Hari ini cuaca sedang sangat panas. Teriknya matahari mampu menyengat kulit siapa saja. Tapi, tetap saja tidak meruntuhkan niat orang yang berlalu-lalang di jalanan padat kota Seoul.

—Tidak terkecuali namja manis yang bername-tag Min Yoongi itu.


Talk

.

Disclaimer : BTS belong to BigHit Entertainment and their family. This story is purely mine.

.

.

Rated : T

Genre : Romance

Length : Oneshoot

.

Warning :

This is a Yaoi Fic! DLDR, please.

OOC, AU(Alternate Universe), Typo(s), Berbelit-belit , ide pasaran.

MinYoon couple here! (Seme!Jimin, Uke!Yoongi).

.

.

Park Jimin x Min Yoongi

.

.

.


Siang ini memang terik. Namun Yoongi tetap melangkahkan kaki mulusnya menuju tempat tujuan. Penampilannya sudah acak-acakan. Persis orang yang sedang lari maraton.

Ada alasan khusus Yoongi rela kulit cantiknya—Yoongi bangga dengan kulitnya—diterpa sinar matahari selama bermenit-menit.

Ya. Alasan khusus yang menyangkut jiwa dan raganya. Alasan khusus yang akan membawanya menuju takdir sebenarnya.

.

.

.

.

dan itu berkaitan juga dengan seorang namja idiot dengan tinggi menjulang yang kemarin bilang bahwa naskah lagunya diterima di sebuah agensi.

Memang, kemarin malam, Namjoon—namja yang dipanggil idiot oleh Yoongi—meneleponnya dan mengatakan hasil kerja kerasnya selama 2 minggu itu terbayar lunas.

Jadilah Yoongi rela berlari di bawah terik matahari hanya dengan menggunakan celana pendek dan hoodie lengan pendek putih yang melindungi tubuh mungilnya.

Tak lama kemudian, Yoongi sudah mendapati sosok yang ingin ditemuinya sedang bengong ria di depan sebuah cafe.

"YA! NAMJOON!"

Namjoon menoleh dan melambaikan tangannya. "Hai, hyung."

Yoongi menghampiri namja itu dan segera menggoyang-goyangkan tubuh sang namja tinggi—pelampiasan rasa senang, mungkin.

"APA AKU BERMIMPI? KATAKAN PADAKU, NAMJOON!" Yoongi berteriak dengan sangat kencang. Namjoon tersenyum miris—merasa telinganya akan pecah saat itu juga.

"Ayo kita duduk. Aku kasihan padamu." Namjoon mengajak Yoongi masuk ke dalam cafe.

.

.

.

.

.


Di dalam cafe, mereka berdua duduk berhadapan. Di meja mereka sudah ada 2 gelas es jeruk. Cocok untuk diminum di siang yang panas. Yoongi menatap intens Namjoon.

"Kau tahu darimana naskahku lolos?" Tanya Yoongi ketus dan to the point. Namjoon menghela nafasnya.

"Aku punya kenalan disana. Dia bilang hanya ada satu naskah yang lolos dan itu milikmu." Sahut Namjoon menerangkan, "Well, aku ikut senang dengan prestasimu, hyung."

Yoongi tersenyum mengiyakan. "Tak ada hadiah untukku?" Namjoon memicingkan matanya—menatap tajam Yoongi.

"Tidak perlu. Saat kau jadi artis nanti, baru kuberi hadiah."

"Itu masih lama. Dan mungkin saat itu aku sudah lupa denganmu" jawab Yoongi kelewat santai. Di seberangnya, Namjoon mendecih.

"Aku tahu. Kau 'kan pelupa." Yonggi menggertakkan giginya kesal. "Sudahlah. Aku malas berdebat denganmu."

Yoongi dan Namjoon adalah rekan yang sangat dekat. Saking dekatnya, banyak yang bilang mereka saudara―dan hal ini diperkuat oleh mata sipit yang―kebetulan agak― mirip diantara keduanya.

Kadang-kadang, Yoongi suka kesal sendiri kalau dirinya disamakan dengan Namjoon. Sama-sama suka rapping-lah, sama-sama jiwa hip-hop lah, atau yang lainnya. Intinya, Yoongi hampir naik darah kalau ada yang bilang dia dan Namjoon ada hubungan darah.

