Our Story

By eviloshhd

.

.

.

Entahlah. Luhan tidak paham mengapa dirinya merasa gugup. Saat ini, memainkan jari-jarinya terasa menjadi pilihan paling tepat dari pada membalas tatapan polos Sehun kepadanya. Semuanya terasa canggung -setidaknya bagi Luhan, setelah keduanya bangun tidur dilantai dengan posisi berpelukan senja tadi. Mengingatnya saja sudah mampu membuat pipi Luhan memanas. Dan Sehun didepannya masih setia dengan tatapan polosnya tanpa mengerti.

Berdeham, Luhan berusaha menghilangkan kecanggungan yang (menurut Luhan) terjadi diantara keduanya. Luhan juga teringat bahwa dia belum mengucapkan terima kasih kepada si robot atas apa yang dilakukannya sore ini. Luhan berdeham sekali lagi, lalu menarik napas panjang dan berujar;

"Sehun-ah, terima kasih telah... telah..." lidah Luhan entah kenapa mendadak kelu; seolah kehilangan kemampuannya untuk merangkai kata saat dia memutuskan untuk melihat manik Sehun.

Luhan memutar otaknya, berusaha mencari kata yang tepat untuk mengungkapkan rasa terima kasih kepada sang robot atas apa yang telah dilakukannya. Bibir pria berusia dua puluh lima tahun itu ingin sekali mengucapkan 'terima kasih telah membantuku' , namun urung dilakukannya karena itu akan terdengar seperti dia menganggap Sehun seorang pembantu. Sehun tentu saja bukan berarti seperti itu baginya, Sehun mempunyai arti yang jauh lebih tinggi sekalipun dia baru mengenal sang robot dalam hitungan hari. Tapi mungkin hal itu adalah sebuah kewajaran, karena Sehun dengan segala tingkah laku sederhananya mampu membuat hati Luhan menghangat.

Luhan menghela napas panjang, jemarinya kembali ia mainkan dan tatapannya tak lagi tertuju pada manik Sehun. Terlalu sibuk dengan pikirannya sendiri, Luhan tidak sadar telah cukup lama menggantung kalimatnya. Dia juga tidak sadar, jika sedari tadi ada sepasang mata yang menatapnya penuh penantian seperti anak kucing hilang. Sensor sang robot kemudian bisa menangkap perasaan bingung Luhan dan akhirnya memutuskan untuk bicara.

"Luhan?" Sehun memanggil si manusia, tapi tidak ada respon yang ia terima. "Luhan?" Sang robot memanggil lagi, kali ini dengan beberapa tepukan halus di punggung tangan sang manusia yang baru tersadar dan mengerjap bingung.

"Ha?" Luhan mendongak dengan mulut terbuka, sekarang gantian dia yang seperti anak kucing yang menggemaskan.

Sistem Sehun memerintahkan dirinya untuk tertawa kecil melihat Luhan yang seperti itu, lalu dengan tangan hangatnya dia mengusak rambut cokelat Luhan beberapa kali. "Luhan tadi ingin bicara apa?"

Luhan terkesiap dengan pertanyaan yang diajukan. Matanya mengerjap beberapa kali sebelum bibirnya meluncurkan kata yang sama sekali tidak dipikirkannya untuk terucap. "...terima kasih telah berada disini."

Sial.

Luhan meruntuki bibirnya. Bagaimana jika Sehun menganggap pernyataannya barusan adalah hal aneh yang tidak sepatutnya? Atau bahkan, bagaimana jika nanti Sehun tiba-tiba memilih untuk keluar dari rumahnya dan kembali ke tempat asalnya karena itu? Dan masih banyak 'atau-atau' negatif lain yang berkecamuk dipikiran Luhan dengan akhir yang sama; Sehun akan pergi meninggalkannya. Namun sepertinya, semua asumsi aneh Luhan digagalkan oleh senyuman lebar yang terpatri diwajah sang robot.

"Luhan tidak perlu berterimakasih. Sistem Sehun sudah diatur untuk membantu dan menemani manusia. Dan Luhan adalah manusia yang akan selalu Sehun temani! Jadi jangan khawatir, Sehun akan selalu disamping Luhan!"

Oh.

Hati Luhan mengalami kontradiksi; satu bagian mengatakan lega karena Sehun akan selalu disampingnya, tapi bagian lain harus mencelos ketika tahu bahwa apa yang Sehun lakukan kepadanya hanya murni karena sebuah sistem yang memprogramnya. Bukan Sehun sendiri. Bukan karena sang robot memiliki rasa empati. Tiba-tiba semuanya terasa miris, tapi Luhan tidak tahu harus bersikap seperti apa selain tersenyum kecil.

Dan memilih untuk mengabaikan sengatan kecil dihatinya saat memikirkan itu.

.

.

Our Story

.

.

Luhan tengah menikmati makan malamnya ketika pintu apartemennya diketuk. Satu alis Luhan terangkat naik, selama ini dia tidak pernah mendapatkan tamu sehingga suara ketukan pintu terasa begitu asing baginya. Baru dia akan beranjak dari tempat duduk untuk membuka pintu, Sehun mendahuluinya lebih dulu dan mengakibatkan dia mengekor di belakang sang robot.

Luhan sedikit terkejut karena saat pintu apartemen terbuka, dua pria jangkung -Kris dan Chanyeol- berdiri dibaliknya dan memberinya sebuah senyuman ramah. Luhan membalas senyuman itu seperlunya. Sedangkan Sehun hanya berdiri dan melihat disampingnya.

"Selamat malam, Luhan hyung!" Chanyeol menyapa.

Mata Luhan berkedip cepat. "...selamat malam? Ada apa ya?"

