Sekarang gak usah pake basa-basi segala karena aku udah kelamaan update chap ini XD Jadi, langsung aja...
Warning: AU, gaje, mungkin typo, mungkin OOC
Pairing: SasuSaku
Genre: Romance, Hurt/Comfort
Disclaimer: Masashi Kishimoto
DON'T LIKE DON'T READ
"Kau…"
'DEG'
Entah kenapa Sakura merasa berdebar-debar. Jaraknya dengan Sasuke hanya beberapa centi saja. Sasuke menatapnya lekat-lekat. Mereka saling melempar pandangan satu-sama lain. Sementara kedua orang yang baru saja membully Sakura hanya bisa menatapnya dengan iri. Sakura tidak tahu apa yang harus dirasakannya, senang atau bagaimana? Tapi yang jelas ia sangat penasaran dengan apa yang akan dilakukan Sasuke setelah ini. Tak perlu menunggu lama, rasa penasarannya itu akhirnya terjawab juga.
"Minggir dari sana, kau menutupi lokerku" ucap Sasuke datar.
Satu detik, dua detik, tiga detik, dan…
"APA?! JADI DIA HANYA INGIN MENGATAKAN ITU!" amuk inner Sakura.
"Kau tuli ya? Cepat minggir!" perintah Sasuke seenaknya.
"A-ah iya, maaf" Sakura berusaha menahan emosinya sebisa mungkin.
Sakura segera melangkah menjauhi loker yang dimaksud Sasuke. Dengan segera, Sasuke mengambil sepatunya dan berjalan melewati ketiga siswi itu tanpa mengucapkan sepatah katapun.
"Pfft…"
"Hahahaha" tawaan meledak dari mulut kedua siswi yang membully Sakura.
"Lihatlah! Kau memang sial! Memang sudah seharusnya kau tidak mendekati Sasuke ku. Bahkan dia sama sekali tidak peduli padamu! Hahaha…" ucap Karin sambil terus tertawa licik.
"Sasuke ku katanya? Sejak kapan Sasuke-kun menjadi miliknya?" batin Sakura sebal.
"Ya itu benar. Aku bertaruh kalau Sasuke mendengar pembicaraan kita! Tapi… ia tak peduli! Hahahaha" tawaan Tayuya semakin menjadi-jadi.
"Cih, memangnya dia peduli pada kalian?" ucap Sakura sambil tersenyum miring.
"Apa katamu?!" perempatan pun muncul di dahi milik gadis berhelaian merah menyala itu.
"Harus kuulang? Uchiha Sasuke sama sekali tidak peduli pada kalian!" ucap Sakura dengan penekanan.
"Beraninya kau!" emosi Karin semakin memuncak.
Karin mengangkat sebelah tangannya, ia bersiap untuk menampar pipi Sakura. Sementara Tayuya dengan sigap mengunci pergerakan Sakura dengan kedua tangannya.
"Hentikan, Karin!"
Belum sempat ia menampar Sakura, tangannya telah dikunci oleh tangan kekar milik salah satu pria yang terkenal kecerdasannya di KIHS, Sabaku Gaara.
"Jangan ikut campur Sabaku!" ucap Karin kasar.
"Ya, ini bukan urusanmu!" bela Tayuya.
"Tidak, ini urusanku! Aku tidak terima jika kau memperlakukan sahabatku seperti ini" ucap Gaara dengan mantap.
"Gaara-kun…" gumam Sakura pelan.
"Ck, terserahlah! Yang penting Sasuke juga tak mempedulikanmu, nona Haruno!" ucap Karin dengan sinis.
Karin dan Tayuya pun segera pergi meninggalkan mereka berdua. Mereka tampak tak berhenti berbincang satu-sama lain.
"Ada masalah apa antara mereka denganmu?" tanya Gaara.
"Entahlah, aku juga tak begitu mengerti" ucap Sakura sambil menghela napasnya.
"Tadi kudengar mereka menyebut nama Sasuke" ucap Gaara.
"Oh itu. Yah tadi siang aku hanya menemukan buku catatannya di koridor dan mengembalikannya. Tapi sepertinya mereka berdua tak menyukai hal itu" jelas Sakura.
"Lalu apa maksud mereka dengan 'tak mempedulikanmu'?" tanya Gaara lagi.
"Tadi Uchiha-san ada disini, tapi ia berjalan melalui kami begitu saja, meskipun ia mendengar percakapan kami. Yah, kami tidak saling mengenal jadi itu wajar kan?" balas Sakura seraya mengambil sepatu dari lokernya.
"Yah dia juga tipe orang yang dingin dan cuek sih. Jangankan pada orang yang tak dikenal, pada orang yang dikenal saja ia tidak peduli" ucap Gaara santai.
Perbincangan merekapun berlanjut seiring langkah mereka menuju rumah masing-masing. Tetapi di tengah perjalanan, Sakura baru ingat kalau sekarang ia harus pulang ke rumah Sasuke. Tak mungkin ia membiarkan Gaara mengetahui hal itu.
"Um, aku… ada urusan, jadi kurasa kita berpisah di sini saja" ucap Sakura tiba-tiba.
"Loh? Bukannya rumahmu masih satu perumahan dengan rumahku? Seharusnya kita sejalan kan?" ucap Gaara terkejut.
"Ya begitulah, tapi aku ada urusan mendadak. Maaf, aku harus segera pergi" ucap Sakura penuh sesal.
"Ah, baiklah kalau begitu. Sampai jumpa…" Gaara pun tersenyum dan melambaikan tangannya.
-#-
"Tadaima…" ucap Sakura begitu ia sampai di kediaman Uchiha.
"Okaeri Sakura..." sambut Mikoto dengan riang.
"Kalau mau makan, di dapur ada kue" lanjutnya.
"Terimakasih Ba― maksudku Kaa-san" ucap Sakura kikuk. Ia masih belum terbiasa memanggil Mikoto dengan panggilan baru itu. Sementara Mikoto hanya tersenyum lembut.