KLINING *efeksoundgagal*

Suara pintu cafe terbuka membuat keduanya menoleh. Ah, hanya Yoongi saja―karena sampai menolehkan kepalanya ke arah pintu dan Namjoon melirik sedikit―sebenarnya.

Dan detik berikutnya, yang terdengar hanya suara jantung Yoongi yang tiba-tiba berdetak tidak wajar.


(Yoongi POV)

Ya Tuhan!

Kenapa aku ini?

Jantungku...oh tidak! Aku belum jadi artis, tolong. Aku belum mau mati.

Tapi, by the way. Namja yang baru masuk tadi tampan sekali. Tapi pakaiannya aneh. Di cuaca sepanas ini dia pakai jaket tebal?

Aku memperhatikan namja itu―kebetulan dia duduk tidak jauh dariku. Wajahnya tampak lesu. Sepertinya sedang banyak masalah.

Namja itu tersenyum tipis saat seorang waiter membawakannya sebuah cappucinno. Aku tak habis pikir, orang normal pasti akan mengeluh panasnya hari ini. Tapi dia? God, dia baru saja memesan secangkir cappucino panas!

Tuh 'kan. Pasti masalahnya sangat serius.

Wajahnya yang dihiasi sebuah kacamata frame hitam tertunduk perlahan. Menatap cappucino-nya dengan pandangan aneh mengintimidasi. Aku memperhatikannya dengan saksama.

Lalu, tak sengaja ia melihat ke arahku.

Refleks, aku mengembalikan arah pandangku ke Namjoon lagi. Entah kenapa, wajahku sedikit memanas saat ia menoleh ke arahku.

Aku meliriknya lagi lewat ekor mataku. Masih, namja itu masih menatapku tajam. Dan...

―hell. Oh, jantung! Tenanglah! Itu hanya senyuman yang sangat tipis!

.

.

.

.


Menit berikutnya ia mengalihkan pandangannya dariku. Aku menghela nafas lega.

"Kau kenapa, hyung?" Suara bariton milik Namjoon membuyarkan lamunanku. Aku menggelengkan kepalaku pelan.

"Nothing."

"Kau tahu? Kau itu tidak pandai berbohong." Pernyataan Namjoon membuatku sedikit gugup.

"Sungguh, aku tidak apa-apa. Kau parno sekali." Namjoon mengendikkan bahunya. Lalu berdiri dari kursi.

"He? Mau kemana?"

"Keluar. Aku ingin menelepon Hoseok." Aku mengangguk mengizinkan. Segera saja, Namjoon melesai keluar cafe dan duduk di luar. Meninggalkan aku sendiri.

Tak lama setelah Namjoon pergi, sebersit rasa bosan menghampiriku. Setelah berita naskahku diterima, aku tidak berencana melakukan hal yang lain. Aku mengaduk-aduk es jerukku pelan.

Aku melirik lagi ke tempat namja 'tampan' tadi. Kosong.

He?

Sejak kapan dia keluar?

Seketika bulu kudukku merinding. Segera saja kutepis pikiran ngawurku. Memangnya ada hantu minum cappucino panas di siang yang terik? Aku yakin, hantu itu pasti ingin mati (lagi).

"Mencariku, eh?"

Suara kecil tapi cukup berat (?) terdengar di telingaku. Aku mendongak, GOD! NAMJA ITU!

"Eh?" Namja itu menatapku tajam. Aku gugup seketika.

"Aku tahu kau memperhatikanku dari tadi. Apa aku mengenalmu?" Aku menggelengkan kepalaku. Ugh, jantungku makin cepat berdetak.

"Ah, sudah kuduga. Hm, boleh aku ikut duduk disini? Mejaku diambil alih oleh ahjumma-ahjumma genit." Pinta namja itu padaku. Aku menganggukkan kepalaku cepat. Ia tersenyum padaku. Tersenyum tipis lebih tepatnya―terlihat seperti seringaian menurutku.

Aku sempat melirik ke arah meja yang sempai diduduki namja itu. Benar saja. Ahjumma-ahjumma dengan dandanan glamor menguasai tempat itu. Aku jadi kasihan dengan namja ini.

Kemudian, hening panjang menghampiri kami. Aku mengenggam gelas minumanku erat. Namja itu memperhatikanku lama sekali sambil menopang dagunya dengan satu tangan. Sial. Gugupku bertambah parah.

