Shadow

.

By DeathSugar

Gore / Death Chara / Thriller / Violence / Psycho / Yandere / Darkfic / Psylogic

.

.

DeathSugar

Present and Enjoy

.

.

Happy Reading~

.

.


Suara derap langkah yang tengah berlari itu begitu menggema digedung tua itu. Ruangan itu pengap dan gelap, hanya sedikit cahaya lampu taman yang menerobos masuk kedalam ruangan itu. Sang malam nampak benar-benar menunjukkan keangkuhan dan sisi gelapnya hari. Hujan diluar sana begitu deras dengan suara petir yang saling bersahutan. Pekikan ketakutan itu bersahutan menjadi satu ketika kilatan cahaya membelah langit yang kemudian diikuti dengan suara gelegar petir.

"Tolong! Siapapun tolong aku!" suara wanita itu bergetar. Langkah kakinya yang tengah berlari nampak terseok. Wajah cantiknya bersaing dengan gelapnya ruangan itu. Keringat dingin mengucur dari dahinya. Membuatnya terlihat benar-benar kacau saat ini. Dari sudur bibirnya itu—terlihat bekas darah yang tengah mengering.

Sebuah jalan buntu.

Langkah kaki itu menemui jalan buntunya. Membuat rasa putus asa dan ketakutan bercampur menjadi satu diwajah wanita yang kini tengah benar-benar memprihatinkan itu.

"kumohon.. apapun yang kau minta akan aku berikan.." suara itu terdengar bergetar ditambah dengan isakan tangisnya, "apapun asal kau membiarkanku hidup."

Tidak ada jawaban.

Mata wanita itu berkilat ketakutan, menjatuhkan bulir-bulir sebening kristal itu. Dia nampak putus asa. Melemparkan tas miliknya kearah sosok dengan hoodie itu, sosok dengan wajah yang tidak terlihat itu. Sosok itu bagaikan bayang-bayang yang hidup. Bayangan yang siap menjadi malaikat mautnya.

"apapun yang kau inginkan!" wanita itu masih berusaha membuat negoisasi.

"apapun?" suara itu menyahut. Suara itu terdengar lembut, kontras sekali dengan aura yang menguar begitu kuat disekitarnya.

"iya apapun. Asal kau melepaskanku.."

"benarkah?"

"iya.. benar.. apapun. Kau suka—" suara wanita itu teredam dengan suara petir yang kembali menggelegar diluar sana, "aku janji."

Wanita itu mengembangkan senyumannya, ketika matanya bisa melihat senyuman dari sosok itu. Tangan sosok itu terulur kearahnya, "Maafkan aku, Noona"

"Terimakasih.." wanita itu tersenyum lagi. "kau anak yang—"

CRASH !

Wanita itu berteriak ketika sebuah benda tumbul menghantam kepalanya dengan keras, membuatnya seketika terjatuh tidak berdaya dilantai itu. Darah segar mengucur dari kepalanya. sosok hitam itu kembali mengangkat balok besi itu lagi dan kemudian ia hantamkan kearah kepala wanita itu. Membuat cairan putih pekat bercampur dengan gumpalan putih keluar dari sana. Bau anyir begitu menguar menusuk indra penciumannya. Demi apapun, orang orang normal akan muntah jika mencium aroma yang begitu kuat darisana. Sosok itu masih belum puas dengan wanita yang sudah tidak berdaya itu—lebih tepatnya wanita yang sudah mati itu.

Tangannya masih mengarahkan balok besi itu. Menghantam kepala, perut, pinggul dan juga kaki itu bergantian. Menimbulkan bunyi tulang yang patah dan juga bunyi besi yang menghantam lantai itu.

Sosok itu meletakkan balok besi itu, mengeluarkan benda mengkilat dari dalam saku hoodie hitam miliknya dan seringaian menakutkan kelauar dari sana. Sebuah pisau lipat yang sudah berkarat. Sosok itu berjongkok, mensejajarkan tubuhnya dengan jasad wanita itu, mengusap rambut wanita itu lembut dan kemudian tangannya turun kearah perut. Membuka baju yang sosok itu kenakan dan kemudian menghujamkan pisau itu pada perut sosok yang tidak bernyawa itu.

