.

Tokyo.

Ada suatu hal yang membuatku sedikit gemetar setiap kali mendengar nama kota itu. Bukan karena keramaiannya, ataupun biaya hidupnya, aku sendiri tidak yakin akan apa yang membuatku tak suka mendengarnya. Mungkin karena kepindahanku kesana bukan didasari oleh keinginanku, mungkin juga karena aku takkan bisa bertemu lagi dengan Namikaze Naruto-sama yang begitu baik dan ramah padaku.

Entahlah,

Aku hanya tahu kalau kota tersebut, Tokyo, takkan mungkin menandingi Fukuoka yang kucintai.

"Yumi.."

Angin berhembus membelai pepohonan rindang diseberang café kecil tempatku bekerja selama ini. Daun daun yang mulai menguning dan mengering ikut bersama hembusan tersebut. Tak lama lagi pepohonan itu takkan lagi rindang dengan daun, mempersiapkan diri untuk musim dingin yang sebentar lagi akan datang.

"Yumi, Yumi!"

Siapa itu? Mengapa orang itu berteriak? Siapa yang dia panggil?

Aku menengok kearah suara tersebut.

"Astaga, Yumi kau selalu saja begini, tak pernah sadar kalau dipanggil.."

Ten-Ten, suara itu suara Ten-Ten, teman kerjaku.

"G-gomen, Ten-chan.." aku tersenyum bersalah, "Aku sedang melamun tadi."

Ten-Ten hanya mengangguk mengerti, "Ya, ya, aku sudah biasa dengan lamunanmu dan ingatanmu yang tak pernah pulih itu."

Ia meledekku sambil tersenyum nakal.

"Jaga dirimu baik baik ya, Yumi. Kata orang pria pria di Tokyo itu sangat ganas! Jangan lupa kabari aku begitu kau sampai disana ya! Ingat, kau harus mengabariku!"

Aku tertawa, melihat Ten-Ten begitu khawatir, sebagian dari diriku tak ingin pergi rasanya.

Sudah satu tahun berlalu sejak Namikaze-sama mempekerjakanku ditempat ini, sudah satu tahun juga berlalu sejak Ten-Ten menjadi temanku. Anehnya, semuanya masih terasa begitu asing bagiku.

Namaku, pekerjaanku, masa kecilku, semuanya tak ada yang masuk akal.

.

Aku tak pernah menjadi Yumi, Yumi bukan namaku.

.

Sayangnya, aku tak pernah tahu mengapa.

.

.

.

Comeback To Me

Seven: Strange

Characters ©Masashi Kishimoto

Story ©Pipoooy12

Warning : OOC, typo, AU.

enjoy!


.

.

.

"Hyuuga.."

Kepala Sasuke mengangguk, tatapan matanya sendu.

"Hyuuga Hinata..?" aku bertanya sekali lagi.

.

Hening mengambil alih ruangan.

.

Hanya satu hal yang sangat ingin kuketahui sekarang ini. Aku tahu mungkin anak berambut raven didepanku takkan bisa menjawabnya dengan keputusan yang benar, tapi paling tidak aku punya gambaran.

.

"Lalu apa yang akan kau lakukan sekarang?"

.

Ia tetap terdiam, pikirannya menerawang jauh.

Tak pernah aku melihatnya sesedih ini sebelumnya. Kedua tangannya terkepal begitu keras seakan ingin melukai satu sama lain. Ia menderita. Hatinya berduka.

Sasuke yang berada didepanku sekarang tak terlihat seperti Sasuke yang kukenal. Sasuke yang selalu spontan, Sasuke yang selalu melakukan sesuatu tanpa memikirkan akibatnya, Sasuke yang selalu melihat segalanya dari sisi negatif. Sasuke didepanku ini begitu berharap, namun disisi lain juga begitu putus asa.

Uchiha Sasuke, apakah gadis ini sebegitu pentingnya bagimu?

.

"Aku.."

.

"Aku harus menemukannya."

.

Non sense.

.

Uchiha Fugaku adalah salah seorang tokoh terpenting di Jepang, dan termasuk kedalam salah satu tokoh terkaya pula.

Aku mengistirahatkan punggungku yang tegang karena semua kejutan yang telah kudengar sedari tadi. Jemariku tak bisa diam karena gugup. Otakku seakan ingin meledak. Aku bahkan tidak dibayar untuk menangani hal seperti ini.

