Chanyeol tahu apa hal yang disukai Baekhyun dan apa yang tidak disukai Baekhyun, terlihat jelas dari ekspresi wajahnya. Bibirnya yang mengerucut, alis yang bertemu, bahkan dari tingkah Baekhyun yang tiba-tiba berubah menjadi menyebalkan atau bisa sangat manja mengalahkan anak balita jika berada di sekitarnya, Chanyeol cukup mengerti kalau anak itu sebenarnya ingin diperhatikan.

Mereka mulai bersahabat baik sejak kelas enam. Jarak rumah Baekhyun dan Chanyeol mungkin hanya delapan langkah—atau malah lima? Yang jelas mereka bertetangga dan rumah mereka bersebelahan. Baekhyun sebetulnya mengenal Chanyeol sejak kelas lima sekolah dasar, dia pindahan dari Kanada.

Dulu Baekhyun heboh ketika ibunya mengatakan bahwa rumah sebelah yang kosong dan besar bukan main itu akan ditempati oleh keluarga dari Kanada, dan salah satu anak mereka ada yang seumur dengan Baekhyun. Dia jadi membayangkan memiliki teman seorang bule, berambut pirang, dan beraksen aneh. Lalu Baekhyun akan mengajak teman sekolahnya datang ke rumah dan memamerkan tetangga barunya yang bule itu. Dasar anak-anak.

Sebulan penuh sebelum keluarga pindahan dari Kanada itu datang dan menjadi tetangga mereka, Baekhyun selalu memaksa kakaknya yang baru pulang sekolah untuk mengajarinya berbahasa Inggris. Ternyata Baekhyun ada malunya juga jika tidak bisa berbicara dengan bahasa Inggris pada anak Kanada. Baekbeom akan rebahan di kamarnya karena terlalu lelah dengan pelajaran tambahan untuk kelas sembilan yang membuatnya pulang jam delapan malam, lalu Baekhyun akan menyusup masuk ke dalam kamar kakaknya itu dan sok ingin belajar bahasa Inggris tingkat SMP, memaksa kakaknya mengajari dia, dan berakhir Baekbeom yang marah-marah karena otak Baekhyun mencerna apa yang diajarkannya sangat lambat membuat dia makin lelah. Siapa suruh belajar materi English sekolah menengah.

Tapi Baekhyun menghentikan kegiatan belajar bahasa Inggris sekolah menengah ketika tetangga barunya itu mulai pindah. Dia ikut ibunya memberi beberapa kue pada mereka untuk perkenalan. Dan Baekhyun cukup tahu bahwa anak yang katanya seumur dengannya itu ternyata tinggi, berbadan gemuk, senyumnya tiga jari, telinga lebarnya yang konyol itu membuat Baekhyun ingin menariknya, dan wajahnya seperti orang Korea asli. Apalagi setelah dia memperkenalkan diri pada Baekhyun.

"Halo, namaku Park Chanyeol. Senang bertemu denganmu," menggunakan bahasa Korea yang kental, fasih, dan tanpa celah.

Bahu Baekhyun melorot, seperti sia-sia usahanya belajar bahasa Inggris sampai diomeli Baekbeom tiap malam.


Main Pair : Chanyeol/Baekhyun

Genre : friendship, school!AU, romance

Rate : K (aman lah buat bacaan bulan Ramadhan :D)


Pindah ke Korea, itu berarti Chanyeol juga harus menjadi anak baru di sekolah. Ibu Chanyeol sempat ingin memasukkan Chanyeol ke sekolah yang sama dengan Baekhyun agar mereka bisa berangkat bersama naik sepeda karena sekolah Baekhyun dekat. Tapi ternyata sekolah Baekhyun sudah tak menerima siswa baru untuk kelas lima tahun ini, apalagi sekarang sudah lewat semester dua. Akhirnya Chanyeol masuk ke sekolah yang agak jauh dari rumahnya, tapi tidak masalah karena dia bisa diantar supir kemana-mana.

Baekhyun tak pernah menyangka si tetangga baru dari Kanada itu cepat akrab dengan teman main sekompleknya. Bahkan dalam beberapa bulan, Chanyeol akrab dengan anak sekolah menengah yang tinggal di komplek sebelah. Baekhyun mendengus iri. Dia saja terkadang tidak diperbolehkan ikut bermain sepak bola dengan teman sebayanya, tapi Chanyeol bahkan sudah memiliki teman yang lebih senior.

