Disclaimer: Star Trek itu bukan punya saya! Tapi punya Gene Roddenberry. Saya gak memungut keuntungan barang setitik pun dari FF ini.
Kalau Star Trek punya saya, udah saya bikin Spock biar lebih emosional dan ekspresif dikit. Gregetan mau nyubit unyu tiap ngeliat dia #eh. Sekalian sama Jim biar gak playboy2 amat #ehlagi.
WARNING: pastinya Mpreg tapi non-slash, aneh binti gak jelas, dan mungkin OOC.
Setting waktu di film Star Trek Into Darkness
Chapter 1
.
Spock meletakan wajah di telapak tangannya, menghela napas pelan-pelan. Ini sudah kesekian kalinya dalam dua hari terakhir kepalanya terasa seperti dibenturkan logam keras. Ngilu rasanya, membuatnya ingin merebahkan kepalanya dan menutup matanya rapat-rapat. Ditambah rasa mual yang sama sekali tidak membantu. Malah membuatnya makin sulit fokus pada hiruk pikuk di anjungan—teriakan perintah dari Kapten Kirk dan pada layar di hadapannya sendiri.
Vulcan setengah manusia itu menengadah, menengok ke kanan dan kiri. Hanya segelintir dari para kru Enterprise yang tidak terlihat berkutat dengan layar di depan mereka. Satu-dua kali tatapan mata cokelat Spock bertumbukan dengan kru lain. Pria itu berdiri dan tanpa minta izin pada sang kapten, ia meninggalkan anjungan dengan derap langkah cepat. Dan yah, tidak banyak yang menyadari sang Perwira Utama meninggalkan tempat itu.
Spock terus berjalan dengan wajah menunduk dan tangan menutup mulut, mengabaikan sapaan kru Enterprise yang berpapasan dengannya dan tatapan heran mereka. Rasanya seperti melewati ribuan tahun untuk sampai ke tempat tujuannya. Begitu kaki panjangnya memijak toilet, dengan cepat ia berbelok dan masuk ke salah satu bilik. Kurang dari lima detik, suara batuk disela-sela suara semacam 'uwek' menggema di toilet itu.
Butuh waktu lebih dari sepuluh menit bagi Spock untuk mengeluarkan isi perutnya. Ia menggerang. Tenggorokannya terasa tak nyaman berkat muntahnya. Cepat-cepat ia tekan tombol untuk menyiram kloset. Tubuhnya lemas seketika dan kepalanya kembali berdenyut ngilu. Ia menyandarkan tubuhnya di pembatas bilik, menelan ludah. Spock menghela napas kecil dan berdiri, bersiap kembali ke anjungan dan mulai memasang wajah datarnya lagi.
Ia membuka pintu bilik dan—
"Spock?"
Sang pemilik nama diam sedetik—menatap orang yang memanggilnya—sebelum menyahut, "Dr. McCoy."
"Ada apa denganmu?"
Spock tidak langsung menjawab. Ia mencoba mencari kata lain untuk menghindari kata 'Tidak ada apa-apa'. Spock lalu menarik napas lewat mulut hendak mengatakan yang sebenarnya. Tapi dengan sendirinya bibirnya kembali terkatup. "Er… Jangan khawatir, Dr. McCoy." Katanya kemudian.
Ia mengangguk pada sang dokter dan melangkah meninggalkan toilet menuju anjungan, tidak peduli dengan tatapan tanda tanya Leonard.
"Izin memasuki anjungan," Kalimat datar itu terdengar dari pintu. Pria berambut hitam dengan potongan berponi berdiri di sana, menatap tanpa ekspresi Jim Kirk yang duduk di bangku kaptennya.
"Hey, kemana saja kau, Mr. Spock?" Tanya Jim. Spock tidak membalas—ia merasa tidak perlu membalas. Matanya masih menatap datar Kapten itu, meminta untuk mengizinkannya masuk ke anjungan. Jim segera menyadari maksud tatapan Perwira Utamanya. "Izin diberikan, Mr. Spock." Katanya.
Tanpa bicara lagi Spock melangkah ke kursinya dan lagi-lagi mengabaikan tatapan heran Jim dan Nyota beserta beberapa kru yang memperhatikannya.
Jim melempar tatapan herannya pada Nyota, bertanya apakah dia tahu apa yang salah dari Spock. Spock memang orang yang datar, tapi tidak biasanya dia bersikap seperti itu. Nyota mengangkat bahu dan menggeleng pada Kaptennya.
