.

©Sparkyu Amore©

Touche Alchemist

.

Main Pair : KyuMin, Dennis Park (Leeteuk), Siwon.
Disclaimer :
Typos, Ooc, BL, Sci-fi, Crime,
Ini FF amore remake dari novel mba Windy dengan judul yang sama

Happy Reading^^

.

"Kenapa kau tak pernah memberitahuku, Dennis?" tanya Kapten Lewis geram.

"Karna waktu itu saya pikir ini ulah iseng belaka," jawab Leeteuk mengangkat bahu.

"Bagaimana kau tahu ini bukan ulah iseng belaka?" tanya Kapten Lewis lagi, lalu menatap Thomas Pike. "Dan bagaimana menurutmu, Special Agent Pike? Apakah ini memang ada hubungannya dengan pengeboman di Museum Intrepid dan Japan Society?"

"Saya tidak tahu," jawab Thomas jujur. "Tapi setelah mendengar cerita Detektif Park, saya pikir tidak ada salahnya menelusuri paket itu dan mencari tahu maksud pengirimnya."

"Aku harus mendapatkan kepastian terlebih dahulu, apakah paket itu memang ada hubungannya dengan pengeboman." Kapten Lewis mengetuk-ngetukkan jari ke meja. "Aku tak mau waktu dan tenaga orang-orang terbaikku, termasuk kalian para agen FBI, terbuang sia-sia untuk menelusuri hal yang mungkin tak ada hubungannya."

"Kapten ingin kepastian?" tanya Leeteuk berani. Kapten Lewis menatap Leeteuk tajam. "Ya."

"Paket itu dikirim kemarin," kata Leeteuk. "Jika memang ada hubungannya, hari ini pasti akan terjadi pengeboman, entah di mana, seperti yang sudah-sudah."

Tidak ada satu pun dari mereka yang bicara. Mereka sebenarnya tidak mau pengeboman terjadi lagi, tapi kepastian sangat mereka butuhkan. Tiba-tiba telepon dihampir seluruh ruangan berdering. Leeteuk menelan ludah. Apa yang dia takutkan tampaknya terjadi. Telepon di ruangan Kapten Lewis juga berdering.

"Halo?" jawab Kapten Lewis. Beberapa saat kemudian, raut wajahnya berubah pucat. Dia menatap Leeteuk dengan tatapan tak percaya.

"Kita sudah mendapat kepastian," kata Kapten Lewis setelah menutup telepon. "Ada pengeboman di Greenwich Village, tepatnya di Gedung Forbes Gallery di Fifth Avenue." Thomas dan Leeteuk berpandangan.

"Mulai telusuri paket itu," perintah Kapten Lewis mantap.

"Siap, Kapten!"

.

Bom meledak di galeri perhiasam saat diadakan pameran perhiasan batu luar angkasa. Bebatuan angkasa yang jatuh dibumi dijadikan perhiasan dan dipamerkan. Bahkan sudah beberapa kali diadakan di Forbes Gallery. Bom sepertinya diletakkan di dekat kalung batu bintang yang memang banyak dilihat orang. Akibatnya, walaupun daya ledak bom tidak begitu kuat, tetap terdapat korban tewas dan banyak pengunjung terluka.

"Kau menemukan sesuatu?" tanya Thomas.

Leeteuk menggeleng. "Lagi-lagi CCTV tidak banyak membantu. Aku merasa orang ini seperti bunglon yang dengan mudahnya membaur hingga tidak tampak."

"Dia juga tidak meninggalkan jejak," keluh Thomas. "Dia tidak meninggalkan sidik jari ataupun DNA. Aku yakin, walau berdoa semoga keyakinanku salah, kali ini dia juga tidak melakukan kesalahan."