Sakura pun segera naik ke lantai atas untuk merebahkan diri di kamarnya― ralat, di kamar Sasuke. Saat masuk ke dalamnya, ia segera disambut dengan tatapan sinis dari Sasuke.
"Kenapa kau tadi mengajakku berbicara?" ucap Sasuke dingin.
"Buku catatanmu tertinggal tahu! Memangnya salah kalau aku membawakannya untukmu?" gerutu Sakura.
"Tapi aku kan sudah pernah bilang padamu sebelumnya, jangan bicara padaku!" ucap Sasuke ketus.
"Memangnya dengan mengembalikan bukumu saja, orang-orang akan langsung mengetahui hubungan kita begitu?!" kini Sakura ikut kesal.
"Mungkin saja. Lebih baik mencegah kan…" ucap Sasuke asal.
"Kau bahkan berjalan melewatiku begitu saja saat dua siswi yang tak kukenal itu mengajakku berdebat" gerutu Sakura pelan.
"Lalu kau mau aku melakukan apa, eh? Membelamu? Apa kau sedang mengharapkan sesuatu dariku?" ucap Sasuke dengan seringainya.
"Tidak! S-sama sekali tidak! Kau salah besar" elak Sakura.
"Yah memang seharusnya kau tidak berharap begitu. Kalau kau mau, minta saja bantuan pada panda merah itu" ucap Sasuke ketus.
"Eh? M-maksudnya Gaara-kun? Dia malah menolongku tahu! Memangnya kau…" ucap Sakura dengan ketus.
"Ck, terserah. Urus saja dia!" balas Sasuke dengan nada kesal.
"Kenapa kau marah-marah terus sih?" lirih Sakura.
"Aku tidak marah!" ucap Sasuke.
"Tapi kau kelihatan seperti itu!" balas Sakura tak mau kalah.
"Tidak! Untuk apa aku marah hanya karena kau menyukai panda merah itu?!" bentak Sasuke yang langsung beranjak menuju pintu kamarnya, dan..
'BLAM' ia membanting pintu dengan keras. Sementara itu Sakura hanya melongo menatap punggung Sasuke.
"Tapi kan dalam pikiranku dia marah karena aku mengajaknya bicara di sekolah, bukannya karena Gaara-kun…" batin Sakura bingung.
Waktu terus berlalu, sikap Sasuke menjadi semakin dingin padanya. Ia bahkan hampir tak pernah bicara sedikitpun pada Sakura. Sehingga Sakura bingung, apa yang seharusnya ia lakukan? Ia mencoba menenangkan pikirannya dengan bercanda bersama Ino dan Gaara. Tetapi sikap Sasuke malah menjadi semakin buruk padanya. Hal yang paling buruk adalah saat mereka berdua di kamar. Tak ada satupun yang angkat bicara. Kalaupun Sakura mengajak Sasuke berbicara, ia tak menggubrisnya sedikitpun jika hal itu tidak penting. Bahkan saat Sakura kesulitan dengan tugas dari sekolahnya, Sasuke tampak tak peduli. Akhirnya ia menelepon Gaara untuk meminta bantuan. Dan setiap harinya, Sasuke terus memandangnya dengan pandangan sinis.
"Sasuke-kun… maafkan aku…" lirih Sakura.
Sasuke hanya meliriknya sebentar dan kembali mengalihkan pandangannya pada handphone kesayangannya.
"Sasuke-kuuun…" panggil Sakura sebal.
Tetap saja, Sasuke tak kunjung menggubrisnya. Ia malah meletakkan handphonenya dan menutup tubuhnya dengan selimut. Sakura hanya menatapnya lesu. Tiba-tiba handphone Sakura bordering. Ia segera mengambilnya dan mengangkat telepon itu.
"Halo, Gaara-kun?" ucap Sakura begitu mendengar suara dari seberang sana.
Sontak, Sasuke menyingkap selimutnya dan melirik kearah Sakura dengan tatapan tajam. Tapi Sakura tak menyadari hal itu.
"Eh, a-apa?! Kau mau ke rumahku?!" ucap Sakura terkejut.
Tak hanya Sakura, Sasuke pun ikut terkejut dan agak atak. Secara refleks, Sakura menoleh kearah Sasuke dan menunjukkan ekspresi bingungnya. Sementara Sasuke membalasnya dengan tatapan tajam.
"Tapi… aku sedang di rumah temanku" ucap Sakura.
"Hah? Di rumah teman? Selarut ini?" Gaara terkejut.
"I-itu… aku kan menginap! Ya aku menginap" balas Sakura setelah berpikir sejenak.
"Begitu ya… kalau begitu besok saja. Oyasumi Sakura" balas Gaara pasrah.
"Oyasumi Gaara-kun" ucap Sakura sebelum ia memutus panggilannya.
"Mau apa dia kerumah mu?" tanya Sasuke ketus.
"Entahlah, aku juga tidak tahu…" ucap Sakura.
"Tunggu dulu… kau sudah mau berbicara denganku! Itu artinya kau sudah mema―"
"Tidak!" potong Sasuke cepat.
Ia pun kembali menarik selimutnya sampai ke kepala. Sakura hanya cemberut melihat reaksi Sasuke yang masih saja dingin dan menyebalkan.
"Huh… apakah yang kulakukan itu benar-benar keterlaluan sampai ia marah begini?" batin Sakura bingung.
'Tok tok tok'
Tiba-tiba suara ketukkan pintu terdengar. Sontak Sakura menoleh kearah pintu.
"Masuk" ucap Sasuke dari balik selimutnya.
Pintupun terbuka. Memperlihatkan sosok yang baru saja mengetuk. Sosok itu segera masuk ke dalam kamar bersamaan dengan Sasuke yang kembali menyingkap selimutnya. Sasuke pun menatap bosan kearah orang itu.
"Mau apa kau di sini, Nii-san?" tanyanya datar.
"Ini, aku mau mengembalikan novelmu" ucap Itachi seraya menyerahkan buku setebal 5 centi.
