Baekhyun nampaknya selalu suka membuat Chanyeol khawatir, panik. Anak itu benar-benar nakal dan Chanyeol tak tahu apakah dia beruntung atau justru rugi berteman dengan Baekhyun.

Dulu waktu masih di Kanada, ibunya pernah menasehati Chanyeol bahwa dia harus pintar-pintar memilih teman. Banyak teman yang baik, tapi tak banyak yang dapat memberi pengaruh baik. Chanyeol penasaran apakah Baekhyun ini termasuk teman baik, atau teman yang dapat memberi pengaruh baik, atau malah tidak dua-duanya?

Mereka masih berumur dua belas tahun—hampir tiga belas. Chanyeol ingin memiliki teman yang seru diajak bermain, enak diajak bercanda dan berbicara, juga cukup pintar untuk diajak belajar bersama. Tapi setelah itu Chanyeol sadar bahwa dia bersahabat dengan anak yang tidak memiliki itu semua. Rasanya Chanyeol seperti mengemong adik kecil yang menyusahkan, padahal umur Baekhyun beberapa bulan lebih tua darinya. Namun meskipun begitu, entah mengapa Chanyeol tidak bisa menghindar dari Baekhyun.

Sekarang Chanyeol berlari terburu-buru menuju lapangan. Baekhyun berulah lagi. Chanyeol percaya bahwa anak itu tak akan lagi mau mencari masalah dengan Zitao, lagipula Zitao sudah sepakat dengannya untuk tidak memusuhi Baekhyun. Tapi sekarang kedua anak itu berkelahi. Apalagi masalahnya? Demi apapun Chanyeol ingin tenang membaca komik di rumah tapi kakinya seakan mendorong dia berlari ke lapangan untuk melihat Baekhyun.

Lapangan ramai, Chanyeol berani bertaruh kalau ada Baekhyun dan Zitao yang saling hantam disana. Dan benar saja, saat Chanyeol menyusup diantara kerumunan anak, Baekhyun dan Zitao sedang berontak habis-habisan ketika tubuh mereka ditarik lalu dipegangi oleh beberapa anak. Tapi Baekhyun akan berubah menjadi kuat kalau dia sedang emosi, dan Zitao pada dasarnya memang kuat dan jago bela diri, mereka masih bisa lepas dan kembali saling menghantam.

"Kenapa mereka sampai berkelahi begitu?" Chanyeol bertanya dengan wajah garang pada teman yang membawanya ke lapangan tadi.

"Tadi kami bermain sepak bola menggunakan bola milik Baekhyun, dan anak itu tidak mau mengoper bolanya pada Zitao. Dia seperti tidak ingin Zitao ikut main. Akhirnya Zitao marah karena tidak dianggap dan menghajar Baekhyun. Sebenarnya Zitao sudah malas dari awal ketika Baekhyun ikut main, tapi dia sudah punya perjanjian denganmu," jawabnya.

Chanyeol memejam lalu menghela nafas. Masalah sepele lagi. Bukankah Baekhyun berekspresi senang ketika tahu dia bisa bermain lagi dengan Zitao? Tapi kenapa malah dia yang cari masalah sekarang? Jadi anak itu masih ingin balas dendam, ya?

Sudah tahu apa yang harus dia lakukan, Chanyeol mendekat kearah dua anak yang sedang berkelahi itu dan menarik tangan Zitao kuat. Zitao terkejut dan hampir saja menghantam Chanyeol, untung dia berhasil menghindar. Chanyeol menarik Zitao keluar lapangan sedangkan anak itu mau tidak mau menurut saja sesekali melempar pandang ke Baekhyun dengan tatapan seramnya.

Sedangkan Baekhyun hanya diam disana melihat Chanyeol yang justru malah menarik Zitao bukan dirinya.

...

"Kau mau apa, hah?! Sok melerai aku dengan Baekhyun! Biar saja dia kuhajar agar dapat pelajaran."

