Sakura bingung. Sepulang dari acara kencan pertamanya dengan Kakashi, dia bertemu dengan Sasuke di depan gedung flatnya. Ekspresi Sasuke memang datar seperti biasa, hanya saja tatapan mata gelapnya yang dingin-menusuk, membuat Sakura bergidik ngeri. Dia pikir Sasuke marah, tapi marah karena apa, Sakura tak tahu.

Satu-satunya Uchiha yang tersisa itu bertanya padanya, apakah dia berkencan dengan Kakashi atau tidak? Dan saat Sakura menjawab iya sambil meringis salah tingkah, tanpa permisi Sasuke langsung menghilang, pergi dari sana.

"Sebenarnya kau kenapa, Sasuke-kun?" gumamnya pelan sambil menjatuhkan diri, berbaring di atas tempat tidur. Ingatan tentang Sasuke saat dia meninggalkan desa di usia mereka yang waktu itu baru tiga belas tahun, mulai beputar dalam memorinya. Permohonan Sakura pada Sasuke, agar pemuda itu membawa dia ikut serta, yang langsung ditolak oleh Sasuke.

"Saat dia meninggalkan desa setelah perang dunia ninja, dia juga menolak membawaku," Sakura menggerutu sendiri. "Dia bilang dia akan menemuiku ketika pulang ke Konoha, tapi dia malah bersama Karin." Dia mengoceh sebal.

Bayangan tentang Karin yang memeluk posesif lengan Sasuke, saat mereka bertemu di ruang kerja Hokage tadi pagi, kembali melintas di kepala Sakura. Dan itu membuat mood-nya buruk.

'Shanarooo. Uchiha sialan! Tidak usah berjanji kalau hanya menyakiti hatiku lagi.' batinnya gemas sambil mengepalkan tinju, lalu memukul tempat tidurnya.

KRAKK!

BUAK!

"Aduh!"

Dalam hati Sakura merutuki dirinya karena melupakan kekuatannya sendiri, tempat tidurnya patah jadi dua.

.

.

.

"Antarkan ini pada Kakashi, dan suruh dia mengajak Sakura ke pemandian air panas di sebelah selatan desa."

Mata Shizune melotot melihat potongan kertas yang diberikan Sang guru padanya.

"Karcis pemandian air panas untuk pasangan?" tanya Shizune ngeri.

Meminum sakenya, perempuan pirang bertubuh aduhai itu menatap muridnya datar.

"Iya. Aku membayar karcis itu untuk mereka berdua. Memangnya kenapa?"

Si jounin medis Konoha berparas cantik tersebut menelan ludah gugup. Pengalamam mengajarkan, bahwa dia harus berhati-hati mengeluarkan pertanyaan pada nenek-nenek yang sedang mabuk, karena akibatnya bisa berbahaya. Kalau nenek-nenek biasa sih tidak apa-apa, lah ini nenek-nenek legenda kalah judi yang tinjunya bisa membawa musibah.

"Apa ini tidak berbahaya? M-maksudku untuk Sakura," Shizune buru-buru menambahkan, ketika mata cokelat Tsunade berkilat menyeramkan, "menyuruh gadis muda dan laki-laki dewasa ke pemandian air panas, dan berendam di kolam untuk pasangan. Itu ...," wajah Shizune memerah, bingung dengan penyusunan kalimat berikutnya. "Bisa terjadi sesuatu yang tidak pantas diantara mereka berdua, Nona Tsunade."

Tawa mabuk Tsunade meledak. Shizune bergidik, dan Tonton yang sejak tadi ada dalam pelukan tuannya menguik.

"Justru kejadian itu yang kuharapkan. Hihihi. Hik."

"Apa?" Shizune melotot lagi. Apa-apaan Nona Tsunade? Melemparkan muridnya sendiri ke kandang macan. Apa dia tidak tahu, kalau Hatake Kakashi itu penggemar novel erotis karangan Sanin Jiraiya? Itu berarti kadar kemesuman Kakashi sama tingginya dengan si Pertapa genit (menurut bahasa Naruto).