"Hn" Sasuke pun segera mengambil buku itu dari Itachi dan meletakkannya di atas meja yang terletak tepat di samping kasurnya.
"Sakura, kenapa kau di sana? Kau tidak tidur?" tanya Itachi mengalihkan pembicaraan.
"Eh? Aku baru saja mau tidur…" Sakura pun segera merapikan posisi bantal dan bersiap untuk tidur, di sofa tentunya.
"Kau tidur di sofa?" tanya Itachi bingung.
"Bukan urusanmu! Cepat sana pergi" usir Sasuke tiba-tiba.
"Sasuke! Kenapa kau biarkan istrimu sendiri tidur di sofa, hah?!" omel Itachi.
"Aku sudah bilang itu bukan urusanmu!" balas Sasuke sambil mendorong pelan Itachi agar ia mau keluar.
"Sakura! Jangan mau tidur di sofa!" teriak Itachi.
"Jangan berisik, Baka!" gerutu Sasuke.
"Ah! Berhubung aku baru saja menonton film horror, aku tidur di kamarmu ya! Di sofa juga tidak apa-apa, kau tidur saja di kasur dengan Sakura…" tiba-tiba Itachi menyeringai jahil.
"Tidak! Kusarankan kau tidur di taman saja, sekalian uji nyali" balas Sasuke ketus.
"Ck, dasar adik menyebalkan!" gumam Itachi.
"Sudah sana pergi! Kau bisa memilih di manapun kau mau tidur kecuali di kamarku! Mengerti? Kau boleh tidur di depan pintu kamarku, asalkan di luar" ucap Sasuke.
Ia pun mendorong Itachi sampai keluar kamarnya dan segera menutup pintu, tak lupa menguncinya. Sementara Itachi hanya marah-marah sendiri sambil sesekali mengetuk pintu dengan kasar.
"Dasar adik kurang ajar! Beraninya kau mengusir kakakmu sendiri!" omel Itachi dari luar.
"Buka pintunya Sasuke, urusan kita belum selesai!" teriak Itachi lagi.
"Berisik! Kau bisa membangunkan yang lain, baka Aniki!" omel Sasuke.
"Aku tidak peduli, cepat buka pintunya atau―"
Tiba-tiba sesuatu terbesit di otak Itachi, ia pun menyeringai licik.
"Oh! Aku mengerti! Kau pasti mau melakukan sesuatu dengan Sakura ya? Karena itulah kau mengunci pintu. Oke, aku mengerti! Aku takkan mengganggumu! Semoga beruntung, adikku sayang!" ucap Itachi setelah mendapat ide untuk menggoda adiknya.
"TIDAK! Dasar kakak sialan!" bentak Sasuke dari dalam.
Sakura hanya bisa sweatdrop melihat pertengkaran Uchiha bersaudara itu. Meskipun perkataan Itachi sempat membuatnya blushing. Untung Sasuke tak menyadari semburat merah pada pipi Sakura karena ia terlalu sibuk membentak Itachi.
"Awas kau! Kalau kau sudah menikah dengan Shion, jangan harap kau bisa tenang, baka Aniki!" ucap Sasuke kesal.
Ia pun kembali ke kasurnya dan bertingkah seakan tak ada orang lain selain dia di dalam kamar itu. Sakura hanya bisa menghela napasnya dan memutuskan untuk tidur, daripada terus-menerus diacuhkan.
-#-
"Sasuke…" panggil seorang gadis dengan nada manja.
Sasuke hanya memutar bola matanya dan tak menjawab panggilan menyebalkan itu.
"Apakah kau mau makan bersama?" ucapnya lagi.
"Tidak" akhirnya Sasuke mau menjawabnya meskipun dengan jawaban singkat.
"Ayolah Sasuke, hari ini Shion tidak datang bukan? Lebih baik makan bersamaku saja" pinta gadis itu lagi.
"Tidak mau" balas Sasuke datar. Ia pun segera menelusuri seisi kelas untuk mencari pertolongan agar ia bisa bebas dari gadis yang mengganggunya itu.
"Aa, Hinata!" panggil Sasuke tiba-tiba.
"A-Ada apa?" yang dipanggil hanya menoleh bingung.
"Apakah kau mau ke kantin?" tanya Sasuke.
"Y-ya, aku lupa membawa bekalku" ucap Hinata pelan.
"Kalau begitu aku ikut! Ayo!" Sasuke segera berjalan mendahului Hinata.
"E-eh? B-baiklah" balas Hinata gugup seraya mengikuti Sasuke.
"Tumben sekali…" batin Hinata.
Sementara gadis yang baru saja mengajak Sasuke makan siang bersama hanya mendecak kesal.
"Ck menyebalkan!"
―Kembali pada Hinata dan Sasuke, mereka sudah duduk di kursi yang biasa di tempati oleh Sasuke dan Shion. Mereka hanya sibuk memakan makanan mereka tanpa saling bicara. Suasana begitu kaku. Memang, Sasuke dan Hinata berteman baik sejak SMP. Tapi mereka tak terbiasa dengan keadaan 'hanya berdua saja' tanpa Naruto. Biasanya Naruto lah yang membuka pembicaraan dan mencairkan suasana. Mungkinkah mereka kini merindukan sosok Naruto? Mungkin begitu bagi Hinata…
"Huh, tidak mungkin" batin Sasuke menepis pikirannya.
―tapi mungkin tidak bagi Sasuke.
"S-Sasuke-kun!" panggil Hinata tiba-tiba.
"Hn?" seraya menyeruput jusnya, ia sedikit melirik kearah Hinata.
"S-selamat atas p-pernikahanmu…" ucap Hinata pelan.
'Uhuk'
Sasuke pun tersedak minumannya sendiri. Meskipun ia berusaha menyembunyikan keterkejutannya, hal itu masih terlukis jelas dari raut wajahnya.
"A-apa kau tidak apa-apa?" Hinata pun menjadi panik.