Zitao marah-marah saat Chanyeol dengan seenaknya membawa dia pulang ke rumah. Chanyeol tidak menjawab apa-apa, membuat Zitao bertambah geram. Dia menendang kaki Chanyeol, membuat anak itu hampir jatuh tersungkur dan berteriak tertahan. Beruntung badannya masih bisa menahan, meskipun kakinya agak ngilu sekarang.

"Katakan pada teman kesayanganmu itu agar tidak macam-macam denganku, beruntung tangan dan kakinya belum sampai kupatahkan," umpat Zitao lagi.

"Aku cuma tidak suka kau menyakiti Baekhyun! Kalau kau benci padanya karena dia seenaknya sendiri, kau bisa kan tinggal menyingkirkannya ke pinggir lapangan dan tidak mengizinkan dia bermain, tidak perlu berkelahi seperti itu! Mau pamer kemampuan?!"

Zitao melotot. "Pamer?! Maksudmu apa, hah?! Baekhyun itu yang memulai duluan! Terkadang kau kurang ajar juga ya, Chanyeol! Ini efek kalau kau terlalu dekat dengan Baekhyun!"

Zitao masuk ke rumahnya meninggalkan Chanyeol, sedangkan anak itu masih berdiri di depan pagar rumah Zitao. Tiba-tiba Chanyeol penasaran lagi, apa mungkin berteman dengan Baekhyun memberi pengaruh buruk? Jelas-jelas Chanyeol tahu Baekhyun salah sampai menyulut emosi Zitao kemudian mereka berkelahi, tapi dia terus saja berpihak pada Baekhyun, tak bisa yang lain.

Chanyeol memutuskan untuk kembali ke lapangan, mengajak Baekhyun pulang. Tapi ketika dia sampai disana, salah satu temannya mengatakan kalau Baekhyun sudah pulang ke rumahnya sendirian. Setelah berucap terimakasih, Chanyeol segera berlari menuju ke rumah Baekhyun, lalu masuk ke ruang depan tanpa permisi -dia sudah terbiasa lalu lalang di rumah Baekhyun-. Chanyeol melihat Baekhyun duduk di sofa dengan wajah lebam sana-sini dan sedang dikompres oleh ibunya menggunakan air hangat. Ibu Baekhyun agak terkejut karena Chanyeol tiba-tiba muncul di rumahnya, tapi wanita itu menganggap ini adalah hal yang wajar; setiap Baekhyun terluka, Chanyeol selalu ada disana.

"Baekhyun, kau tidak seharusnya seperti itu pada Zitao."

Chanyeol duduk di samping Baekhyun. Anak itu memandang Chanyeol sebentar kemudian memalingkan wajah.

"Zitao sudah baik mau bermain bola denganmu lagi, apa susahnya sih mengoper bola padanya?"

Dahi ibu Baekhyun mengerut mendengar perkataan Chanyeol, lalu angkat bicara, "Chanyeol-ah, apa kau tahu kenapa anakku yang bandel ini bisa lebam seperti ini? Daritadi dia tidak mau cerita, pulang-pulang ke rumah langsung menangis dan mengeluh wajahnya sakit bukan main."

Dan kemudian Chanyeol sadar kenapa selama ini dia masih saja membela Baekhyun di hadapan teman-temannya, Baekhyun itu cuma anak sok pemberani yang cengeng. Mereka belum dewasa, tapi Chanyeol (merasa) lebih dewasa ketimbang Baekhyun dalam menyikapi apapun.

"Baekhyun berkelahi dengan Zitao," jawab Chanyeol singkat, tak ingin menjelaskan kenapa Baekhyun dan Zitao sampai berkelahi. Tapi cukup untuk membuat ibu Baekhyun melototi anaknya.

"Ibu sudah bilang, jangan macam-macam dengan Huang Zitao, apalagi sampai berkelahi dengan dia. Kau kan tahu Zitao itu juara wushu. Dia bisa mematahkan lehermu kapan saja, Baekhyun!" Ibu Baekhyun mulai mengomel sambil menekan-nekan luka di wajah anaknya dengan handuk kompresan membuat Baekhyun merengek.

