Hello~ Reader-tachi, masih ingat dengan fic saya... mwehehehehehehe...
Saya mau updt cpet gak bisa soalnya file ini sempet hilang, jadi harus diketik ulang dari awal.
Sedikit males karena harus mengulang lagi dari awal, yang entah apa itu kemarin karena saya sudah lupa juga.
Jadi ini sebenarnya sedikit berbeda dengan story yang sempet hilang filenya itu
Untuk yang sudah me-review, saya benar-benar berterima kasih karena kalian mau meninggalkan jejak dan menyukai cerita saya.
Sekali lagi saya minta maaf karena membuat kalian lama menunggu, kedepannya pun saya tidak janji akan cepat updet
Jadi mohon sabar, tapi saya pasti updet kok... hehehe
Tergantung mood menulis saya sih... hahahaha
Yosh... Semoga kalian suka dengan chapter ini...
Saya tidak mau lebih banyak cin-cong lagi
I Don't Own Naruto,
Naruto belongs to Masashi Kishimoto-sensei
Pairing : SasuFemNaru.
Warning : AU, Gaje, Typo bertebaran maybe, alur pasaran.
The last,
DON'T LIKE DON'T READ
.
.
.
"Kenapa kau baru mengatakan sekarang Uchiha Naruto?" Desis Sasuke.
"…"
"Jawab aku idiot. Kenapa kau baru mengatakannya sekarang!" Naruto berjengit mendengar suara dingin Sasuke.
"Karena aku tahu reaksimu akan seperti ini." Kata Naruto akhirnya. "Dan aku juga masih kesal pada kata-kata megane sialan itu. Makanya aku diam saja." Lanjutnya pelan.
"Apa yang dia katakan?" Sasuke sedikit heran dengan dirinya yang tiba-tiba justru menanyakan hal itu, seharusnya Sasuke tidak sepeduli itu dengan perkataan Kabuto yang begitu mengganggu Naruto.
"Tidak mau." Lirih Naruto tanpa menatap Sasuke, 'Kalau kukatakan dan saat kutanyakan kebenarannya kau tidak menyangkal, bisa-bisa aku langsung menangis.' Batin Naruto.
"Sudah katakan saja. Kau tahu aku bukan orang yang sabar Naruto."
"Dia memintaku bercerai." Bisik Naruto. 'Tapi kalau tidak kutanyakan aku bisa penasaran setengah mati ttebayoooo…. Apa kutanyakan saja ya?'
"Hoooo… Lalu?" Desisnya dengan dahi berkedut menahan kesal.
"Sudah."
"Berhenti berbohong dan katakan semuanya padaku dobe."
"Dia ingin aku menikah dengannya."
"…" Baiklah, sepertinya kesabaran Sasuke benar-benar diuji oleh dokter gadungan mesum itu.
"Kau mau aku menikah dengannya?" Kata Naruto karena Sasuke hanya diam saja.
"Berani kau melakukannya, kubunuh kau saat itu juga dobe." Desis Sasuke dengan nada berbahaya, yang mau tak mau membuat Naruto berjengit takut.
"Teme kau ini bicara apa, bukankah dulu kau yang bersikeras memintaku menceraikanmu." Balas Naruto dengan keberanian yang susah payah ia kumpulkan.
"Aku bisa melakukan apapun yang kuinginkan. Kau sendiri yang keras kepala tidak mau pergi saat ada kesempatan. Sekarang kau sudah tak memiliki kesempatan untuk lari dariku dobe. Berani kau lari dariku, siap-siap saja kau akan hancur." Seringai kejam menghiasi wajah pucat pria itu berbanding terbalik dengan kata-katanya yang terucap dengan nada santai.
"Dasar egois. Siapa juga yang mau lari." Bisik Naruto dengan wajah bersemu. Dan Sasuke berpikir jika dia akan membunuh siapa saja yang berani merebut makhluk kecil didepannya ini saat melihat Naruto bersemu.
.
.
.
Keheningan kembali menyertai mereka setelah ketegangan diantara kedua makhluk beda warna itu menghilang.
'Apa aku tanya sekarang saja ya? Ugh…' Batin Naruto dengan dahi berkerut yang tak luput dari mata sekelam malam didepannya.