"Kau sih suka main curang," kata Chanyeol di suatu hari. Baekhyun hanya mendengus lalu menarik bibir bawahnya keatas.

"Mana ada aku main curang, mereka saja yang berlebihan."

"Oke kau tidak main curang, tapi kau tidak tahu peraturan main sepak bola."

"Jangan bicara sembarangan kau, gendut!"

Seperti anak kecil pada umumnya, saling berdebat termasuk kebiasaan sehari-hari semenjak mereka berteman. Tubuh Chanyeol yang gemuk dan kacamata bulat menempel di hidung juga kadang dijadikan bahan olokan oleh Baekhyun. Tapi Chanyeol nampak tak pernah keberatan, membuat Baekhyun malah semakin senang mengatai Chanyeol 'gendut', 'bulat', dan sebagainya. Padahal Chanyeol bisa saja sewaktu-waktu mengatai Baekhyun 'pendek'.

Semenjak mereka menginjak kelas enam, Baekhyun merasa Chanyeol jadi rajin lari pagi atau bersepeda keliling komplek di hari libur. Bahkan baekhyun pernah melihat Chanyeol mencoba berolahraga dengan mengangkat barbel tiga kilogram di tangan kanan dan kiri, lalu berakhir menjatuhkannya karena tidak kuat dan Baekhyun yang melihatnya dari atas balkon tertawa keras. Chanyeol benar-benar berusaha untuk menjadi kurus, apalagi kalau bukan karena Baekhyun yang suka mengatai badan gemuknya. Itu justru dijadikan motivasi bagi Chanyeol untuk banyak berolahraga agar menjadi kurus dan mengurangi porsi makannya di rumah.

Chanyeol tidak main-main dalam urusan menguruskan badan. Baekhyun tahu kalau berat badan Chanyeol hampir mencapai 60 kilogram. Dan untuk anak sekolah dasar, 60 kilogram itu sudah super bulat.

"Tubuhmu pasti bisa menggelinding ketika kutendang, lebih baik kau menjadi bola sepak saja ketika main bola di lapangan." Baekhyun tertawa ketika berhasil mengejek Chanyeol, tapi anak yang diejeknya itu malah ikut tertawa. Mungkin dia tidak pernah merasakan bagaimana rasanya 'tersinggung'.

Seminggu kemudian, Chanyeol meloncati pagar balkon kamarnya menuju balkon kamar Baekhyun malam-malam sambil membawa timbangan badan di tangan. Kebetulan, balkon kamar mereka bersebelahan sehingga hanya dengan melompati pagar balkon, Chanyeol sudah bisa menyusup ke kamar Baekhyun diam-diam. Ini pertama kalinya dia meloncat balkon seperti ini, berat badannya sudah turun lima kilogram karena olahraga rutin dan Chanyeol mau memamerkan itu pada Baekhyun.

Chanyeol membuka pintu yang menghubungkan kamar Baekhyun dengan balkon. Dia hampir mau berteriak memanggil nama Baekhyun saking bersemangatnya, tapi berhenti setelah melihat Baekhyun menunduk di depan meja belajar, tangannya memegang pensil, matanya menatap buku di depannya tapi Chanyeol bisa melihat setitik demi setitik air menetes dari sana ke bukunya.

Sepertinya Baekhyun menangis.

Chanyeol menaruh timbangan badan yang dia bawa ke lantai, lalu mendekati Baekhyun dan menepuk pundaknya pelan.

"Baek."

"HWWAA!"

Baekhyun terkejut dan reflek berteriak sambil memundurkan kursi belajarnya yang beroda. Dia menatap Chanyeol dengan mata melotot dan nafas yang tersengal. Chanyeol bisa melihat bekas airmata yang masih menempel di pipi Baekhyun. Dia merengut.

"Kau kenapa, Baek? Menangis, ya?"

"Darimana kau masuk kamarku?"

Chanyeol dengan wajah polosnya menunjuk ke arah balkon dan pintunya yang terbuka.

