Fanfic yang kali ini Mochee buat atas request dari Ano-chan

.

.

.

"Alone"

Character by Kishimoto-sensei.

Story by mochee duck.

[Romance/Angst/Family/Hurt Comfort]

Rated T

Warn: OOC, typo, yaoi, BoysLove, mainstream, etc.

I don't take any profit by this ff

Don't like don't read

.

.

.

Enjoy!

. . .

"Total kasusmu 351. 96 kali terlambat, 51 kali tidak mengerjakan PR, 42 kali tidak membawa buku pelajaran, 25 kali membolos, 13 kali membuka situs porno di internet sekolah, dan 124 kali tertidur di saat jam pelajaran. Kau masuk rekor anak paling bermasalah di SMA ini. Mau jadi apa kamu nanti?!"

"Jadi arsitek, Bu!"

"ITU BUKAN PERTANYAAN!" Sebuah kamus tebal berhasil mendarat mulus di wajah sang siswa.

Kepala sekolah SMA tersebut menghela nafas panjang, pasrah akan kelakuan anak didiknya ini. "Dan dari mana semua nilai bagus ini? 100 untuk hampir semua mata pelajaran. Kau mencontek?"

"Tidak, Bu... Demi Tuhan saya tidak pernah mencontek. Itu dosa, Bu...dosaa..." Sang siswa kini menatap sang kepsek intens. Menunjukkan wajah memelas andalannya.

Sweatdrop. "Membuka situs porno juga dosa, kan?"

"Err...kalau yang itu naluri lelaki, Bu. Saya yakin suami Ibu juga pernah membuka situs porno setidaknya sekali dalam hidupny-" Kali ini sebuah sepatu hak yang mendarat mulus di wajah sang siswa.

Si kepsek mulai kehabisan akal. "Baiklah, Uzumaki Naruto, kau bisa pergi dari ruangan saya dan pulang sekarang. Terlalu lama bicara denganmu bisa membuat saya sinting."

Sang siswa, yang ceritanya bernama Naruto itu menunjukkan cengiran lima jarinya. Ia berjalan dan membuka pintu ruangan itu,"Sip! Jaa ne, baa-san!" Dan sepatu lainnya terlempar.

.

"Halo?"

"Aku membutuhkan bantuanmu, kali ini aku benar-benar kewalahan!"

"Anak bermasalah lainnya?"

"Ini lebih buruk dari yang sebelum-sebelumnya!"

"Souka, besok aku ke sana."

"Terima kasih! Mohon bantuannya, Uchiha-san!"

Dan sambungan telepon pun terputus.

.

"Tadaima..." Naruto melepas sepatunya dan menaruhnya di rak sepatu.

Seorang wanita paruh baya berkursi roda muncul dari dapur. "Okaeri~ Ah, Naru-chan, kau sudah pulang? Bagaimana sekolahmu?" Senyum khas seorang ibu terpancar lepas dari wajah wanita itu.

"Baik, kaa-chan! Lihat Naru bawa bahan-bahan untuk membuat ramen! Kesukaan kaa-chan~" Naruto mengangkat sebuah kantong plastik bening berisi barang-barang belanjaan.

"Waahhh! Pasti enak!" Wanita yang tidak lain tidak bukan adalah ibu dari Naruto tersenyum girang sambil menepuk-nepuk tangannya.

"Tunggu ya, kaa-chan, Naru masak duluu"

"Um!"

.

"Naru-chan! Ini enak sekali!" Kushina, ibu Naruto, memakan ramennya lahap dengan wajah yang senang.

"Benarkah?" Naruto ikut mencicipi ramen buatannya. Tapi... "HUWEK! Ini terlalu asin! Kaa-chan bohong!" Naruto terus menjulurkan lidahnya yang mati rasa. Salah takaran garam rupanya.

Kushina menatap Naruto sendu. "Naru-chan... Lidah kaa-chan tidak bisa merasakan apapun lagi..."

"Kaa-chan... Besok kita ke dokter, mau ya?" Naruto menggenggam tangan ibunya erat dengan mata yang berkaca-kaca.

"Tidak perlu, Naru-chan, obat yang kemarin masih ada kok. Lagipula Naru-chan besok harus sekolah kan?" Kushina tersenyum tulus diikuti anggukan lemah dari Naruto.