Leeteuk mengamati sisa-sisa ledakan bom. Tidak ada benda-benda tajam atau gotri yang biasanya dimasukkan ke bom oleh teroris untuk memberi efek fatal bagi korban. Si pelaku sepertinya memang tidak berniat melukai. Insting detektif Park memberitahunya bahwa si pelaku sedang mengirim pesan. Kepada siapa dan pesan apa, itulah yang harus dia temukan karna dia tahu pasti si pelaku belum akan berhenti di sini.

"Dennis Park!" panggil Thomas. Leeteuk berjalan menghampiri Thomas dan tampak berpikir keras.

"Apa yang kaupikirkan?" tanya Thomas.

"Si pelaku sedang mengirim pesan," kata Leeteuk.

"Maksudmu paket berisi empat botol itu?"

"Itu juga," kening Leeteuk berkerut, berusaha membuat hipotesis.

"Maksudmu?" tanya Thomas tak mengerti.

"Ini seperti permainan," jawab Leeteuk, walau tak sepenuhnya yakin.

"Dia sedang bermain dan ingin melihat, siapa yang menang. Dia menantang kita atau seseorang untuk menangkapnya."

"Menantangmu?" ralat Thomas. "Kaulah yang dia kirimi paket, ingat?"

"Benar," Leeteuk mengangguk-angguk. "Tapi firasatku mengatakan, aku bukanlah orang yang ingin ditantang si pelaku." Thomas menggeleng sambil melipat kedua tangan. "Aku tak mengerti."

Leeteuk menghela napas. "Sebenarnya aku juga bingung dengan kata-kataku. Kalau saja aku bisa meminta bantuan Kyuhyun."

"Siapa yang melarang?" tanya Thomas.

"Memangnya FBI membolehkan?" Leeteuk balik bertanya. "Dia kan baru delapan belas tahun."

"Dia konsultan kepolisian New York," Thomas menambahkan. "Kalau memang sehebat yang kalian bilang, FBI tidak keberatan, terutama jika dia bisa menemukan pelakunya atau minimal tahu di mana bom berikutnya, kalau ada, akan diletakkan."

Leeteuk mengangguk. "Kalau begitu aku akan meneleponnya."

"Dan aku akan mengurus surat-suratnya agar keberadaan Kyuhyun sesuai prosedur," kata Thomas segera berjalan ke luar.

.

.

Kyuhyun berjalan sambil membaca buku di kantin ketika tak sengaja William menabraknya hingga jus jeruk yang ada di baki William tumpah ke baju Kyuhyun.

"Maafkan aku, Morrison!" pinta William panik sambil meletakkan baki ke meja terdekat. Dia cepat-cepat mengeluarkan saputangan dari saku celana untuk membersihkan noda di baju Kyuhyun.

"Tak apa," desah Kyuhyun. Dia mengambil saputangan yang dipegang William, mencoba membersihkannya sendiri, walaupun tampak sia-sia.

"Maafkan aku," William merasa bersalah. "Aku terlalu fokus menonton TV sehingga tidak memperhatikan jalan."

"Memangnya ada apa di TV?" tanya Kyuhyun ingin tahu acara yang sampai mengakibatkan bajunya basah dan ternoda.

"Ada bom meledak di Forbes Gallery, padahal aku baru saja pulang dari sana," jawab William.

"Kau tidak tahu?" Kyuhyun menggeleng. "Kau tidak dimintai tolong kepolisian New York?" tanya William lagi.

"Tidak," jawab Kyuhyun santai. "Mungkin mereka bisa menyelesaikannya sendiri."

"Kepolisian New York sehebat itu, ya?" William manggut-manggut.

"Mereka juga bekerja sama dengan FBI." Kyuhyun menghela napas, sepertinya harus pulang ke asrama untuk berganti pakaian. "Atau mungkin pelakunya yang tidak begitu hebat."

"Oh."

Kyuhyun mengembalikan saputangan William. "Nih, aku ganti baju saja."

