Cygnus kembali dengan fic baru yg terinspirasi dari fic lawas serta kesedihan, keharuan melihat lagi episode - episode dimana banyak momen mengharukan. Mungkin ceritanya pasaran dan umum banget tapi Cygnus berusaha untuk membuatnya lebih menarik.
Lagi - lagi genre nya hurt ( padahal sering banget di protes karena dianggap menyiksa tokoh) tapi jujur aku suka yang dramatis gitu biar dapet gregetnya.
Okelah, langsung aja.
PERINGATAN : OOC, ABAL, TYPOS, RATED M.
YANG NGGAK SUKA SILAKAN KLIK TANDA SILANG DIPOJOKAN.
NARUTO © MASASHI KISHIMOTO
CYGNUS
MEMPERSEMBAHKAN
SAYONARA MEMORY
Bab 1
Suasana ramai di desa Konoha begitu semarak. Ada banyak lampion, lentera serta kembang api yang dinyalakan untuk memeriahkan sebuah perayaan akbar yang sedang berlangsung. Sepanjang jalanan dan pusat perkotaan di Konoha di penuhi penduduk yang sedang bersuka cita dengan alasan yang sama.
Hokage ke - 7 telah terpilih!
"Naruto - sama memang orang hebat. Aku percaya dia bisa membangun Konoha menjadi desa yang kuat," kata seorang penjual takoyaki saat sedang melayani puluhan pembeli. Raut wajahnya begitu ceria.
Sementara itu, di toko sebelahnya terdapat seorang gadis berambut pink yang sedang duduk di salah satu kursi tinggi.
"Paman, aku pesan 3 porsi ramen!" Kata si gadis pink.
"Sakura - chan, tidak biasanya kau pesan banyak ramen," sang pemilik kedai mengangkat mie panas ke dalam mangkuk di depan Sakura.
"Ini untuk Naruto. Dia pasti lelah sekali karena seharian ini harus menjalani acara penobatan," Sakura bersemu merah, tanpa sadar ia meraba pipinya sendiri yang terasa panas.
"Begitu ya? Baiklah! Paman akan memberi 2 porsi tambahan padanya. Naruto itu biasa makan ramen dalam porsi banyak," Paman Teuchi terkekeh saat mengingat Naruto yang selalu seperti orang kelaparan saat memakan ramen di kedainya. Sakura mengangguk setuju, ia sependapat dengan Paman Teuchi.
"Ini, sampaikan salamku pada anak itu ya!" Kata Paman Teuchi dengan raut wajah bahagia.
"Baik."
Sakura merogoh beberapa uang kertas di dalam dompetnya dan menyerahkannya kepada Ayame.
"Ngomong - ngomong kau perhatian sekali pada Naruto. Apa kalian…berpacaran?" Tanya Ayame jahil. Perempuan itu melihat perubahan ekspresi di wajah Sakura menjadi sedikit panik.
"Apa? Itu . . . mana mungkin. Aku dan Naruto adalah rekan se- tim. Lagipula ini adalah hari besar baginya, aku hanya ingin memberi sedikit hadiah," Sakura mengangkat bungkusan ramen yang ada di tangan kirinya. Ia tersenyum kikuk.
"Kalau begitu aku permisi dulu. Terima kasih atas ramennya."
Sakura membungkuk hormat dan berlalu pergi menuju kerumunan orang.
"Padahal aku kira ada sesuatu di antara mereka," Paman Teuchi melihat kepergian Sakura dengan mata menyipit yang berbaur dengan ekspresi kecewa.
Sakura terus berjalan dan mencoba mencari celah diantara ribuan orang yang tumpah ruah di jalanan. Gedung Hokage tidak jauh lagi, akan tetapi jika keadaannya seperti ini, ia baru bisa sampai di sana dalam waktu 1/2 jam lagi.
Dalam perjalanan, gadis bermata emerald itu melihat tebing dimana terukir wajah para Kage Konoha yang telah memimpin dan membangun desa. Gadis itu tersenyum lembut, tak lama lagi wajah Naruto pun akan ada di sana, sejajar dengan para pendiri desa dan gurunya.
Waktu berjalan sangat cepat, tak terasa ia dan Naruto telah menjadi orang dewasa. Bukan lagi anak - anak yang bermain dan belajar di akademi ataupun murid yang berebut lonceng dengan Kakashi - sensei.
Ledakan - ledakan kembang api meluncur ke atas dan bertebaran bagai debu angkasa. Melihat ini semua dada Sakura bergemuruh, rasanya ia ingin segera menemui Naruto.
Siang hari tadi, ia hanya bisa melihat Naruto yang di pakaikan topi kebesaran Hokage dari kejauhan karena terlambat datang.
Perasaan gadis itu pun telah lama berubah, ia tidak lagi memandang Naruto sebagai seorang teman, melainkan sebagai seorang laki - laki yang sempurna. Sakura yang dulunya tidak menyukai Naruto kini bertekuk lutut di hadapan pria pirang itu. Mereka pun telah menjalin sebuah hubungan.