.

Jam sudah menunjukkan pukul 12 malam. Kushina sudah tertidur, dan inilah kesempatan Naruto. Ia mematikan lampu kamarnya dan keluar dari rumah.

"Yosh! Ganbatte, Naruto!" Naruto mengambil sepeda yang terparkir dan melesat cepat.

.

"Kaa-chan? Ayo bangun.. ini sudah jam 5 pagi... Naru sudah menyiapkan sarapan!"

"Ha'i Naru-chan... Kaa-chan datang~"

Begitu Kushina sampai di meja makan, Naruto segera meminum habis susunya dan bersiap untuk berangkat sekolah.

"Aku berangkat!"

"Hati-hati di jalan, Naru-chan!"

.

"Kau terlambat lagi." Tsunade, sang kepsek, menatap galak ke arah Naruto.

"Kita bicarakan ini nanti, baa-san! Aku harus masuk kelas. Hari ini ulangan kimia!" Naruto langsung berlari mengabaikan Tsunade yang gemas ingin menguliti tubuh anak itu.

.

Naruto berhasil sampai ke kelas dan mengerjakan ulangan kimia. Lega rasanya. Dan sekarang waktunya untuk...tanpa ba-bi-bu Naruto sudah tertidur pulas dengan menggunakan tangan dan meja untuk menopang kepalanya.

Tiba-tiba seorang guru lainnya masuk. Para siswi berteriak, "Kyaaaa! Tampan!"

Ya, wajah guru tersebut memang bisa dibilang lumayan.

Pandangan mata dari si guru lumayan tampan itu menjelajahi kelas, mencari 1 anak... Yak! Itu dia! Si guru lumayan tampan berjalan mendekati meja anak itu dan...

BLAM!

"Tidak ada tidur di jam pelajaranku, bocah."

Dan Naruto tersentak. Hampir saja ia terkena serangan jantung. Ia melempar deathglare ke arah guru itu yang dibalas dengan tatapan datar.

Sekelas hening sejenak...

"Baiklah, perkenalkan, saya Uchiha Sasuke, guru kalian yang baru."

.

Naruto mengisi jam istirahat dengan tidur di atap sekolah. Angin sepoi-sepoi yang bertiup menggoyangkan rambut pirangnya. Begitu tenang, begitu damai.

"Tidur lagi?"

Dan kedamaian itu mendadak berlari meninggalkannya.

"Bukan urusanmu, sensei."

"Tentu saja itu urusanku."

Naruto membuka kelopak matanya dan melihat gurunya, Uchiha Sasuke, sudah duduk di sebelahnya.

"Apa kau tidak tidur semalaman?"

"Tidak juga."

"Ohh, jadi orang yang kulihat di tempat konstruksi itu bukan kau ya?"

DEG!

"B-bagaimana Sensei bisa tahu?"

"Lalu kau terlambat karena bekerja sebagai pengantar koran kan?"

"Sensei menguntit ku kan?!"

"Itu tugasku sebagai guru, Uzumaki-san. Sebenarnya apa yang membuatmu bekerja sekeras itu?"

"Bukan urusanmu." Naruto langsung berdiri dan pergi. Meninggalkan Sasuke yang tersenyum melihatnya. "Menarik..."

.

Ting... Tong...!

"Maaf, masuk saja." Suara teriakan terdengar dari dalam.

Dan Sasuke pun membuka pintunya. Mendapati seorang wanita paruh baya berwajah pucat duduk di atas kursi roda. Sang wanita tersenyum padanya, "Maaf, aku agak sulit untuk membukakan pintu. Silakan duduk..."

"Ha'i. Saya guru dari Uzumaki Naruto."

"Ah, gurunya Naru-chan? Ada apa? Apa Naruto membuat masalah?"

"Naruto anak yang sangat berprestasi, saya kemari hanya untuk menanyakan beberapa hal. Untuk angket murid."

"Oh ya? Silakan saja..."

.

"Tadaima..."

"Okaeri, Naru-chan~ Uchiha-sensei ada di sini~"

Naruto segera menghampiri mereka, takut-takut jangan sampai guru barunya itu mengadu soal pelanggaran -pelanggarannya.