Raut wajah William berubah jijik saat melihat saputangan yang dipegang Kyuhyun. "Buang saja. Kau tahu kan, aku tidak bisa memegang apa yang sudah dipegang orang lain. Aku pergi dulu, ya." William mengambil lagi baki untuk dikembalikan kepada penjaga kantin, lalu keluar ruangan.

Seharusnya aku yang bilang begitu, gerutu Kyuhyun dalam hati sambil membuang saputangan itu ke tempat sampah. Saputangan ini penuh dengan DNA William. Kyuhyun bergegas kembali ke asramanya untuk berganti pakaian, namun di tengah jalan ponselnya berdering.

"Halo?" jawab Kyuhyun.

"Kau di mana?" tanya Leeteuk di seberang telepon.

"Di kampus," jawab Kyuhyun malas.

"Suruh Sungmin menjemputku di asrama, sebelum mengantarku ke Forbes Gallery. Aku harus ganti baju dulu."

"Bagaimana kau tahu aku sudah menyuruh Sungmin?" tanya Leeteuk bingung campur kagum. "Dan bagaimana kau tahu aku memintamu ke Forbes Gallery? Lalu... untuk apa kau ganti baju?! Kau ke sini bukan untuk jadi foto model!"

"Berisik, Leeteuk-ah!" dengus Kyuhyun. "Tadi ada yang menumpahkan jus jeruk ke bajuku." Hening.

"Tentang bagaimana aku tahu?" lanjut Kyuhyun sambil menghela napas. "Ayolah, Teuki, kau kan tidak mungkin meneloponku hanya untuk menanyakan kabar. Lagi pula aku tahu baru saja ada pengeboman di Forbes Gallery. Kalau tebakanku tidak salah, pengeboman ini punya hubungan dengan pengeboman di Museum Intrepid dan Japan Society. Karna sudah sampai pengeboman ketiga dan kalian belum juga menemukan pelakunya, aku tahu keputusasaanmu sehingga akhirnya memutuskan meminta bantuan otakku yang genius ini."

"Keputusasaan dan berat hati," ralat Leeteuk. "Tapi demi kasus ini, apa pun katamu, Kyuhyun. Bahkan kalau kau menyuruhku mendirikan kuil untuk menyembahmu, akan kulakukan asal kau membantuku menangkap pelakunya."

Kyuhyun menggaruk-garuk kepala. "Baiklah. Aku tagih janjimu nanti."

"Oke!" jawab Leeteuk.

"Terima kasih, Kyuhyun."

.

.

"Special Agent Thomas Pike," Thomas memperkenalkan diri sambil menyalami Kyuhyun.

"Cho Kyuhyun."

"Aku sudah mendengar cukup banyak tentangmu," kata Thomar.

"Saya belum pernah mendengar apa pun tentang Anda," kata Kyuhyun malas, ingin cepat-cepat masuk dan melihat tempat kejadian perkara.

"Juga sifat burukmu," Thomas melirik Leeteuk yang hanya mengangguk-angguk.

"Itu bagian tak terpisahkan," jawab Kyuhyun enteng.

"Dan ini putraku, Sungmin." Leeteuk menepuk bahu Sungmin.

"Jadi kapan aku boleh masuk ke TKP?" potong Kyuhyun tidak sabar.

"Sekarang." Thomas menunjukkan jalan, diikuti yang lain. Mereka tiba di ruangan yang penuh bercak darah hingga membuat Sungmin mual. Serpihan bom sedang dikumpulkan anggota crime scene unit. Kerusakan parah terjadi di dekat tempat kalung batu bintang.

"Ah, aku ingat. Ini kan Pameran Perhiasan Luar Angkasa yang ramai dibicarakan itu," kata Sungmin.

"Di antara darah-darah itu, apakah ada darah pelaku?" tanya Kyuhyun.

"Sepertinya tidak, tapi kita harus menunggu hasil laboratorium forensik," jawab Leeteuk.

"Berapa banyak korban?"

"Tiga tewas, dua luka berat, sepuluh luka ringan," kali ini giliran Thomas yang menjawab.