"Dia menghilang selama hampir 15 menit," Bisik Jim nyaris tak bersuara.
"I have no idea, Captain." Balas Nyota dengan suara yang sama kecilnya.
.
.
Waktu menunjukan pukul 21:30 waktu Bumi, tepatnya di bagian markas Starfleet berada, San Francisco. Sebagian kru Enterprise yang bertugas di anjungan tengah menyantap makan malam mereka, sedangkan sebagian yang lain menunggu mereka selasai untuk mendapatkan giliran. Itu sudah menjadi peraturan tidak tertulis yang dipahami dengan sendirinya oleh tiap kru di kapal manapun. Peraturan tersebut diberlakukan di setiap bagian kapal untuk berjaga-jaga. Agar jika terjadi serangan mendadak atau gangguan di jam makan, sebagian kru tetap bersiaga. Uniknya, meskipun secara logika tidak akan terjadi serangan, peraturan 'dua gelombang jam makan' itu tetap dipatuhi.
"Spock?" Spock merasakan tepukan pelan di bahunya.
Ia menoleh ke asal suara. "Ya, Dr. McCoy?" Sahutnya.
"Kau yakin kau baik-baik saja?" Tanya Leonard. "Maksudku, tadi di toilet aku mendengar seseorang muntah, dan ternyata itu kau. Aku hanya tidak menyangka kalau itu kau."
"Tidak perlu khawatir, Dokter."
Leonard menggaruk tengkuknya, tidak yakin. "Datanglah ke sickbay pukul 10." Katanya. "Aku akan menunggu," Ia menunjuk Spock dengan telunjuknya—memberi tatapan 'kau harus datang' pada pria datar itu—sebelum mengakhiri pembicaraan mereka.
Spock hanya diam ketika Jim keluar anjungan membuntuti Leonard.
"Bones!" Panggil Jim.
"Yeah, Jim?" Sahut Leonard, tubuhnya berbalik menghadap Jim.
"Ada apa?"
"Hah?"
Jim memutar bola matanya. "Maksudku dengan Spock, Bones. Spock."
Dia membentuk bibirnya untuk berucap 'oh' tanpa suara. Lalu Leonard mengangkat bahu, "Tadi kutemukan dia muntah di toilet, aku menyuruhnya datang ke sickbay untuk kuperiksa."
"Apa? Spock muntah?" Pekik Jim kaget. Yang benar saja, pikirnya.
Leonard mengangguk. "Aku harus kembali ke sickbay. Darah Harrison menunggu untuk diuji coba."
"Oke,"
"Ingatkan Spock untuk datang ke sickbay jam 10."
"Tunggu, Bones."
"Ada apa?"
"Sekedar tambahan, aku kerap kali melihat Spock meletakan wajah di telapaknya sambil menghela napas belakangan ini. Seperti… yah, kau tahu, orang sakit kepala atau yang sejenisnya,"
Leonard mengangguk, "Got it, Jim." Ia menepuk pundak teman dekatnya sebelum melangkah kembali ke sickbay.
.
.
"Ah, akhirnya kau datang juga, Spock. Mari," Leonard mempersilahkan Spock untuk duduk di ranjang pemeriksaan.
Spock menyadar di ambang pintu, ragu untuk memasuki ruangan. Tapi selang beberapa detik kemudian ia pasrah ketika Leonard menarik pergelangan tangannya dan mendudukkannya.
"Apa ada keluhan lain?" Tanya Leonard sambil memindai Spock dengan alat medisnya.
Spock hanya diam, pikirannya melayang ke kejadian beberapa menit lalu di tempat makan. Jim Kirk tiba-tiba menghampirinya—yang tadinya sang kapten tengah lahap-lahapnya meneror makan malam di mejanya—dan mengingatkannya untuk datang ke sickbay pukul 10. Spock tadinya berpikir untuk mengabaikan Kaptennya. Tapi Jim berujar, "Aku tidak ingin sesuatu terjadi pada Perwira Utamaku, dan kau pasti juga ingin bekerja secara maksimal, bukan? Datanglah ke sickbay seperti yang dikatakan Bones, Spock. Dan jangan cuma kau tatap makan malammu," Oh, Jim, jangankan untuk makan makanan itu, mencium baunya saja sudah membuat Spock malas memakannya dan perutnya mulai memberontak lagi.