"Naru-chan, bisa kau buatkan minuman?" Kushina meraih tangan Naruto dan menggenggamnya pelan.

"Tidak usah, Bu. Saya mau pamit sekarang"

"Cepat sekali... Yasudah, Naruto kau antar Uchiha-sensei sampai ke depan rumah ya."

"Ha'i, kaa-chan..."

.

Naruto kembali tidur di atap sekolah pada jam istirahat dan Sasuke kembali datang membangunkannya. Tapi kali ini atmosfir terasa berbeda.

"Kau sudah melihatnya..." Naruto menundukkan wajahnya.

"Hn?"

"Alasanku untuk bekerja sekeras..." Bulir-bulir air mata perlahan mulai terjatuh diikuti bergetarnya punggung Naruto.

"Sejak 1 tahun yang lalu ibuku mulai kehilangan kemampuan untuk berjalan nya. Setelah itu, dari hari ke hari kondisinya semakin memburuk. Dia mengidap penyakit aneh yang akan merusak sel-sel tubuhnya sedikit demi sedikit. Dokter bilang jalan satu-satunya adalah dengan melakukan operasi. Tapi biaya operasi itu terlalu mahal, jadi aku... Hiks... Aku..."

Sasuke mengusap rambut pirang Naruto dan membenamkan kepala Naruto pada dada bidangnya. Tak pernah terpikir olehnya sosok Naruto dengan rekor masalah tak terkalahkan itu dapat menangis serapuh ini.

"Kau tidak perlu menanggung semuanya sendirian..." Sasuke berusaha menenangkan Naruto yang masih terisak.

"Aku tidak memiliki seorang ayah. Dan kami tidak memiliki kerabat. Memangnya siapa yang dapat membantuku?" Naruto menjawab dengan suara parau.

"Aku."

Sontak kepala Naruto terangkat, mendongak untuk melihat wajah Sasuke. Senyum. Sasuke tersenyum.

"S-sensei!" Naruto tersenyum dan memeluk erat tubuh Sasuke. Tangisnya pecah, "Arigato..."

.

"Sensei, apa yang membuatmu sangat bahagia?"

"Hm... Aku tidak tahu. Kalau kau, Naruto?"

"Aku akan sangat bahagia jika kaa-chan ku sembuh... Ah! Dan jika sensei akan selalu ada bersamaku."

.

Sejak saat itu Naruto mulai akrab dengan Sasuke. Sasuke juga semakin sering mampir ke rumahnya untuk sekedar berbincang dengan ibunya. Dan perubahan paling besar terlihat pada Naruto. Ia tidak lagi terlambat atau tertidur di kelas.

Naruto, si anak bermasalah sudah terbebas dari masalah. Dan itu artinya tugas Sasuke sudah selesai. Ia juga sudah dipanggil untuk mengurus anak bermasalah lain di Nagasaki. Ia sudah menyampaikan kata-kata perpisahan untuk para muridnya dan sore ini dia akan berangkat menggunakan pesawat.

.

"Kaa-chan! Apa yang terjadi?!" Naruto, yang baru saja sampai di rumahnya langsung berhambur memeluk ibu nya yang tergeletak tak sadarkan diri di lantai rumah mereka. Tangis nya pecah ketika denyut nadi Kushina terasa lemah sekali. "Kaa-chan! Jangan tinggalkan Naru! Kumohon!"

"Sasuke-sensei! Iya! Aku harus menelponnya sekarang juga!" Naruto berusaha menelpon Sasuke berulang-ulang dengan air mata yang terus mengalir lepas dari pelupuk matanya.

Tapi percuma, selalu saja hanya nada sambung yang ia dengar. "Kumohon, sensei, angkat teleponnya!"

"Moshi moshi...?"

"Sensei!"

"Oh, Naruto rupanya ad-"

"Ibuku pingsan! Aku hampir tidak bisa merasakan denyut nadinya!"

"Cepat bawa ke rumah sakit! Aku ada di bandara, butuh 30 menit untuk ke sana. Aku akan segera menyusul ke rumah sakit!"

"Ha'i!"

.