"Habis aku tidak suka dengan dia, Eomma!"

"Tapi bisa 'kan jangan sampai berkelahi?! Memangnya kenapa kalian sampai berkelahi begitu? Kau cari gara-gara lagi, ya? Berhenti cari gara-gara dengan temanmu, Baekhyun. Bisa-bisa kau tidak punya teman!"

Baekhyun tiba-tiba berdiri sambil menggeram, "Biar saja, buat apa punya teman tapi kalau semuanya menyebalkan?!"

Baekhyun berjalan menghentak menaiki tangga, kemudian dia masuk ke kamarnya lalu menutup pintu keras-keras. Chanyeol terdiam tidak mengerti. Tadi apa kata Baekhyun? Semua temannya menyebalkan? Apa dia juga? Padahal 'kan selama ini Chanyeol selalu berusaha jadi teman yang baik dan membantu Baekhyun disaat apapun, selalu mau tidak mau terlibat jika Baekhyun mendapatkan masalah dan membela anak itu. Chanyeol jadi bertanya-tanya apa yang menyebalkan dari dirinya.

Ibu Baekhyun menghela nafas, "Apa kau tidak pernah kesusahan berteman dengan Baekhyun, Chanyeol? Dia belum pernah lho memiliki teman yang benar-benar menempel padanya sepertimu."

Chanyeol diam menimbang-nimbang, kesusahan sih tidak. Tapi tingkah keras kepala dan sok beraninya itu yang membuat Chanyeol terkadang tidak suka. Karena sikapnya itu Baekhyun jadi terluka seperti ini, dan Chanyeol juga tidak suka melihat Baekhyun terluka. Pokoknya dia ingin Baekhyun menjadi normal seperti biasanya tanpa harus terlibat dalam hal-hal yang tidak diinginkan.

Kemudian Chanyeol hanya menggeleng pelan sebagai jawaban dari pertanyaan ibu Baekhyun.

"Aku tidak pernah kesusahan berteman dengannya. Baekhyun menyenangkan," –dan sedikit menyebalkan karena sering membuatnya khawatir, lebih tepatnya.

"Habis tidak ada teman yang benar-benar betah berteman dengan Baekhyun, dia selalu bersikap seenaknya sendiri," timpal ibu Baekhyun, mengakui keburukan anaknya. "Itu berarti...kau berbeda ya, Chanyeol?"

Chanyeol mengerutkan dahi, perkataan ibu Baekhyun tidak masuk sampai ke otaknya. "Apanya yang...berbeda?"

Wanita itu hanya tertawa kecil, "Sudahlah, tidak apa-apa. Lupakan saja." Kemudian ibu Baekhyun bangkit dan berjalan menuju ke dapur sambil membawa baskom berisi air hangat yang tadi digunakan untuk mengompres Baekhyun. Chanyeol menahan tangan ibu Baekhyun cepat, mengingat tadi wajah Baekhyun belum selesai dikompres karena anak itu sudah kabur duluan ke kamar.

"Bibi, boleh aku mengompres wajah Baekhyun sebentar? Sepertinya lebamnya masih parah," ujar Chanyeol dengan wajah khawatir.

"Benar? Tapi dia tidak sedang dalam mood yang baik."

"Tidak apa-apa, aku akan bicara saja padanya sambil mengompres. Boleh, 'kan?"

Ibu Baekhyun tersenyum dan dengan senang hati memberi baskom kompresan itu. Chanyeol berucap 'terimakasih' kemudian segera menuju ke kamar Baekhyun.

"Kau betul-betul berbeda, ya Park Chanyeol. Kau memandang Baekhyun berbeda."

...

Chanyeol berjalan menaiki tangga menuju kamar Baekhyun. Tugasnya sekarang adalah mengompres sekaligus menaikkan mood anak itu, sekalian menasehatinya agar tidak bandel lagi –kalau bisa-.

Chanyeol membuka pintu kamar Baekhyun, tapi pintunya dikunci. Chanyeol tahu anak itu jarang mengunci kamar kecuali jika benar-benar tidak ingin diganggu. Chanyeol menghela nafas, menghadapi Baekhyun adalah perkara kesabaran.