"Uhm, maaf. Apa kau tidak merasa panas? Aku rasa, suhu hari ini sudah menyentuh angka 38 derajat." Sahutku―mengawali pembicaraan. Aku akui, namja itu sedikit terkejut dengan pertanyaanku. Kemudian, ia menyeringai padaku.

"Aku hanya memakai t-shirt di dalamnya. Jadi, tidak panas. "Jelasnya sambil membuka sedikit mantelnya. Aku menatapnya kagum. Sebuah t-shirt hitam terlihat di dalamnya. Aku sempat mengira di dalam jaket itu ada sweater berlapis-lapis.

"Jadi, kau kesini mencari hiburan atau-?"

"Ah, bertemu teman. Tapi temanku sedang keluar menelepon kekasihnya." Namja itu mengangguk mendengar penjelasanku. "Kukira dia pacarmu."

Pipiku terasa hangat. Oh, boleh kubilang kalau nada bicara namja ini terdengar seperti orang yang sedang cemburu?

"Aku kesini juga ingin bertemu teman." Sahutan namja itu terdengar lirih, "Tapi sepertinya tidak akan datang."

Seketika, hatiku mencelos iba. Tingkahnya seperti anak anjing yang kehilangan induk. Imut, tapi tetap tampan.

"Uh? Kenapa tidak datang?" Tanyaku penasaran.

"Sepertinya, dia mau membunuhku besok."

"APA!?"

.

.


(Author POV)

Suara teriakan Yoongi berefek dahsyat rupanya. Seantero cafe sempat menghentikan kegiatan mereka. Tapi, tampaknya tidak terlalu peduli dan akhirnya melanjutkan kegiatan masing-masing.

"Ah, maaf. Sepertinya reaksiku berlebihan."

"Tidak apa. Ya tuhan, aku cuma bercanda tadi!"

"Ah..begitu?" Sahut Yoongi kikuk. Sungguh ia kaget sekali tadi!

Namja misterius―Yoongi menyebutnya begitu―tertawa kecil.

"Trust me. It just a joke. Tapi, reaksimu tadi lucu."

DEG

Oh, jantung Yoongi sudah meminta izin keluar dari tempatnya. Sungguh, orang di hadapan Yoongi memang penuh kejutan.

"T-tapi, dia tidak datang hari ini bukan karena itu 'kan?" Tanya Yoongi tanpa bisa menyembunyikan kegugupannya. Namja di depannya menghela nafas panjang.

"Sudah kubilang, itu cuma bercanda. Dan.. Aku tidak tahu alasannya. Saat aku sudah dijalan, dia meneleponku dan membatalkan janji kami. Aku malas pulang, jadi aku tetap mampir ke sini."

"Uh, begitu" Yoongi mengangguk mengerti. Tapi di kepalanya masih berputar alasan-alasan kenapa teman namja itu tidak datang sekarang.

"Aku bukan teman yang baik, kurasa." Yoongi membulatkan mata sipitnya tidak mengerti.

"Kau? Bukan teman yang baik?" Namja itu menganggukkan kepalanya.

"Coba kau pikir, apa temanmu itu baik jika dia sudah menyakitimu berulang kali dan pergi begitu saja tanpa minta maaf? "

Skakmat.

Yoongi langsung terdiam. Suasana kembali hening. Meja mereka hanya diisi dentingan sendok yang ditimbulkan oleh meja di sekitar mereka.

"Makanya, aku bilang, aku bukan orang yang baik." Yoongi menyeruput es jeruknya lambat-lambat.

"Uhm, jadi, untuk apa bertemu dengannya?"

"Memutuskan hubungan kami sebagai teman, mungkin? Aku takut menyakiti hatinya lagi."

Lagi-lagi Yoongi diam. Hanya memperhatikan namja itu lekat. Setiap gerak-geriknya terekam jelas di otak Yoongi.

Entah, ada sesuatu yang aneh dengan Yoongi saat ini.

―Seperti ada sebagian kecil dari diri Yoongi yang menginginkan namja ini bahagia.


"Menurutku, tidak perlu sampai memutuskan hubungan seperti itu. Manusia itu makhulk sosial, man. Kau hanya perlu memperbaiki hubungan kalian. Itu saja. " Yoongi menerangkan sebuah solusi yang tiba-tiba muncul di otaknya. Namja di depannya memperhatikan dengan seksama.

"..."

"..."

"...Kau...yakin cara itu berhasil?" Tanya namja itu ragu.

Yoongi tersenyum. Mencoba menyakinkan namja di depannya. "Tentu. Aku pernah mengalaminya."

