Hallo readers semua! Kali ini author kembali dengan apdetan terbaru ff Akhir Penantian(?)

Tunggu! Apdetan terbaru? Jadi, ini chapter ke-8? Chapter terakhir dong?

Bingo! Betul sekali! Ini adalah chapter terakhir dari Akhir Penantian(?) kali ini... Sedih ngga? Sedih? Ngga? Yah sedih dong, klo ga sedih yg selanjutnya jd fail soalnya... /ngarep/ hahahahaha

Jangan sedih para readers! Karena Akhir Penantian(?) akan segera muncul kembali dengan season keduanya! Daaan~ di season kedua nanti akan lebih berasa ShinShi-nyaa... /spoiler dikit/ Jadi, untuk para penggemar ShinShi jangan putus asa kalo di ending musim pertama sebentar ini bakal ada yg mengecewakan hehe *ngabur* karena yg terbaik kan adalah yg bahagia di akhir /apasih/

Terima kasih saya ucapkan kepada para readers yg tetap setia mengikuti hingga akhir dari musim pertama fanfic ini. Terima kasih jg utk segala dukungan baik berupa reviews, favorites maupun pm yg masuk ke author... Kalau nanti season keduanya muncul, dukungan buat author makin kenceng ya HAHAHA

Okay, tanpa berlama-lama lagi... This is the last chapter of Akhir Penantian(?) Season 1. Please read and review, enjoy it!


I don't own Detective Conan

All characters belong to © Gosho, Aoyama

CaseClosed/Detective Conan (Fanfiction) Series

AKHIR PENANTIAN(?)


CHAPTER 8

Akhir Penantian (?)

Pagi itu adalah hari yang tidak biasa di SMA Teitan, suasana begitu riuh dengan kerumunan yang berpusat di suatu titik di dekat gerbang. Ran dan Sonoko yang awalnya berjalan dengan santai pun bingung dan penasaran dengan keramaian itu. "Ada apa ini?" tanya Ran kepada Sonoko. "Entahlah, mungkin mereka sudah benar-benar bersemangat untuk berangkat ke Kyoto?" Sonoko malah bertanya balik.

"Hei, ada apa?" tanya Ran kepada salah satu teman sekelasnya sambil mendekati kerumunan. "Oi, kawan-kawan! Berikan jalan! Istrinya sudah datang!" teriak temannya itu yang diikuti kebingungan Ran. Sontak kerumunan yang sudah riuh itu semakin riuh dan membelah dua memberikan jalan untuk Ran lewat menuju ke sumber keramaian tersebut. Kini, tidak ada penghalang lagi di antara keduanya saat Ran menatap sesosok pria yang kini memberikan cengiran kepadanya itu.

"Ah, halo, Ran," kata Shinichi sambil menggaruk kepalanya. Ran merasakan suatu kelegaan di hatinya melihat sosok orang yang paling ia tunggu kehadirannya. Kini ia tidak bisa mengendalikan rasa bahagianya dan berlari ke arah Shinichi dan memeluknya. Shinichi tidak bisa berbuat apa-apa mendapatkan pelukan yang tiba-tiba itu dan kini Ran sudah menangis di bahunya. "Shinichi, kumohon jangan tinggalkan aku lagi," kata Ran tidak peduli lagi dengan sekelilingnya. Ia ingin menjadi sedikit egois untuk tidak lagi melepaskan Shinichi. Ia tidak peduli lagi untuk menanyakan apakah Shinichi benar adalah Conan, yang terpenting, Shinichi-nya telah kembali.

Lama Shinichi membiarkan Ran memeluknya dan menjadi tontonan teman-temannya. Ia menggenggam erat bahu Ran dan menatap dalam ke wajah Ran. "Aku tidak akan pergi lagi, Ran. Kini kita akan selalu bersama selama kau menginginkan itu," kata Shinichi sambil menghapus air mata dari pipi Ran.

Ran tersenyum mendengar jawaban itu, ia memegang tangan Shinichi yang ada di pipinya. "Tentu saja, Shinichi! Aku selalu menginginkan kita bisa bersama-sama lagi seperti dulu!" Kini giliran Shinichi yang memeluk Ran dan ia berjanji dalam hati untuk tidak lagi meninggalkan Ran selama Ran menginginkannya. "Aku berjanji kita akan selalu bersama, Ran. Bukankah itu yang kau inginkan?" kata Shinichi dalam hati.

Ai Haibara, ah bukan, Shiho Miyano berjalan santai menyusuri deretan butik yang ada di Shibuya. Sudah empat hari ia menikmati wujud asalnya ini. Dengan wujudnya sekarang, bukan sekadar impian lagi untuk membeli dan menggunakan koleksi fashion yang ia inginkan selama berwujud Ai Haibara. Kedua tangannya kini penuh dengan tas belanjaan. Ia melangkah menuju ke stasiun untuk mengambil kereta pulang ke rumah Hakase.

xx

"Hakase, aku pulang!" sapa Shiho saat memasuki rumah.

"Ah, kau sudah pulang, Ai-kun," ucap Hakase. Biarpun ia sudah kembali ke wujud aslinya, ia tetap mengizinkan Hakase memanggilnya dengan nama itu. "Tadi ada telepon untukmu dari Jodie-san, kupikir penting karena ia memintamu untuk segera meneleponnya," jelas Hakase.