"Katakan saja apa yang kau pikirkan saat aku mau mendengarnya seperti ini idiot." Kata Sasuke tanpa mengalihkan tatapannya pada Naruto.
"Kau mencintai seseorang." Bisik Naruto ragu dengan wajah yang tertunduk dan mata yang melirik keatas tepat padaa wajah Sasuke.
"Hah? Bicara apa kau dobe? Kau ini bertanya atau menebak." Balas Sasuke dengan wajah malas.
"Ugh, tentu saja aku bertanya. Lebih tepatnya memastikan."
"Hn, dia mungkin sekarang sedang makan dengan suaminya." Balas Sasuke santai masih dengan menyantap makan malamnya.
"KAU MENCINTAI WANITA YANG SUDAH BERSUAMI?" Teriakan shock dari Naruto membuat dahi sang bungsu Uchiha berkedut kesal.
"Kau ini benar-benar si idiot yang berisik. Tentu saja dia bersuami, kau pikir dia janda. Ayahku masih hidup, nanti kalau dia sudah mati baru ibuku jadi janda."
"Ugh, bicaramu teme. Benar-benar tidak sopan, kau menyumpahi ayahmu sendiri." Desis Naruto menahan kesal pada pemuda yang masih memasang wajah malas didepannya.
"Siapa yang menyumpahi orang tua itu? Aku hanya bicara fakta. Lagipula aku sama sekali tak tertarik dengan hal-hal semacam cinta."
"Eh? Nande? Lalu sekarang kenapa aku tidak lagi dipaksa menceraikanmu."
"Dasar cerewet. Apa dokter gadungan itu bilang aku mencintai seseorang, otakmu benar-benar idiot. Jangan-jangan volume otakmu itu hanya sebesar biji kenari."
"Gah, kenapa kau jadi menghinaku. Aku hanya penasaran, kau bilang aku boleh mengatakan apapun yang kupikirkan. Mana yang benar sebenarnya, ugh… dan hentikan terus-terusan memanggilku idiot. Aku ini lulusan terbaik tahu."
"Tentu saja karena kau benar-benar idiot, wanita itu makhluk berisik yang menjengkelkan. Sudah cukup selama masa sekolah ada si merah gila yang selalu mengekoriku kemanapun. Kalau yang dokter gadungan itu maksud adalah si merah sialan itu, dia benar-benar sama idiotnya denganmu. Tch, lulusan terbaik dari murid-murid idiot maksudmu?"
"Temeeeeee... Aku tidak idiot, dan siapa itu si merah yang kau maksud?"
"Bukankah saat makan malam kemarin sudah kakek tua sialan itu katakan."
"Karin-san?"
"Hm." Gumam Sasuke dengan mulut penuh tomat yang baru saja ia gigit. "Atau jangan-jangan si pirang?" Bisik Sasuke tak yakin.
"Hah? Kau bicara apa Sasuke?"
"Tidak."
"…"
"Minggu depan aku ada reuni dobe."
"Ha? Lalu?"
"Kau tidak mau ikut denganku?"
"Eh? Kau tidak salah bicara kan?"
"Kalau kau tidak mau ikut juga tidak masalah. Aku selesai."
"Chotto, chotto... Bukannya aku tidak mau ikut ttebayoooo..."
"Hn."
"Jadi aku boleh ikut?" Tanya Naruto dengan mata berbinar yang tak dapat ia sembunyikan.
"Hm, ya." Dada Sasuke menghangat melihat gadis yang selama ini ia abaikan menatapnya dengan wajah bahagia seperti itu.
Skip to Reunion
.
Sasuke mendengus geli melihat sang istri yang malam ini kelihatan sangat gugup hanya karena sebuah acara reuni, padahal Naruto juga sudah mengenal orang-orang yang dekat dengannya semasa sekolah.
"Hn, dobe. Kau bertemu dengan mertuamu saja tak sampai seperti itu. Ini hanya acara reuni idiot."
"Temeeee… Aku tidak idiot…" balas Naruto dengan suara cemprengnya, "Aku kan hanya penasaran seperti apa teman-temanmu semasa sekolah." Bisik Naruto yang masih dapat didengar oleh suaminya yang sedang mengemudi disebelahnya.
"Kau sudah mengenal mereka dobe." Balas Sasuke tanpa mengalihkan pandangannya.
"Tapi kau pasti memiliki teman lain selain mereka kan Sasuke."