Chanyeol akhirnya mengetuk pintu itu. "Baek, buka pintunya. Lukamu masih harus dikompres."

Tidak ada jawaban dari dalam.

"Baek, buka pintunya."

Tidak ada jawaban lagi.

"Kau marah padaku, ya?"

Masih tidak ada jawaban.

"Memangnya aku salah apa? Katakan apa salahku, aku akan minta maaf. Sungguh."

Tak lama kemudian, pintu kamar Baekhyun dibuka oleh si empunya. Baekhyun muncul di ambang pintu dengan wajah bersungut memandang Chanyeol. Bercak biru karena lebam menempel disana sini. Setelah membuka pintu dan membiarkan Chanyeol masuk, dia kembali ke kasurnya. Meringkuk dibalik selimut, tak peduli dengan Chanyeol.

Chanyeol menaruh baskom air hangat itu di meja samping kasur Baekhyun, lalu duduk di tepi kasur tersebut. Baekhyun langsung mengambil posisi tidur miring memunggungi Chanyeol.

Melihat tingkah Baekhyun, Chanyeol malah tersenyum. Seperti tahu apa yang harus dia lakukan, Chanyeol mendekatkan wajahnya ke telinga Baekhyun dan berbisik disana.

"Hey, kau ini marah padaku? Jangan merengut terus seperti itu, Baek. Kau jelek, tahu. Sangat jelek."

Kata-kata Chanyeol sepertinya mujarab. Baekhyun langsung bangun tapi yang ada malah memukuli Chanyeol dengan gulingnya.

"Kau jahat, Chanyeol! Kau kan tahu aku berkelahi dengan Zitao dan babak belur seperti ini tapi di lapangan tadi kau malah menarik Zitao dan kata anak-anak kau membawa Zitao pulang. Seharusnya 'kan kau membawa aku pulang bersamamu bukannya Zitao! Kau suka ya membela anak itu?! Sebenarnya kau ini teman macam apa, sih?!"

Baekhyun masih saja bersemangat memukuli Chanyeol. Anak bertubuh gempal itu berusaha melindungi diri dengan tangannya.

"Baek, Baek—aw! Berhenti memukulku, aku tidak membela siapa-siapa."

"Tapi kau membiarkan aku pulang sendirian!" Baekhyun berteriak, lalu menghentikan kegiatannya memukuli Chanyeol. Dia merengut sambil bersedekap tangan. "Kau tahu? Apa ya rasanya, seperti...terkhianati?"

Chanyeol diam sebentar, "Eyy, kau harus berhenti menonton drama Korea, oke?"

"Aku sungguhan, Park Chanyeol!" Baekhyun berteriak lagi.

"Jadi kau cemburu aku pulang dengan Zitao, begitu?!" Chanyeol balik berteriak. Baekhyun diam lalu memalingkan wajah.

"Cemburu apanya?" Dia mengelak, mengerucutkan bibirnya. Dan Chanyeol mendapati Byun Baekhyun terlihat imut melebihi apapun.

"Aku tahu kau cemburu." Chanyeol tersenyum lebar menyebalkan.

"Kau sendiri sepertinya harus berhenti baca manhwa yang berisi cerita roman picisan," balas Baekhyun.

"Tidak peduli, pokoknya kau cemburu."

"YA! Kenapa kita jadi membicarakan ini, sih?"

Baekhyun kesal dan akan rebahan lagi di kasur tapi tangan Chanyeol menahannya. Oke, sekarang waktunya Chanyeol untuk benar-benar mengompres Baekhyun. Paling tidak besok anak itu tak perlu malu ke sekolah dengan wajah bercak biru, dan guru-gurunnya tidak akan mengetahui bahwa dia habis berkelahi.

"Kau mau apa lagi?!" Baekhyun masih saja bicara dengan nada tinggi saat Chanyeol menahan tangannya.

"Duduk saja, kukompres dulu wajahmu."

"Tidak perlu! Pergi saja kau jauh-jauh!"