"Aa, tidak apa-apa…" ucap Sasuke setelah berhenti dari aktivitas tersedaknya.
"M-Maaf, a-aku… s-salah bicara y-ya?" Hinata sedikit menunduk.
"A― tidak, bukan begitu. Hanya saja… bagaimana kau tahu?" ucap Sasuke agak ragu.
"I-itu, aku tahu dari Mikoto baa-chan" jelas Hinata.
"O-oh, begitu…"
"Jadi Ibu sudah memberitahunya?" batin Sasuke.
Sasuke dapat memaklumi hal itu. Ia tahu cepat atau lambat, Hinata pasti akan mengetahuinya. Mengingat orang tuanya juga sangat dekat dengan orang tua Hinata. Terlebih lagi mereka juga tahu hubungan persahabatan antara Sasuke, Hinata dan Naruto. Jadi, sudah pasti hal seperti ini akan diberitahukan pada mereka. Karena itulah Sasuke menganggap itu adalah hal yang mustahil untuk menyembunyikan pernikahan itu dari kedua sahabatnya. Yah lagipula, Sasuke bisa mempercayai mereka, baik Hinata maupun Naruto.
"Apa saja yang Ibu katakan?" tanya Sasuke datar.
"I-itu… K-kau di jodohkan de-dengan seseorang bernama… Ha-Haruno Sakura-san. Benarkan?" ucap Hinata ragu.
"Hn, benar…" balas Sasuke seraya menundukkan pandangannya.
Hinata merasa sedikit 'terganggu' dengan sikap Sasuke itu. Seperti ada sesuatu dalam pikirannya.
"A-apakah… kau masih… m-mengingatnya?" tanya Hinata pelan.
"Maksudmu?" Sasuke sedikit bingung.
"G-gadis yang pe-pernah kau ceritakan. Cinta p-pertamamu…" ungkap Hinata.
Sasuke terdiam sebentar. Pandangannya terlihat kosong. Hinata merasa bersalah telah membuat Sasuke kembali mengingat hal itu. Ia pun mengumpulkan keberanian untuk mengungkapkan pendapatnya.
" Sa-Sasuke-kun!" panggilnya. Sasuke hanya menoleh tanpa mengucapkan sepatah katapun.
"A-aku yakin… kau pasti… bisa menemukan penggantinya! M-maksudku… mungkin kau tak bisa melupakannya tapi… kau pasti a-akan menemukan seseorang yang akan mengobati rasa sakitmu itu! Maksudku…" Hinata tampak kebingungan dengan perkataannya sendiri.
"Hn, aku mengerti maksudmu… terima kasih Hinata" ucap Sasuke seraya tersenyum kearahnya.
Hinata pun ikut senang melihat reaksi sahabatnya itu. Sementara dari kejauhan, seseorang tak sengaja melihat kejadian itu dan sedikit salah paham. Tubuhnya terasa bergetar dan jantungnya berdegup lebih kencang dari biasanya.
"Sasuke-kun…"
"Dia tersenyum tulus…"
"…pada seorang gadis?" batinnya agak terkejut.
-#-
Sakura duduk termenung di bangku taman. Semilir angin sesekali menghembus mahkota pinknya; membuatnya melambai dengan indah. Tapi, ekspresi wajahnya tak seindah lambaian rambutnya. Ia terlihat begitu muram dan lesu.
"Kenapa aku merasa begini?" batinnya dalam sepi.
Masih terus memandangi tarian bunga-bunga, bayangan akan kejadian yang membuat hatinya sedikit tersayat juga terus menari dalam pikirannya.
"S-sebenarnya aku ini kenapa?"
Ia menyetuh dadanya yang terasa sesak. Terasa begitu sesak sampai ia menarik napasnya kuat-kuat untuk melepas perasaan itu. Sakura mulai berjalan menyusuri taman indah nan terawat milik klan Uchiha itu. Dilihatnya cahaya mentari yang terbias oleh air terjun kecil sehingga membentuk pelangi berwarna-warni. Di tambah hijaunya rumput yang begitu bersih dan segar. Teriknya matahari tak terasa karena pepohonan tua namun kokoh. Alunan yang begitu indah juga terdengar dari burung-burung yang bernyanyi. Bersatu padu dengan suara percikan air, bagaikan instrumen penyejuk hati. Ah, sungguh ia berada pada suasana yang begitu tentram…
"Tapi mengapa perasaanku tidak tenang?"
―Mungkin lingkungan belum bisa mempengaruhinya. Apakah seperih itu luka yang tergores di hatinya? Bukankah itu hanya luka kecil? Meskipun luka kecil, jika terinfeksi akan terasa begitu nyeri. Terinfeksi? Apakah ia sedang terinfeksi? Ya, dia rasa begitu. Terinfeksi dengan sesuatu bernama…
"Apakah, aku cemburu?"
―kecemburuan. Meskipun sudah beberapa hari berlalu, tampaknya ia tak dapat melupakan hal sederhana itu, yang telah membuat dadanya terasa begitu sesak.
"Hanya dengan sebuah senyuman? Aku… cemburu hanya karena itu?" lirihnya.
Apakah ia terlalu berlebihan? Itu hanyalah hal kecil. Ya sudah dikatakan tadi, luka kecil akan terasa begitu perih bila terinfeksi. Kecemburuan itulah yang menginfeksinya. Lantas, luka kecil itu apa?
― "Aku tidak marah!"
Ingatan itu kembali terputar. Ya, luka kecil itu adalah perlakuan Sasuke padanya. Sikap dingin dan cueknya akhir-akhir ini membuat Sakura begitu pilu.
"Ayolah Sakura! Kau tidak boleh sedih hanya karena itu!" ucapnya pada diri sendiri.
"Hyuuga-san adalah sahabat Sasuke-kun, ia juga merupakan kekasih sahabat Sasuke-kun yang lainnya. Wajar saja kalau Sasuke-kun bersikap lembut padanya…" Sakura berusaha menenangkan dirinya.