"Siapa bilang? Kau pikir aku tipe orang yang suka menyia-nyiakan waktuku dengan orang tidak penting?"
"…" Dan Naruto sadar ternyata dia memang cocok disebut idiot, bagaimana mungkin dia lupa seperti apa suaminya itu. Mana mungkin Uchiha Sasuke memiliki banyak teman.
"Hn, idiot." Ejek Sasuke saat ia melihat wajah Naruto yang seolah baru menyadari sesuatu. "Sebenarnya aku malas datang ke acara ini, membuang-buang waktu istirahatku." Gumam Sasuke.
"Lalu kenapa kau memutuskan datang?"
"…"
"Sasuke?" Suaminya yang hanya diam saja tentu membuat Naruto heran.
"Hn." Mana mungkin Sasuke mengatakan jika sahabat-sahabat busuknya itu menantangnya datang. Mereka mengatakan jika Sasuke tidak ingin datang karena takut pada gadis yang sejak dulu selalu mengejar-ngejarnya akan ada disana juga. Sasuke itu seorang Uchiha, tidak ada yang ia takuti. Apalagi seorang gadis pirang yang namanya saja malas Sasuke sebutkan.
"Mou… Sasuke kau mencurigakan. Jangan-jangan kau mau datang karena ada gadis yang kau sukai ya?" Kata Naruto dengan nada merajuknya. Dan lirikan tajam segera terarah padanya karena pertanyaannya itu.
"Kau ini bicara apa idiot? Berhentilah cemburu tak jelas, kalau kau tak terima ada gadis didekatku singkirkan saja mereka." Balas Sasuke asal. Dan wajah Naruto segera saja memerah antara kesal dan malu.
"B-bicara apa kau ini… Haha-ha, c-ce-cemburu? Siapa yang cemburu teme." Wajahnya yang memerah terlihat semakin padam saat mengatakannya.
"Yakin? Disana nanti akan ada banyak gadis idiot yang datang padaku dengan suara mereka yang berisik. Jangan menangis saat kau melihat mereka bergelayutan padaku, bagaimana?"
"Eh?" Rona merah diwajahnya segera menghilang mendengar kata-kata suaminya. 'Apa maksudnya bicara begitu?' Batin Naruto yang masih tak mengerti. "Bagaimana apanya Sasuke?" Sambungnya.
"Kalau kau tak suka singkirkan mereka, jangan biarkan mereka mendekatiku Naruto. Atau kau bisa diam saja seperti orang idiot, dan jangan menangis jika kau memutuskan untuk diam saja." Jawab Sasuke dengan nada dingin khasnya.
"Aku masih tak mengerti." Bisik Naruto. 'Apa Sasuke tak masalah jika nanti aku menunjukkan hubungan kami terang-terangan.' Batinnya.
"Kita sampai Naruto. Dan aku tak masalah." Seringai yang sudah sangat dihafalnya menghiasi wajah rupawan sang suami.
Blush…
'Dia membaca pikiranku...' Jerit batin Naruto dengan wajahnya yang bersemu merah.
.
...
.
Pasangan Uchiha itu pun keluar dari mobil dan berjalan masuk kedalam gedung didepan mereka dengan tangan yang saling bertautan. Saat mereka masuk banyak mata yang melihat dengan tatapan tak percaya, terutama para gadis yang terlihat menghela nafas kecewa. Lelaki idola mereka saat masa sekolah ternyata datang menggandeng gadis berambut pirang yang terlihat sangat cantik dengan dress selutut warna pastel yang membalut tubuh rampingnya.
"Yo, Sasuke." Suara yang sudah sangat dihafal oleh Naruto membuatnya mengalihkan pandangan dari kumpulan gadis-gadis yang sejak tadi menatapnya dan Sasuke. Dan tangannya pun segera ditarik pelan oleh sang suami menuju kumpulan sahabat-sahabatnya yang sudah sangat Naruto kenal.
Shikamaru yang tadi memanggilnya terlihat berdiri disamping gadis berambut pirang sepundak yang merupakan kakak dari sahabatnya. Kakak angkat Sasuke, Sai terlihat berdiri berhadapan dengan sang kekasih yang sudah Naruto anggap sebagai kakak perempuannya sendiri. Kiba yang terlihat sibuk dengan ponselnya dan seorang pemuda berambut putih yang belum pernah dilihatnya. Disamping pemuda itu berdiri seorang gadis yang Naruto yakini sangat dikenalnya.
