2015 © sehunorita
proudly present
IN THE PARTY
a HunHan fanfiction
Romance | M | Oneshoot
Pada dasarnya, hal yang paling Luhan ingin hindari adalah kerumunan dalam sebuah pesta. Ini bukan soal dirinya yang benci keramaian, hanya saja pesta selalu terdengar begitu bohong baginya. Semua orang tentu saling berbagi senyum, tawa, dan candaan, tapi nyatanya itu hanya untuk sekedar formalitas. Ini sebenarnya tentang pertemuan antar kolega, menambah kenalan, dan akhirnya memiliki sayap yang lebih lebar karena akses begitu banyak lewat orang-orang yang dikenal. Luhan selalu menjadi boneka ayahnya untuk bergabung di pesta kolega-koleganya, dirinya dipaksa untuk menambah teman sebanyak mungkin agar bisa menolong perusahaan ayahnya yang bahkan uangnya bisa untuk membiayai kebutuhan tujuh turunan orang miskin. Sejujurnya, bukan masalah memiliki banyak teman, tapi mencari teman untuk uang adalah hal paling gila yang pernah Luhan tahu.
Luhan kesal. Ini adalah pesta sederhana dengan tema garden party. Semua berpakaian santai, tentu saja isinya anak-anak muda dengan pembawaan diri yang glamour. Luhan tahu dan sangat yakin bahwa ini pasti ulang tahun salah seorang anak dari kolega ayahnya. Pantas saja ayahnya memaksanya lebih keras dari biasanya.
Mata Luhan mengedar ke segeala penjuru, membiarkan bola itu bergulir mencari sesuatu yang menarik untuk kepuasan otaknya. Mencoba menemukan seseorang yang tampan mungkin cukup menyenangkan.
Seketika neuron otaknya memberi informasi pada matanya untuk berhenti, memintanya fokus pada seseorang yang tengah menyandarkan tubuhnya pada sebuah tiang kokoh yang menopang penghalau sinar matahari ataupun hujan di atas. Dia di sana bersama beberapa gadis yang mengerumuninya, jemari kurus yang panjang miliknya terlihat menjepit kaki gelas sampanye dengan cara yang angkuh. Luhan menyipitkan matanya tanpa sadar, berniat memperjelas penglihatannya pada pemuda dengan kulit putih sedikit pucat itu.
Pemuda itu berpakaian dengan cara yang berantakan bercampur dengan keren. Luhan mendecak pelan melihat betapa menariknya pemuda itu meski menggunakan pakaian yang tidak benar. Lihat saja, kemeja putih dengan beberapa tulisan dan gambar sebagai penghias itu digunakan dengan cara lengan yang digulung lebih tinggi dari siku dan dua kancing atas yang terbuka, sementara celana bahan warna biru tuanya itu terlihat pas pada kakinya yang jenjang. Dia benar-benar memaksa orang untuk melirik dirinya dengan aura gelap yang menarik.
Luhan tersenyum tipis membayangkan adiknya pasti akan berteriak gila melihat pemuda itu karena jatuh cinta pada pandangan pertama. Hanya saja, pemuda tampan itu jelas bukan tipenya. Luhan lebih suka laki-laki dengan sifat yang misterius. Jadi, dirinya tidak perlu bersaing dengan adiknya jika saja suatu saat nanti dirinya dan adiknya dipertemukan dengan orang tampan itu.
Terlalu fokus dengan pikirannya, Luhan baru menyadari bahwa yang ia pandangi sedari tadi sudah memutar kepalanya untuk menghadap pada dirinya. Luhan tersentak hingga hampir membuat gelas pada genggamannya jatuh mengingat pandangannya tadi ditemani senyuman, pemuda itu pasti mendapati dirinya yang tersenyum. Ia menenangkan diri, mengganti fokusnya menjadi gelas-gelas dengan kaki tinggi berisi anggur kekuningan cemerlang. Sial, Luhan membatin dengan kesal. Seharusnya dirinya bisa lebih tenang daripada ini.