Bukan seruan kekhawatiran Jim lah yang membawanya kemari. Terus terang saja, Spock kemari karena Jim mengingatkan agar ia tetap bekerja di titik maksimalnya. Dan Spock merasa beberapa hari terakhir ini dia tidak memberikan yang terbaik, mengingat kondisinya yang—dirasanya—drop. Dia berhasil memaksakan makan malam masuk ke lambungnya—walau hanya beberapa gigitan—meski tak lama kemudian berlari ke toilet dan memuntahkan semua yang baru saja masuk ke perutnya.
"Spock, apa kau muntah lagi sebelum ke sini?" Pertanyaan dokter berambut cokelat itu menghentikan lamunan Spock.
"Ya," Jawab Vulcan itu pelan.
"Kira-kira sejak kapan kau mulai merasa seperti ini?"
"Tiga hari yang lalu."
"Mualnya kian menjadi tiap harinya?" Spock mengangguk pelan sekali. "Kau juga merasa pusing, kan?" Spock belum sempat membuka mulutnya, tapi Leonard melanjutkan, "Jim yang bilang padaku. Katanya dia sering melihatmu meletakan wajah di telapak tangan."
"Aku perlu ambil darahmu. Aku sudah punya bayangan, tapi—" itu rasanya tidak mungkin, Leonard tidak tahu bagaimana cara mengatakan kata itu pada Spock. Jadi ia hanya mengangkat bahu.
Untuk sementara waktu mereka dilanda keheningan. Satu-satunya suara yang terdengar jelas untuk mereka adalah suara suntikan yang menghisap darah hijau Spock. Sementara Leonard memindai darahnya, Spock tidak bisa berbuat apa-apa selain melihat tiap jengkal pos kesehatan itu.
"Spock," Panggil Leonard. Ia mendekati Sang Komandan, matanya menatap tablet hasil pemindaian dengan dahi berkerut. "Tolong bilang padaku, bahwa kau juga tidak nafsu makan." Katanya memastikan.
"Ya," Sahut Spock.
"Dammit." Leonard tidak bisa menyembunyikan rasa terkejutnya, perkiraannya benar. "Spock, Ini cukup jarang terjadi. Bahkan untuk bangsa Vulcan,"
"Maksudmu apa, Dr. McCoy?" Tanya Spock. Pikiran pria itu mulai dipenuhi dengan segala penyakit langka terburuk yang terjadi di dalam tubuhnya.
"T- Tidak, Spock. Ini bukan penyakit, sebenarnya." Kata Leonard, khawatir dengan Spock yang tiba-tiba saja mematung.
Spock sontak menatap lekat sang dokter, menuntut jawaban. Diawali dengan helaan napas, Leonard memberi tahunya. "Selamat Spock, kau hamil." Dia berkata lagi disertai kekehan, "Kau akan menambah populasi bangsa Vulcan."
Spock tidak membalas. Ia hanya menatap Leonard, menyangka itu adalah bualan seperti yang biasa dilakukan manusia bahkan di saat genting sekalipun. "It's a quite good prank, Dr. McCoy." Ucapnya, mencoba memberikan respon ala manusia kebanyakan—meski tidak bisa menghilangkan gaya datar khasnya.
Leonard bengong, "Wha— S- Spock! Ini bukan lelucon, dammit!"
Spock menarik napas, "Dr. McCoy, Itu sangat tidak logis. Bagaimana aku bisa hamil jik—"
"Spock, Vulcan laki-laki memang bisa hamil walau kasus ini cukup jarang—aku tidak berani bilang ini langka. Kehamilan Vulcan laki-laki tergolong sangat kuat karena janin mampu bertahan bahkan dalam kondisi inang yang sekarat. Jadi cukup menyakinkan kau tetap hamil walau beberapa jam yang lalu kau terlibat baku tembak di Kronos. Dan aku sempat dengar laporan bahwa kasus ini terakhir kali terjadi kurang dari 2 tahun yang lalu." Potong Leonard cepat.
"Aku tahu itu, Dokter. Tapi sama sekali tidak logis jika aku bisa hamil tanpa terlebih dahulu mating dengan Vulcan yang dalam masa pon farr—yang seharusnya memang diperuntukan untuk berkembang biak." Spock masih menunjukkan wajah tenangnya. Ia yakin ini hanya kesalahan teknis. "Dan masa pon farr-ku tidak terjadi tahun ini."
TBC...
Saya minta maaf yg sebesar-besarnya kalo ada yg masih kurang.
Mohon maklum, masih baru di fandom ini. Saya juga blm begitu paham bgt sama sifat para Vulcan.
Review please :)