Kris tersenyum tipis, dia menepuk pundak Chanyeol dan menjawab. "Air di apartemen kami mati, sedangkan Chanyeol butuh... itu..."

"Itu...?"

Kris menggaruk belakang kepalanya dan tertawa canggung. "Kau tahu hal yang akan terjadi ketika perutmu kekenyangan lalu sakit 'kan? Chanyeol tidak tahan ingin itu."

"Oh." Ucap Luhan yang sudah paham dengan arti itu yang dimaksudkan oleh Kris. Dengan sebuah senyuman kecil, Luhan mempersilahkan Chanyeol untuk meminjam kamar mandinya sedangkan Kris menunggu di ruang tamu dengan Luhan dan Sehun.

Beberapa waktu berlalu setelah mereka duduk di sofa masing-masing, namun hanya keheningan terjadi diantara mereka. Suasana juga jadi terasa begitu canggung karena Kris dan Luhan bukanlah tipe orang yang memulai pembicaraan. Ditambah tatapan tajam Sehun yang entah kenapa diarahkan kepada Kris selama lima menit terakhir, itu membuat Kris semakin merasa tidak nyaman. Seolah-olah si robot memiliki dendam tersendiri untuknya sehingga menatapnya seperti itu.

Beberapa kali Kris berdeham untuk menghilangkan kecanggungan. Tapi reaksi Luhan hanya menatapnya polos dan Sehun masih memberikan tatapan tajam. Hingga pada akhirnya Chanyeol keluar dengan senyuman lebarnya.

"Terima kasih, Luhan hyung! Aku berhutang banyak padamu!" Lalu tanpa aba-aba menjabat tangan Luhan dengan semangat.

Tapi hal itu tidak berlangsung lama ketika sang robot memutus jabatan tangan itu dan memberi Chanyeol tatapan datar yang sarat akan peringatan. Chanyeol balas menatap Sehun dan berkedip cepat, begitu pun Luhan. Sedangkan Kris menatap sang robot dengan satu alis yang terangkat naik. Heran.

Dan satu kalimat pendek yang meluncur dari bibir Sehun selanjutnya mampu membuat ketiga orang di sana terkejut kaget.

"Jangan sentuh Luhan."

.

.

Our Story

.

.

Suho menghela napas. Semenjak Chanyeol dan Kris kembali dari kediaman Luhan, kedua orang itu hanya diam dengan ekspresi tak terbaca. Chanyeol bahkan langsung mengurung diri diruang kerjanya, sedangkan Kris lebih memilih untuk duduk diam di ruang tamu dengan kedua tangan yang bersedekap gagah di depan dada. Kedua kalinya Suho menghela napas, tangan mungilnya bergerak menggenggam tangan Kris yang jauh lebih besar dan memberinya sedikit remasan. Kris bereaksi dengan sedikit terlunjak, ditolehnya Suho yang duduk disampingnya lalu menatapnya dengan ekspresi bertanya.

Suho tersenyum, diremasnya sekali lagi tangan Kris lalu berkata. "Tidak ingin bercerita kepadaku?"

"Aku... tidak yakin."

"Kalau begitu... mungkin aku akan mengganti pertanyaannya dengan apakah Chanyeol berhasil memasang CCTV di tempat tinggal Luhan?"

Kris tertawa kecil, Suho selalu mempunyai cara sendiri untuk membuatnya bicara. Tanpa aba-aba, Kris merengkuh Suho lalu memeluknya erat. Yang lebih mungil sempat terkesiap, namun selanjutnya dia menyamankan diri di dada bidang Kris, sedikit tersenyum ketika merasakan debaran di sana lebih cepat dari kerja normal.

"Ya... dia berhasil." Kris menjawab setelah sekian lama.

Suho mendongak, menatap Kris dengan tampang polos yang membuat Kris gemas. "Lalu kenapa kalian berdua terlihat seperti itu?"

Kris menghela napas panjang, direngkuhnya Suho semakin erat dan disandarkannya dagunya diatas kepala Suho. "Ada beberapa hal yang membuatku dan Chanyeol bingung..." Kris menjeda kalimatnya sejenak, menimbang apakah tidak apa-apa jika dia mengungkapkan hal ini kepada Suho yang notabene adalah orang luar. Tapi setelah sekian lama mengenal Suho, Kris merasa mungkin tidak ada salahnya jika dia bercerita.

"Tidak usah bercerita jika kau ragu."

Kris menggeleng. "Tidak-tidak, aku memang akan bercerita kepadamu." Kris terlihat panik, dan Suho langsung terbahak setelahnya.

"Tidak usah panik begitu... aku tidak akan menggigitmu jika kau memilih untuk tidak bercerita."

Raut Kris berubah masam, tapi sedetik kemudian berubah serius ketika raut serius si robot kembali terlintas diotaknya. "Suho, kau tahu 'kan jika robot tidak ada yang memiliki perasaan?"

Suho mengangguk, "lalu?"

"Aku hanya heran, robot yang ada di rumah Luhan tadi bertindak seperti manusia yang tengah cemburu. Bahkan dia terang-terangan melarang Chanyeol untuk menyentuh Luhan. Bukankah itu aneh? Tidak seharusnya bertingkah seperti itu."

"Mungkin karena sistemnya yang memerintahkannya seperti itu?" Suho berusaha memberi alasan rasional.

Kris menolak praduga yang diungkapkan Suho dengan sebuah gelengan. "Tidak, tidak ada sistem yang diprogram untuk bertindak seperti itu." Kening Kris mengerut, alis tajamnya yang bertaut menandakan dia sedang berpikir keras. "Sikap yang ditunjukkan robot itu seolah... seolah dia dikendalikan dari jauh."

.

.

Tbc

.

.

520!