Unpermitted

.

.

Prev tittle: Forbidden Happiness

.

.

Yaoi-BL / Namjoon x Seokjin / NamJin / Warning! Mature Content / DLDR ;)

.

.

Don't like this couple just click the close button above, kay?

.

.

.

Napasnya terdengar berat, udara yang mengalir melalui bibir tebal lelaki cantik itu menghasilkan helaan panjang. Punggungnya bersandar di sebuah kursi yang terletak tepat di sisi brankar pasien di mana adiknya terbaring. Seokjin termenung memikirkan perkataan paman Lee padanya tadi.

'Sederhananya paman bisa mengatakan kalau Namjoon mengalami iritasi lambung. Cairan yang kau lihat itu adalah susu yang bercampur dengan darah karena dari apa yang paman lihat iritasi yang dialami lambung Namjoon sudah cukup lama. Lambungnya masih kosong saat terakhir kali ia mengkonsumsi susu, ditambah dengan pertahanan tubuhnya yang menurun jadi memperburuk kondisinya. Mulai saat ini kau harus lebih memperhatikan kondisi kesehatan kalian berdua. Paman tidak ingin kalian sakit, Seokjin-ah.'

Seokjin mengarahkan tangannya untuk mengusap surai blonde pucat Namjoon. "Kau sakit. Kenapa tidak pernah bilang padaku?"

"Hyung tahu kau sangat suka tidur. Tapi tidak di sini, kau tidak menyukai rumah sakit, 'kan?"

Seokjin hanya berbicara sendiri, suara lembutnya tidak mendapatkan jawaban apapun dari sang adik yang masih menutup matanya rapat-rapat.

"Makanya cepatlah bangun. Hyung akan membawamu pulang."

Tatapannya menyayu, Seokjin berdiri mendekatkan wajahnya untuk mencium kening Namjoon dengan sayang. "Jangan sakit lagi."

.

.

.

.

Ketika hendak merapikan poni rambutnya yang sedikit berantakan Seokjin mengerut, keningnya terasa nyeri. Lelaki cantik itu mempercepat langkahnya menuju ke toilet. Sesampainya di sana, Seokjin mencari cerin yang biasanya terdapat di toilet, ia menyingkirkan poni yang menutup dahinya. Dan benar saja ada warna memar merah di sana. Seokjin meringis kecil, rasa sakitnya baru terasa sekarang. Ia cukup yakin memar itu berasal dari mana, tentu pada saat bertubrukan dengan pria yang tadi. Mungkin karena saking malunya sampai-sampai Seokjin tidak merasakannya sejak awal dan baru terasa sekarang.

"Sudahlah, nanti juga hilang." Gumamnya kemudian beranjak dari sana.

Destinasi selanjutnya adalah mini market yang terdapat di rumah sakit itu, sekalian ke taman rumah sakit yang dekat dari situ. Mungkin lebih baik menenangkan diri di sana sambil menunggu kedatangan teman-temannya. Seokjin sempat memberitahu teman dekatnya mengenai kondisi Namjoon dan mereka mengatakan akan datang sepulang sekolah nanti.

Seokjin membeli beberapa minuman kaleng, snack untuk camilan, dan satu botol jus apel untuknya. Usai membayar belanjaannya seokjin melangkahkan kaki jenjangnya menuju ke kursi yang setidaknya cukup untuk diduduki oleh dua orang dewasa. Tempatnya cukup strategis dengan pohon rindang yang meneduhinya.

Seokjin meletakkan kantong plastik belanjanya di sisi kursi, lalu mendudukkan dirinya. Nyaman, itulah yang dirasakan Seokjin saat ini, suasana tenang dan angin yang menerpa wajahnya sedikit membuatnya lebih tenang. Perlahan kedua mata bulatnya tertutup dengan kepala yang bersandar pada batang pohon besar di belakangnya.

.

.

.

.

"Boleh aku duduk di sini?"

Suara berat khas pria membuat Seokjin yang menutup matanya terlonjak. Lelaki cantik itu dengan cepat menegakkan tubuhnya mengarah ke seseorang yang meminta ijin barusan. Awalnya Seokjin terdiam mengamati lelaki itu, hampir saja ia tidak mengenalinya karena lelaki itu telah melepaskan kacamata yang dipakainya tadi. Lelaki itu ternyata tampan, sangat tampan dan matanya sipit. Rahangnya tegas dan kulit tan nya sangat cocok dengan posturnya yang tegap berisi.

Ya. Orang yang berdiri di depan Seokjin adalah orang yang bertabrakan dengannya tadi. Seokjin dapat mengingat model rambut dan pakaian yang di kenakan lelaki jangkung itu.

"A-ah, iya. Tentu saja boleh." Ucapnya mempersilahkan lelaki itu diikuti dengan senyuman manisnya.

"Terima kasih."

Lelaki bertubuh tegap itu mengambil posisi duduk tepat di sebelah Seokjin, bahu keduanya bersentuhan dikarenakan ukuran kursi yang tidak begitu besar. Lelaki itu berdehem sedikit sebelum membuka pembicaraan dengan seokjin.

Lelaki itu menoleh, melihat seokjin yang meraba-raba keningnya sambil meringis. Belum sempat kalimat yang ingin disampaikannya keluar, mata sipitnya lebih dulu menangkap roma merah di kening putih mulus Seokjin.

"Keningmu." Serunya, mengundang perhatian Seokjin yang kini menoleh padanya. Wajah cantiknya terpampang jelas di mata lelaki asing itu. Tangan besarnya terangkat untuk menyingkirkan helaian poni merah marun Seokjin hingga menampakkan memar merah di kening si cantik.

Seokjin terlalu gugup bahkan hanya untuk sekedar bereaksi, lelaki itu tiba-tiba saja mengusap bagian keningnya yang memar.