Tetap saja Sakura merasakan sakit dalam hatinya. Ia merutuki dirinya sendiri. Kenapa ia begitu sensitif? Lagipula siapa ia sampai berhak cemburu begini? Istrinya? Mereka hanya dijodohkan! Dan Sakura juga hanya seekedar mengidolakannya…
"Yang aku sukai itu kan… "
Memori tentang perkataannya dulu kembali terbesit diotaknya. Suka? Siapa orang yang ia maksud. Sasuke? Tidak! Ia hanya mengidolakannya selama ini. Bukan berarti ia menyukainya kan? Apalagi mencintainya! Namun mengapa… ia begitu cemburu?
"Mungkinkah… aku…"
Sakura belum pernah merasa secemburu ini. Sebelumnya saat melihat Sasuke bersama dengan Shion, perasaannya tidak seperih ini. Padahal dulu ia sempat mengira bahwa Shion adalah kekasih Sasuke. Namun mengapa sekarang, di saat sudah jelas siapa itu Hinata, ia malah cemburu? Apakah karena ia diperlakukan kasar oleh Sasuke, sedangkan Sasuke memperlakukan Hinata dengan lembut, padahal ia kan istrinya. Tunggu dulu, kalian itu dijodohkan! Jangan lupakan itu.
"Huh… mungkin aku terlalu berlebihan" Sakura menghela napasnya.
Tetapi perasaan egoisnya tak dapat membiarkan hal itu. Meskipun ia tahu bahwa ia hanya dijodohkan tapi, ia menganggap hal ini serius. Ah, apa itu berarti ia benar-benar menganggap Sasuke sebagai suaminya? Apakah ia sudah…
"Apakah aku… mencintai Sasuke-kun?"
―jatuh cinta? Sepertinya begitu. Ya, itulah kenyataannya. Perasaannya tak hanya sekedar mengidolakan. Namun lebih dari itu. Jadi, sekarang pantaskah ia cemburu?
"Argh! Aku benci memikirkan hal ini!" geramnya.
Sepertinya ia sudah tak mau ambil pusing. Tapi mau bagaimana lagi, hal itu terus menghantuinya.
"Apakah Sasuke-kun juga memiliki perasaan yang sama denganku?" pertanyaan itu tiba-tiba muncul di otaknya.
Salahkah jika ia berharap begitu? Sepertinya iya. Sasuke tampak menolak perjodohan ini sepenuhnya. Ia tak pernah menunjukan 'sesuatu' yang dapat membuktikan perasaan Sasuke padanya. Mungkin karena, perasaan itu memang tidak ada.
"Tapi setidaknya, aku tak ingin ia membenciku…" lirih Sakura.
Sakura sudah berusaha keras selama ini. Ia terus berjuang untuk membuat Sasuke yang pendiam itu mempedulikannya. Saat usahanya mulai membuahkan hasil, hanya karena ia berbicara sedikit saja dengan Sasuke di sekolah, semuanya hancur. Ia harus memulai dari awal lagi. Tidak! Lebih buruk dari itu. Di awal hubungannya dan Sasuke sama sekali tidak bermasalah, hanya tidak saling mengenal saja. Tapi sekarang, Sasuke bahkan tak mau berbicara padanya sedikitpun.
"Apakah sebaiknya, aku menyerah saja?"
Tanpa ia sadari, tetes demi tetes air mata mengalir dari pelupuknya. Ia sudah tak tahan menahan rasa sakit itu lagi. Apakah ini berlebihan? Entahlah, yang jelas ia sudah tak bisa memendam perasaan sakitnya. Meskipun ia harus menangis dalam sepi.
"Sakura? Sedang apa di sini?" panggil sebuah suara tiba-tiba.
Sakura sangat terkejut. Sontak ia menoleh kebelakang untuk melihat siapa yang memanggilnya. Di ambang pintu, berdirilah dua sosok pria idaman yang baru saja menjadi keluarganya. Itachi dan Sasuke.
"A-apa kau menangis?" tanya Itachi panik.
Ternyata saking terkejutnya, ia lupa menyeka air matanya sendiri. Sakura menjadi salah tingkah.
"A-ah tidak! Aku hanya kelilipan!" elaknya.
"Yang benar?" Itachi tampak khawatir.
"Benar. Lagipula untuk apa aku menangis? Ah aku hampir lupa! Masih ada PR yang harus kukerjakan. Kalau begitu aku permisi dulu" ucap Sakura seraya mengambil langkah seribu agar terhindar dari kecurigaan Itachi. Sementara Itachi mengalihkan pandangan penuh curiganya pada adiknya tercinta.
"Apa?" balas Sasuke ketus.
"Apakah kau melakukan sesuatu padanya?" selidik Itachi.
"Tidak" Sasuke berjalan menuju taman, meninggalkan Itachi di belakangnya.
"Tidak usah mengelak Sasuke. Ceritakan saja!" ucap Itachi seraya mengejar adiknya.
"Tidak usah ikut campur urusan orang lain" ucap Sasuke dingin.
"Nah benar kan. Pasti ada masalah" ucap Itachi dengan nada cukup senang karena berhasil membuat Sasuke mengaku secara tidak langsung.
"Bukan aku yang memulai…" Sasuke mengalihkan pandangannya dari wajah Itachi.
"Apa kau setega itu sampai membuatnya menangis?" ucap Itachi datar.
"Dia sudah bilang kalau dia hanya kelilipan kan?" Sasuke memutar bola matanya.
"Kau itu pura-pura bodoh, atau memang bodoh? Sudah jelas kalau dia itu berbohong! Dia pasti menangis, aku ini tidak buta Sasuke" balas Itachi agak kesal.
Sasuke hanya tertunduk diam. Ia sama sekali tak menggubris perkataan Itachi.
"Ceritakan saja padaku, kau tahu aku akan selalu mendengarkan kan?" ucap Itachi dengan lembut seraya menepuk pelan pundak Sasuke.
"Aku… sudah tidak tahu mau bersikap bagaimana" lirih Sasuke.
