Shadow

.

By DeathSugar

Gore / Death Chara / Thriller / Violence / Psycho / Yandere / Darkfic / Psylogical Thriller

.

Happy Read Minna-san ww

.

.

DeathSugar

Present and Enjoy

.

.

Happy Reading~

.

.


Remaja limabelas tahun itu hanya bergeming ketika menatap sosok mungil yang duduk memeluk lututnya dengan tatapan pilu. Sosok mungil yang biasanya ceria dan berisik itu tampak mati. Tidak ada sorot kehidupan dimatanya, hanya ada buliran bening yang mengalir dari sana. Wajahnya terlihat pucat dan kusut. Bahu kecil nan rapuh itu sesekali nampak bergetar menahan sakit di dalam dadanya.

Si mungil—Luhan masih tetap mata pendiriannya. Masih tetap pada emosinya. Rasa tidak percaya. Penolakan. Trauma. dan pikiran kolot yang tak seharusnya dimiliki anak usia sepuluh tahun. Tubuh mungil nan ringkih itu terlihat begitu kusut, layaknya sebuah kain yang lama tak pernah tersentuh dan menjadi usang.

Yang lebih tinggi beranjak dari ketertegunannya. Beranjak dari kakinya berpijak di depan pintu kamar berwarna putih itu. Kamar sang adik.

"Luhan.." suaranya dibuat sehalus mungkin. Tidak ingin membuat si mungil itu kaget dan kembali histeris. Ini adalah hari kedua setelah pemakaman sang ibu dan si mungil itu masih terlihat tertekan dan menyalahkan dirinya sendiri.

Merasa tidak ada jawaban, memutuskan untuk mendekat dan kemudian menjatuhkan dirinya untuk duduk disamping sang adik yang tidak memfokuskan apapun pada pandangan mata itu. Sorot mata itu terlihat mati.

"Lu, kau masih ingat dengan bunga yang kau tanam dengan Hyung dua bulan yang lalu?" tidak ada jawaban. Menghela nafas, menahan sesuatu yang menyakitkan dalam hatinya, "Bunganya sudah berkuncup. Kau tidak mau lihat?"

Tersenyum, yang lebih tinggi mengusap rambut sang adik, "kau membenci Hyung, ya?"

Masih tidak menjawab.

"dulu, kau pernah bilang, kalau bunga yang mulai berkuncup didalamnya ada peri tanpa sayapnya.. tidakkah kau ingin melihat peri tanpa sayap itu?" tersenyum, "Eomma pernah bilang, seseorang yang pergi meninggalkan kita tidak sepenuhnya pergi.." sang kakak tersenyum ketika adiknya mulai memberikan perhatian terhadapnya. "kau ingat ketika Bibi Jung meninggal?" sang adik mengangguk, "Eomma bilang pada Soo Yong, eommanya tidak benar-benar pergi.. Bibi Jung tidak sepenuhnya pergi, Bibi Jung masih tetap bersamanya, menemaninya dan menjaganya."

Sang kakak tersenyum, mengusap rambut sang adik, "mungkin tubuhnya tidak ada disamping kita, namun jiwanya tetap ada bersama dengan kenangan yang pernah tertulis selama ini." Membawa sang adik untuk bersandar di dadanya, mendekapnya erat mencoba untuk menyalurkan kehangatan dan berbagi kesedihan satu sama lain, sang kakak kembali bersuara, "begitu juga dengan Eomma.. mungkin Eomma tidak ada disini lagi.. tapi Eomma tetap melihat dan mengawasi kita, Eomma tetap menjaga kita dari jauh.. Eomma tetap ada bersama kita." Melepaskan dekapannya pada sang adik, yang lebih tua tersenyum, membawa manik mata sang adik untuk bertemu dengan manik matanya, tangan kanannya menyentuh jemari mungil yang lebih muda, kemudian membawanya tetap didada yang lebih mungil, "eomma tetap hidup disini, eomma bersama dengan kita.. eomma tetap ada dan tidak akan pernah pergi dari kita, Lu.. karena Eomma selalu hidup dihati kita.. selamanya. Bahkan ketika tubuh Eomma tidak ada disini. Kau mengerti?"