Menyayatnya dengan sayatan yang tidak rapi—tentu saja karena itu pisau yang sudah tumpul. Mengeluarkan isi perut mayat itu dan kemudian memasukkannya kedalam kantong plastik hitam. Selesai dengan itu, tangannya kembali dengan susah payah menyeret jasad itu dan memasukkannya kedalam koper bekas. Mengambil tas milik sosok itu. Meletakkan kartu pengenal dari agensi artis ternama didalam sana. Hanya menyisakan itu, karena setelah itu ia berdiri, berjalan menuju tong yang sudah ia siapkan ssebelumnya dengan tumbukan kayu itu. Tangannya seperti menyiramkan sebuah cairan dan kemudian tong itu terbakar bersamaan dengan kilatan korek yang menyentuhnya.

Dalam kegelapan malam itu, masih bisa terlihat sebuah seringaian yang diikuti dengan petir diluar sana. Ia membakar barang wanita tadi, melepas sarung tangannya dan kemudian ia ikut lemparkan dalam tong yang sudah terbakar itu. Menganti sarung tangannya dengan sarung tangan yang baru, dan kemudian melanjutkan misi selanjutnya.. membuang mayat wanita itu ketempat yang seharusnya.

"Maafkan aku Noona. Semoga kau tenang disana.."

.

[DeathSugar]

….

.

Pemuda dengan pipi tembem itu bergidik ngeri –tanpa menghilangkan konsentrasinya pada makanan yang ia pegang – ketika mata bulatnya menatap layar televisi di hadapannya itu. Pemuda manis itu sesekali meminum Milk Shake miliknya dan kembali menatap layar televisi dihadapannya.

"ini benar-benar mengerikan.." pemuda berpipi gembul itu menatap pemuda manis dihadapannya—yang tengah menikmati Bubble Tea itu dengan syahdunya—tanpa melihat kearah televisi. "pembunuhnya jahat sekali.."

Pemuda yang masih fokus pada bubble tea miliknya itu hanya mengerjabkan mata bak rusanya itu, menatap kearah temannya yang masih fokus pada layar televisi dihapannya itu.

"Kenapa, Umin-ge?"

"kau sudah lihat berita hari ini?" pemuda yang dipanggil Umin-ge tadi kembali membuka suara, dan disahut oleh gelengan dari pemuda dihadapannya itu "kau tahu artis yang digosipkan tengah dekat Oh Sehun itu, pagi tadi ditemukan mati mengenaskan." Pemuda dengan pipi tembem itu meminum Milk Shake miliknya sebelum melanjutkan. "kau tahu Sulli 'kan?" Pemuda dengan Bubble Tea itu mengangguk, "dia yang ditemukan dipinggir jalan dengan keadaan yang mengenaskan. Astaga… bahkan wajahnya sudah tidak bisa dikenali kau tahu, Lu.." diam sejenak, "dengan luka disekujur tubuhnya. Dugaan Polisi mengarah pada Sasaeng dari Oh Sehun itu." Hening lagi, "Sasaeng Fans memang menyeramkan.." Umin-ge atau Xiumin itu bergidik ngeri.

Xiumin kembali menatap kearah Televisi yang masih menyiarkan berita kematian itu, sementara pemuda dengan Bubble Tea itu—Luhan hanya menatap tanpa ekspresi kearah televisi. Apa pentingnya melihat acara berita itu? Sasaeng seorang Oh Sehun itu ada begitu banyak. Dan tidak mungkin kalau polisi begitu mudah menemukan pelakunya.

"Bahkan pembunuhnya melalukan pembunuhan itu dengan bersih. Astaga.." Xiumin kembali membuka suara. "tidak ditemukan barang bukti sedikitpun.."