Naruto menggigit ibu jarinya sambil terus mondar-mandir di koridor rumah sakit, persis seperti seorang ayah yang sedang menanti kelahiran anaknya. Kushina, ibunya, saat ini sedang berada di ruang UGD, berjuang untuk tetap bertahan hidup. Bagaimana ia tidak khawatir?

"Naruto!"

"Sensei!" Naruto langsung berlari dan tenggelam dalam dekapan hangat Sasuke.

"Bagaimana keadaan Kushina-san?" Sasuke mengelus rambut pirang Naruto. Sedangkan Naruto menggeleng sambil terisak di dalam pelukan Sasuke.

"Naruto, tenanglah... Semuanya akan baik-baik saja..." Tukas Sasuke nyaris seperti berbisik pada Naruto. Padahal ia sendiri tidak yakin akan ucapannya.

"I-iya..."

Setelah tangisnya mereda Naruto pun mengungkapkan apa yang sebenarnya agak mengganjalnya untuk meminta Sasuke datang kemari. "Ano... Bagaimana dengan jadwal penerbanganmu, sensei?"

Sasuke menatap Naruto dan tersenyum kecil, "Aku bukan lagi gurumu, panggil saja Sasuke..." Setelah menghela nafas, ia pun melanjutkan ucapannya. "Aku baru saja memutuskan untuk berhenti dari pekerjaanku yang sekarang."

"Eh? Kenapa?"

"Akhirnya aku telah menemukan hal yang dapat membuatku bahagia."

Naruto memiringkan kepalanya. "Apa itu?"

"Kau." Dan sebuah ciuman mendarat di kening Naruto. Membuat wajah Naruto merah padam.

"Sen- maksudku Sasuke... Aku tahu ini salah, tapi...um..."

Tiba-tiba saja dokter keluar dan memanggil Naruto untuk bicara sebentar. "Saya minta maaf yang sebesar-besarnya... Nyawa Uzumaki-san tidak dapat kami selamatkan."

"Tidak mungkin..." Naruto menatap pintu ruang UGD itu nanar.

"Maaf, nak. Kami sudah berusaha semaksimal mungkin." Sang dokter menepuk pelan bahu Naruto kemudian berjalan pergi.

"Aku turut berduka, Naruto..." Sasuke yang kebetulan mendengar ucapan dokter tersebut berupaya menghibur Naruto yang punggungnya mulai bergetar.

"Terima kasih, Sasuke-san... Um, boleh aku minta waktu untuk sendiri?" Naruto membalikkan tubuhnya, menampakkan sebuah senyuman pedih yang dipaksakan. Sasuke pun mengangguk tanda mengerti dan pulang ke rumahnya.

Naruto masuk dan menatap sendu tubuh kaku ibunya. "Kaa-chan... Aku sendirian lagi..."

.

"Semuanya! Ada seorang ibu yang mau mengadopsi anak laki-laki!" Teriak salah satu anak.

Seketika seisi panti asuhan khusus yatim piatu itu riuh. Semua anak ingin segera mendapat keluarga yang baru, ayah dan ibu, pasti menyenangkan...

"Ah, lihat anak yang itu! Manis sekali!" Kushina mengangkat seorang anak berambut pirang berusia kira-kira 5 tahun yang sedang duduk sendirian di pojok ruangan.

"Yang itu namanya Naruto~" pemilik panti tersenyum manis.

"Mulai sekarang namamu Uzumaki Naruto~ Dan aku ibumu! Kaa-chan berjanji tidak akan membiarkanmu sendirian lagi seperti ini, Naruto!" Dan Naruto tertawa girang memeluk Kushina.

.

Naruto terbangun dari tidurnya di sebelah jasad Kushina. 'Kenangan itu muncul lagi dalam mimpiku... Kaa-chan, apa sekarang akhirnya aku akan sendirian lagi?' Naruto menggenggam tangan Kushina yang sudah dingin dan kaku.

Naruto tersenyum miris.

'Ya. Aku akan kembali sendirian...'

.

.

.

TBC

.

Ini mungkin chap ff paling panjang yg pernah Moci ketik.

Buat ano-chan, kira-kira romance yang begini cukup / perlu ditambah romance lagi?^^

Anyway, lanjut/ delete? Thank you

So much love,

mochee duck