Yang lebih muda tidak menjawab, hanya menatap sang kakak dengan tatapan yang sulit diartikan, namun matanya tidak bisa berbohong. Matanya mulai berkaca, siap untuk meledakkan tangisnya saat ini juga. Menghambur dalam dekapan hangat sang kakak, si mungil kemudian menangis sejadinya. Bahu ringkihnya bergetar, nafasnya beberapa kali terdengar tercekat dan kemudian terbatuk, tangan-tangan mungilnya mencengkeram lengan sang kakak. Dia menangis, seakan menangis dalam rengkuhan hangat sang kakak bisa membuat rasa sakit atas kehilangannya bisa hilang.

Sementara sang kakak hanya bisa menahan sesuatu yang mulai terasa perih dimatanya. Ia tidak tahu apa itu, yang pasti ia tidak ingin menjadi lemah saat ini. Adiknya membutuhkannya, jauh lebih membutuhkannya daripada dirinya sendiri untuk menangis. Ia harus kuat karena ia harus menjaga adiknya, walau setelahnya ia tahu sang adik tidak membaik, bahkan semakin memburuk.

.

.

Oh Sehun meletakkan sebuah figura itu kembali diatas meja belajar sang adik. Pemuda tampan itu menatap dua sosok dalam figura itu dengan tatapan sedih dan juga jengkel. Disana tergambar jelas dengan tangkapan matanya, figur sang adik bersama dengan pria tampan dengan aksen blesteran. Tampan. Sehun akui itu. Disana adiknya berusia limabelas tahun dan pemuda dengan wajah blesteran itu tersenyum, memegang bahu sang adik dengan sayang. Seakan mencoba memberikan perlindungan untuknya.

Itu adalah Luhan dengan Kris. Foto itu diambil dua tahun lalu—ketika Luhan keluar dari pusat rehabilitasi anak. Sehun mengenalnya, tentu saja. Hampir tiga tahun ia melihat pemuda blesteran yang menjadi 'pendamping' adiknya selama pemulihannya. Dia lebih tua tiga tahun dari Sehun. Awalnya hanya seorang mahasiswa magang disana, namun entah bagaimana Sehun tahu adiknya bisa akrab dengan pria asing itu. Sebut saja begitu, karena sungguh sebelum-sebelumnya tidak ada yang bisa mendekati Luhan.

Adiknya berubah menjadi anak yang tempramen pada orang lain. Bahkan tidak segan melukai orang lain dan dirinya sendiri. Sehun masih ingat ketika kunjungan pertamanya setelah satu tahun adiknya dibawa ke pusat rehabilitasi anak itu, ia melihat tubuh kecil adiknya penuh dengan luka. Sehun marah, tentu saja. Ia menyalahkan therapis dan juga perawat disana karena mereka memerlakukan adiknya dengan sangat tidak manusiawi. Tangan adiknya diikat dengan kain dengan luka-luka yang belum semuanya mengering.

Sehun menyalahkan keadaan adiknya pada pihak rehabilitasi dan mengadukan kepada ayahnya. Namun sang ayah hanya bisa mendesah dan tidak melakukan apapun. Dan ketika kunjungan keduanya Sehun mengerti alasan kenapa sang adik mendapati luka-luka ditubuhnya. Dia melukai dirinya sendirinya ketika perasaan bersalah dan bayang-bayang kematian sang ibu mengahantuinya. Adiknya masih terlalu muda untuk di vonis menjadi seorang masochist. adiknya menyalurkan rasa sakit dihatinya melalui tubuhnya, karena saat itu Sehun tahu, ia mengerti adiknya memilih rasa sakit ditubuhnya daripada sakit dihatinya.

Membawa kembali ingatan dan memorinya, ia tidak ingin mengingat tentang tahun-tahun kelam itu. Baginya adiknya sudah pulih dan sekarang dia sudah bersamanya. Menatap potrait adiknya dengan Kris –lagi- sebelum akhirnya memutuskan untuk kembali ke tujuan awalnya.

.

….

.

Langkah kaki jenjangnya menapaki rumbut hijau pemakaman itu. Udara musim semi menyentuh kulit putih pucatnya. Tangannya membawa satu ikat Green Roses bercampur dengan Daffodil dan Hyacinth itu. Sehun memiliki makna tersendiri dengan satu ikat bunga itu.

Langkah kaki jenjangnya berhenti pada makam dengan bunga gardenia yang tumbuh diatasnya. Sehun tahu siapa yang menaruh bunga itu disana. Tersenyum dan kemudian menjatuhkan dirinya disisi samping makan. Si tampan Oh Sehun mengusap pusara itu dengan senyum.

"Hai, lama tidak bertemu, Hyung. Apa kabar?"