'Hinata?' Batin Naruto heran.
"Hinata?"
"Naru?"
"Astaga, hisashiburi. Kenapa kau ada disini? Bukannya kau sedang di Manhattan?"
"Kau sendiri, kenapa ada disini? Seingatku Naru tinggal di London kan?"
"Hehehe… Ceritanya panjang."
"Hinata, kau mengenal Uchiha-san?" pemuda berambut putih itu buka suara karena merasa heran.
"Uchiha-san?" balas Hinata heran.
"Ah, aku yang dia maksud Hinata."
"Eh? Naru seorang Uchiha?" Hinata tahu semua Uchiha, karena sejak dulu Uchiha sudah menjadi relasi bisnis keluarganya. Dan siapa yang menyangka ternyata sahabat yang dikenalnya secara kebetulan itu juga seorang Uchiha, kenapa dia tidak pernah tahu sebelumnya.
"Dia istriku, Neji tak memberitahumu?" Suara baritone dari sahabat kakak dan tunangannya itu menjawab kebingungan Hinata. Tangan yang tadi sempat terlepas itu kini kembali bertautan.
"Eeeeeeeeeeeeeh? Naru istrinya Sasuke-kun?" Naruto hanya tertawa canggung karena walaupun dia dari keluarga terpandang dan suaminya pun bukan dari keluarga yang biasa-biasa saja, namun pernikahan mereka memang berlangsung tertutup. Bahkan dari awak media yang ingin mengekspos kehidupan para Uchiha. Tidak akan ada yang tahu jika dia istri Sasuke, karena Sasuke pun tidak pernah menunjukkannya pada public seperti apa istrinya.
Percakapan mereka masih terus berlanjut sampai suara seorang gadis yang tiba-tiba saja datang dan mendorong Naruto menjauh dari sang suami, hingga dia terdorong menabrak Sai yang dengan sigap menangkap tubuh rampingnya. Sasuke mengernyit tak suka saat menyadari siapa yang datang.
"Sasuke-kuuuuuuuun, aku merindukanmuuuuuu… Bagaimana kabarmu, apa kau merindukanku? Tenang saja, aku sudah kembali. Dan kau semakin tampan saja Sasuke-kun." Katanya tanpa jeda dengan lengannya yang bergelayutan pada Sasuke. "Ah, sampai lupa… Minggu depan aku akan tampil, kuharap kau mau datang melihatku. Tapi sayang aku lupa membawa tiket, bagaimana kalau besok saja kuantarkan kerumah sekalian bertemu dengan paman dan bibi. Aku ingin bertemu dengan mereka, sudah lama sekali aku tak melihat mereka. Apa mereka juga merindukanku." Katanya lagi, yang tentu saja membuat seluruh sahabat Sasuke yang sudah mengenal lama sang gadis hanya menatap bosan.
Yamanaka Ino, gadis yang sebenarnya juga sahabat Sasuke. Selalu berdelusi jika toleransi Sasuke padanya karena sang pemuda menatapnya sebagai seorang gadis. Bahkan berkali-kali Sasuke sudah mengisyaratkan jika dia tak memiliki perasaan apapun pada gadis Yamanaka itu. Sasuke yang sejak tadi merasa risih sudah berkali-kali mencoba melepaskan lilitan lengan gadis pirang pucat itu namun tak berhasil, dan Naruto manatap tak suka pada apa yang terjadi.
"Maaf nona, bisa kau lepaskan lengan suamiku." Kata Naruto memotong percakapan sepihak dari gadis yang sedang bergelayutan pada suaminya itu.
"Dan Sasuke, kenapa kau tak pernah menghubungiku, kau tahu e-mailku kan. Kau juga sudah kuberi nomor contactku yang baru, padahal aku selalu menantikannya. Aku mencoba menghubungimu tapi nomormu sudah tak bisa dihubungi, menghubungi rumahmu pun selalu maid yang mengangkat." Ah, ternyata gadis pirang manis yang statusnya adalah istri Sasuke itu diabaikan, Sasuke sedikit terhibur melihat pipi istri manisnya menggembung lucu. Kebiasaannya saat kesal, yang sudah sangat dihafal oleh Sasuke. 'Pffft, dobe.' Batinnya.