"Kalau sesuatu terjadi diantara Kakashi dan Sakura, itu berarti kita bisa menikahkan mereka. Hik."

"T-tapi Nona Tsunade, apakah anda tidak memikirkan perasaan Sakura pada Sasuke? Aku dengar Uchiha Sasuke sudah kembali ke Konoha." Shizune merasa kasihan pada juniornya yang harus menerima sikap over posesif dari Sang guru. Berawal dari keperihatinan Tsunade akan kelakuan Sakura yang menyibukan dirinya dengan pekerjaan, dan menutup diri untuk bergaul dengan laki-laki setelah kepergian Sasuke. Tsunade kemudian mengadakan kencan buta untuk Sakura dengan beberapa shinobi dari Konoha dan desa lain. Kakashi sih shinobi yang kesekian. Tsunade mengancam Sakura, akan menikahkan gadis merah muda itu dengan Rock Lee, kalau dia tidak mau mengikuti kencan buta yang dia adakan. Sehingga Sakura terpaksa mengikuti kemauan gurunya.

"Hik. Aku juga tahu kalau si bocah Uchiha itu ada di Konoha. Hik. Jika dia memang memiliki perasaan pada Sakura, dia tentu akan mengambil tindakan cepat mengenai hubungan Sakura dengan Kakashi."

"Oh."

"Sekarang, cepat pergi ke tempat Kakashi! Kalau kau berbicara atau bertanya lagi, maka ...," Trak! Botol sake yang ada di tangan Tsunade pecah.

Melihat itu buru-buru Shizune pamit dan segera pergi dari sana.

Shizune berjalan menuju kantor Hokage sambil menggerutu. Walau hari sudah hampir malam, Shizune tahu Kakashi masih berada di kantornya. Masalah bertubi-tubi yang menimpa Konoha belakangan ini, membuat Hokage keenam itu terpaksa lembur. Berakhirnya perang dunia ninja keempat tidak berarti membuat kedamaian datang. Beberapa hari yang lalu, sekelompok ninja dari negeri udara mencoba menyusup masuk dan mencuri data-data tentang Konoha, namun beruntung beberapa shinobi dari klan Aburame berhasil meringkus mereka. Para ninja dari negeri udara tersebut, terluka disekujur tubuh akibat serangan dan gigitan serangga.

Lalu sebelum itu, ada beberapa anak kecil dari klan pemilik kakei genkai, yang orang tuanya meninggal saat perang dunia ninja, diculik dari Konoha. Mereka menghilang selama beberapa hari, dan kemudian ditemukan oleh tim InoShikaChou disekap di sebuah gua di salah satu hutan di negeri sayur. Selain dari anak-anak itu, tidak ditemukan siapapun di gua tersebut. Konoha mencurigai Orochimaru sebagai pelakunya, karena gua tempat ditemukannya anak-anak tersebut memiliki fasilitas seperti sebuah laboratorium. Namun selain dari itu tak ada bukti yang mengarahkan Orochimaru sebagai pelakunya.

Dan masih ada lagi kejadian lain sebelum kejadian tersebut, banyak malah. Hanya saja Shizune tidak mau memikirkannya, karena kesal pada kalakuan Tsunade yang terlalu ikut campur pada kehidupan pribadi muridnya.

Kantor Hokage sudah dekat, hanya berjarak beberapa meter lagi. Shizune berhenti ketika sebuah suara memanggilnya. "Shizune!"

Dia menoleh, dan mendapati Genma Shiranui dan Sai dari Ne Anbu berjalan menghampiri.

"Mau ke kantor Hokage?" lelaki yang gemar menggigiti jarum beracun berbentuk tusuk gigi itu memamerkan senyum terbaik yang membuat jantung Shizune melompat ke tenggorokan.

"I-iya," jawab Shizune kikuk sambil menyembunyikan karcis pemandian air panas, untuk Kakashi, dan Sakura di belakang punggung. Dia tidak mau Genma salah paham.

