dari tempat tidurnya. Gadis itu sengaja duduk di pinggiran kasur, mencoba mengembalikan setengah nyawanya yang masih melayang kemana-mana.

Ya, dia harus bangun sekarang-

"Hoahm~" menguap pelan, beriringan dengan kedua manik yang menoleh ke belakang. Menelusuri tempat tidur. Dimana seorang laki-laki masih tidur dengan nyamannya di sana.

Naruto Uzumaki-

Suaminya, laki-laki berambut pirang itu sedikit terganggu dengan gerak-geriknya. Terbukti dari gelayut malas yang membuat tubuhnya bergerak perlahan. Mencoba menyamankan posisi tidurnya.

"Hh," menghela napas panjang, hari ini dia harus ekstra bekerja keras. Berpura-pura sebagai murid Naruto, dan tidak boleh ada siapapun yang tahu tentang hubungan mereka berdua.

Beranjak dari tempat tidur, sebelum-

Kriet-

Suara ranjang yang berdecit pelan sukses membangunkan Naruto. Laki-laki itu tampak menguap, dan mengusap matanya. Mengadahkan wajah menatap wajahnya-

"Hi..nata, hoahm-mau kemana?" menanyakan dengan tubuh masih terbaring di tempat tidur.

"Tentu saja menyiapkan sarapan dan makanan untuk teman-temanku nanti, Naruto-kun." berujar cepat, Hinata segera merapikan rambutnya yang tergerai. Mengikat pony tail dan tersenyum kecil saat mendapati suaminya kini meringsek untuk bangun.

"Aku juga bantu~" nada malas dan enggan terdengar.

Hinata terkekeh geli, "Tidak usah, sekarang Naruto-kun tidur saja dulu. Nanti akan kupasang alarm jam Sembilan untuk membangunkanmu." Berjalan mendekati sang empunya, Hinata mencoba membaringkan kembali tubuh Naruto. Sedangkan sang empunya sendiri yang memang pada awalnya masih lemas, hanya bisa pasrah di baringkan.

Hinata tahu kalau suaminya ini pasti kelelahan, bukan hanya karena kegiatan mengajarnya. Tapi juga Naruto benar-benar menekuni profesinya sebagai guru. Laki-laki ini selalu tidur larut malam untuk menyiapkan segala materi yang akan di ajarkan pada murid-muridnya esok hari.

Menguap singkat, Naruto mengecup lembut pipi istrinya, "Arigatou Hinata~" berujar dan kemudian kembali tidur.

"…."

"Hh, kalau begitu saatnya memasak~" setelah selesai menyelimuti tubuh Naruto. Hinata segera bangkit, dan beranjak pergi dari kamarnya.

Kemarin malam memang ia sudah menyiapkan segala hal yang di perlukan suaminya untuk mengajar teman-temannya hari ini. Dari buku, ruangan tamu yang bersih, membuat cemilan kecil yang ia buat sendiri, dan minuman dingin.

Jadi hari ini, Hinata tinggal menyiapkan semuanya sampai selesai, membuat sarapan pagi dan segera pulang ke rumah orang tuanya.

OoOoOooOoOoOoOoOoOoO

Hari libur seperti ini, dirinya yang ingin beristhirahat dan menghabiskan akhir pekan bersama Naruto harus di batalkan. Maklum saja, Hinata benar-benar harus ekstra hati-hati menjaga hubungan mereka. Tidak ada yang boleh tahu kalau dirinya tinggal bersama sang Sensei, yang kini mengajar di sekolahnya.

Ini akan jadi skandal besar dan Hinata tidak suka hal-hal berbau seperti itu-

Tapi mau bagaimana lagi, suaminya itu memang tidak bisa menolak permintaan dari murid-muridnya. Di tambah lagi dengan nada memohon dan pandangan bagaikan anak kucing yang terlantar di berikan teman-temannya. Fix sudah-

"Hh, aku harus cepat, setelah periksa kembali seluruh ruangan. Jangan sampai ada yang tertinggal." Berujar pada dirinya sendiri, dan mempercepat acara memasaknya.

Sarapan hari ini, Tamagoyaki dan sup tomat. Makanan yang paling mudah dan bisa di buat dengan cepat.

OoOooOoOoOooOoOooOoO

Menyelesaikan sarapan dengan waktu tiga puluh menit, Hinata akhirnya selesai menatap piring beserta lauk di atas meja makan.