Baekhyun memicingkan mata, berpikir sebentar. Kemudian mengerucutkan bibirnya dan menghadap ke meja belajar lagi, mengacuhkan Chanyeol. "Oh kau sudah mulai ingin jadi maling, ya?" kata Baekhyun.

"Aku kan tidak ingin mencuri."

Tak ada jawaban dari Baekhyun, anak itu hanya diam dengan pensil di tangannya sambil memandang buku. Chanyeol yang penasaran ikut melihat apa isi buku Baekhyun, barangkali itu buku kumpulan prosa menyedihkan yang dapat membuat pembacanya menangis seperti buku yang dimiliki Yoora, kakaknya, dan Chanyeol pernah menangis saat membaca prosa tentang seorang ibu yang kehilangan anaknya karena meninggal saat perjalanan karya wisata sekolah.

Ternyata bukan, itu buku matematika.

"Kau kenapa, sih?" Chanyeol bertanya agak memaksa. Lagipula apa yang harus ditangisi dari buku matematika?

"Diam, aku sedang mencoba mengerjakan."

"Tapi kau menangis."

"Karena soalnya susah!"

Baekhyun menangkupkan kedua telapak tangannya ke wajah lalu terisak lagi. Chanyeol membaca soal itu sekilas dan mulai mengerti kalau Baekhyun bisa menjadi cengeng karena hal kecil.

Chanyeol melihat lagi ke buku Baekhyun, "Soal faktor persekutuan, ayo sini kuajari."

Chanyeol mengambil benda yang membuat Baekhyun menangis itu, lalu menaruhnya di lantai dan duduk disana, sedangkan Baekhyun memandang Chanyeol sebentar, mungkin merasa tidak yakin, tapi dia turun juga dari kursinya dan duduk di lantai.

"Memangnya kau bisa?" Baekhyun langsung menodong Chanyeol dengan pertanyaan seperti itu. Sedangkan anak yang dihadapannya itu malah tertawa dan bersedekap tangan.

"Aku mendapat nilai 9,5 di ujian kemampuan mata pelajaran matematika minggu kemarin," katanya pamer. Tidak pamer juga sih, agar Baekhyun percaya saja padanya kalau soal di buku matematika ini terlihat cukup mudah dan Chanyeol bisa mengajarkannya pada Baekhyun.

Baekhyun bergumam, "Wooah..." sambil memandang Chanyeol takjub. Matematika, Baekhyun benci matematika. Menurutnya angka terlalu rumit, sedangkan Baekhyun tidak suka bepikir yang rumit-rumit. Dia lebih baik dengan ilmu pengetahuan sosial karena tinggal menghafal dan voila! Dia bisa menjawab soalnya. Atau pelajaran bahasa Korea, Baekhyun suka membaca cerita yang biasanya terdapat pada soal-soal.

Chanyeol mulai mengajarkan Baekhyun tentang materi yang tidak dimengertinya dari awal sampai akhir, menjawab pertanyaan aneh Baekhyun seperti 'mengapa harus ada faktorisasi?' atau 'siapa orang yang menciptakan faktorisasi?'. Chanyeol juga jadi tahu kalau mengajari Baekhyun adalah perkara kesabaran tinggi, karena otak Baekhyun tidak bisa dipaksa menerima banyak asupan materi, dia cepat lupa. Jadi Chanyeol berusaha mengarang contoh soal yang mudah dan memberi latihan soal tiap kali selesai menjelaskan satu point bab agar Baekhyun tidak lupa.

Baekhyun anak yang suka berimajinasi, daripada memakai tabel faktorisasi, Chanyeol memilih untuk mengajarkan memakai pohon faktor. Oke, Baekhyun protes kalau itu sama sekali tidak mirip pohon. Dia juga bercerita kalau sempat pernah protes pada gurunya karena sekali lagi, pohon faktor tidak mirip sama sekali dengan pohon di halaman rumahnya. Chanyeol tertawa terpingkal, Baekhyun ternyata lucu melebihi yang ada dibayangannya. Lucu dan konyol menjadi satu.

"Kalau kau menggambar pohon seperti yang ada di luar lalu memasukkan angka-angka ke dalamnya, bisa-bisa kau menghabiskan waktu setengah jam hanya untuk menjawab satu soal."

"Benar juga."