Baekhyun rebahan lalu menutup tubuh sampai kepalanya dengan selimut, sedangkan Chanyeol diam sebentar, mencari cara bagaimana anak keras kepala ini bisa jadi penurut untu sesaat saja.

"Oh, baiklah. Kalau Baekbeom Hyung menertawai wajahmu, aku tidak tanggung jawab, ya."

Chanyeol berdiri dari duduknya hendak keluar kamar, dan seperti ada mantra di ucapan Chanyeol tadi, Baekhyun langsung bangun kemudian menarik tangan Chanyeol sampai anak itu terduduk lagi.

"Oke, kompres aku sekarang," titah Baekhyun, dan Chanyeol tersenyum lebar.

Chanyeol mulai mencelupkan handuk kecil yang dibawanya tadi ke air hangat yang ada di baskom kemudian menempelkannya pada salah satu luka yang ada di sudut bibir Baekhyun. Dulu saat di Kanada dia juga pernah berkelahi sampai babak belur, jadi paling tidak Chanyeol masih ingat bagaimana dulu ibunya mengompres lukanya. Baekhyun merengek sakit beberapa kali, bahkan berteriak memanggil ibunya seperti anak lima tahun. Chanyeol menghela nafas, padahal dia sudah mencoba mengompres sepelan mungkin, atau memang Baekhyun yang hobi berteriak-teriak.

"Sakit, Yeol!"

"Aku sudah berusaha pelan-pelan, Baek."

"Tapi tetap sakit!"

"Makanya jangan berkelahi!"

Dan Baekhyun diam, kepalanya perlahan menunduk juga ekspresinya berubah agak muram. "Kenapa?" tanya Chanyeol, menghentikan kegiatan mengompresnya.

"Maaf, seharusnya aku tidak mencari masalah. Kau sudah berusaha agar aku tetap bisa berteman dan bermain bola dengan Zitao dan anak-anak yang lain, tapi sikapku membuat aku dan Zitao malah bermusuhan. Maaf ya, Yeol."

Chanyeol diam, sadar kalau Baekhyun belum pernah merasa bersalah hingga meminta maaf pada orang lain seperti ini.

Chanyeol memeluk anak itu, untuk kedua kalinya mereka berpelukan, Chanyeol ingat. Chanyeol sendiri tidak pernah merasa marah atas sikap Baekhyun, jadi anak itu sebenarnya tidak perlu minta maaf, karena apapun yang terjadi Baekhyun tetap akan menjadi sahabatnya yang paling menyebalkan namun kekanakan disaat yang bersamaan. Baekhyun hanya perlu menghilangkan sifat nakal dan bandelnya.

"Tidak apa-apa, Baek. Pokoknya kau jangan berkelahi lagi dengan siapapun. Aku tidak suka kau luka-luka seperti ini."

Baekhyun mengangguk, "Pokoknya aku tidak mau main bola lagi."

Chanyeol melepas pelukannya, "Hah? Kenapa?"

"Tidak tahu, pokoknya aku tidak mau saja," jawabnya sambil cemberut.

Mungkin itu lebih baik daripada dia harus mencari masalah lagi dengan Zitao atau orang lain di kemudian hari.


Chanyeol seharusnya tahu dari awal ketika Baekhyun sudah tidak mau main bola lagi, itu berarti dia tidak mau lagi bermain dengan teman-teman sekompleknya, apalagi mereka 'kan bisa dibilang 'anak buah'-nya Huang Zitao. Chanyeol juga seharusnya sadar, kalau Baekhyun anak yang tidak bisa diam di rumah ketika sore hari kecuali jika sedang minggu ujian, jadi satu-satunya teman yang bisa Baekhyun tuju sekarang adalah Chanyeol.

Chanyeol sampai hafal, pukul 4 sore Baekhyun akan melompati balkon rumahnya, kemudian mengetuk pintu kamar Chanyeol yang menghubungkan kamar dengan balkon. Kadang juga anak itu masuk tanpa permisi, yang membuat Chanyeol berteriak kaget apalagi jika dia sedang enak ganti baju setelah mandi. Chanyeol heran apakah Baekhyun tidak bosan merusuhi kamarnya setiap sore, bahkan beberapa kali Baekhyun berada di rumah Chanyeol sampai lupa waktu dan berakhir tidur disana semalaman.