"Bagaimana dengan bomnya?" Kyuhyun mendekati tempat diletakkannya bom lalu berjongkok, diikuti Leeteuk. Thomas dan Sungmin memandangi mereka dari kejauhan. Leeteuk membaca catatannya.

"Bom dengan daya ledak sedang dan dilengkapi timer. Tidak ada benda-benda seperti paku atau gotri di dalamnya."

"Bom itu ditaruh di dalam tas?" tanya Kyuhyun.

"Dari sisa cangklong tas yang ditemukan, sepertinya begitu."

"Hanya cangklongnya?" tanya Kyuhyun heran.

"Sisanya habis terbakar."

"Ada sidik jari atau DNA di cangklongnya?"

Leeteuk menggeleng. "Itu hal pertama yang diteliti dan hasilnya nol."

Kyuhyun manggut-manggut, lalu mengeluarkan lolipop dari saku celana, dan mulai mengulumnya sambil berpikir. "Lama-lama kau bisa kena diabetes jika terus makan permen seperti itu," Leeteuk mengomentari kebiasaan Kyuhyun.

"Rangsangan di mulut memicu otak berpikir," jawab Kyuhyun cuek sambil mengeluarkan persediaan cotton bud dari saku bajunya.

"Walau aku agak ragu juga dengan teori itu setelah melihatmu, Teuki. Melihat perut gendutmu berarti mulutmu lebih banyak mendapatkan rangsangan daripadaku, tapi kau tidak lebih pintar daripada aku."

"Bocah kurang ajar," gerutu Leeteuk. Thomas menyaksikan kejadian itu dengan iba bercampur geli. Dia bisa membayangkan penderitaan Leeteuk selama bekerja sama dengan Kyuhyun.

"Maafkan sifat buruk Kyuhyun," bisik Sungmin pada Thomas. Thomas tersenyum. "Tidak apa, tapi kenapa kau yang minta maaf?" Sungmin tampak terkejut menerima pertanyaan seperti itu, lalu bingung sesaat, seolah dia sendiri mempertanyakan hal yang sama walau akhirnya menjawab, "Karna aku babysitter-nya."

Thomas hanya mengangguk. "Apakah ada hal lain yang harus kuketahui?" tanya Kyuhyun sambil mengoles tempat-tempat yang dia anggap penting dengan cotton bud kemudian menyentuhnya.

"Maksudmu?" Leeteuk mengernyit.

Kyuhyun mengangkat bahu. "Apakah dia mengirim petunjuk atau apalah ke kantor polisi atau ke seseorang?"

"Bagaimana kau tahu?" tanya Leeteuk kaget, padahal berita tentang paket itu belum tersebar ke mana-mana. Hanya dia, Thomas, serta Kapten Lewis yang tahu. Kyuhyun mengangkat bahu.

"Aku hanya menebak. Ternyata benar, ya?"

"Si pelaku menganggap ini hanya permainan," ujar Kyuhyun sambil bangkit berdiri. "Dia menggunakan bom dengan daya ledak yang tak begitu besar, dengan timer, dan tidak diisi benda-benda kecil seperti ulah teroris umumnya. Kalau ingin membunuh, dia akan menggunakan bom dengan daya ledak kuat dan pemicu jarak jauh agar bisa mengontrol kapan bom diledakkan, juga diisi benda-benda kecil tajam. Pelaku merencanakan peledakan bom ini dengan cermat, buktinya polisi masih belum bisa menangkapnya hingga tiga pengeboman. Dia ingin mengirim pesan."

"Mengirim pesan?" tanya Sungmin yang langsung mendekat bersama Thomas begitu mendengar Kyuhyun menjelaskan.