Luhan meneguk sampanye di genggamannya dalam sekali teguk, bermaksud menekan rasa gugupnya karena tertangkap memperhatikan seseorang dengan cara yang jelas bukan gayanya. Buih-buih yang melalui tenggorokannya terasa menggelitik, membantunya menghapus rasa menganggu karena tatapan tajam pemuda tadi.
Begitu rasa gugupnya hilang, dengan berani Luhan menoleh pada pemuda itu, bermaksud untuk memastikan apa orang itu masih melihatnya. Sialnya, sorotan matanya langsung terikat pada garis tajam yang dibuat oleh pemuda berkulit putih. Luhan menahan diri untuk tidak membiarkan semburat merah menguasai wajahnya karena lehernya yang kini terasa kaku dan terikat untuk menatap mata coklat yang indah.
Luhan menarik napas, mencari kesadarannya secara penuh untuk kembali mengalihkan perhatiannya. Dengan cepat ia pun memutuskan untuk berdiri, beranjak dari tempatnya agar tidak bertatapan dengan orang itu. Sekalipun melarikan diri selalu dikatakan sebagai tindakan yang menunjukkan dirinya penakut, toh siapa peduli, orang itu tidak mengenalinya.
Langkah kakinya membawa dirinya menuju tempat yang sedikit lebih sepi, hanya ada beberapa gadis dan pemuda yang terlihat malas untuk berinteraksi. Luhan tersenyum canggung saat matanya tidak sengaja saling bertatapan dengan salah satu dari mereka.
Ini sedikit lebih baik daripada berada di tempat ramai, jadi Luhan pun memutuskan untuk duduk saja di bangku taman yang tersedia dan tengah kosong. Ia memainkan ponselnya untuk sedikit membakar rasa bosannya.
Tiba-tiba saja benda yang digenggamnya berdering, menunjukkan sebuah panggilan dengan nama kontak 'Papa' sebagai si pemanggil. Dengan cekatan Luhan menggeser gambar telepon dalam lingkaran berwarna hijau ke kiri.
"Halo, ada apa, pa?"
"Luhan! Syukurlah kau mengangkatnya dengan cepat. Lu, apa kau bisa kembali ke rumah secepatnya?"
Luhan mengerutkan kening bingung. Kembali ke rumah secepatnya? "Ada apa memangnya?"
"Sesuatu," sang ayah menjawab cepat. "Aku harap kau bisa segera pulang, Lu."
"Baiklah, pa. Aku pulang sekarang. Mungkin aku akan di sana dalam waktu setengah jam, itu jika perjalananku lancar."
"Baguslah. Terima kasih, Lulu."
Luhan mengdengus kesal. Apa-apaan ayahnya ini? Baru tadi ia dipaksa untuk mendatangi sebuah pesta di daerah Gangnam-gu, lalu kali ini ia dimintai untuk segera pulang. Memangnya Luhan ini apa, sih?
Ia beranjak dari duduknya. Sebelum kembali ke rumah, ia memutuskan untuk membuang air takut-takut nanti hasratnya justru muncul saat sedang di jalan. Itu akan sangat merepotkan.
Luhan mengedarkan matanya, mencari pintu yang sekiranya adalah toilet untuknya. Seharusnya tempat itu ada di sekitar tempat pesta, 'kan?
Saat matanya sudah mendapati sebuah pintu di ujung taman, Luhan pun mendorong pintu itu ke dalam. Matanya mencari bilik-bilik yang seharusnya ada di dalam toilet. Sayangnya apa yang ia cari tidak juga tertemukan, yang ia dapati hanya lah botol-botol yang ditata dengan rapi di rak-rak kayu yang kokoh. Luhan salah masuk. Tentu saja ini pasti gudang untuk anggur, sama seperti yang ada di rumahnya. Bagaimana Luhan bisa berpikir ini adalah toilet padahal di rumahnya ada juga satu ruangan di luar rumah seperti ini. Bodoh, Luhan memaki dirinya dalam hati.
"Hey," sebuah suara bariton menginterupsi kegiatan Luhan yang tengah memaki dirinya sendiri. "Kau siapa?"
Luhan tergagap. Siluet samar seorang laki-laki muncul dari ujung rak, ekspresinya tidak terlihat, hal itu membuat Luhan perlu berpikir reaksi apa yang harus ia keluarkan.