Ibu Baekhyun tak pernah kaget tiap kali mengecek kamar Baekhyun tengah malam dan mendapati disana kosong. Itu berarti anaknya sedang tidur di rumah tetangga, siapa lagi kalau bukan Chanyeol. Terkadang tidur di rumah Chanyeol membawa keuntungan tersendiri bagi ibu Baekhyun. Chanyeol anak rajin dan mengerti pentingnya bangun pagi, maka jika Chanyeol bangun otomatis Baekhyun juga bangun. Anaknya lama-kelamaan akan terbiasa bangun pagi.

Chanyeol juga heran bagaimana bisa Baekhyun betah di kamarnya tiap sore (terkadang) sampai malam. Tidak banyak yang bisa dilakukan anak itu disana, paling hanya membaca komik sambil menunggui Chanyeol yang sedang olahraga sore di balkon. Atau merusuh, seperti dengan lancang membuka tas Chanyeol dan melihati buku-buku pelajarannya, bisa juga dengan melihat-lihat koleksi buku non-fiksi milik Chanyeol dan membacanya sebentar jika menemukan judul yang menarik sampai akhirnya menaruhnya lagi karena isi buku tak semenarik judulnya. Baekhyun juga suka bermain game di komputer Chanyeol lalu berteriak-teriak sendiri, menekan-nekan mouse dan keyboard secara kasar, dan Chanyeol akan memperingatkan Baekhyun agar tidak merusak barang elektroniknya yang jelas tidak murah atau ayahnya akan marah.

Kalau malam, paling membosankan. Mereka akan tenggelam dalam lautan buku pelajaran dan tidak bermain apapun. Satu bulan lagi ujian semester ganjil, dan Chanyeol tidak ingin kegiatan belajarnya diganggu siapapun. Meskipun menurut otak pendek Baekhyun, ujian semester ganjil tidak membawa pengaruh apa-apa, tapi mau tidak mau Baekhyun mengikuti kegiatan Chanyeol. Maka dia akan tengkurap di lantai dan belajar dengan tidak-tenang jika sudah mengerjakan latihan soal yang susah.

Chanyeol sampai bosan melihati Baekhyun berkeliaran di kamarnya, tapi Chanyeol juga mendapati dirinya sendiri merasa rindu ketika suatu sore Baekhyun tidak main ke kamarnya karena ikut ibunya jalan-jalan ke mall.


Hari itu, mereka hanya berdiam diri di kamar. Kebetulan mouse komputer Chanyeol sedang rusak dan belum dibelikan yang baru, jadi Baekhyun tidak bisa bermain game disana. Mereka duduk di balkon, Chanyeol baru saja selesai mandi. Baekhyun bergumul dengan pikirannya sambil memandang awan sore, kemudian matanya beralih pada Chanyeol yang sedang mengelap kacamatanya menggunakan tissue.

"Eits, jangan dipakai dulu," Baekhyun menahan tangan Chanyeol yang hendak memakai kembali kacamatanya. Chanyeol hanya menatapnya tidak mengerti. "Kupikir, kau lebih baik tidak pakai kacamata, Yeol."

Chanyeol menaikkan alisnya, "Tapi aku punya minus, Baek."

Baekhyun mendengus, "Kau olahraga setiap hari agar tubuhmu jadi ideal, tapi kau tetap saja memakai kacamata bulat itu. Tetap tidak ada kerennya," ujar Baekhyun dengan nada menyebalkan.

"Lalu kau ingin aku pakai kacamata apa? Yang kotak?"

"Kalau bisa, tidak usah memakai kacamata, Yeol. Kau lebih terlihat tampan tanpa kacamata."

"Tampan? Benarkah?"

"Ya."