"maaf baru mengunjungimu lagi. Ya, kau tahu aku sibuk dengan pekerjaanku." Menghembuskan nafas, "tidak terasa sudah dua tahun kau tidur disana. Apa Tuhan menerimamu disana? Aku tahu pasti.. kau orang yang baik."

"ah ya, Luhan sakit kali ini tapi kau tenang saja, dia sudah lebih baik, sangat baik mungkin karena dia sudah kembali cerewet. Terima kasih untuk itu."

"Sehun? Oh Sehun?"

Sehun kembali mengatupkan bibirnya ketika ia mendengar sebuah suara memanggilnya. dan kemudian dia menemukan sosok manis dengan mata puppy itu berdiri disana dan tersenyum dengan membawa satu ikat bunga berwarna pink itu; Poeny.

"kau disini?" si mungil puppy tersenyum sebelum akhirnya ia ikut menjatuhkan dirinya disamping Sehun. "lama tidak bertemu.. bagaimana kabarmu?"

"aku hanya sedang ingin mengunjunginya. Aku rasa sudah lama tidak bicara padanya." Sehun masih memfokuskan tatapan pada pusara didepannya. "seperti yang kau lihat aku baik-baik saja. Bagaimana denganmu?"

"seperti yang kau lihat. Aku bisa berdiri disini berarti aku baik-baik saja."

Keduanya tertawa,

"masih belum bisa membuka hati untuk orang baru?" kali ini Sehun yang membuka obrolan, mencoba menghapus kesunyian yang ada diantara mereka.

Hanya ada sebuah senyuman kecil dibibir tipis itu ketika ia meletakkan ikat bunganya diatas pusara. "aku rasa aku hanya belum menemukan sosok yang tepat. Kau bertanya hal pribadi seperti itu, jangan bilang kau menyukaiku?"

Keudanya kembali tertawa.

"Sungguh Sehun, aku tidak ingin berakhir ditangan fansmu. Mereka menyeramkan!"

"Byun Baekhyun.. kau bahkan bisa mengunakan keahlian bela diri-mu untuk melindungi diri."

"menghajar perempuan yang rata-rata masih gadis remaja? Aku tidak sejahat itu."

Hening menyelimuti keduanya.

"sudah dua tahun.. dan kita baru bertemu lagi."

"Ya, terkahir di acara pemakamannya."

"dan aku masih belum bisa melupakannya." Si mungil puppy tersenyum miris ketika mengatakan itu.

"semua butuh waktu kurasa dan kau hanya perlu berusaha dan mencoba. Kenapa tidak mencoba membuka hatimu untuk orang lain?"

"adakah?"

Sehun tertawa, "kau kaya, siapa yang tidak mengenal keluarga Byun? Kau juga tidak terlalu jelek, ya wajah standar untuk ukuran pria Korea" itu hanya gurauan, sungguh, "jangan menatapku seperti itu, mata puppy milikmu sungguh menakutkan."

"berhenti mengejekku manusia es!"

Keduanya tertawa ketika Sehun berteriak kesakitan saat Baekhyun mendaratkan pukulan tangannya ke lengan Sehun. Tidak terlalu keras sebenarnya, "Hey, tubuhku ini aset asal kau tahu! Kau baru saja melukainya. Fansku akan menghajarmu jika mereka melihat ini, Byun Baekhyun!"

"Rasakan ini! Rasakan ini! Aku membencimu Oh Sehun. Dasar Manusia Es minim ekspresi! Rasakan ini! Ugh!"

Sehun tidak tahu pertemuannya dengan Baekhyun hari ini begitu berbeda. Mereka mengenal tiga tahun lalu, namun tidak pernah seakrab ini. Mungkin karena tidak langsung ia tahu, masing masing baik dia dan Baekhyun mempunyai luka dan beban yang sama.

"Bagaimana keadaan Luhan?"

"Baik. Ya walau dua hari yang lalu ia masuk rumah sakit."

"Eh? Dia sakit?"

"ya, aku menemukannya pingsan di rumah."

Bohong. Tersenyum kecut.

"boleh aku menengoknya?"

Tersenyum, "tentu. Luhan akan menyukainya. Mungkin dia masih mengingatmu."

.

….

.

Seperti hal-nya langit mendung yang berganti dengan semburat awan cerah yang membawa keceriaan dan kehangatan, begitu pula dengan sosok mungil yang kini nampak lebih cerah dari dua hari yang lalu itu. Jemari mungilnya nampak sibuk dengan laptop miliknya, sementara sosok mungil lain dengan pipi tembam disampingnya sibuk dengan manga(komik jepang) miliknya.