"Seperti halnya aktivis LSM yang mencoret-coret tembok untuk menyampaikan pesan," jawab Kyuhyun, "dia ingin memberitahu sesuatu pada kita. Jadi menurutku ada pola di sini. Itulah sebabnya aku merasa dia mengirim petunjuk agar kita menemukan pola itu. Dia ingin agar kita cepat menerima pesannya. Jadi, apa yang dia kirimkan, Leeteuk-ah?"

"Dua botol kosong, satu botol berisi litium, dan satu botol lagi berisi belerang." jawab Leeteuk.

"Tidak ada sidik jari maupun DNA di paket maupun botol itu, aku sudah memeriksanya."

"Menarik." Kyuhyun tersenyum senang. "Menarik sekali."

"Kau punya gambaran pelakunya?" tanya Thomas.

"Aku bukan profiler."

"Dikira-kira sajalah," pinta Leeteuk. Kyuhyun menghela napas, lalu menggaruk-garuk kepala. "Orang yang sangat pandai dan percaya diri dengan kepandaiannya, bisa dikatakan narsis. Sombong karna bisa meledakkan bom di tempat-tempat ramai dan cermat karna tidak meninggalkan sidik jari."

Sungmin mengerutkan kening. "Terdengar seperti dirimu."

"Mari kita ke kantormu saja, Leeteuk." Kyuhyun berpura-pura tak mendengar komentar Sungmin. "Aku ingin lihat botol-botol itu."

"Jadi kau masih belum menemukan pelaku dan maksudnya?" tanya Leeteuk sambil berjalan ke luar. "Bukankah tadi kau memeriksa darah dan sebagainya?"

"Percuma," jawab Kyuhyun malas. "Di antara korban yang tewas dan terluka tidak mungkin ada pelaku karna ini bukan bom bunuh diri."

"Bagaimana kau tahu?"

"Kau sendiri yang bilang, bom yang dipakai menggunakan timer," desah Kyuhyun. "Mana ada pelaku bom bunuh diri menggunakan timer? Atau setidaknya, kemungkinannya kecil sekali. Lagi pula terlalu banyak DNA yang tercampur di TKP sehingga aku tidak bisa membedakannya. Kepalaku jadi pusing."

.

Kyuhyun duduk di bangku taman Universitas Columbia sambil mengamati melalui iPad foto empat botol yang dikirimkan kepada Leeteuk. Keempat botol itu menjadi barang bukti sehingga ia tidak bisa membawanya pulang, tapi boleh memotretnya. Sudah dua hari dia mencoba memecahkan kasus itu, tapi tak ada hasil. Baru kali ini dia merasa tertantang sekaligus senang karna bisa bertemu orang yang kepandaiannya setidaknya setara dengannya, walaupun tentu saja, baginya tetap dialah yang lebih pandai.

Petunjuk itu ada di keempat botol ini, batin Kyuhyun. Tapi apa? Bagaimana mungkin dua botol kosong, satu botol berisi litium, dan satu botol berisi belerang punya hubungan dengan pengeboman di Museum Intrepid, Japan Society, dan Forbes Gallery? Apa yang menjadi penghubungnya? Atau mungkin Leeteuk salah dan ternyata keempat botol ini tidak ada hubungannya dengan pengeboman itu? Saat dia berpikir keras, tiba-tiba ada orang berdiri di depannya. Kyuhyun mendongak dan melihat Siwon yang tangannya menggenggam peta tersenyum padanya.

Kyuhyun pura-pura tidak memperhatikannya, pandangannya kembali beralih pada iPad di tangannya. Siwon duduk di sebelah Kyuhyun sambil mengamati pemandangan di kampus itu. Tidak ada satu pun dari mereka yang bicara. "Terima kasih," kata Siwon kemudian, memecah keheningan.

"Berkat dirimu, aku tak jadi rugi dan sudah melaporkan si penjual emas campuran itu ke polisi." Kyuhyun hanya mengangguk. "Kau tidak ingin tahu bagaimana aku bisa selalu menemukanmu?"

"Tidak."