Chanyeol menemani Baekhyun belajar sampai jam sepuluh malam. Anak itu tertidur di lantai, sedangkan Baekhyun yang masih fokus pada bukunya, menatap Chanyeol lalu berinisiatif mengambil bantal dan selimut untuk gurunya itu. Mata Baekhyun sudah berkantung ketika dia tak sengaja melihat ke cermin, kemudian ia mengerjakan satu soal lagi dan tertidur di samping Chanyeol dengan tangannya masih menggenggam pensil.

Chanyeol tidak jadi pamer tentang berat badannya yang turun pada Baekhyun.

...

Pukul lima pagi tadi Chanyeol sudah kembali ke rumahnya untuk bersiap-siap ke sekolah. Semalam kan dia tidur di rumah Baekhyun, ibu Chanyeol sampai panik dan untung ibu Baekhyun cepat menelepon, memberitahu kalau Chanyeol sedang tertidur pulas di kamar Baekhyun jadi tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Hampir saja nyonya Park menelepon polisi karena mengira anaknya hilang.

Hari ini Baekhyun harus menghadapi ujian kemampuan materi pelajaran yang diadakan setiap bulan. Chanyeol tidak tahu kalau Baekhyun sangat paranoid menghadapi ujian, dan sekarang dia menjadi tahu. Untung Chanyeol sudah melewatinya seminggu lalu, jadi sekarang dia bisa menyemangati Baekhyun yang terlihat benar-benar down dengan mata pelajaran matematika. Hari ini Baekhyun ujian matematika.

"Bagaimana kalau kau ikut saja ke mobilku? Kita berangkat bersama." Chanyeol menawari Baekhyun yang baru saja keluar dari pagar rumahnya bersama sepedanya. Anak itu terdiam sebentar, merengut, lalu memandang Chanyeol yang terlihat bersungguh-sungguh.

"Aku bisa berangkat sendiri, sekolahku kan dekat, tidak jauh seperti sekolahmu," jawab Baekhyun. Lagipula kenapa Chanyeol tiba-tiba mengajaknya berangkat bersama, biasanya juga mereka berangkat sendiri-sendiri.

"Tapi sekolah kita satu arah. Supir Ahjussi bisa menurunkan kau duluan," katanya sambil menunjuk mobilnya. "lagipula naik mobil lebih cepat, kau jadi punya lebih banyak waktu untuk belajar sebelum ujian dimulai."

"Belajar? Untuk apa belajar lagi?"

"Kau harus belajar lagi, Baekhyun. Eum, bukan, mengulang. Biar tidak lupa."

Baekhyun jadi tahu rahasia belajar Chanyeol. Biasanya sebelum ujian dimulai dia lebih suka berkumpul bersama temannya untuk menghilangkan kegugupan. Baekhyun benar-benar paranoid dengan ujian.

"Kembalikan sepedamu, ayo naik ke mobilku. Supirku sudah menunggu."

Merasa dipaksa dan tidak enak menolak tawaran baik Chanyeol, Baekhyun akhirnya memasukkan lagi sepedanya. Chanyeol sudah baik padanya dari kemarin dengan mengajari belajar, tak enak juga rasanya kalau membuat Chanyeol kecewa sekarang dengan menolak tawarannya. Lagipula kan Baekhyun tinggal duduk di mobil lalu sampai ke sekolah, tidak perlu capek-capek mengayuh sepeda.

"Lalu aku pulang bagaimana? Masa jalan kaki?" tanya Baekhyun sambil merengut ketika sudah duduk manis di dalam mobil. Chanyeol duduk di sebelah Baekhyun, padahal biasanya dia duduk di kursi penumpang samping supirnya. Tapi karena sekarang ia membawa teman, Chanyeol memilih menemani Baekhyun di belakang.

"Ahjussi, pulang sekolah nanti bisa sekalian jemput Baekhyun? Jam pulangnya sama denganku kok."

"Hah? Dijemput?" Baekhyun langsung menimpali.

"Kenapa? Kau ingin jalan kaki?"

"Tidak, sih."

Setelah perjalanan kira-kira sepuluh menit, Baekhyun turun sambil tak lupa mengucapkan terimakasih dan perkataan Chanyeol menyertainya sampai jam ujian dimulai.