"NONA," Naruto pun menyentak sang gadis yang mengabaikannya itu. Membuat si pirang pucat menatap tak suka pada Naruto.
"Kau mau apa?" Katanya datar.
"Bisa kau lepaskan lenganmu dari suamiku, nona." Balas Naruto tenang.
"Suamimu? Dimana?" Tanya si pirang pucat dengan wajah tanpa dosa, seolah dia tak tahu jika yang dimaksud Naruto adalah pemuda yang sejak tadi dia gelayuti. Ino bukannya tak tahu jika Sasuke datang dengan gadis itu, Ino juga melihat bagaimana tangan mereka yang tadi bertautan erat sebelum dia melepaskan paksa tautan tangan yang membuatnya naik darah itu.
"Kau tahu siapa yang kumaksud nona."
"Sasuke-kun maksudmu? Kau pikir aku tak tahu kalian menikah karena perjodohan? Jangan bercanda, berkacalah dulu sebelum mengatakan Sasuke suamimu. Dia bahkan tak memiliki perasaan apapun padamu. Seharusnya kau menyerah saja untuk mendapatkan Sasuke-kun." Sedikit banyak Naruto terpengaruh dengan kata-kata Ino, dia paling tahu jika yang dikatakan Ino itu benar adanya. Dan Sasuke semakin memandang tak suka pada Ino karena hal itu, tahu apa gadis itu tentang perasaannya pada Naruto. Sasuke tak suka melihat sorot terluka dari sapphire sang istri yang entah sejak kapan menjadi favoritnya itu.
"Walaupun kami menikah karena perjodohan, tapi status kami diakui secara agama dan tercatat di Negara nona. Apa kau tak tahu itu? Jika kau masih tetap bertingkah seperti itu kau hanya mempermalukan dirimu sendiri dan terlihat semakin menyedihkan. Kau hanya orang luar disini." Kata Naruto dingin.
PLAK
PRANG
Dan sebelum otaknya dapat memproses apa yang terjadi Naruto sudah merasakan sakit dipipi kirinya. Gelas-gelas dimeja belakangnya berjatuhan karena tersenggol tubuhnya yang limbung kebelakang dan ada pecahan gelas yang melukai tangan kanannya. Sasuke dan seluruh orang diruangan itu terkesiap kaget melihat apa yang terjadi, termasuk dengan sang pirang pucat. Dia sebenarnya tak bermaksud melakukannya sejauh itu.
"Naruto."/"Naru"/"Uchiha-san." Sasuke, Sai, Shikamaru, Hinata, dan Toneri berteriak bersamaan. Secepat yang ia bisa Sasuke mendorong sang gadis Yamanaka yang menghalangi jalannya mendekati sang istri. Dia benar-benar berang sekarang dengan gadis yang sejak tadi membuat keributan itu.
"Naruto, kau baik-baik saja?" Sasuke tahu itu pertanyaan bodoh saat ia melihat wajah manis istrinya terlihat memerah dan terdapat pecahan gelas yang manancap lumayan dalam pada tangannya yang mulai mengeluarkan darah segar. Rasanya Sasuke ingin menghancurkan apapun saat ini, dia saja tak pernah melukai Naruto seperti itu. Sasuke benci saat mata indah itu menunjukkan sorot kesakitan yang coba ditutupi oleh sang istri.
'Seharusnya aku tak datang.' Batin Sasuke. Dia benar-benar menyesal saat ini, segera saja diangkatnya tubuh ramping Naruto dan membawanya pergi dari ruangan itu. Diabaikannya kata-kata 'Aku baik-baik saja.' yang terus saja diucapkan Naruto. Yang dia tahu Naruto tidak baik-baik saja.
"Jangan kau pikir aku akan diam saja atas tindakanmu Yamanaka. Uchiha tak akan diam saja jika miliknya terluka." Kata Sasuke dingin saat berada disamping Ino, Sasuke mengatakannya tanpa memandang wajah ayu sang pirang pucat yang terkejut karena ancaman dari pemuda yang ia cintai itu.
.
...
.