Siwon tertawa. "Kau memang menarik." Bohong jika Kyuhyun tidak ingin tahu, tapi tetap berusaha menahan diri karna masih belum yakin apakah Siwon orang yang bisa dipercaya atau tidak. Apakah dia juga memiliki kemampuan yang sama atau tidak. Kyuhyun tidak ingin kemampuan anehnya ketahuan orang yang punya niat jahat atau membuatnya menjadi objek penelitian.

Merasa tidak mendapat respons, Siwon bangkit. "Ya sudahlah, jika kau tidak memercayaiku." Pria itu membuka dompet, mengambil kartu nama, lalu menyerahkannya pada Kyuhyun. "Siapa tahu kau kehilangan kartu namaku. Telepon saja jika kau membutuhkan bantuanku." Kyuhyun menerima kartu itu tanpa banyak bicara.

Siwon tersenyum. "Baiklah, aku pergi dulu."

"Anda tidak meminta nomor saya?" tanya Kyuhyun ketika Siwon hendak membalikkan badan.

Siwon menoleh, menatap Kyuhyun. "Tidak perlu, karna aku selalu bisa menemukanmu." Kyuhyun menelan ludah. Ada perasaan aneh yang menyelimutinya setelah mendengar jawaban Siwon dan melihat tatapannya. Seperti sesuatu yang mengikat dia dengan pria berkacamata di hadapannya. Ada sesuatu yang sama antara dirinya dan pria itu.

"Kenapa Anda baik sekali pada saya?" tanya Kyuhyun, "padahal kita baru bertemu dan saya sama sekali tidak mengenal Anda, kecuali dari yang saya baca di internet."

"Alasannya?" Siwon menghela napas dan tersenyum lagi. "Aku akan mengatakan alasannya saat merasa kau sudah memercayaiku." Setelah mengatakan itu, Siwon berjalan pergi. Kyuhyun menatap punggung Siwon yang mulai menjauh dengan banyak pertanyaan di kepalanya: siapa sebenarnya Siwon? Apakah dia memang tahu tentang kemampuannya atau juga punya kemampuan sama? Kenapa pria itu selalu membawa peta dan kenapa selalu tahu di mana Kyuhyun berada?

Saat sedang berpikir, ponsel Kyuhyun berbunyi. "Halo, Leeteuk-ah?" jawab Kyuhyun.

"Halo, Kyuhyun!" Suara Leeteuk terdengar panik. "Kau sudah menemukan pelakunya? Atau di mana bom berikutnya diletakkan? Atau apa pun yang bisa menyelesaikan kasus ini?" Kyuhyun menghela napas.

"Tadi pikiranku teralihkan hal lain, jadi aku belum menyelesaikannya. Ada apa?"

"Paket itu datang lagi!" Leeteuk setengah terpekik. "Berarti besok akan ada peledakan bom lagi! Dan kita tidak tahu di mana bom itu akan meledak!" Kyuhyun terdiam. Sebenarnya pesan apa yang ingin disampaikan pelaku melalui keempat botol itu?

"Leeteuk..."

"Ya, Kyuhyun?"

"Suruh Sungmin menjemputku di kampus," kata Kyuhyun. "Aku ke tempatmu sekarang."

.

Di ruang penyidikan yang sementara ini menjadi ruang kantor agen FBI, Thomas Pike, selama menyelidiki kasus pengeboman berantai, Kyuhyun mengamati peta New York yang terpasang. Thomas menandai tempat ledakan bom di peta itu dengan pin: Museum Intrepid di Theater District, Japan Society di Lower Midtown, dan terakhir Forbes Gallery di Greenwich Village. Ketiga tempat itu tidak memiliki kesamaan, selain merupakan tempat publik.