"Semoga berhasil, teman!"


Chanyeol tidak tahu saja kalau Baekhyun tetap merupakan anak nakal yang suka memanfaatkan teman-temannya sehingga dia terlihat begitu menyebalkan.

Setelah mendapat tumpangan gratis dari Chanyeol, anak itu terus saja ikut masuk ke dalam mobil Chanyeol selama seminggu penuh. Alasannya simpel saja, naik mobil lebih cepat dan dia ingin memanfaatkan waktu untuk me-review ulang pelajaran sebelum jam ujian dimulai. Baiklah, untuk me-review ulang ini memang benar dia lakukan. Tapi kalau itu dijadikan alasan mengapa dia tetap naik ke mobil Chanyeol, itu murni akal bulus Baekhyun.

Sebenarnya Baekhyun malas saja naik sepeda, mengingat di mobil Chanyeol dia hanya butuh duduk dan sampai. Melihat Chanyeol yang tak pernah menunjukkan wajah keberatan, Baekhyun rasa anak ini benar-benar baik sekaligus mudah dimanfaatkan.

Chanyeol senang tiap kali mereka berangkat dan pulang bersama. Dia tak perlu duduk di samping supir Ahjussi (begitu panggilan yang Chanyeol beri pada supir pribadi keluarganya) dan merasa canggung luar biasa. Pria itu hanya suka menanyakan bagaimana sekolah barunya, berapa nilainya, bagaimana gurunya, membosankan.

Tapi jika ada Baekhyun, Chanyeol seperti lepas, mereka mengobrol banyak hal. Seperti anak-anak pada umumnya yang suka membicarakan hal yang tidak penting namun tetap terlihat menyenangkan.

"Kau tahu, di salah satu bacaan soal ujian sastra Koreaku tadi ada namamu sebagai tokohnya, lho." Baekhyun bercerita sambil tersenyum lebar saat mereka pulang bersama.

"Benarkah?"

"Iya, tapi disitu Chanyeol digambarkan sebagai anak kelas enam dengan tubuh yang bagus karena rajin berolahraga, sedangkan kau gendut begini." Baekhyun tetap saja menjadi anak paling menyebalkan di bumi. "Eh, tapi kau terlihat sedikit kurus."

Chanyeol mengeluarkan senyum tiga jarinya. "Berat badanku sudah turun delapan kilogram, berolahraga rutin dua minggu penuh."

"Wooah..."

Chanyeol akan menjadi anak yang bersemangat dan tekun menjalani sesuatu jika ada maunya. Dalam hal ini, dia ingin menunjukkan pada Baekhyun bahwa ia bisa kurus dan temannya itu tak lagi-lagi mengejeknya gendut atau bulat.

Keesokan harinya mereka mengobrol tentang acara bola tadi malam, dimana Baekhyun berbicara sambil merengut sebab tak bisa menonton akibat ada tanggungan belajar untuk ujian IPA, sedangkan kakaknya menonton hingga jam satu malam dan bangun telat sampai disiram air dingin oleh ibunya. Lalu Baekhyun tertawa keras mengingat ekspresi Baekbeom yang kedinginan disiram air es.

"Jangan tertawa seperti itu, dia kan kakakmu." Chanyeol berkomentar.

"Siapa peduli, dia sendiri sering menertawaiku dengan wajah menyebalkan," jawab Baekhyun acuh.


Hari Minggu ini Baekhyun sudah terbebas dari yang namanya belajar untuk ujian. Dia bangun pagi dan melihat Chanyeol sedang berolahraga di teras rumahnya. Setelah mencuci muka dan sikat gigi, Baekhyun mengganti piyamanya dengan kaos dan celana pendek santai lalu menuju ke rumah Chanyeol, membuka pagar rumah temannya itu tanpa permisi.

Chanyeol agak terkejut karena Baekhyun datang tiba-tiba dan terlihat seperti baru bangun tidur meskipun wajahnya sudah kelihatan segar namun rambutnya sedikit berantakan. Baekhyun duduk di kursi teras rumah Chanyeol, melihati temannya yang sedang sit up.

"Kalau kau olahraga seperti ini terus, badanmu bisa kekar." Baekhyun memberi komentar.