"Pelakunya tidak akan ditemukan.." Luhan yang sedari tadi hanya diam membuka suara. Membuat Xiumin menatapnya dengan ekspresi penuh tanya. "karena dugaan polisi mengarah kepada Sasaeng Fans." Luhan kembali meminum Bubble Tea miliknya, "kalau pelakunya seorang Sasaeng kemungkinannya kecil."

"apa maksudmu, Lu?"

Luhan hanya memutar matanya malas, "Ini seperti kau bermain game detective, Umin-ge" Luhan menatap Xiumin dengan penuh antusias, "Jika pelakunya seorang Sasaeng, apa mungkin Sulli dengan sebegitu mudahnya untuk ditemui? Setidaknya diberita itu, Sulli diperkirakan terbunuh ketika dia selesai dengan acara yang dihadirinya 'kan?" Xiumin mengangguk, mengiyakan, "dan kalau dia selesai dengan acara begitu, otomatis 'kan dia pasti mendapat pengawalan, setidaknya sampai ia berada diapartemennya." Jeda sejenak. "aku rasa Sulli pasti mengenal pelakunya, makanya dia bisa dibunuh dengan begitu mudah."

Xiumin mengerutkan keningnya. Bingung.

"aku tidak mengerti maksudmu, Lu.."

Luhan menghela nafas panjang, "ya intinya pelakunya pasti orang yang pernah dekat atau mungkin Sulli kenal. Karena jika tidak.. pasti akan sulit untuk bertemu artis sekelas Sulli itu.."

Xiumin mengangguk—walau sebenarnya otaknya tidak terlalu mengerti sih, "kenapa kau bisa menebak seperti itu, Lu?"

"hanya feeling sih.. hehehe" Luhan tertawa canggung dan dibalas dengan mata Xiumin yang menyipit. "itu yang sering kulihat di film—" Luhan hendak saja melanjutkan suaranya ketika ponselnya berdering. Bibirnya menggerucut lucu ketika melihat nama yang tertera dilayar ponselnya.

"siapa?"

"Hyung. sebentar ya.." ucap Luhan seraya beranjak dari duduknya. "Ne, Hyung.."

[….]

"iya.. aku akan pulang cepat hari ini.."

[….!]

"Iya.. akan aku pastikan semua pintu dan jendelanya aku kunci rapat..]

[…—]

"apa lebih baik aku menginap di rumah Xiumin saja hari ini. Sampai masalahnya selesai?" hening sejenak, "aku takut, Hyung."

[….]

"semua akan baik-baik saja, 'kan?" raut wajah manis itu berubah khawatir, "Hyung.. hati-hati.. aku menyayangimu.. aku tidak ingin Hyung disakiti siapapun.."

Luhan menghela nafasnya, menatap kearah ponselnya dan kemudian menatap Xiumin yang masih menikmati Bakpao kesukaannya. "mungkin memang lebih baik aku menginap di rumah Xiumin.."

xxxxx

"kau sudah bilang pada Hyung-mu?" Xiumin membuka suara ketika ia membawa sahabatnya itu masuk kedalam flat miliknya. Yang ditanya hanya menjawab dengan sebuah anggukan tanpa suara.

"kau yakin? Aku tidak ingin Hyung-mu tiba-tiba datang ke flat ku dan kemudian marah-marah karena adiknya menginap disini.."

Luhan hanya memberengut lucu seraya menjatuhkan dirinya di sofa milik Xiumin dan menyalakan televisi disana. "aku sudah bilang Hyung, Umin-ge. Jadi kau tidak perlu takut kalau Hyung akan merusak flat-mu."

"aku kadang bingung dengan Hyung-mu itu." Xiumin ikut menjatuhkan dirinya di sofa, menatap Luhan sekilas dan kembali pada acara variety show yang sedang berlangsung dihadapannya, "kau sudah tujuhbelas tahun.. dan masih memperlakukanmu seperti anak kecil."

"itu karena Hyung menyayangiku."

"aku melihatnya sebagai bentuk posesif, Lu."