Artinya, pelaku adalah pengunjung biasa yang bisa keluar-masuk tempat-tempat itu, tapi anehnya dari hasil rekaman CCTV ketiga tempat tersebut, tidak ada satu orang pun yang berwajah sama. Apakah si pelaku menyamar atau menyuruh seseorang, masih belum diketahui. Lagi pula ada lima borough di kota New York: Manhattan, Queens, Brooklyn, The Bronx, dan Staten Island, tapi kenapa tiga lokasi peledakan bom terletak di Manhattan?

Kyuhyun belum menemukan jawabannya. Pandangan Kyuhyun beralih pada empat botol di meja Thomas. Lagi-lagi dua botol kosong, satu botol litium, dan satu botol belerang. Kenapa ada botol kosong? Dan kenapa ada dua botol kosong? Kyuhyun bertanya-tanya dalam hati.

"Kau sudah memecahkannya?" tanya Sungmin yang sejak tadi berdiri disamping Kyuhyun. Kyuhyun menggeleng. Dia merogoh-rogoh saku bajunya. Sial, aku lupa membawa permen! Sungmin yang melihat kebingungan Kyuhyun, merogoh sesuatu dari tasnya.

"Kau mencari ini, kan?" Sungmin mengacungkan lolipop di tangannya. Kyuhyun tidak berkata apa-apa, langsung mengambil lolipop itu, lalu mengulumnya.

"Terima kasih kembali," dengus Sungmin. Fokus Kyuhyun kembali pada peta. Dia harus segera menemukan lokasi pengeboman berikutnya yang kemungkinan besar akan terjadi besok. Kyuhyun yakin ada pola di sini, tapi belum juga menemukannya.

"Betah juga dia," komentar Thomas dari luar ruangan melihat Kyuhyun berdiri tak bergerak memandangi peta.

"Tentu saja," jawab Leeteuk. "Karna kasus ini menyangkut harga dirinya. Bukan saja dia takut orang akan mempertanyakan kepandaiannya, juga dirinya sendiri mempertanyakan kepandaiannya."

"Penyakit orang genius," desah Thomas.

"Aku jadi bersyukur dengan kepandaianku yang sekarang," kata Leeteuk.

Waktu menunjukkan pukul sebelas malam dan Kyuhyun masih memandangi peta. Pikirannya memunculkan rumus-rumus untuk mencari pola yang digunakan si pelaku. Semua variabel yang mungkin digunakan pelaku sebagai acuan untuk meletakkan bom seperti demografi, lokasi, bahkan cuaca, dia kalkulasikan, sayangnya masih belum menemukan jawabannya. Sungmin menguap untuk kesekian kalinya, beberapa kali nyaris jatuh tertidur.

"Pulanglah," kata Kyuhyun pada Sungmin tanpa mengalihkan pandangan dari peta.

"Bagaimana denganmu?" tanya Sungmin. "Siapa yang akan mengantarmu pulang?"

"Gampang," jawab Kyuhyun. "Kalau sudah memecahkannya, aku akan meneleponmu."

"Jangan-jangan begitu aku sampai di rumah, kau meneleponku untuk menjemputmu," kata Sungmin curiga.

"Mungkin," jawab Kyuhyun enteng.

Sungmin cemberut, lalu menjatuhkan tubuhnya di kursi di ruangan itu. "Aku tidur di sini saja."

Kyuhyun tidak menggubris. Ketika waktu menunjukkan pukul empat pagi, Kyuhyun merasa sangat lelah. Dia duduk di meja Thomas, memandang ke luar ruangan, dan mendapati ruang kantor polisi amat sepi. Hanya ada beberapa polisi yang tampaknya memang mendapat jadwal piket dan Leeteuk serta Thomas. Leeteuk tertidur di kursinya, sedangnkan Thomas tertidur di kursi Matt. Mata Kyuhyun beralih pada Sungmin yang tertidur nyenyak di kursi ruang penyidikan itu. Beberapa kali mulut Sungmin mengecap-ngecap, seperti sedang makan sehingga membuat Kyuhyun tersenyum geli. Dia pasti sedang bermimpi melahap semua makanan yang ada di New York, batin Kyuhyun.