"Bagus, kan? Yang penting tidak kurus kering sepertimu." Mungkin ini pertama kalinya Chanyeol mengejek Baekhyun. Temannya itu merengut, lalu Chanyeol tertawa keras lalu berkata, "Hey, aku cuma bercanda." Baekhyun tak mau tahu, dia masih cemberut.

Kemudian Chanyeol bangkit dan memulai sesi mengangkat barbel di tangan kanan dan kiri. Dia sudah kuat mengangkat barbel tiga kilogram.

Baekhyun berdecih di tempat duduknya, "Hanya barbel tiga kilogram? Siapa yang tidak bisa," lalu anak itu berjalan dan merebut salah satu barbel di tangan Chanyeol kemudian berakhir menjatuhkannya setelah tak ada sepuluh detik mengangkat benda itu.

"Berat juga." Bibir Baekhyun mengerucut lagi.

"Haruskah aku ambil yang satu kilogram?" Chanyeol meledek.

"Tidak perlu." Dia duduk lagi di kursi sambil bersedekap tangan.

Tak beberapa lama, sebuah mobil masuk ke halaman rumah Chanyeol. Anak itu menaruh barbelnya dan berlari ke depan mobil yang berhenti, Baekhyun ikut bangkit dari duduknya melihat siapa yang datang. Ibu Chanyeol keluar dari dalam mobil, kemudian turun seorang perempuan cukup tinggi dengan rambut berwarna coklat gelap panjang dibawah bahu. Baekhyun mengedipkan matanya, tidak tahu siapa perempuan itu tapi senyumnya cukup manis, menurutnya. Dan Chanyeol tiba-tiba berlari menghambur memeluk perempuan itu.

"Yoora Nuna!" Chanyeol bergelantungan di pinggang Yoora, yang dipeluk tertawa.

"Hai, Chanyeol. Wah adikku mau lulus sekolah dasar, ya?"

"Masih lama, Nuna!"

"Oh, iya."

Mata Yoora kemudian bergerak melihat ke arah Baekhyun yang berdiri di teras. "Hei, hei, siapa ini?" Dia melepas pelukan Chanyeol dan berjalan menuju Baekhyun.

"Dia temanku, Byun Baekhyun." Chanyeol menimpali.

"Oh, jadi ini teman yang sering kau ceritakan?" Baekhyun menaikkan alisnya sambil memandang Yoora, kemudian beralih menatap Chanyeol yang sedang tersenyum lebar hingga deretan giginya terlihat. Jadi selama ini Chanyeol suka menceritakan tentang dirinya pada orang lain, ya? Baekhyun jadi penasaran apa saja hal yang diceritakan Chanyeol. Akan sangat menyebalkan jika anak itu sampai bercerita yang aneh-aneh pada perempuan cantik ini.

"Aduh lucu sekali," Yoora mencubit pipi Baekhyun dengan gemas lalu merangkul pundak si kecil itu. "Ayo masuk, aku punya permen coklat."

Dan Baekhyun dengan senang hati berjalan masuk ke dalam rumah keluarga Park dengan mata berkelip juga membayangkan dia bisa makan permen coklat banyak-banyak siang ini.

...

"Jadi dia kakakmu?" tanya Baekhyun.

Mereka sekarang sedang duduk diatas kasur Baekhyun menghadap jendela kamar yang langsung bertemu dengan balkon kamar Baekhyun.

"Ya," jawab Chanyeol singkat.

"Cantik sekali, baik pula. Baekbeom Hyung mana mau memberi aku permen coklat sebanyak itu."

Baekhyun menunjuk seplastik besar permen coklat yang ada di meja belajarnya. Tadi Chanyeol sempat merengek karena semua permen itu Yoora berikan pada Baekhyun. Anak yang mungil itu sendiri baru tahu kalau Chanyeol bisa sangat manja pada kakaknya.

"Pokoknya dia berhutang permen coklat padaku, tidak peduli." Chanyeol masih berkata dengan acuh sambil mengunyah snack yang diletakkan diantara mereka, lagipula dia masih agak kesal pada Baekhyun yang dengan cepat menarik perhatian kakaknya.

"Kok dia baru datang sekarang?"

"Yoora Nuna menyelesaikan kelas sembilannya dulu di Kanada. Setelah semua beres, baru dia melanjutkan kelas sepuluh di Korea."