Percaya atau tidak, perkataan Baekhyun yang menyuruhnya lepas kacamata itu memenuhi otak Chanyeol sampai beberapa hari. Bagaimana mungkin dia bisa melepas kacamatanya, meskipun minusnya tidak terlalu banyak, tapi Chanyeol cukup tidak nyaman jika tidak memakai kacamata. Maka satu-satunya jalan adalah dengan menyembuhkan minus itu, begitu pikir Chanyeol.

Gara-gara Baekhyun, Chanyeol ingin menguruskan badan. Dan gara-gara Baekhyun, Chanyeol juga jadi ingin menyembuhkan cacat matanya.

Apakah semua harus 'gara-gara Baekhyun'?

...

Ketika mouse komputernya sudah diganti, Chanyeol dengan semangat duduk di depan komputer lalu menjelajah internet dan menulis di kotak search engine 'cara menyembuhkan minus pada mata'. Beberapa sumber menyarankan lebih baik operasi lasik saja, tapi Chanyeol tidak cukup mengerti tentang segala hal tentang operasi, dan operasi terasa mengerikan dipikiran Chanyeol. Akhirnya dia menambahkan kata di search engine, 'cara menyembuhkan minus pada mata secara alami'. Dan Chanyeol mulai membaca dari berbagai sumber disana.

Efeknya, beberapa hari ini Yoora jadi sering mendapati adiknya minum jus tomat dan terkadang potongan buah wortel mentah dijadikan cemilan siang oleh Chanyeol. Sekarang di kulkasnya juga selalu tersimpan teko besar berisi jus wortel terkadang tomat -pembantu di rumahnya akan mengganti dengan yang baru kalau sudah habis-. Dan Chanyeol pun mulai berhenti minum susu sebelum sekolah, berganti dengan meminum jus itu. Membuat ibunya selalu memaksa dia meminum susu -paling tidak sekali dalam sehari- saat sebelum tidur.

Kebiasaan sore Chanyeol juga berubah, kalo biasanya dia akan bermain dengan Baekhyun, Chanyeol sekarang lebih memilih ke halaman setelah mandi sore dan membiarkan Baekhyun berbuat sesuka hati di kamarnya, tapi terkadang Baekhyun juga menemainya di halaman. Biasanya Chanyeol duduk di tanah berumput, lalu memandangi daun tumbuhan hijau yang ada di pot. Menurut sumber yang dibacanya, Chanyeol harus menjauhkan sedikit jarak duduknya dengan tumbuhan itu ketika fokus matanya dirasa sudah semakin baik. Dia bertahan duduk dan memandangi tumbuhan hijau minimal setengah jam.

Hari itu, Chanyeol melakukan lagi kegiatan yang sudah menjadi kebiasaan sorenya ini sendirian. Baekhyun nampak sedang asyik membaca komik di balkon kamar Chanyeol dan tidak berminat menemani temannya. Tak lama kemudian Yoora datang menghampiri Chanyeol, dia penasaran juga ritual macam apa yang dilakukan adiknya ini setiap sore.

"Sedang apa, sih?" tanya Yoora sambil duduk di sebelah adiknya. "Kau memandangi tumbuhan seperti memandangi perempuan cantik saja." Yoora memang suka menggoda adiknya tentang hal 'berpacaran' atau 'perempuan cantik'. Bukankah anak kecil (yang mulai remaja) akan menjadi malu-malu dan lucu ketika digoda seperti itu? Tapi sayangnya adiknya ini tidak pernah tertarik sampai Yoora terkadang heran. Mungkin memang dia akan mengelak dengan malu-malu kalau digoda tentang hal 'berpacaran', tapi anehnya tidak dengan 'perempuan cantik'.

"Diam saja, Noona. Aku sedang berkonsentrasi," jawabnya sambil tetap memandangi tumbuhan di depannya.

"Kau itu sedang apa?"

"Memandangi tumbuhan hijau, itu bisa mengurangi minusku, Noona."

"Hah? Kenapa kau tiba-tiba ingin minusmu berkurang?"