"Kalau begitu ayo kita pergi bersama."

Mereka berjalan santai dalam keheningan yang kaku. Sai bukan orang yang banyak bicara, dibesarkan oleh Danzou di Ne, membuatnya menjadi orang yang tumpul emosi. Berada di tim tujuh didikan Kakashi selama beberapa lama, membuat pemuda berkulit pucat itu mulai tertarik mempelajari emosi manusia. Dia memperhatikan kedua orang di depannya. Jika biasanya yang menjadi objek penelitian emosi Sai adalah Sakura dan Naruto, yang memiliki emosi meledak-ledak dan mudah ditebak. Sekarang dia mengalihkan penelitiannya pada Genma Shiranui dan Shizune yang sama-sama kalem. Itu membuatnya bingung.

Dengan muka sedatar papan kayu, dia mengeluarkan buku pemberian Kakashi dari sakunya.

"Aku dengar kalian berdua mendapatkan misi yang sulit tentang kudeta yang akan terjadi di desa kita," Shizune memulai pembicaraan. Ekspresinya serius. Dia mendapatkan informasi itu dari Nona Tsunade, walau telah pensiun sebagai Hokage, namun dia selalu diberitahu oleh Kakashi tentang segala hal yang menimpa desa.

"Ah. Itulah yang ingin kami laporkan, keadaan makin gawat. Para buronan dari desa ninja yang dibayar oleh salah satu pejabat desa kita untuk melakukan kudeta, beberapa diantaranya telah menyusup masuk ke Konoha. Salah satunya adalah mantan jounin dari Kumogakure, yang pernah berusaha membunuh Raikage dan Killer Bee," jelas Genma.

"Ah. Ini berbahaya," timpal Shizune. Mata hitam cantiknya melebar karena cemas.

"Iya. Dan aku harap kita bisa menemukan mereka, dan menggagalkan rencana kudeta itu."

"Hu'um. Semoga saja kita bisa menemukan mereka."

Keduanya terus berbicara tanpa mempedulikan Sai yang berjalan sambil membaca buku di belakang mereka.

'Salah tingkah, tatapan saling memuja, tidak mempedulikan orang lain, dan ada ketegangan seksual yang terjadi. Bisa jadi dua orang itu saling menyukai.' dia berkata dalam hati, lalu memandang punggung kedua orang di depannya, 'Kakak Shizune dan Senior Genma saling menyukai? Uhn. Aku akan bertanya pada Sakura atau si Cantik Ino.' dia melipat halaman buku sebagai pembatas bab yang dia baca, lalu memasukannya kembali ke dalam kantong.

.

.

.

Pagi yang cerah, namun Uchiha Sasuke mengawali harinya dengan mood yang buruk. Terlalu banyak pikiran dan kurang tidur menjadi penyebab utamanya. Semua ini gara-gara Karin dan Naruto, dua mahluk dari klan Uzumaki itu benar-benar biang onar. Semalam, Sasuke terpaksa keluar secara sembunyi-sembunyi dari penginapan dan mengungsi ke flat Naruto, sebagai usaha untuk menghindari Karin, yang berkali-kali mencoba menyelinap masuk ke kamar Sasuke.

Berada di flat Naruto, bukan berarti Sasuke bisa tidur dengan nyenyak. Pasalnya, flat Naruto yang berantakan dengan letak barang-benda tak teratur membuat dia tak nyaman. Selain itu suara ngorok Naruto saat tidur, sama berisiknya dengan suaranya saat sadar dan berteriak heboh. Jadilah semalaman, anak bungsu dari Fugaku dan Mikoto itu begadang.

Paginya Sasuke segera pergi dari flat Naruto, tanpa sepengetahuan si empunya rumah.