"Posesif?" Luhan sedikit memiringkan kepalanya saat menatap Xiumin dan kemudian mata itu mengerjab lucu, membuat Xiumin harus menahan diri untuk tidak mengambil tulang dan melemparkannya kearah sahabatnya itu. Bahkan kalau Xiumin boleh berlebihan, ia seperti melihat sepasang telinga anjing yang tengah berdiri dengan ekor yang digoyang-goyangkan dengan tatapan puppy eyes yang siap membuat Xiumin menjerit karena gemas.

"Ah sudahlah. Lupakan saja, Lu" Xiumin mengambil remote TV dan kemudian menganti chanel yang menurutnya menarik.

'Polisi akan memeriksa Oh Sehun sebagai saksi dalam kasus pembunuhan artis muda Sulli'

"HE?! APA-APAAN INI?!"

"Luhan kau kenapa?" Xiumin kaget bukan main ketika ia mendengar Luhan yang tiba-tiba menjerit. "kau fanboy Oh Sehun itu ya?"

Luhan langsung mendelik ketika Xiumin mengatakan kalau dirinya fanboy seorang Oh Sehun. Enak saja!

"Umin-ge.. aku keluar sebentar. aku akan kembali sebelum malam."

"Hati-hati, Lu."

.

xx

.

"kau melakukannya lagi, Kris!"

"aku tidak melakukan apapun, Lu. Sungguh."

Pemuda itu—Luhan hanya menatap Kris dengan tatapan kesal. "aku yakin kau yang melakukannya. Kris.. aku mohon berhenti membuat dirimu seperti ini."

"Ok.. aku akui memang aku yang membunuh Sulli. Itu aku lakukan karena aku menyayangimu."

"Lalu hubungannya denganku apa?" Luhan menghela nafas berat. "Aku bahkan tidak mengenal Sulli itu. Kalau alasanmu adalah aku.. kau tidak seharusnya membunuh Sulli seperti itu!"

"aku membunuh Sulli karena dia mendekati Sehun-mu.." pemuda bernama Kris itu mendekat. Wajah tampannya yang terlihat arogan itu menatap Luhan dengan tatapan sendu. Jemari tangannya mengusap pipi Luhan dengan dengan lembut, membuat sang empunya memejamkan matanya, menikmati rasa hangat yang seakan tersalurkan dari belaian hangat jemari itu.

"karena aku menyukaimu.. aku melakukan ini. Agar tidak ada yang menyentuh Hyung-mu selain dirimu.." hening sejenak ketika pemuda bernama Kris itu mendekatkan dirinya dengan Luhan, menyentuhkan kening mereka hingga hidung mancungnya menyentuh hidung milik Luhan, "karena aku menyayangimu, aku tidak ingin membuatmu sedih" sebuah kecupan singkat dibibir kissable itu, "karena aku mencintaimu.. aku tidak ingin melihat mata indah ini.." Kris membawa tatapan mata Luhan tepat menatap manik mata tajamnya, "mata indah yang menyelamatkanku dari kegelapan ini.. menangis."

Buliran sebening kristal itu jatuh. Membuat Kris harus memejamkan matanya seakan ada rasa sakit yang menusuk didalam dadanya. Membuat Kris harus menyeka air mata itu—tanpa melepas takupan tangannya dari wajah pemuda manis dihadapannya itu. "jangan menangis.."

"jangan mengotori tanganmu lagi kumohon.. kau membuatku semakin sakit Kris. Aku tidak apa asal Hyung bahagia.. Hyung pantas mendapatkan kebahagiaannya."

"meski bukan denganmu dan mengabaikan dirimu?"

Luhan menggelengkan kepalanya. "aku mencintai Hyung.. aku tidak ingin siapapun memilikinya selain aku.. tapi aku juga tidak ingin egois.." Mata bak rusa itu menatap kearah manik onyx milik Kris—yang hanya berjarak beberapa centi dihadapannya itu.

"jangan membuat noda ditanganmu lagi. Aku benci tangan yang selalu mengusap rambutku ini, menjadi kotor karena aku. Kau mau berjanji 'kan? Jangan mengotori tanganmu dengan darah lagi. Aku tidak menyukainya."