"Maksudmu? Tentang perjodohan lagi?" tanya Itachi.
"Hn" Sasuke hanya menjawab pelan.
"Kenapa kau tidak bisa menerimanya juga sih?" keluh Itachi.
"Kau harusnya mengerti kan? Kau harusnya tahu kondisiku!" balas Sasuke kesal.
"Maaf… tapi Sasuke, aku pikir kau harus melupakannya…" ucap Itachi.
"Tidak… aku tidak bisa…" balas Sasuke pilu.
-#-
"Sakura!" panggil gadis blonde di hadapannya.
"Ada apa pig?" tanyanya lesu.
"Kau kenapa sih? Sudah berapa lama kau seperti ini? Kau sedang ada masalah?" tanya gadis itu khawatir.
"Terima kasih Ino, sudah mengkhawatirkanku. Tapi aku tidak memiliki masalah apapun kok" sangkal Sakura.
"Kau… sepertinya ada banyak hal yang kau sembunyikan dariku…" lirih Ino.
"T-Tidak! Itu tidak benar!" ucap Sakura seraya menggeleng cepat.
"Sakura…" Ino menatapnya dengan tatapan serius.
"Maaf Ino, aku tak bisa memberitahumu sekarang…" balas Sakura.
Sakura menunduk penuh penyesalan. Ingin sekali ia memberitahu Ino, meminta pendapat, meminta dukungan, tapi tak bisa. Hanya dengan berbicara sedikit pada Sasuke saja sudah membuatnya semarah itu, apalagi sampai memberitahu Ino masalah ini. Sakura tak ingin membuat semuanya menjadi lebih buruk, dan ia juga tak mau Ino sampai terlibat dalam masalah.
"Baiklah. Tapi, kalau kau mau menceritakannya, aku akan selalu siap mendengarkan! Jadi jangan ragu ya…" ucap Ino dengan senyum tulus.
"T-terimakasih… Ino" setetes air mata jatuh dari manik emeraldnya. Ia begitu tersanjung dengan kebaikan hati sahabatnya itu.
"Ah Sakura… jangan menangis begitu! Kau berlebihan deh, hahaha" Ino membalasnya dengan tawaan kecil.
"Ahahaha, maaf… mungkin aku terlalu terbawa suasana" Sakura pun ikut tertawa bersamanya.
"Eh? Jadi perkataanku tadi begitu hebat ya? Sampai bisa membuatmu terharu begitu! Hahaha…" balas Ino percaya diri.
"Sok sekali kau!" ucap Sakura ditengah tawanya.
Untunglah ada Ino. Walau sejenak, ia dapat melupakan kesedihannya. Setidaknya waktu miliknya disekolah, tak diselimuti kesedihan berkat sahabat baiknya itu.
.
"Terima kasih banyak, Ino"
.
-#-
"Ah… lelahnya…"
Sakura segera membaringkan tubuhnya di atas kasur. Ia tampak begitu kelelahan dengan tugas-tugas sekolah, di tambah lagi beberapa pekerjaan rumah yang harus ia lakukan sampai mentari berganti bulan. Namun, melihat semua pekerjaannya berakhir dengan memuaskan dapat sedikit mengobati rasa lelahnya. Hanya saja, ada satu hal yang mengganjal pikirannya…
"Sasuke-kun masih belum pulang?"
Ia menatap kearah jendela yang memberinya akses untuk melihat taburan bintang. Tiba-tiba, sosok Sasuke lah yang muncul saat ia menatap dalam bintang-bintang itu.
"Kenapa ia sering pulang malam ya? Apakah ia baik-baik saja?" batinnya khawatir.
Sakura pun mendudukkan dirinya di pinggir kasur. Ia berpikir apa alasan yang membuat Sasuke belum pulang juga. Ia pun beranjak keluar kamar dan mencoba bertanya pada Itachi, tetapi jawaban yang didapatkannya…
"Aku sudah menghubunginya tadi, sebentar lagi ia pasti akan pulang kok. Tidak usah khawatir"
―kurang memuaskan. Tapi ia mencoba untuk mempercayai Itachi. Akhirnya berjalan menuju halaman depan rumah. Ia memutuskan untuk menunggu Sasuke di sana, sambil menikmati sejuknya udara malam. Tak lama, sosok yang dinanti mulai terlihat. Meskipun dari kejauhan, Sakura tahu betul bahwa itu adalah Sasuke. Ia terlihat mulai memasuki halaman depan dan berjalan gontai menuju pintu rumah. Sakura segera bangkit dan berlari menghampirinya.
"Sasuke-kun, kau dari mana saja?" ucap Sakura panik.
"Bukan urusanmu" jawab Sasuke datar.
Sasuke pun segera berjalan melewatinya begitu saja. Sakura kembali merasa sedih melihat perlakuan Sasuke yang masih saja dingin padanya. Ia pun ikut menyusul Sasuke masuk dan menuju ke dalam kamar.
"Aku sudah bilang, tinggalkan aku sendiri!" omel Sasuke.
"T-tapi aku hanya ingin meminta maaf…" lirih Sakura.
"Aku ingin sendiri. Kau mengerti?" balas Sasuke ketus.
Ia pun membalikkan tubuhnya membelakangi Sakura dan melelapkan diri. Itulah yang terjadi pada mereka setelah beberapa menit berada di kamar. Hanya ada perdebatan yang hampir sama setiap harinya.
Akhirnya ia memilih keluar menuju balkon untuk menghirup udara segar sekaligus menenangkan pikiran. Meskipun begitu, pikirannya masih saja kacau karena ulah bungsu Uchiha itu. Ia pun memilih untuk berdiam diri di tepi balkon sambil memikirkan 'Apa yang salah dengan dirinya?'. Selang beberapa menit, Sakura merasa tidak nyaman karena ia tak tahu mau melakukan apa. Karena bosan, ia pun kembali keluar kamar dan turun ke ruang tamu. Ia menemukan Shion, yang sudah beberapa hari ini tak datang, sedang duduk dengan manis sambil sesekali tertawa bersama dengan Mikoto.