"Memangnya tidak boleh? Akan lebih baik kalau minusku sembuh, aku bisa melihat tanpa kacamata."

"Kupikir kau tidak ada masalah jika memakai kacamata, 'kan?"

"Iya, sih. Tapi Baekhyun menyuruhku untuk lepas kacamata. Dia bilang aku lebih tampan jika tidak pakai kacamata."

"Eh? Jadi kau ingin lepas kacamata karena Baekhyun?"

"Tidak juga, tapi bisa dibilang begitu, sih." Chanyeol mengedikkan bahunya.

Yoora diam, memandangi wajah adiknya yang sedang fokus. Sejauh pandangan Yoora, banyak hal yang membuat Chanyeol merubah dirinya sendiri sedikit demi sedikit, dan hampir semua itu terjadi sejak Chanyeol dan Baekhyun menempel satu sama lain. Chanyeol belum pernah seperti ini pada temannya yang lain.

"Chanyeol-ah, kau benar-benar menyayangi Baekhyun, ya?" tanya Yoora. Tidak tahu juga mengapa ia tiba-tiba melontarkan pertanyaan seperti itu.

Kini giliran Chanyeol yang terdiam, matanya tak fokus lagi ke tumbuhan hijau. Dia melirik kakaknya yang juga sedang memandanginya. Dia mengerjap, "Menurutmu, apa aku memang menyayangi Baekhyun?"

Tak ada alasan untuk berkata tidak.

"Menurutku, kau sangat menyayanginya."

Chanyeol tersenyum lalu senyumnya berangsur lebar, "Kalau begitu, tentu saja aku menyayangi Baekhyun!"

Entah mengapa, Yoora menemukan hal unik disini. Adiknya tak pernah tertarik ketika ia menyinggung 'perempuan cantik', tapi langsung bersemangat ketika membicarakan 'Baekhyun'. Pertemanan anak-anak selalu menarik dimata Yoora, dan bagaimana Chanyeol dan Baekhyun selalu menempel setiap hari, Yoora jadi membayangkan jika kedua anak itu pada akhirnya tumbuh dewasa bersama.

"Chanyeol!" Suara melengking Baekhyun terdengar ke halaman, tak lama anak itu muncul dengan raut wajah campur aduk.

Chanyeol berdiri, mengambil kacamata yang tadi dia simpan di saku baju. "Ada apa, Baek?"

Dan Baekhyun tiba-tiba saja menarik tangan Chanyeol hingga temannya itu terhenyak ke depan, "Ayo ikut aku."

"Kemana?"

"Ke kamarmu."

"Ada apa memangnya?"

"Ayo ikut saja, Yeol."

"Iya, iya, tunggu aku pakai kacamata dulu."

"Tidak usah, ayo cepat, Chanyeol!"

Baekhyun menarik tangan Chanyeol dengan tidak sabaran, berlari masuk ke dalam rumah, dan segera menaiki tangga menuju kamar Chanyeol.

"Ada apa sih, Baek?"


-tbc-


a/n :

hello readers! meskipun kayaknya udah telat, tapi aku mau mengucapkan selamat hari raya idhul fitri bagi yang merayakan. mohon maaf lahir batin ya. maapin semua kesalahan author yang terlihat maupun tidak terlihat(?) ngga ada kata telat untuk saling memaafkan di bulan suci ini kan? kalo gitu maafin juga ya karena fanfic ini updatenya ngaret banget /plak /modus

makasih buuuanyak untuk para readers yang udah nyempetin waktunya buat ngereview, fav, dan follow. aku suka senyam senyum sendiri kalo baca reviewan kalian yang pada gemes sama tuh dua bocah (re: chanbaek)

semoga chanbaek bakal selalu terlihat menggemaskan tak kenal waktu dan jaman ya xD

don't forget to leave review fav or follow, my lovely readers! biar author ini bisa tersenyum sepanjang hari /abaikan

HIDUP CHANBAEK!

SELAMAT HARI RAYA IDHUL FITRI!

AYO SINI BAGI ANGPAU NYA KE AUTHOR /plak /beneran abaikan yang ini