"Maaf," Luhan setengah bergumam untuk menunjukkan rasa bersalahnya.
Pemuda yang bersuara bariton itu semakin mendekat, ia terlihat tidak berminat menerima permintaan maaf dari Luhan. "Kau bukan keluargaku atau seseorang yang dimintai untuk membawakan anggur, bukan begitu?"
"Ya, aku hanya salah masuk. Aku kira ini toilet."
Terdengar kekehan renyah dari si suara bariton. "Kau bodoh, menarik sekali." Dengan kecepatan sepersekian detik, pemuda bersuara bariton yang sudah berdiri di hadapan Luhan itu menarik lengan Luhan, membawanya mendekat dengan jarak yang menyempit. "Katakan, siapa namamu?"
Luhan menelan ludahnya gugup, ia berusaha mencari manik milik orang yang baru saja memintanya memberi tahu nama. Ia ingin mencari sesuatu yang mungkin bisa membuatnya tidak keberatan memberikan namanya. Luhan menghembuskan napasnya saat tidak juga menemukan kilatan apa di mata itu karena pencahayaan yang minim, "Lu Han."
"Baiklah, deer, apa kau baru saja menyerahkan dirimu? Kau tidak memberontak."
Oh, pemuda ini benar. Deer adalah arti marganya dan dirinya jelas tidak memberontak. Lagi pula, Luhan benar-benar tidak sadar dirinya sedang di apakan. Rasanya apa yang dilakukan pemuda bersuara bariton ini bukan hal yang salah dan pantas di tentang oleh tubuhnya.
"A-aku harus pulang," Luhan bergumam dengan suara setengah bergetar saat tangan besar si suara bariton perlahan menyentuh pinggangnya.
Orang itu menggeleng, memerangkap tubuh Luhan dengan kedua tangannya yang menempel pada dinding, menahan agar tubuh di kurungannya tidak pergi ke mana-mana. "Aku terlanjut tertarik padamu, deer."
"Aku tidak menarik," Luhan meremas lengan pemuda di hadapannya, berniat mendorong tubuh tinggi itu untuk menjauh. Sialnya pemuda itu terlalu cekatan, terlalu pintar untuk meraih pinggangnya dan menghasilkan lenguhan dari Luhan karena cara pemuda itu meremasnya terasa lembut bercampur dengan mengejutkan. "J-jangan…."
Yang bertubuh lebih tinggi tersenyum miring, "Kau menikmatinya. Mau melanjutkan? Akan kuberi tahu namaku kalau kau mau aku bawa ke kamarku di lantai atas."
"Tidak, aku benar-benar harus pulang."
"Jangan menolakku, aku tidak suka ditolak, deer."
Luhan meremas lengan pemuda itu saat menyadari bahwa ada gulungan kain, pasti itu lengan baju pemuda itu. Ingatannya langsung terbawa kepada pemuda dengan kulit putih setengah pucat di pesta tadi. "Kau… pemuda dengan lengan di gulung itu."
"Eoh? Katakan, apa kau pemuda manis yang menatapiku tadi?"
"Y-ya…," Luhan memerah, menahan malu karena sudah ketahuan dan berakhir terperangkap dalam kurungan orang yang mengetahui dirinya. Sialan, Luhan membatin dengan gusar.
Sret.
Luhan terkejut, tubuhnya sadar bahwa ikatan pada pinggangnya yang dihasilkan gespernya kini sudah melonggar. Pemuda itu baru saja membuka sabuk dengan satu tangan dalam waktu sepersekian dekit. Luhan terkagum dengan pergerakan luar biasanya.
Pada dasarnya, Luhan memang bukan orang yang lugu. Ia sudah beberapa kali menjadi bottom atau top dalam kegiatan panas yang menggairahkan, tapi itu ia lakukan ketika dirinya memang sudah mengenal orang itu atau sengaja mencarinya di sebuah bar. Kalau melakukan kegiatan seperti ini dengan orang baru yang bahkan saat dirinya sedang tidak ingin, tentu saja itu adalah hal yang mau Luhan hindari. Hanya saja tangan besar pemuda yang wajahnya masih jelas di ingatannya telah menggoda Luhan dengan cerdas. Luhan benar-benar luluh dengan apa yang telah dilakukan si pemuda itu.