"Ah! Sudah lama tak bertemu, Sakura!" sahut Shion begitu ia menyadari kehadiran Sakura.
"S-Shion-san!" Sakura balik menyapa seraya tersenyum.
Shion pun segera menghambur kearah Sakura dan memeluknya. Mereka sudah sangat akrab bagaikan kakak dan adik kandung.
"Aku sangat merindukanmu!" ucap Shion penuh semangat.
"Aku juga!" balas Sakura yang tak kalah semangat.
"Hey, ayo jalan-jalan ke taman! Sudah lama aku tidak kesana" ajak Shion dengan mata berbinar.
"T-tapi kan ini sudah malam, kalau kita ke taman bisa-bisa masuk angin" balas Sakura ragu.
"Sebentar saja kok! Ayolah…" Shion memohon dengan puppy eyesnya.
"B-baiklah…" Sakura pun akhirnya menyetujui.
Shion segera menarik lengan Sakura menuju taman di belakang kediaman klan Uchiha itu. Begitu ana pa, harum bunga-bunga dapat tercium dari segala penjuru. Meskipun di malam hari, gelap tak menutupi keindahan taman itu. Suasana begitu tenang, dengan langit yang bertabur bintang, gemersik air mancur yang mengalun dengan indahnya, ditambah udara yang begitu menyegarkan membuat semuanya sempurna.
"Aaah, di sini benar-benar nyaman" ucap Shion seraya menutup matanya, menyesapi udara segar dan aroma harum yang berasal dari bunga-bunga.
Sesekali hembusan angin menerpa helaiannya. Warna pirang yang kontras dengan langit malam membuat mahkotanya terlihat begitu indah. Sakura merasa agak iri dengan gadis yang telah berhasil merebut hati salah satu pangeran Uchiha itu. Tubuhnya yang dibalut dress halter straps selutut berwarna ungu, ditambah corak yang mirip dengan sisik ikan dan pita hitam yang melingkari pinggangnya, membuatnya terlihat elegant. Sementara Sakura hanya mengenakan baju tidur berwarna pink dengan motif kelopak bunga sakura. Membuat Sakura semakin tidak percaya diri.
"Hey Sakura" suara lembut tiba-tiba Shion memanggilnya.
"Ada apa?" ucap Sakura sambil menatap punggung Shion.
"Apa kau ada masalah dengan Sasuke?" masih dengan posisi membelakangi Sakura, Shion mengatakan hal itu dengan pelan.
"Eh? T-tidak ada" elak Sakura.
Shion pun membalikkan tubuhnya, ia menatap Sakura dengan intens. Melihat keseriusan ekspresi Shion, Sakura sedikit terkejut. Selang beberapa detik, Shion menarik kedua sudut bibirnya untuk mencairkan suasana.
"Katakan saja padaku" ucapnya lembut.
Sakura sedikit menunduk. Maniknya mencoba lari dari tatapan milik Shion yang serius namun lembut.
"Sebenarnya ada sedikit masalah, t-tapi bukan masalah yang serius!" ucap Sakura dengan senyum yang dipaksakan.
Shion mulai melangkahkan kakinya, menyusuri rumput-rumput hijau. Matanya kembali terpejam untuk menikmati suasana yang begitu menenangkan ini.
"Terakhir kali aku kesini, kulihat Sasuke sedikit berubah" ucapnya.
Sakura pun ikut menyusul Shion, ia berusaha menyamakan posisinya sehingga ia berdiri berdampingan dengan calon kakak iparnya itu.
"Berubah? Maksudnya?" tanya Sakura tak mengerti. Shion tersenyum tipis.
"Dia terlihat lebih ceria, kau tahu?" balas Shion tanpa menghilangkan senyumannya.
"Benarkah?" Sakura terdiam sebentar. Ia kembali mengingat-ingat bagaimana sikap Sasuke sejak awal mereka bertemu sampai sekarang ini.
"Dia terlihat seperti dulu lagi, aku senang" ucap Shion.
"Seperti dulu?" lagi-lagi Sakura membalasnya dengan pertanyaan.
"Ya. Dulu Sasuke terlihat begitu ceria, tapi sekarang… yah kau tahu sendiri lah" ucap Shion dengan ekspresi murung.
"Karena itulah, saat melihat sifat lama Sasuke itu perlahan kembali, aku ikut senang. Kurasa, kau lah yang sudah merubahnya" Shion melanjutka kata-katannya dengan senyuman.
"A-aku? Tidak mungkin! Aku tidak melakukan apapun…" bantah Sakura.
"Kurasa kau telah membuatnya merasa nyaman" ucap Shion seraya menyeringai jahil.
"Eh! T-tidak mungkin!" wajah Sakura terasa memanas.
"L-lagipula… sekarang Sasuke-kun sedang marah padaku…" lirih Sakura.
"Huh…" Shion mendesah pelan.
"Aku tahu. Aku bisa melihat perubahan sikapnya yang kembali menjadi dingin seperti biasanya" lanjut Shion.
"Aku tidak mengerti… aku hanya memberikannya buku catatan miliknya karena tertinggal. Aku bahkan beralasan bahwa aku menemukan buku itu di koridor sekolah agar tidak terlihat mencurigakan. Padahal menurutku hal itu takkan pernah membocorkan fakta tentang perjodohan ini. Tapi ia terlihat begitu kesal…" keluh Sakura.
"Kau harus terbiasa" ucap Shion pelan.
"Semenjak SMP, Sasuke berubah sikapnya menjadi dingin. Ia bahkan sering menanggapi sesuatu secara berlebihan. Mungkin karena tekanan batin, tapi ia tak pernah bisa melupakan masalah masa lalunya itu. Aku baru tahu, ternyata laki-laki populer idaman banyak gadis kalau sedang patah hati sampai seperti itu…" lanjutnya seraya bersandar di kursi taman.
"Patah hati? Apa maksudnya?" tanya Sakura bingung.