Merasa puas, dan pekerjaannya tinggal sedikit lagi. Bergegas menutup semua sarapan pagi, Ia segera melangkahkan kaki ke arah rak lemari kecil di atas tempat ia memasak.

Memeriksa kembali kue-kue kering yang ia buat kemarin, memastikannya aman.

"….." terdiam sesaat, menatap kue kering buatannya yang kini sudah tersimpan rapi di dalam jar.

"Kue sudah, sekarang minumannya."

Menoleh ke arah kulkas, dan langsung saja membuka lemari itu. Membiarkan hawa dingin menerpa tubuhnya,

"Jus jeruk juga sudah kusiapkan~" tersenyum kecil, merasa sudah selesai dengan semua tugasnya di dapur.

Sekarang yang perlu ia lakukan hanya membersihkan diri, setelah itu mengecek kembali barang-barangnya.

Berharap saja, kalau teman-temannya itu tidak lancang masuk ke dalam kamar Naruto. Karena ia hanya membawa pulang baju-bajunya di dalam lemari beberapa saja, tidak mungkin semuanya bukan? Dia hanya pergi satu hari itu pun tidak seharian, hanya beberapa jam saja. Abaikan saja amarahnya kemarin saat bilang kalau semua pakaian akan di bawa masuk ke dalam koper. Dia terlalu emosi saat itu-

"Hh," menghela napas panjang, perlahan ia kembali melangkahkan kakinya. Kembali naik ke lantai atas.


Flash Back Off


.

.

.

.

.

Tok! Tok!

Shion mengetuk pintu dengan semangat, bisa di lihat wajah gadis-gadis di sini sangatlah berbinar. Hinata ragu kalau mereka akan fokus saat belajar nanti. Dan apa dia bisa menahan diri agar tidak cemburu melihat kedekatan teman-temannya dengan sang suami?

"Sensei!" dengan kompak keempat gadis di dekatnya berteriak pelan, membuat kupingnya sedikit berdengung.

"…." Masih tidak ada respon,

Sampai akhirnya-

"Iya! Tunggu sebentar, huaa!"

Bruak! Bruk!

Setengah kaget, mendengar suara di dalam sana. Terdengar seperti seseorang terjatuh, sang Hyuuga ingin sekali menepuk keningnya keras-keras. Apa yang membuat suaminya terburu-buru seperti itu?

Tak lama menunggu, suara pintu terbuka cepat. Memperlihatkan sosok laki-laki berambut pirang tengah meringis kesakitan memegang pinggangnya, dengan rambut sedikit acak-acakan, dan pakaian yang kentara sekali terlihat baru saja di rapikan.

Cengiran yang tidak terpampang di sana, melainkan wajah sok keren yang Hinata lihat. Beda di dia, beda di mata teman-temannya.

Keempat gadis itu malah memerah malu, memperhatikan sosok Sensei mereka dalam balutan baju bebas.

"Ah, maaf lama menunggu~" berujar singkat, dan pandangan Naruto menelusuri seluruh murid-muridnya. Sampai kedua Saphire itu memperhatikan sosok sang istri di dekat teman-temannya.

Hinata dengan balutan dress ringan berwarna biru laut dengan rambut terikat pony tail. Sangat cantik, Naruto hampir saja menerjang istrinya kalau ia tidak lupa dimana dirinya berada. Kerucutan bibir dan pandangan meminta penjelasan itu sang Uzumaki buang jauh-jauh, terlalu terpesona mungkin-

"Kami juga baru datang Sensei, tenang saja!" Sakura tersenyum lebar, menatap dengan binar Senseinya.

Ternyata banyak juga murid yang datang ke rumahnya, dan benar saja tidak hanya murid perempuan, tapi laki-laki juga. Hanya saja ada yang sedikit membuatnya heran-

"Mm, Sasuke, Shikamaru, setahu Sensei kalian termasuk murid terpintar di angkatan kalian. Apa masih ada yang tidak di mengerti dari pelajaran kemarin?" Naruto bingung, kenapa duo murid pintar di sekolahnya, ikut dalam privat mendadak miliknya?

"Mendokusei, aku hanya di paksa oleh Ino." Pemuda berambut nanas mengelak sempurna, memang itu salah satu alasannya berada di sini sekarang. Tapi tentu saja alasan aslinya tidak akan ia katakan.