Sasuke berjalan keliling desa tanpa tujuan. Memori masa lalu membuatnya pergi ke tempat-tempat yang memiliki kenangan khusus dalam ingatan. Seperti distrik Uchiha yang telah ditutup. Lapangan latihan shinobi tempat Itachi dan dia sering berlatih saat masih anak-anak. Lapangan latihan sektor tiga belas, tempat tim tujuh pertama kali diuji oleh Hatake Kakashi. Dan juga ... Akademi.

Karena ini masih awal siang, tak ada suara berisik yang biasa dibuat oleh anak-anak academy. Mereka semua mungkin masih berada di dalam kelas, mendengar materi dari jounin pengajar mereka masing-masing.

Sasuke awalnya hendak pergi dari sana. Tapi tanpa sadar kakinya malah melangkah memasuki halaman Sekolah.

"Iya! Bagus. Seperti itu Hayate-kun! Tambah tenaga dan kontrol chakramu. Bagus Nak, kau memiliki fokus dan ketajaman insting yang luar biasa," suara cempreng dengan rambut merah muda yang begitu familiar, mengalihkan perhatian Sasuke dari puluhan anak yang sedang berlatih di lapangan, " Jangan cuma memikirkan gerakan dan kekuatan, Hebi-kun! Pikirkan juga tentang bagaimana cara menyerang lawan." Sakura memberikan intruksi latihan taijutsu pada beberapa murid akademi.

Selain ninjitsu medis, Sakura memang memiliki keahlian dalam taijutsu. Tinju tenaga monster yang bahkan bisa menghancurkan sebuah gedung adalah buktinya.

Tidak ingin mengganggu, Sasuke hanya menonton Sakura dari jauh.

Sesekali mata hitam tajam itu melembut melihat interaksi antara Sakura dan murid-muridnya.

"Baiklah anak-anak, sampai disini dulu," ucap Sakura ketika bel tanda pelajaran usai, berdenting. "Jangan lupa dengan apa yang aku ajarkan hari ini."

"Baik Sakura-sensei!" jawab anak-anak serempak.

"Minggu depan aku akan mengadakan evaluasi lagi. Jadi berlatihlah yang rajin."

"Iya Sensei. Sampai jumpa!"

"Hmmm. Sampai jumpa." Sakura tersenyum melihat murid-muridnya yang tampak gembira dan puas, dengan hasil evaluasi pelajaran taijutsu hari ini.

"Kau seorang instruktur pengajar?" Sakura tersentak mendengar suara teguran familiar itu. Dia berbalik dan mendapati Uchiha Sasuke yang berjalan menghampirinya.

"S-Sasuke-kun?"

"Aku kira kau bekerja sebagai dokter atau perawat di rumah sakit."

"I-itu ... aku hanya instruktur pengajar sementara menggantikan Genma-san, yang sedang ada misi," Sakura menjawab salah tingkah sambil menggaruk pipi kanan menggunakan jari telunjuk. Rona merah terlihat jelas di kedua belah pipinya. "Aku memang bekerja di rumah sakit, Sasuke-kun."

"Hn." Sasuke menatap Sakura datar (yang membuat Sakura ingin menggali lubang kuburnya sendiri karena salting), keduanya terdiam selama beberapa saat.

"Hari ini kau ..." dia tampak kesulitan melanjutkan kalimatnya, "Hari kau ada kencan lagi dengan Kakashi-sensei?"

Blush. Wajah Sakura memerah malu. Ditanya apa akan berkencan dengan laki-laki lain oleh orang yang disukai, rasanya ... benar-benar bingung harus jawab apa.

"I-iya. Tapi masih dua jam lagi." Sakura menunduk. Entah kenapa dia jadi merasa tak enak hati pada Sasuke.

'Sadar diri Sakura, dia bukan pacarmu. Dia tidak menyukaimu dan lebih memilih si kacamata itu!' inner Sakura malah membuat mental tuannya anjlok.

"Sakura?"

"I-Iya Sasuke-kun?"

"Bagaimana ... Bagaimana kalau kita bicara?"

"Eh?"

Sakura bersumpah melihat rona merah samar menjalari pipi pucat Sasuke.