"Sebelumnya aku mau minta maaf, aku tak bermaksud memanfaatkanmu, tapi…" Shion tampak bingung untuk mengungkapkannya.
"Ada apa?" Sakura pun memutuskan untuk duduk di samping Shion.
"Kau tahu kan apa tujuan orang tua Sasuke dan Itachi-kun menjodohkanmu?" tanya Shion dengan serius.
"Iya aku tahu" balas Sakura tenang.
"Tapi, tujuanku dan Itachi-kun untuk menyetujui perjodohan itu berbeda dengan mereka" ucap Shion.
"Sasuke… sekali dalam seumur hidupnya sampai saat ini, ia jatuh cinta. Dan lucunya, itu terjadi saat ia masih duduk di kelas 5 sekolah dasar. Kau bayangkan! Pangeran es seperti Sasuke jatuh cinta di umur semuda itu! Hahaha, aku terkadang tertawa mengingatnya…" lanjut Shion diselingi tawaan kecil.
"Eh? Benarkah! K-kupikir ia tak pernah jatuh cinta…" ucap Sakura terkejut.
"Hahaha, jangan kecewa ya!" ucap Shion.
"Tapi… karena cinta pertamanya itu juga ia berubah" ekspresi Shion pun berubah sedih.
"Maksudnya?" Sakura sedikit memiringkan kepalanya.
"Sebenarnya Sasuke menyuruhku merahasiakannya, tapi kupikir kau harus tahu karena kau adalah istrinya" ucap Shion.
"Dulu, ada seorang gadis yang sangat dicintainya. Tapi Sasuke bilang, gadis itu sekarang sudah tidak ada…" sambung Shion.
"M-maksudnya tidak ada itu apa?!" Sakura tampak terkejut.
"Entahlah, Sasuke tak pernah memberitahuku. Tapi mungkin saja maksudnya… yah kau tahu lah… Mungkin gadis itu sekarang sudah tak di dunia ini lagi, kalau tidak kenapa Sasuke sampai sesedih itu?" jelas Shion sedih.
"Tidak mungkin…" Sakura shock mendengar cerita Shion.
"Karena itulah sikapnya berubah. Tepatnya di awal ia masuk SMP. Ia menjadi anti-social. Menurut Itachi-kun, ia bahkan tak pernah berhenti memikirkan gadis itu…" Shion terlihat semakin sedih.
"Kau tahu, bagiku Sasuke itu sudah seperti adikku sendiri. Aku tak ingin melihatnya terus bersedih. Tapi kenyataannya, sampai di hari pernikahan kalian… ia masih belum bisa melupakan cinta pertamanya itu" lanjut Shion.
"Jadi selama ini, Sasuke-kun masih memikirkan gadis itu? Selama ini ia patah hati?" Sakura tampak khawatir.
"Begitulah…" Shion menghela napasnya.
"Karena itu, aku berharap dengan ia menikah denganmu, ia dapat melupakan masa lalunya yang suram itu. Mau sampai kapan ia terus memikirkan gadis itu? Apa ia berharap mendapatkan seseorang yang sudah tiada? Untuk apa ia selalu mengejar sosok yang bahkan tak bisa ia temui lagi?" lirih Shion.
"Aku ragu… Apakah mungkin aku bisa menggantikan gadis itu? Ia terlihat begitu berharga bagi Sasuke…" ucap Sakura pelan.
"Maaf, aku telah memanfaatkanmu…" ucap Shion sendu.
Sakura merasa bersalah saat melihat reaksi Shion. Ia terlihat begitu rapuh. Sakura merasa bahwa ia telah menghancurkan harapan yang dipercayakan oleh Shion padanya. Ia kembali berpikir, tentang apa yang akan dia lakukan nantinya. Meskipun berat, kini ia telah yakin dengan jawabannya. Ia mengepalkan tangannya dan memandang Shion dengan tatapan serius.
"Aku… akan tetap berusaha!" ucap Sakura.
Shion pun menoleh kearahnya dengan bingung.
"Aku akan berusaha mengembalikan Sasuke-kun seperti dulu! Aku akan membuatnya ceria lagi! Percayakan saja hal ini padaku" tekadnya.
"Sakura…" gumam Shion pelan.
Shion pun segera memeluk Sakura dengan erat. Sakura tampak terkejut tapi ia tetap membalas pelukan Shion.
"Terima kasih… Maaf kalau aku memaksamu…" ucap Shion dengan suara parau.
"Tidak apa-apa. Ini keinginanku sendiri" ucap Sakura dengan lembut.
"Bagaimana aku membalasmu?" ucap Shion masih dengan nada sendu.
"Tidak perlu. Semua yang kau lakukan untukku sudah cukup untuk membalasnya, bahkan lebih… Aku lah yang seharusnya berterima kasih" ucap Sakura sambil berusaha menenangkan Shion.
Di malam yang sepi, dingin, dan tenang itu, satu lagi fakta tentang Sasuke ia ketahui.
#To be continued#
A/N:
Ah maaf kalo chapter ini mengecewakan :( Soalnya otakku lagi miskin ide X'D Dan maaf juga karena updatenya lama -.-
Oke sekarang bales review dulu deh...
hanazono yuri: Oke udah lanjut XD
Kiki Kim: Terima kasih XD Udah lanjut...
Phanie0312: OKE! Udah next kok XD
Guest: Kalo membosankan bisa tekan tombol back ya ;)
dianarndraha: Udah dijelasin di chapter ini kan? XD
lija lizy: Oke udah next, terima kasih atas pujiannya XD Disini gak bisa tag loh XD
Guest (lagi XD): Hahaha, udah terjawab di chapter ini yaa :) Ini udah lanjut XD
Untuk semua, terima kasih atas review kalian yang sangaaaat berharga :') Terima kasih untuk semua yang udah baca baik yang cuma jadi silent reader, atau udah review, follow, dan fav, semuanya terimakasih banyak XD Sampai jumpa di chapter depan :)