Sedangkan Sasuke, pemuda raven itu hanya diam dengan wajah sedatar teflon dan mengeluarkan kalimat ultimatenya-

"Hn."

Naruto gagal paham.

Oke, sepertinya tidak ada gunanya berdebat dengan kedua orang jenius ini. Daripada membuat mereka menunggu lebih lama di luar, "Kalau begitu ayo masuk, kebetulan Sensei sudah menyiapkan materi apa saja yang perlu di jelaskan nanti."

Ino, Sakura, Shion, serta Sara mengiyakan kompak, "Ha'i!" melangkahkan kaki mereka lebih dulu, dan mencoba mengikuti laki-laki pirang yang kini mempersilahkan mereka masuk.

Shikamaru berjalan malas, Sasuke melangkahkan kaki dengan kedua tangan masih tetap berada di saku celananya,

Sedangkan Kiba yang entah kenapa menyamakan langkah dengan Hinata, pemuda bertato segitiga terbalik itu mengeluarkan cengiran lebarnya. Sukses mengerjapkan manik sang Hyuuga,

"Hari ini kalau ada yang tidak kumengerti, beritahu aku ya, Hinata!"

"A..ah, baiklah~"

Dan tidak tahukah Hinata, kalau Naruto mendengar dengan jelas percakapan mereka berdua? Terima kasih pada suara Kiba yang tidak bisa di kontrol, dan kepolosan sang istri. Lihat saja bibirnya yang sekarang sudah maju beberapa centi.

.

.

.

.

.

Melangkahkan kaki memandu murid-muridnya ke ruang tamu, dimana sudah tersedia meja besar yang untungnya cukup untuk menampung semuanya. Tidak perlu berdesakan, bahkan Hinata yang sudah dengan sigap menyiapkan bantal kecil untuk tempat duduk teman-temannya,

Tentu saja dengan jumlah yang pas-

Sedikit membuat beberapa orang di sana heran-

Sakura mengerjap, saat mendapati ternyata bantal duduk itu terlihat sangat pas untuk jumlah mereka.

"Sensei, seperti tahu kalau kami akan datang ber-delapan. Bantal duduknya pas sekali dengan jumlah kami~" berdecak kagum,

Hinata sukses tersedak sendiri, "Uhuk!" batuk sejenak, sedangkan Naruto tersenyum kikuk. Menggaruk bagian belakang kepalanya yang tidak gatal.

"A..ahaha, benarkah? Padahal Sensei hanya menebak-nebak saja~" mengeluarkan alasan kilatnya, dan sangat beruntung keempat gadis di sana mengangguk paham.

Tidak untuk ketiga pemuda yang kini memandang sang guru dengan kening berkerut,

"Bagaimana kalau kita mulai saja pelajarannya?" mencoba mengalihkan pembicaraan, saat hendak sang Uzumaki duduk.

"Aku duduk di samping Sensei kalau begitu," Shion tiba-tiba bergerak cepat, mengambil bantal duduknya dan tepat duduk di samping Naruto.

"Eh, aku juga!" Sara ikut-ikutan, duduk di samping kanan gurunya.

Sakura serta Ino tidak mau kalah, hendak menyerobot, "Eit, biarkan aku yang duduk di samping Sensei. Ada bagian yang masih belum kumengerti, dan harus di tanyakan!" gadis merah muda itu mencoba masuk ke celah-celah posisi Naruto dan Shion, begitu juga Ino.

Hinata sweatdrop, melihat bagaimana teman-temannya saling berebutan untuk duduk di samping sang guru.

Memutar kedua bola matanya, dan mencoba untuk tidak peduli. Dirinya pun asal pilih, dan hendak duduk di dekat Kiba, membiarkan suaminya di kerubungi teman-temannya.

Naruto kelimpungan, memandang muridnya satu persatu. Kenapa mereka malah ribut?! Di tambah lagi-

Kedua manik Saphire itu menangkap pemandangan menyebalkan,

"Nee, Hinata kira-kira kemarin pelajarannya sampai mana saja? Aku lupa~" murid bertato segitiga di samping sang istri tiba-tiba saja berbicara, memandang wajah Hinata seolah tidak mau lepas, tatapan memuja keluar.

Kerutan di keningnya semakin terlihat,

Shit, pelajaran belum di mulai dan dia sudah di buat kesal seperti ini! Tolong salahkan sifat overprotektivenya yang menurun dari sang ayah.