"Aku mengerti. Arigatou, Hakase," jawabnya.

Shiho menuju ke kamar dan mengambil handphonenya. Ia memandang ke arah koper yang telah tersusun rapi. Jika Jodie seperti itu, berarti saatnya sudah tiba. Ia mencari nomor Jodie di kontaknya dan membuat panggilan.

"Waktunya sudah tiba, mereka sudah tahu dan kini mulai mencarimu," suara di seberang sana terlihat tegas sekaligus cemas. Shiho mendengar sedikit kekhawatiran di sana.

"Tenang saja, aku sudah mempersiapkan segalanya," jawab Shiho.

When the rain falls down,

When it all turns around,

When the light goes out,

It's all too astounding to comprehend

xx

"Eh? Hokkaido? Kenapa mendadak begini?" tanya Hakase kaget.

"Maafkan aku, Hakase, tapi aku juga baru mendapat kabarnya. Ia memaksaku untuk bertemu saat kubilang bahwa aku telah kembali," ujar Shiho berbohong.

"Tapi, kenapa kau tidak pernah menceritakan kalau kau masih punya kerabat jauh?" selidik Hakase.

"Aku juga baru menemukan kembali kontaknya saat membuka email-email lamaku, kupikir dia sudah melupakanku," kembali Shiho berbohong.

Berat rasanya Hakase melepas kepergian Shiho. "Tenanglah, Hakase, aku tidak akan lama. Aku akan segera memberi kabar jika aku sudah sampai," Shiho berusaha menenangkan sosok yang sudah ia anggap ayahnya itu.

"Apakah perlu kuantar ke bandara? Apa kau sudah membeli tiketnya?" Sebenarnya bukan kata-kata itu yang ingin diucapkan Hakase, tapi lidahnya kelu dan hanya mampu mengeluarkan pertanyaan itu.

"Jangan khawatir, Hakase. Aku sudah memesan taksi dan tiket secara online, aku akan baik-baik saja. Jaga diri selama aku pergi ya," Shiho menghampiri dan memeluknya. Air mata sedikit menetes dari wajah professor tua itu.

"Satu lagi Hakase, bisakah kau merahasiakan kepergianku dari Kudo-kun?" tanya Shiho.

"Eh, tapi kenapa?" tanya Hakase bingung menatapnya.

"Tidak apa-apa, aku hanya tidak mau ia berpikir berlebihan tentangku. Ia sudah punya kehidupannya sendiri, lagipula aku bukan lagi Ai Haibara yang harus ia lindungi," jawab Shiho tegas. Tapi Hakase merasakan hal lain dari pernyataan Shiho tadi.

"Baiklah, aku tidak akan bilang," jawab Hakase. "Taksinya sudah datang," ujar Hakase lagi.

"Baiklah, aku pergi dulu. Jaaa, Hakase... Jangan lupa untuk memperhatikan menu sehat yang sudah kutinggalkan," Shiho melambaikan tangan dan masuk ke dalam taksi sementara sang supir memasukkan koper Shiho ke bagasi. Hakase memandang kepergiannya dengan sedih. "Entah kenapa aku merasa tidak akan melihatnya lagi untuk beberapa waktu," batin Hakase.

"Ke mana nona?" tanya supir taksi itu.

"Kantor Kepolisian Metropolitan," jawab Shiho singkat.

xx

Shiho menyeret kopernya ke arah meja front office di kantor itu.

"Ada yang bisa saya bantu, nona?" tanya petugas itu ramah.

"Ah, aku ingin bertemu dengan Inspektur Megure," jawab Shiho.

"Apakah Anda sudah membuat janji sebelumnya?" tanya petugas itu lagi.

"Belum, tapi kalau kau memberitahu tentangku mungkin ia akan mengerti," ujar Shiho dengan penuh percaya diri.

"Baiklah, boleh saya tahu nama dan keperluan Anda?" petugas itu menyodorkan daftar seperti buku tamu kepada Shiho dan sebuah bolpoin seraya membuat panggilan telepon ke Divisi Kejahatan Kekerasan tempat Inspektur Megure bertugas.

It's just the beginning,

This isn't the end...

Shiho mendorong daftar itu kemudian menjawab, "Sampaikan kepada Inspektur, aku Shiho Miyano dan aku datang untuk menyerahkan diri."

- END OF SEASON 1 -


COMING UP IN NEXT SEASON

"Kau gila? Kau menggabungkannya dengan anggota kawanan itu yang lain? Kau menggabungkannya dengan Vermouth?" kekesalan Jodie memuncak.

xx

"Jadi, apa menurutmu sebenarnya organisasi itu belum hancur?" tanya Yukiko.

xx

"Tapi itu tidak berarti kau bebas dari segala tuntutan, Miyano-san," kata Yusaku. Ketegasan suaranya seperti detektif itu, tapi dengan warna suara yang lebih gelap.

xx

"Seorang detektif cerdas dan seorang ilmuwan yang membantu dari sisi sains, mereka benar-benar cocok ya?" kata Sato.

xx

Ia menembak secara tiba-tiba ke arah Shinichi yang tepat berada di depannya tanpa bisa dicegah oleh Takagi! ... "Ambulans! Cepat panggil ambulans! Ada petugas terluka di sini!" teriak Takagi. "Bertahanlah...," kata Takagi lagi.