"Hmmm...," erang Sungmin. Jaket yang dia gunakan sebagai selimut melorot sehingga membuatnya kedinginan. Kyuhyun yang melihatnya, menyelimuti Sungmin dengan jaketnya sendiri. Tepat saat dia sedang menyelimuti, mata Sungmin terbuka. "Apa yang kaulakukan?" tanya Sungmin serak karna masih mengantuk.

"Menyelimutimu," jawab Kyuhyun singkat.

"Kau siapa?" Sungmin menyipit, mencoba fokus melihat Kyuhyun.

"Apa maksudmu?"

"Kau pasti bukan Kyuhyun," kata Sungmin. "Kyuhyun tidak mungkin sebaik ini."

Kyuhyun langsung melilitkan jaket yang tadi digunakan untuk menyelimuti Sungmin ke leher namja itu dan menariknya hingga Sungmin tercekik.

"Kau mencoba membunuhku!" pekik Sungmin terbatuk-batuk.

"Aku hanya membangunkanmu," dengus Kyuhyun, lalu mengalihkan pandangannya ke peta New York di depannya.

"Kenapa aku harus bangun?" dengus Sungmin.

"Karna dengkuranmu membuatku tak bisa berkonsentrasi."

"Lalu kenapa kau tadi mencoba menyelimutiku?"

"Aku mencoba berbuat baik," jawab Kyuhyun. "Dan sekarang aku menyesalinya. Lain kali ingatkan aku agar tidak pernah lagi berbuat baik padamu." Sungmin menggerutu, lalu bangkit dari duduk, dan berjalan ke luar.

"Kau mau ke mana?" tanya Kyuhyun.

"Membuat kopi," jawab Sungmin masih dengan nada kesal.

"Bisakah kau buatkan satu untukku?"

Sungmin memutar bola mata. "Bisakah aku menjawab, 'tidak'?"

Kyuhyun melihat ke arah jam dinding. Sudah hampir pukul lima sekarang dan dia masih belum menemukan petunjuk apa pun. Mata Kyuhyun kembali pada peta di depannya. Apa petunjuknya? Bagaimana polanya? Museum Intrepid di Theater District terletak di barat, Japan Society di Lower Midtown terletak di timur, dan terakhir Forbes Gallery di Greenwich Village terletak di barat daya. Apa hubungannya? Sungmin kembali dengan dua cangkir di tangan. Dia menyesap kopi di cangkir tangan kanannya, sambil memberikan cangkir di tangan kirinya pada Kyuhyun. "Nih."

Kyuhyun menerima cangkir itu tanpa melihat Sungmin dan bisa merasakan cangkir itu terlalu ringan. Saat dia melihatnya, ternyata cangkir itu kosong.

"Apa maksudmu?" kening Kyuhyun berkerut.

"Balasan karna sudah membangunkanku," jawab Sungmin santai.

"Dan kau membalasku dengan memberi cangkir kosong?" Kyuhyun menghela napas. "Dasar anak-anak!"

Ganti kening Sungmin yang berkerut. Bukannya kau juga seumuran denganku? "Itu ada isinya kok," Sungmin membela diri, "isinya udara."

"Anak kecil," dengus Kyuhyun lagi. Isinya udara? Apa tidak ada alasan yang lebih kekanakan lagi? batin Kyuhyun. Cangkir kosong jelas berisi udara, kecuali di ruang hampa. "Kosong... udara...," gumam Kyuhyun. Seakan tersadar akan sesuatu, punggungnya menegak.

.

.

TBC

Hayoo.. apa yang Kyuhyun dapatkan? Tahukah dia dimana area pengeboman selanjutnya? Menurut kalian, siapa pelakunya? Udah ada kandidat yang patut dicurigakan? Hhahaha..

Makin gemesss kan ama ceritanya? Ehhheee.. Jangan lupa tinggalkan jejak ne, biar di apdetttny cepat ihihihi...