Hinata masih belum sadar, gadis indigo itu malah dengan polos berpikir singkat, menatap Kiba. "Generic structure Narrative text, sama Descriptive Text, baru itu saja." Berujar pelan,

"Oh, kalau ada yang tidak di mengerti boleh aku bertanya padamu kan?"

"Um, kau sudah mengatakannya dua kali Kiba-kun."

Tunggu-

Tunggu dulu!

Wait!

Apa tadi Hinata bilang?!

Suffix 'kun' yang di ucapkannya dengan polos, tanpa tahu efeknya bagi Naruto. Dia tidak berlebihan, Naruto benar-benar tidak suka mendengar nada panggilan itu di ucapkan Hinata untuk orang selain dirinya.

Oke, dia tidak bisa tahan lagi.

Tanpa aba-aba, mengidahkan keempat muridnya yang sibuk mencari posisi di dekatnya.

Sret-

Naruto bangkit dari tempat duduknya, membawa sebuah bantal duduk di tangannya dan tanpa bilang-bilang-

"Sensei membiarkan kalian belajar di sini bukan untuk berpacaran Kiba, Hinata. Jadi bisakah kalian jangan dekat-dekat seperti itu?"

Hinata membulatkan kedua matanya, mendapati sosok sang suami kini sudah nyelip dan duduk di antara dirinya dan Kiba. Membuat sang pemuda coklat kaget, sukses terdorong ke samping, dan keempat gadis di sana menatap tak percaya.

Sedikit mengernyitkan keningnya, dalam hati Hinata sudah tahu kenapa laki-laki pirang ini berbuat kekanakan seperti sekarang-

Apalagi kalau bukan karena alasan-

"Baik, sekarang kita mulai saja pelajaran-Ittai!"

Cemburu-

Hinata mencubit pelan pinggang Naruto, membuat sang empunya mengaduh sakit. Semua memandang ke arahnya, dia pura-pura terkejut.

"Kenapa Sensei?" bertanya dengan pandangan polos, padahal dalam hati dia sudah memperingati sang suami agar tidak berbuat gegabah.

Mengirim sinyal kecil, dan di tangkap baik oleh sang Uzumaki,


'Jangan membuat masalah Naruto-kun!'

'Apa?! Aku hanya tidak suka Kiba dekat-dekat denganmu!'

'Tapi dia kan hanya bertanya padaku, tidak masalah kan?'

'Masalah buatku!'


Oke fix Hinata kalah. Naruto benar-benar keras kepala.

Kami-sama, semoga saja hari ini dia bisa menjalani aktingnya dengan sempurna. Semoga saja~


TO BE CONTINUED~


A/N :


Ini sebagai pembuka :) karena terbilang cukup panjang dan mushi potong di sini, semoga suka Minna :D Chap depan adalah yang terakhir.

And buat yang udah repot-repot Pm Mushi, ngingetin terus tentang fic ini XD #jujur ga nyangka kalau yang suka sama ficnya sampe sebanyak itu#bahkan mushi di terror suruh apdet sequelnya selama beberapa hari wahahaha :v :v#tenang mushi ga takut kok cuman lucu aja sekaligus malah seneng#author sableng#

Mushi harap kalau fic gaje yang satu ini pas di hati para readers semua :9

See You Next Chap :9


Spoiler? Sedikit aja deh :v

Bingung, marah, cemburu semua menjadi satu di dalam ruangan itu. Terutama bagi Naruto dan Hinata.

Naruto kebingungan, mencoba mencari cara untuk menjauhkan Kiba dari Hinata-

Dan Hinata yang malah kesal dan berbalik mencuekinya-

"Hinata-san, bisa bantu Sensei mengambil makanan di dapur sebentar?" meminta dengan pandangan keren.

Hinata buang jauh-jauh wajahnya.

"Biar aku saja yang bantu, Sensei!"

"Eh?"

'Huee! Hinata tolong aku!'

Sikap lupa-lupaan yang tiba-tiba muncul-

Dan-

Drtt-

Getar Handphonenya yang menarik perhatian Hinata.

'Siapa?'

"….."

Call : Naruto-kun.

"Hah?" Hinata gagal paham.

Stop! :D


Segitu aja deh Cuap-Cuap dari Mushi

Kalau begitu Akhir kata kembali

SILAKAN RIVIEW YAA! \^O^/\^V^7

JAA~