"Umin-ge.." si mugil yang sibuk dengan Laptopnya membuka suara, menatap sosok yang dipangil 'Umin-ge' dan hanya disambut dengan sebuah anggukan. Merasa tidak terlalu mendapatkan fokus dari lawan bicaranya, si mungil itu memberengut. "Umin-ge~" terdengar sedikit dimanjakan.

"Aku mendengarmu Lu.. kenapa?"

"kenapa Hyung lama sekali?"

Mengendikkan bahunya,"aku tidak tahu. Mungkin ada urusan sebentar. kenapa?"

"Ne." dia menggeleng, "Tidakkah kau merasa bosan?"

"Kenapa?"

"aku bosan hanya duduk menghabiskan waktuku didepan layar laptop atau ponsel." Menghembuskan nafas jengah, "aku rasa aku butuh hiburan."

"hiburan? Maksudmu?"

"Umin-ge.. tidakkah kau ingin membeli sesuatu? Kita bisa keluar sebentar. didepan rumah sakit ini ada café bubble tea, ice cream, cake, waffle, dan—"

"Tidak!" si mungil dengan pipi tembam itu memainkan jari telunjuknya ke kiri dan ke kanan. Membuat gestur melarang dengan tatapan dibuat semenakutkan mungkin walau berujung ia terlihat menggemaskan. "aku tidak ingin berakhir ditangan Hyung Minim Ekspresi kesayanganmu itu."

"Ayolah~ Hyung tidak akan marah. 'Toh aku sudah jauh lebih baik! Aku sudah tidak memakai selang infuse lagi" cicitnya dengan menunjukkan lengan kirinya.

"Tapi, Lu.. aku—"

"tidak ada tapi-tapi-an. Ikut aku sekarang, umin-ge sayang~"

.

Menertawakan kebodohan mereka sendiri ketika mereka sampai di café tadi, Xiumin dan Luhan hanya tertawa ketika memasuki kamar bangsal itu dengan kantong kantong plastik berisi makanan dan snack di masing-masing tangannya. Xiumin beberapa kali menggerutu ketika mengingat kebodohan Luhan tadi dan membuatnya harus kembali ke kamar rawat yang berada dilantai empat Rumah Sakit untuk mengambil dompetnya.

Membuat Luhan menunggu di café dan berakhir dengan Luhan yang hampir tertidur dimeja tempatnya menunggu.

Memasuki kamar bangsal itu disusul Luhan kemudian, Keduanya kemudian memasukkan beberapa softdrink dan juga camilan ke dalam lemari pendingin itu. Sementara Xiumin sibuk menata belanjaan mereka tadi, Luhan hanya duduk bersila diatas ranjang dengan ice cream di tangannya. "Umin-ge, cepat makan ice cream-mu akan meleleh sebentar lagi!"

"sebentar!"

Luhan kembali memasukkan satu sendok ice cream kedalam mulutnya ketika sebuah suara dari arah pintu bangsalnya menyita perhatiannya. "Hyung datang!" wajahnya terlihat cerah ketika ia menyadari Hyungnya sudah kembali.

Pintu itu terbuka, menampilkan sosok tinggi tampan dari sana. Sosok itu—Oh Sehun tersenyum ketika manik matanya menemukan adiknya duduk manis dengan ice cream di tangannya.

"Siapa yang memberikanmu izin makan ice crem, hm?" Sehun menatap sang adik dengan tatapan yang dibuat marah, namun hanya ditanggapi sang adik dengan senyum kekanakan yang menggemaskan.

"Hyung, kenapa lama?"

"bertemu dengan teman lama." Jawabnya dengan mengusak kepala Luhan. "Baekhyun, masuklah.."

Luhan dan Xiumin yang berada dikamar itu otomatis memberikan perhatian mereka pada pintu kamar bangsal yang terbuka. Menampilkan seorang pria manis dengan bibir seperti tipis dan juga mata puppy itu. Dia tersenyum kearah Xiumin dan Luhan, namun hanya dibalas oleh Xiumin. Sementara Luhan hanya menatap pemuda manis itu dengan kepala dimiringkan, nampak berfikir atau mengingat sesuatu.

"Byun Baekhyun, senang berkenalan dengan kalian." Tersenyum lagi sebelum akhirnya membungkukan badannya; formalitas.

"aku Xiumin. Senang bertemu denganmu juga, Baekhyun-ssi."