Kris hanya mengangguk patuh seraya senyuman yang mengembang dibibir Kris ketika Luhan juga menarik bibirnya menjadi sebuah lengkungan, "aku harus pulang. Umin-ge pasti akan mencariku.."

"mau aku antar?"

Luhan hanya menggeleng pelan, "tidak. Aku bisa sendiri. Aku menyayangimu."

"aku jauh mencintaimu." Kris mencium lagi bibir Luhan. Kali ini lebih menuntut dengan lumatan dibibir milik Luhan. "hati-hati, sayang." Kris memeluk singkat tubuh mungil Luhan itu seraya mengusap rambut dark-brown milik Luhan.

.

.

"darimana saja kau, Tuan Lu?" Xiumin berkacak pinggang ketika sahabatnya itu membuka pintu flat miliknya dan kemudian menyeret Luhan kearah sofa, mendudukan Luhan diatas karpet itu, seperti seorang ibu yang siap memarahi anaknya karena anaknya ketahuan membolos sekolah.

"maaf Umin-ge."

"kau tahu.. Hyung-mu yang tidak diketahui wajahnya itu menghubungiku dengan sangat sering sekali hingga ingin rasanya aku mematikan ponselku!"

"aku menemui temanku tadi."

"dan kenapa ponselmu tidak aktif, hm?"

"Baterainya habis.."

"Hh.. baiklah.. pakai ponselku untuk menghubungi Hyung-mu yang tidak diketahui wajahnya itu. Aku yakin dia pasti khawatir, Otte?"

Sementara Luhan masih berurusan dengan Ibu—dadakannya—dilain tempat, di salah satu studio televisi, seorang pemuda tampan, artis yang sedang dieluh-eluhkan itu menatap gusar layar ponselnya. Yup. Pemuda tampan itu—Oh Sehun tengah menatap layar ponselnya dengan gusar. Wajahnya terlihat begitu khawatir. Membuat laki-laki yang merupakan managernya itu menatap Sehun dengan tatapan takut-takut.

"Dia belum menghubungiku Hyung! Ponselnya juga tidak aktif." Terdengar nada kesal disana.

"kau sudah menghubungi ponsel temannya itu?"

Sehun berdecak kesal. "sudah. Dia bilang Luhan sedang ada urusan sebentar."

"mungkin dia tidak ingin diganggu."

"aku Hyungnya, dan dia bilang kalau aku menganggunya? Aku khawatir dengan segala kejadian yang terjadi akhir-akhir ini!" Sehun mengusap wajahnya frustasi. "aku takut sasaeng tahu tentang Luhan dan kemudian Luhan akan bernasib sama dengan Sulli."

Sang manager hanya mengangguk. "Luhan itu adikmu.. sasaeng tidak akan—" sang manager hanya menatap malas ketika ponsel artisnya itu berdering. "siapa?"

"Ne? siapa?"

"Aku Hyung.. Luhan" terdengar nada takut dari seberang sana.

"Kenapa kau baru menghubungi Hyung? Dan kenapa dengan ponsel Xiumin? Ponselmu kemana?!"

"Mian, Hyung. Ponselku baterainya habis. Aku tadi bertemu dengan temanku dijalan ketika aku ingin membeli bubble tea. Maafkan aku Hyung.."

"astaga. Ya Tuhan.. aku benar-benar khawatir padamu. Kau baik-baik saja kan, Lu?"

"um.." Sehun bisa membayangkan adik kesayangannya itu tengah mengangguk saat ini dan membuat senyuman diwajah dingin dan datar milik Oh Sehun itu. "aku baik-baik saja, Hyung. Aku menginap di tempat Xiumin hari ini. Hyung sudah makan?"

Sehun tersenyum saat itu, membuat sang Manager yang berada disampingnya memutar mata malas, "Sehun, 5 menit lagi kita on air."

"Baiklah, Lu. Kau hati-hati ya, Hyung sudah makan tadi. Hyung menyayangimu.."

"aku juga menyayangimu, Hyung.."


.

.

To Be Continued~

.

.


17 Juni 2015

© DeathSugar