Baekhyun mengangguk, "Berarti kakakmu sekarang kelas sepuluh sama seperti hyungku," ujarnya. "kalau kita jodohkan mereka...bagaimana, ya?"

Chanyeol langsung memandangi Baekhyun. "Hah?"

"Maksudku, hyungku akan berpacaran dengan kakakmu. Lalu kita bisa jadi saudara."

Ide yang konyol. Chanyeol mengerutkan alisnya hingga hampir bertemu.

"Saudara? Kita kan tidak punya hubungan darah." Jawaban ini juga tak kalah konyol.

Baekhyun memutar bola mata dan ingin berkata keras-keras, "Dasar otak udang!" tapi meskipun otak udang begitu, siapa lagi yang mengajarinya matematika kalau bukan Chanyeol.

"Ya sudahlah lupakan," dan dia baru ingat, "agh! Baekbeom Hyung kan baru jadian seminggu lalu."

"Benarkah? Apa pacarnya cantik?"

"Eum, tam—pan?"

"Ha?"

"Pacarnya laki-laki."

"Oh."

Chanyeol menghadap keluar jendela, tiba-tiba rasa canggung menyerang diantara mereka. Yang terdengar hanyalah kunyahan snack gurih yang ada di mulut Baekhyun.

"Daripada menjadi saudara, mungkin akan lebih baik kita menjadi sahabat," Chanyeol berkata tiba-tiba sambil memandang Baekhyun yakin. "eum, seperti Spongebob dan Patrick, mungkin?"

Anak yang ditatap Chanyeol itu diam sebentar, lalu menyemburkan tawanya. Bersahabat seperti Spongebob dan Patrick katanya? Tidak salah sih, tapi sedikit lucu saja. Lagipula persahabatan dua makhluk laut itu kan agak aneh. Tapi kalau melihat dia akan bersahabat dengan seorang seperti Chanyeol, Baekhyun tidak akan keberatan. Dia juga belum pernah tahu rasanya punya sahabat.

"Oke, kita...bersahabat?" Baekhyun mengacungkan jari kelingkingnya.

"Ya, kita bersahabat." Chanyeol menautkan jari kelingkingnya yang gemuk di jari kecil Baekhyun. Kemudian mereka tertawa, entah apa yang lucu. Mungkin perumpamaan Spongebob dan Patrick cocok untuk mereka, agak aneh.

Lalu Baekhyun tiba-tiba membawa lari bungkus snack mereka keluar kamar.

"YA! Baekhyun! Mau kemana?! Kemari, aku mau makan itu!" Chanyeol berteriak lalu turun dari kasur milik Baekhyun.

"Kejar aku kalau bisa."

Anak itu dengan menyebalkan menjulurkan lidah ke arah Chanyeol lalu meluncur di pegangan tangga rumahnya. Chanyeol berlari menuruni tangga mengejar Baekhyun, tapi dia berhenti di tengah ketika melihat Baekhyun malah jatuh telungkup di lantai dan snack yang dibawanya berceceran.

Beberapa detik kemudian Baekhyun berteriak nyaring, "EOMMA! HIDUNGKU BERDARAH!" dan Chanyeol dengan panik berlari turun tangga menolong sahabat barunya.


-TBC-


a/n :

hayoo siapa yang pas sd suka heboh kalo nama temennya muncul di buku paket atau ulangan bahasa indonesia? author juga kok :D

oh iya, untuk readers yang merasa pernah baca fanfic berjudul 'Manhwa in the 6th Day' di Chanbaek Indonesia, apalagi yang ninggalin review dan favorite disana, aku bener-bener berterimakasih pada kalian yang udah mau nyediain waktu untuk cuap di kotak review dan ngefav ffku untuk event CIC itu.

beneran deh, terimakasih banyak, thank you so much, neomu neomu khamsahamnida, matur suwun sanget. gak tau deh aku mau ngomong apa lagi. kalo gak ada kalian para readers and reviewers yang baik hati, mungkin ffku itu gak bakal jadi juara 2 kayak sekarang. pokoknya terimakasih banyak ya!

I LOVE YOU FULL 3

HIDUP CHANBAEK! /tebar lope di udara/