"Katakan namamu. Aku mau ini cepat," Luhan bersuara. Serak. Ia menatap tajam pemuda dihadapannya.
"Kau benar-benar tidak tahu namaku? Aku adik dari pemilik pesta ini, deer."
"Cepatlah. Kau membuatku tidak sabar."
"Oh Sehun," pemuda bernama Sehun itu menyeringai bersama kekehannya. Ia lalu memasangkan kembali ikat pinggang Luhan. "Ayo, ikut aku ke kamarku. Aku ingin melihat wajahmu."
.
Luhan melenguh saat Sehun dengan kasar menjatuhkan tubuhnya ke kasur, dengan cepat Sehun naik ke kasur, menjepit kedua kaki Luhan dengan kakinya. Sehun terlihat tidak sabar, tangannya yang kurus terlihat begitu cepat melepas ikat pinggangnya dan resleting celananya setelah dalam waktu beberapa kedip saja sudah membuat seluruh kancing bajunya terbuka.
"Kau tidak bisa membuka bajumu sendiri, deer?" Sehun tersenyum miring, ia tidak benar-benar berharap Luhan akan menjawab pertanyaannya. Tubuhnya langsung ia jatuhkan di atas Luhan, jari-jarinya mulai menunjukkan keahliannya sekali lagi pada kancing baju, ikat pinggang, dan resleting celana Luhan.
Tanpa menghabiskan waktu lama Sehun sudah berhasil menanggalkan seluruh pakaian pada tubuh Luhan. Sementara yang ada pada dirinya tinggal celana dengan resleting yang terbuka. Ia ingin Luhan yang menyingkirkan celananya.
"Kau," Luhan menggigit bibir bawahnya, meremas lengan Sehun yang kini sibuk mengelus pinggangnya dengan cara yang lembut dan menggairahkan. Napasnya tersenggal meski tubuhnya belum benar-benar panas.
"Ya, ini aku," Sehun menjawab dengan tenang. Satu tangannya yang bebas mulai bergerak nakal pada bagian menonjol di dada Luhan. Ia menggunakan dua jarinya untuk mencubit kecil, memutarnya dengan cara yang menggoda hingga menimbulkan suara erangan keras dari yang digodanya.
Luhan mencoba menahan seluruh tubuhnya untuk tidak bergetar, tapi gerakan tangan Sehun yang dinamis dan begitu cekatan benar-benar membuat Luhan gila hingga membuat tubuhnya menggeliat nikmat. Entah kenapa, meski kenyataannya ini semua salah, otak Luhan sudah tidak peduli lagi. Membiarkan Sehun memberi kenikmatan pada tubuhnya adalah satu-satunya pilihan dalam pikiran Luhan.
Meski tubuhnya sudah lemah karena foreplay yang Sehun lakukan, ia dengan seluruh tenaganya meraih tengkuk Sehun. Bibirnya mencari pasangan untuk saling ditautkan. Luhan mengecupi bibir Sehun dengan cara yang lembut, memberikan kecupan-kecupan ringan dengan beberapa rasa basah karena lidahnya yang sesekali terulur untuk menjilat bibir pasangan bermainnya. Sehun mengerang keras saat bibir Luhan tidak juga bergerak lebih dari kecupan, dengan kasar ia mengulum dan menggigit-gigit bibir tipis yang terasa begitu lembut.
Luhan dengan kesadaran yang tersisa setengah mencoba menggapai celana Sehun. Ia menurunkannya langsung sekalian dengan celana dalam Sehun. Berhasil. Ia bisa mendengar desisan lega di sela-sela ciumannya bersamaan dengan sesuatu yang bergesekan dengan miliknya. Besar dank eras. Luhan yakin itu milik Sehun.
Tanpa permisi tangan kecil Luhan langsung menggenggam sesuatu yang sudah sangat keras di antara selangkangan Sehun. Ia menggerakkan tangan naik turun untuk menggoda tonjolan keras di genggamannya, memberikan gerakan-gerakan menyenangkan hingga membuat lidah Sehun makin kuat melilit lidahnya. Luhan mendesah berat, Sehun dengan licik meremas pantatnya dan memainkan jari di bibir lubang Luhan dengan cara yang pintar.