"Sasuke." Naruto buka suara saat mereka sudah dimobil, tangan kanannya masih saja mengeluarkan darah walaupun Sasuke sudah membukusnya dengan sapu tangan setelah mencabut pecahan gelas tadi. Wajah berkulit tan manis itu sedikit memucat karena menahan sakit dan kehilangan lumayan banyak darah.
"Diamlah Naruto, biarkan aku menyetir. Kita harus segera kerumah sakit."
"Aku baik-baik saja Sasuke, kau seharusnya tak berkata seperti itu pada gadis itu. Dia hampir menangis tadi." Ah, sempat-sempatnya istrinya ini mengkhawatirkan orang lain. Bahkan orang itu baru saja mempermalukan dan melukainya sedemikian rupa. Tak hanya fisik, tapi juga perasaannya. Rasanya Sasuke semakin menyesal pernah menyianyiakan gadis sebaik ini.
"Kau tak baik-baik saja. Dan tutup saja mulutmu itu, gadis sialan itu harus mendapatkan balasan yang lebih menyakitkan dari yang kau rasakan saat ini. Berani sekali dia menyentuh milikku." Desis Sasuke. Sejujurnya Naruto merasa bahagia karena kata-kata sang suami, rasanya harapannya untuk mendapatkan hati suaminya itu semakin besar. Namun dia merasa sedih jika membayangkan apa yang akan terjadi pada gadis yang dia dengar bernama Yamanaka itu, Naruto tahu suaminya tak main-main dengan ucapannya.
Beberapa mobil mengikuti dibelakang mobil Sasuke yang melaju kencang menembus keramaian kota. Naruto semakin meringis merasakan darah terus mengalir dari tangannya. Beruntung bukan telapak tangannya yang tertusuk, hanya pinggir tangannya saja. Walaupun rasanya tetap saja menyakitkan.
"Sasuke," Kata Naruto lirih. Dan Sasuke hanya melirik sang istri, 'Sialan kau Yamanaka.' Batin Sasuke saat melihat wajah sang istri sudah sangat pucat, gaun yang ia kenakan pun penuh dengan noda darah. Rasanya Sasuke mual melihat banyaknya darah Naruto keluar. Tak ingin panik Sasuke kembali memfokuskan pandangannya pada jalanan didepannya.
Tak sampai 15 menit mobil yang ia kendarai akhirnya sampai di rumah sakit terdekat, dan Naruto sudah sangat lemas dengan pandangan sayu yang masih saja menyiratkan jika dia baik-baik saja. Tak berapa lama setelah Naruto dibawa ke UGD beberapa mobil yang mengikuti mereka pun sampai, sahabat-sahabat Sasuke serta Sai dengan wajah panic menghampiri bungsu Uchiha yang masih menampakkan kemurkaan.
"Sasuke-kun, bagaimana Naruto?" Gadis berambut sewarna permen karet pun buka suara karena sang kekasih dan sahabat-sahabatnya hanya bungkam. Menghadapi seorang Uchiha Sasuke yang marah besar adalah hal yang tidak seharusnya mereka lakukan, Sakura pun tahu hal itu. Namun dia harus tahu bagaimana keadaan Naruto, gadis itu sudah seperti adiknya sendiri. Dia sangat menyayangi si pirang polos itu, bahkan ia lebih menyayangi Naruto sekarang dibandingkan dengan Yamanaka Ino sahabat dari kecilnya.
Tatapan tajam dari Sasuke membuat Sakura sedikit gentar, Sai menarik tubuh ramping kekasihnya mundur. Adiknya itu bukan tipe orang yang segan melukai orang lain sekalipun bukan Sakura yang membuatnya marah. Dia merasa kasihan pada gadis Yamanaka itu, dulu dia juga salah satu sahabatnya dan Sasuke selain Sakura, Shikamaru, Kiba, Toneri, dan Neji. Gadis itu terlalu menutup mata karena perasaannya, Sakura pun dulu sempat jatuh hati pada Sasuke. Beruntung Sakura mau membuka hati untuknya karena sadar jika Sasuke hanya memandangnya sebagai teman.