"Ini salahku, apa sakit sekali?"

Sungguh suara lelaki itu sangat berat. Seokjin mengangguk kecil kemudian buru-buru menarik diri dari jangkauan lelaki itu. "I-iya tapi tidak apa-apa kok. Nanti juga hilang." Ucapnya tergagap, pasalnya lelaki itu memandangnya lamat-lamat.

"Tunggu di sini." Perintah si lelaki asing lalu beranjak dari tempatnya.

.

.

.

.

Seharusnya seokjin pergi saja, tapi kenapa ia malah masih menunggu dan duduk manis di tempatnya. Seolah perintah yang diucapkan oleh lelaki itu adalah mutlak dan Seokjin tidak mampu menolak.

Tidak lama setelah ia pergi, lelaki itu sudah kembali dengan membawa handuk dan wadah kecil berisi air hangat. Entah dari mana ia mendapatkannya. Seokjin juga bingung.

"Pakai ini, setidaknya bisa membuatnya lebih baik." Seokjin melihat lelaki itu memeras handuk kecil dan menggulungnya rapi. Kemudian tengkuk Seokjin diraihnya.

Usapan pelana terasa hangat dikening Seokjin, mata bulatnya tidak berkedip sejak tadi akibat perlakuan lelaki itu. Hingga akhirnya Seokjin sadar, ia tidak seharusnya seperti ini pada orang asing.

"A-aku bisa sendiri, terima kasih ahjussi." Ucap Seokjin terbata, mengambil alih handuk kecil dari tangan lelaki itu.

Dahi lelaki itu mengerut. "Ahjussi?" ucapnya dengan nada bertanya.

"Eh?"

"Kau menyebutku apa tadi? Ahjussi?"

Seokjin mengangguk polos. Terlihat sangat menggemaskan. Dan tanpa Seokjin kira, lelaki itu tertawa hingga mata sipitnya membentuk garis.

"Haha. Ada-ada saja. Apa aku terlihat setua itu? Kurasa kita hanya berbeda beberapa tahun. Hm?" Lelaki itu menaik turunkan alisnya. Tentu saja ia tahu, dari seragam yang Seokjin kenakan.

Sementara Seokjin masih diam dan merutuki dirinya yang terlihat bodoh. Mata bulatnya bergerak gelisah, lelaki cantik itu jelas terlihat gugup.

"Hei, jangan gugup begitu. Aku bukan orang jahat."

"A-ah, maafkan aku."

"Tidak masalah. Dan kurasa kita belum berkenalan. Siapa namamu?"

"Seokjin. Margaku Kim."

Lelaki itu mengangguk sekali, lalu tersenyum. "Kim Seokjin, nama yang cantik." Dan pipi tembam Seokjin bersemu seketika.

"Aku Song Mino. Kau bisa memanggilku hyung saja. Dan tentu itu hanya penawaran jika kau mau." Lanjutnya lagi yang di balas anggukan kecil dari Seokjin.

"Ne, hyung.".

Setelahnya mereka berdua larut dalam percakapan ringan. Menceritakan kegemaran masing-masing termasuk alasan keberadaan mereka berdua di rumah sakit.

Bagi Seokjin, Mino adalah lelaki yang baik, dan mudah diajak berkenalan, tipe orang yang easy going. Dan selama ini belum ada yang mengatakan bahwa namanya cantik selain Namjoon. Sementara Mino diam-diam memuji Seokjin yang memang benar-benar mempesona. Bahkan lebih dari yang dilihatnya selama ini melalui lembaran foto. Lelaki tampan itu sama sekali tidak menyesal karena telah menerima tawaran ayahnya.

.

.

.

.

"Sepertinya aku harus pergi." Lelaki itu mengambil sesuatu dari dalam saku coatnya. Sebuah samrtphone dan benda kecil yang tidak terlihat jika hanya sekilas.

"Maaf karena sudah membuat keningmu memar."

Seokjin mengangkat wajahnya cepat saat Mino tiba-tiba beranjak dari sisinya. Lelaki tampan itu merapikan sisi coatnya.

"Tidak apa-apa, hyung. Terima kasih untuk handuknya."

"Tentu." Mino mengangguk mantap. Mengarahkan tangan besarnya untuk mengacak surai merah marun Seokjin yang terasa sangat halus.

"Aku pergi."

"Ah, tunggu." Sergah Seokjin cepat, ia menunduk ke samping. Mengambil satu kaleng minuman yang dibelinya tadi. "Ini untukmu." Lalu memberikannya pada Mino.

"Ah, terima kasih." Mino tersenyum, dibalas oleh anggukan kecil dari Seokjin.

"Sampai bertemu lagi, cantik." Ucapan Mino terdengar sangat yakin kalau ia akan bertemu dengan Seokjin lagi. Usai mengucapkan itu ia memakai kacamata hitam yang menggantung di kerah bajunya kemudian berlalu pergi, meninggalkan Seokjin yang masih melihatnya dari balik punggung tegapnya.

"Kurasa ini cukup untuk membuktikannya." Gumamnya sembari memasukkan sebuah plastik bening bersegel kecil yang berisi beberapa helai rambut ke dalam sakunya.

.

.

.

.

.

.

.

Its Minoooooooo ~ yang penasaran sama laki-laki itu selamat sudah bisa tenang skrg/? Ganteng kaaan? :3 biarlah Seokjin cantik sama Mino dulu 'kan Namjoon masi sakit #dirajam

Ah iya, umur Mino dibuat lebih tua dari Seokjin di sini, tp cmn dikit kok cocok aja gitu :3

Many thanks buat yang masih nunggu ff ini sampai skrg, sy cinta kalian, sangat :'*