Anak ini, anak berambut raven yang sedang di infus ini, walaupun terkenal, ia tak punya kekuasaan sebesar ayahnya. Uangnya pun tak sebanyak Fugaku. Jika Fugaku tak mau gadis yang bernama Hinata itu ditemukan, bagaimana mungkin Sasuke bisa menemukannya? Bahkan mungkin saja gadis itu sudah benar benar menghilang.

.

"Oookay.." bagaimana aku menjelaskannya pada Sasuke? Haruskah aku menyemangatinya? Atau haruskah aku berkata jujur padanya?

"Jadi.. Hinata, adik angkatmu, sudah menghilang sejak dua tahun yang lalu, dan kau sudah mencarinya kemana mana namun tidak menemukan petunjuk apapun tentang keberadaannya.." aku mencoba menyusun kembali potongan potongan cerita yang kutangkap dari semua kisah yang diceritakan Sasuke panjang lebar. "Kau menyerah, dan tiba tiba saja seseorang mengatakan kepadamu kalau ayahmu mungkin ada hubungannya dengan menghilangnya Hinata."

Ragu, Sasuke akhirnya menjawab, "Aku.. masih belum tahu kebenarannya, namun mengingat sifat ayahku yang seperti itu.." ia menelan ludah.

"Mungkin."

Setengah tertawa, aku membalasnya, "Mungkin?"

"You know what?" aku tak ingin lagi ikut campur, urusan ini terlalu rumit, "Mungkin ayahmu melakukan ini untuk kebaikanmu, mungkin ia memang ada hubungannya dengan kecelakaan yang menimpa keluarga Hyuuga, namun pernahkah kau mencoba melihatnya dari sisi ayahmu? Biar bagaimanapun kau adalah anaknya, kau adalah seorang Uchiha, kau tidak bisa langsung membalikkan badan dan mengarahkan telunjukmu kepadanya hanya karena seseorang yang baru kau kenal kemarin mengatakan hal yang buruk tentang ayahmu."

.

"Kakashi, kau tidak mengerti.. ayahku itu.. dia.."

.

"Blood is thicker than water isn't it?" aku mengemasi barang barangku, "Aku masih harus mengurus sesuatu, kurasa kita bisa bicarakan ini nanti, setelah kau pulih."

"Bye."

.

Cklik.

.

Hatiku berdebar setelah menutup pintu dibelakangku. Ini tidak benar, yang kulakukan ini tidak benar.

Aku harus memastikannya sendiri.

Sambil berjalan keluar dari rumah sakit menuju ke tempat parkir, aku mencoba mencari nama yang mungkin bisa memberiku informasi yang kebenarannya dapat dipercaya.

.

"Halo, ini aku Hatake Kakashi. Lama tak berjumpa, Namikaze-san."

.

.

.

"Oh, my heart hurt so good

I love you babe, so bad."

–ILYSB, Lany

.

.

.

Naruto memperhatikan gadis didepannya dengan seksama.

Setiap kerutan halus yang hampir tak terlihat didahinya, rambutnya, caranya tersenyum setiap kali seseorang masuk kedalam café yang mereka kelola bersama selama 5 tahun belakangan ini, caranya berjalan, caranya berbicara. Naruto tersenyum, pipinya merona semu seperti anak gadis kecil.

Sejak kapan ia begitu jatuh cinta pada sosok yang sedang sibuk berlalu lalang melayani pengunjung itu? Mengapa ia begitu terpesona setiap kali melihatnya?

Tak peduli senang, ataupun marah, gadis itu terlihat begitu sempurna dimata Naruto. Bahkan walaupun habis dipukuli dan dimarahi setiap kali menggodanya, Naruto tak pernah keberatan.

Haruno Sakura, sejak kapan ia menjadi begitu penting dalam hidup Naruto?

.

"Sakura, kemari sebentar." Panggilnya.

"Apa? Ada apa? Apa kau tidak lihat aku sedang sibuk? Kau tahu betapa sulitnya mencari pegawai ditengah tengah pergantian musim begini hah? Berani beraninya kau menyuruhku memindahkan Yumi ke pusat! Dan sekarang kau membuatku menjadi.."

"Hatake Kakashi tadi meneleponku."

.

"Oh.."

Semua ocehan Sakura tertelan, "Sudah.. sudah lama aku tidak mendengar kabar darinya.." ia membuka pintu penghalang kecil yang membatasi kasir dan tempatnya berdiri sekarang.

.

"Apa yang dia katakan padamu?" tanyanya segan.

.

Naruto tersenyum getir, "Kurasa ia sudah mengetahuinya.."

.

.

.

.

T

B

C

.

.

.