"Sasuke," Sai mencoba mendinginkan amarah sang bungsu. Dia tidak mau jika Sasuke lepas kendali seperti yang sudah-sudah. Atau mereka harus menelfon ibunya yang saat ini ada di Hokkaido bersama sang kepala keluarga untuk datang ke Konoha, hanya Uchiha Mikoto seorang yang bisa mengendalikan emosi Sasuke. "Tenanglah, jangan terpancing amarah. Setelah Naruto baik-baik saja kau boleh menjadikan kami sasaran kemarahanmu. Bagaimana?" Sambung Sai, yang tentu saja mendapat pelototan dari sahabatnya yang lain. Pukulan Sasuke itu bukan main sakitnya, dia yang paling kuat diantara mereka. Apalagi saat sedang dikuasai amarah seperti ini, yang hanya dibalas senyuman palsu dari Sai.
"Dia harus mendapat jahitan." Jawab Sasuke singkat, dan semua orang menghela nafas lega karena sang raven mau diajak kerja sama.
"Keluarga Uchiha Naruto." Pria berpakaian serba putih mengalihkan perhatian semua orang.
"Saya suaminya." Balas Sasuke cepat, membuat semua orang disana memandang takjub pada Sasuke. Siapa yang menyangka dia akan merespon seperti itu jika melihat sejarah pernikahannya.
"Istri anda baik-baik saja Uchiha-san, hanya butuh sedikit istirahat. Sekarang pun sudah diperbolehkan untuk pulang jika mau. Dan ada kemungkinan istri anda akan demam, tapi tak perlu khawatir itu hal yang wajar dan tak membahayakan sama sekali." Katanya dengan senyum ramah.
"Dimana Naruto."
"Didalam, silahkan anda menemui istri anda."
.
.
.
.
"Sasuke." Senyum lembut menghiasi wajah tan yang masih terlihat pucat itu saat melihat sang suami masuk.
"Idiot." Balas Sasuke singkat saat sampai disamping Naruto.
"Mou, berhentilah memanggilku seperti itu." Tawa geli segera memenuhi ruangan itu.
"Kau tidak apa-apa Naru-chan?"
"Ah, aku baik-baik saja Sai. Kalian terlalu berlebihan, ini hanya tergores saja kok." Jawabnya sembari mengangkat tangannya yang terbalut perban putih. Dan tentu saja Sasuke mengernyit tak suka mendengar jawaban Naruto. 'Tergores katanya?' Batin Sasuke sinis.
"Kalian pulanglah." Kata Sasuke lagi dengan nada dingin, mereka yang menangkap nada bicara yang tak bersahabat itu pun paham dan segera undur diri dari ruangan itu.
"Sasuke?" Naruto tak mengerti, kenapa suaminya itu masih terlihat marah. Dan sang suami pun hanya bungkam sampai ruangan itu sepi hanya tersisa mereka berdua.
"…"
"Sasuke-tteba. Katakanlah sesuatu, jangan hanya menatapku seperti itu. Aku tak akan mengerti jika kau hanya diam saja."
"Tergores kau bilang?"
"Eh?"
"Kau tahu tanganmu itu mendapat jahitan idiot." Desis Sasuke dengan nada berbahaya, emosinya kembali memuncak saat mengingatnya.
"Walaupun begitu kan tidak perlu dibesar-besarkan Sasuke. Toh pada kenyataannya aku memang baik-baik saja kan. Ayolah, jangan marah terus seperti itu. Ne?" Bujuk Naruto.
"Dibesar-besarkan? Maksudmu aku membesar-besarkan masalah?"
"Memang iya kan? Aku tidak apa-apa, dan kau bertingkah seolah aku hampir mati hanya gara-gara tergores pecahan kaca." Gerutu Naruto, dan saat ia memandang suaminya Naruto tahu dia sudah melakukan kesalahan fatal. Tatapan dingin dari mata sehitam langit malam itu dipenuhi amarah, dia sudah sering mendapat tatapan dingin dari sang pemuda raven namun baru sekali ini dia dipandang seperti itu.
"…"
"Er, Sasuke."
"Kau sudah selesai mengoceh?"
"…" Rasanya menelan ludah pun sulit Naruto lakukan saat ini, suaminya masih marah dan gerutuan tidak pentingnya benar-benar membuat sang raven murka. Dan Naruto dengan kaku menganggukkan kepalanya.