Berharap ada balasan dari sosok yang masih duduk termatung diatas ranjang bangsal itu, semua orang yang ada disana mengarahkan tatapan mereka pada si mungil yang masih tidak bergeming. Menatap sosok dengan mata puppy itu, tatapan Luhan nampak menerawang.

"Lu?" itu adalah suara Sehun. Yang entah sejak kapan sudah berdiri disamping sang adik saat mendapati adiknya yang tidak memberikan respon apapun pada kedatangan Baekhyun. "kau baik-baik saja?"

Manik mata rusa itu mengerjab, dan kemudian Sehun bawa untuk menatap matanya, seakan dengan begitu ia bisa mencari tahu apa yang membuat adiknya untuk fokus. "kau baik-baik saja?" ulangnya.

Si mungil—Luhan hanya mengangguk kemudian membawa kembali tatapan matanya kearah pemuda yang baru saja datang bersama dengan sang kakak itu. "apa kita pernah bertemu sebelumnya?"

Tidak ada jawaban. Namun ada yang berubah dari raut wajah Sehun maupun Baekhyun saat itu. Seakan mereka terkejut.

"aku seperti pernah melihatmu. Tapi aku lupa." Si mungil itu mengerutkan dahinya, seakan berpikir begitu keras untuk mengingat siapa pemuda manis dihadapannya itu dan justru membuat kedua orang yang baru datang itu—Sehun dan Baekhyun—tertawa bersamaan.

"Sehun, adikmu ini benar-benar lucu. Masih sama seperti—ah maaf"

Sehun berdeham, "kurasa hanya perasaanmu saja, Lu."

Si mungil hanya mengangguk lucu, menatap sang kakak dan pemuda yang baru dikenalnya sebagai Byun Baekhyun itu dengan tatapan yang sulit diartikan. Sebuah perasaan yang mengganjal dihati dan juga pikirannya.

Dia yakin, bahkan sangat yakin, ia pernah bertemu dengan pemuda manis itu. Tapi mungkin itu juga hanya perasaannya 'kan? Sama seperti yang sang kakak bilang tadi. Manik matanya kembali menatap sang kakak yang tertawa ketika menyahuti percakapan antara sang kakak, Xiumin dan juga Baekhyun itu.

Hyung kesayangannya tertawa.

Dia tertawa dengan orang lain.

Entah perasaan kekanakan darimana yang berhasil menyusup melalui celah hatinya. Dia tidak menyukai itu. Ia tidak menyukai ketika Hyungnya membuka diri untuk orang lain. Tersenyum dan tertawa lepas seperti saat ini ketika bersama orang lain.

Sakit. Kesal. Dan kecewa.

Entah kenapa ia merasakan itu. Ketika orang yang ia cintai dan satu-satunya yang ia miliki untuk bersandar setelah ayahnya dan juga Kris, memberikan perhatiannya untuk orang lain. Katakan Luhan egois, karena mamang ia egois. Sejak kapan ia tidak egois jika berhubungan dengan sang kakak? Dia selalu merasakan itu.


Siapapun yang membuatmu kecewa, siapapun yang membuatmu merasakan sakit… disini… BUNUH!


.

.

tbc

.

.


Chapter ini dan sebelumnya saya repost ulang, cast Tao digantiin Baekhyun. Karena ketika saya coba nulis draft untuk chapter depan rasanya rada aneh aja sih ketika sama Tao. Ha ha ha..

Mungkin tinggal 2 chapter dan ff ini END. Setelah hampir setahun di telantarkan akhirnya ada keinginan ff ini untuk dilanjut. ^^ Chapter 1-4 masih dalam proses edit dan repost. Untuk hari ini chapter 3 sama 4 dulu. Karena chapter 1 dan 2 banyak yang harus dipoles sana sini. Dan satu-satu dulu.. maaf untuk ketidaknyamanannya jika kalian merasa di-spam. .

Chapter 5 atau 6 semoga bisa kelar sebelum akhir bulan Mei. ^^

Bagi yang membaca. Terimakasih untuk dukungannya.. ketika baca ff ini dari chapter 1 sampe chapter 4 ini.. saya merasa tulisan saya rada berubah ya dari ff saya yang sekarang. Yang dulu kayak ada kebelet korean korean-nya. *ketawa ala kadarnya* x'D entahlah .. semoga ini yang dinamakan berkembang dan bukan tidak konsisten. /ditoyor/


520

.

.

22 July 2015

ãDeathSugar