"Kau yang memulainya, deer," Sehun bergumam dengan suara yang begitu dalam, menggetarkan tubuh Luhan hingga Luhan merasa harus tunduk begitu saja pada pemuda yang baru ia kenal hari ini.
Dengan kasar tangan Luhan disingkirkan, Luhan tersenyum saat mendapati kilatan lapar dari mata Sehun. Luhan melebarkan kakinya, menggoda Sehun yang tengah mempersiapkan dirinya untuk memasuki Luhan. Sehun tertawa dengan serak, menjelaskan betapa inginnya dia memasuki Luhan secepatnya.
Sehun mengangkat pinggang Luhan, menggesekkan miliknya yang sudah tegak pada lubang itu untuk memulai penetrasinya. Sehun mendesah nikmat saat merasakan miliknya dijepit dengan ketat, sementara Luhan mendesah dengan suara parau karena rasanya terbelah menjadi dua. Sehun terlalu besar untuk lubang yang memang sebenarnya tidak diciptakan untuk dimasuki.
Luhan merintih keras sambil setengah memaki. Sehun langsung bergerak saat tubuhnya sudah sepenuhnya masuk tanpa membiarkan Luhan menyesuaikan diri. Milik Sehun terlalu besar dan panjang, rasanya menyakitkan bercampur menyenangkan karena bergesekkan dengan dinding sempit miliknya. Mereka bersatu dengan cara yang menyenangkan. Luhan terkagum pada ujung tumpul diri Sehun menumbuk titik terdalamnya dengan cara yang mengesankan. Nikmat dan sakit yang bercampur, bertentangan namun justru memberi perasaan panas yang menggairahkan di seluruh pembuluh darah Luhan hingga membuatnya meletup-letup.
Sehun mendesis saat perutnya mulai bergejolak, memberi tahu tubuhnya bahwa sebentar lagi dirinya siap meledak. Tubuh bagian bawahnya siap menyemburkan kenikmatannya dalam tubuh Luhan.
"I'm close," Sehun bergumam dalam desah dan suaranya yang serak.
Luhan mengangguk, "N-nado…."
Sehun bergerak makin cepat, menumbuk titik terdalam Luhan dan akhirnya mengeluarkan kenikmatannya di dalam. Bersamaan dengan itu Luhan keluar di perut kotak-kotak tipis Sehun.
Mereka terjatuh, berbaring di kasur dengan seluruh udara sekitar berbau seks. Sehun memeluk tubuh Luhan, mengecup keningnya dengan lembut.
"Kau mengagumkan," Luhan bergumam dengan suara yang lirih.
"Apa itu pujian?"
"Tentu saja. Menurutmu apa?"
Sehun terkekeh, "Kau juga mengagumkan. Mungkin beberapa menit lagi aku ingin meminta lebih."
Fin.
Selesai dengan segala upaya besar -_-v
heool. aku berpikir untuk buat ini sebagai series/chaptered, tapi itupun kalau ada yang minat. Dengan modal fiksi HunHan ku yang kemarin, aku lihat aku dapet 30+ tanggapan memuaskan. Mungkin aku coba berani buat kasih syarat ada 15 komentar yang masuk untuk bikin fiksi ini ngga cuma berakhir jadi oneshoot dan bisa berubah jadi ff series- atau mungkin jadi chaptered.
Oh iya, aku dapet ide fiksi ini dari trailer HunHan di youtube dan pernah baca fiksi apa gitu aku lupa juga kayanya sesuatu yang pernah aku tonton, tapi aku lupa apa. oke aku memang pelupa.
Aku tau ini pendeeek sekali, maafkan. Aku bener-bener mentok sama ideku -_-
Tolong beri tahu kesalahan yang aku buat kalau kalian menemukannya (?) kolom komentar selalu terbuka untuk kalian. Jangan sungkan tinggalkan beberapa pesan yang pastinya ngga mungkin buang waktu kalian teralu banyak.
Last,
review pleaseee?