"Kita pulang." Dan sebelum Naruto turun dari ranjang yang ia tempati Sasuke lebih dulu mengangkat tubuh rampingnya. Membuat Naruto terkesiap mendapat perlakuan semanis itu dari suaminya yang dulu sangat anti padanya. Saat dia dibawa ke UGD tadi memang Sasuke juga mengangkatnya seperti sekarang, tapi dia tahu Sasuke melakukannya karena Naruto sudah sangat lemas. Kalau sekarang Naruto sudah tidak selemas tadi, dan ia yakin jika hanya berjalan ke parkiran dia masih sanggup.
"Aku bisa jalan sendiri Sasuke." Katanya mencoba menolak.
"Diam." Desis Sasuke. Dan Naruto pun berhenti memberontak dari suaminya. Seandainya ibunya melihat sudah pasti dia akan berteriak kegirangan saat melihat perlakuan Sasuke pada Naruto.
.
.
.
Perjalanan pulang mereka benar-benar hening, sungguh berbeda dengan suasana saat mereka berangkat ke acara reuni Sasuke. Naruto masih tak berani buka suara, dan Sasuke terlalu malas untuk buka suara. Sasuke masih sangat marah, dia tak ingin melampiaskan emosinya pada Naruto yang masih terlihat pucat itu. Dan ditengah perjalanan Naruto akhirnya terlelap, Sasuke baru menyadari Naruto tertidur saat kepala pirang bersandar pada pundaknya.
Sasuke melambatkan laju mobilnya dan memandang wajah lelap Naruto, setelah puas memandang wajah tan manis Naruto perhatian Sasuke pun teralihkan oleh perban ditangan Naruto. Diambilnya tangan itu, Sasuke benar-benar tak mengerti tentang dirinya hari ini. Dia benar-benar sangat ingin membunuh Ino saat istrinya terluka, saat ini pun dia masih ingin melakukannya.
'Apa yang kau lakukan padaku Naruto.' Batin Sasuke dengan ibu jarinya yang kini membelai lembut tangan istrinya yang terluka.
"Jangan membuatku khawatir lagi dobe. Kau membuatku nyaris gila hari ini, karena itu gadis sialan itu harus mendapatkan balasan atas sikapnya." Bisik Sasuke, lengannya kini sudah berpindah tempat dan mendekap erat istrinya agar lebih dekat padanya. Naruto menggeliat dan semakin menempel saat merasakan kehangatan dari tubuh suaminya. Tak bisa Sasuke pungkiri jika dia mulai menyayangi makhluk pirang disampingnya ini.
"Dobe." Bisik Sasuke dengan senyum samar yang sangat jarang ia tunjukkan.
.
.
.
Terbangun dini hari karena pergerakan teman seranjangnya bukanlah hal yang Sasuke harapkan, istrinya terlihat gelisah dalam tidurnya dan keringat dingin sudah membasahi hampir seluruh tubuhnya. Dokter sudah mengingatkannya jika kemungkinan besar istrinya akan mengalami demam, tapi siapa sangka jika dia akan merasa sekhawatir ini walaupun sudah mengetahuinya. Dan malam itu pun Sasuke berakhir dengan terjaga mengawasi sang istri. Satu hal yang membuatnya kesal adalah saat ia harus mengganti baju istrinya.
'Kupikir aku ini aseksual dan kurasa kau sudah merubah pemikiran bodohku itu.' Batin Sasuke saat melihat gundukan dibalik celana training hitamnya itu setelah mengganti baju basah sang istri dengan yang baru. Menghela nafas singkat, Sasuke memutuskan keluar kamar untuk mendinginkan kepalanya. "Bisa-bisanya si idiot itu membuatku memikirkan hal-hal kotor disaat seperti ini." Desis Sasuke dengan wajah lelah.
Jatuh cinta? Jika Itachi dan Sai tahu dia mulai jatuh cinta pada istri pirang yang mati-matian ia tolak itu mungkin mereka akan menertawakannya dengan sangat tidak Uchiha. Sasuke mendesah pasrah setelah ia meminum air dingin yang baru saja ia ambil dari kulkas. Sedikit menghilangkan pikiran kotornya sebelum ia kembali kekamar dimana makhluk pirang yang seharian ini seolah menjungkir balikkan hidupnya tertidur lelap dengan wajah innocentnya.
"Kau akan membayar sangat mahal Naruto. Benar-benar mahal..." Gumam Sasuke.
.
.
.
.
TBC
Hahaha... Saya potong dulu ya...
Sampai jumpa lagi di chapter selanjutnya...