"Ah, entahlah. Tapi, setelah kau mengatakan itu, aku jadi ter-motivasi."

"Nah begitu!" Yoongi mengepalkan tangannya, "Fighting!" Lalu mengudarakan kepalan tangannya ke atas.

Seringaian kecil terukir di bibir sang namja misterius. Matanya yang tajam menatap dalam mata Yoongi yang sipit.

"Thanks,-"

"Yoongi. Namaku Yoongi." Jawab Yoongi tersenyum lagi.

"Ah-aku-"

"YOONGI HYUNG! AYO KITA PERGI! JUNGKOOK MENUNGGU KITA!" Teriak seorang namja-terindentifikasi bernama Namjoon-yang menganggu pembicaraan Yoongi dan namja di depannya.

"Tunggu, Namjoon aku-"

"Pergilah. Sepertinya kau sibuk." Sahut namja itu sambil menggerakkan tangannya-membentuk gestur mengusir. Yoongi memanyunkan bibirnya.

"Sibuk? Ya sibuk. Semenjak naskah aneh itu diterima." Gerutu Yoongi. Oh, ini pertama kalinya Yoongi menggerutu tentang naskah yang pernah didewakannya itu.

"Aku bisa membayangkan seaneh apa naskahmu itu." Celetuk sang namja misterius sambil tertawa kecil.

"Kau menyindirku? Teman tidak sopan,"

"Teman?"

"Kau curhat padaku, kau temanku." Jawab Yoongi sambil beranjak dari kursi. Kemudian, ia merogoh saku hoodienya dan memberikan secarik kertas kecil pada namja itu.

"Ini ID LINE-ku. Kalau kau sudah baikan dengannya, kau bisa menghubungiku." Namja yang diberikan kertas tersenyum.

"Kau benar-benar aneh,"

"Aneh? Hahaha. Tentu. Aneh tapi pintar. Hehehe,"

"Aku menyesal curhat denganmu." Kali ini si namja misterius menghembuskan nafasnya kasar.

"Tapi tetap kau aja curhat 'kan?" Sahut Yoongi membalas. Terdengar tawa kecil dari namja itu. Oh, siapa saja bisa bilang kalau tawa namja itu sungguh menawan. Dan Yoongi terpesona―walau cuma 5 detik.

"CEPATLAH YOONGI HYUNG!"

"SABAR PINKY BOY! Oke, aku pergi. See you." Teriak Yoongi balas berteriak. Lalu melambaikan tangan pada namja misterius itu. Sang namja misterius membalasnya.

.

.

.

.


Sepuluh menit setelah Yoongi dan Namjoon pergi. Namja itu tetap duduk terpaku di kursi cafe. Pikirannya menerawang jauh.

Kemudian, ia merogoh handphonenya dan menelepon seseorang.

"Halo? Taehyung? Ya. Ini aku. Temui aku di rumah Jin hyung. Kita perlu bicara. Bukan. Ini pribadi."

PIK

Sambungan telepon diputus sepihak. Hei, sepertinya namja ini mengikuti saran Yoongi tadi. Kemudian, mata sipit namja itu menerawang ke luar jendela, lagi.

"Yoongi ya? Menarik." Gumamnya pelan.

"Aku Park Jimin, salam kenal cantik." Sahut namja itu entah pada siapa dan beranjak pergi meninggalkan cafe setelah sebelumnya menarih beberapa lembar won di meja.

―Oh, dengan seringai iblis yang terpatri sempurna di wajahnya.

END

.

.

.

HOLLA~ saya balik lagi~ ada yang kangen gak? #apaansih

Yeah, maafkan saya karena tidak sempat mem-post something atau membalas review kalian selama 2 minggu lebih! Maafkeun *bow* maklumin aja, saya baru jadi anak SMA tahun ini ._.

Oh ya '-') mungkin ini mengecewakan karena saya tidak bawa Vkook seperti biasanya. Saya lagi fokus ke JiminxYoongi :v asik-asik bgt momentnya, trus, Jiminnya jadi ganteng di mata saya :v jadi, jadilah fic ini! *tebarconfetti*

Tapi tenang, Vkook tetap di hati kok :v kalau kalian mau, saya punya stock (?) Vkook chaptered di lappie dan siap di-post^^ (plis, itu baru chap 1 doang (-_-) )

Last.

Reviewnya boleh dong :D