Hubungan yang terlalu jauh dan rahasia.
"Apa Naruto, maksudku Hokage - sama sedang sibuk?" Tanya Sakura pada Hagane Kotetsu yang sedang berjaga di depan pintu masuk gedung Hokage.
"Tidak. Dia baru saja bertemu dengan utusan dari desa sahabat. Kurasa Naruto - sama sedang istirahat. Masuklah!" Kata Jounin dengan perban di hidung itu.
"Arigato," sahut Sakura.
Dengan raut muka sumringahnya, Sakura mengetuk pintu kantor Hokage. Terdengar sahutan 'masuk saja' dari dalam ruangan. Sakura membuka pintu perlahan untuk menghilangakan suara derit pintu. Ia ingin memberikan kejutan pada Naruto setelah seharian tidak bertemu.
"Naruto - sama," lidah Sakuta terasa gatal saat mengucapkan nama itu.
"Sakura - chan?" Naruto bangkit dari duduknya, rambutnya berantakan katena tidak memakai ikat kepala. Di mejanya ada setumpuk dokumen yang sama sekali belum tersrntuh. Naruto tidak bisa menahan senyumnya lagi, dengan terburu - buru pria itu menghampiri Sakura dan mengunci pintu dari dalam.
"Kenapa baru datang? Aku menunggumu sejak tadi siang!" Naruto memeluk pinggang ramping Sakura dengan erat. Wajahnya mendekat ke arah leher Sakura yang jenjang.
"Naruto," Sakura berusaha mendorong Naruto dengan pelan.
"Aku merindukanmu," Naruto mencebik ke arah Sakura, ia berusaha memasang ekspresi sesedih yang pria itu bisa.
"Jangan berlebihan, Naruto. Aku ke sini untuk membawakanmu ramen. Kau sudah makan?" Sakura berkelit dari rengkuhan Naruto. Ia menuju ke meja milik Naruto dan meletakkan ramen darinya di sana.
"Aku tidak berselera makan jika tidak ada kau," rayu pria itu. Ia memeluk Sakura dari belakang dan menumpukan dagu di pundak Sakura. Gadis pink itu mendengus sekaligus terharu.
Tempat ini, meja ini, kursi itu kini sudah menjadi milik Naruto. Dahulu ia selalu melihat Shizou - nya yang duduk di kursi itu dengan muka kaku serta beberapa botol sake yang berserakan di meja.
"Kau selalu berlebihan."
Naruto tertawa lembut di telinga Sakura, pria itu menyapukan ciumannya pada telinga Sakura dan mengecup keras leher gadis itu sehingga gadis itu meremas helaian pirang milik Naruto. Tangan Naruto yang nakal siap berkelana dan membuka barisan resleting baju Sakura. Dengan terengah - engah Sakura mencegah Naruto melakukannya.
"Jangan," Sakura merintih.
"Kenapa?"
"Jangan di sini!" Bisik Sakura.
Gadis bermata emerald itu memejamkan mata ketika Naruto tetap melanjutkan kecupannya di leher dan tulang selangka Sakura yang terlanjur di buka oleh Naruto.
"Rumahmu?" Tanya Naruto seraya meremas payudara Sakura.
Sakura tersengal - sengal, kakinya serasa hampir leleh ketika Naruto memperlakukannya begitu intim. Ini memang bukan pertama kalinya mereka berdua melakukannta, akan tetapi aura cinta & kasih sayang ini terlalu pekat untuk di hilangkan. Naruto mencintai Sakura. Begitu pula sebaliknya.
Ini adalah cinta yang berkembang dari sebuah kesempatan dan berjalan atas dasar kasih sayang,
Uzumaki Naruto dan Haruno Sakura.
*****NARUSAKU*****
Yang pertama kali di tangkap oleh netra hijau Sakura adalah kepala pirang Naruto . Gadis itu memeluk kepala Naruto yang berada di atas dadanya yang telanjang. Ia tersenyum melihat Naruto yang selalu melihat Naruto yang selalu meringkuk seperti bayi ketika tidur bersamanya.
Posisinya selalu seperti ini, memeluk Sakura dan memonopoli tubuhnya seakan mencari perlindungan. Pria itu berkata bahwa ia tidak pernah merasakan perlindungan dari seorang ibu. Maka dari itu, Sakura dengan senang hati memberikannya. Tiba - tiba kepala Naruto bergerak sesaat dan mendongak ke arah Sakura.
"Pagi Sakura - chan."
"Pagi Naruto," Sakura terbatuk untuk untuk menghilangkan suara paraunya, "tidurmu nyenyak?"
Sakura mengusap kantung hitam di bawah mata Naruto , sementara Naruto menggeleng manja kepada Sakura.
"Kita tidak tidur sampai hampir subuh tadi, Sakura - chan
Itu artinya kita baru tidur 3 jam. Aku jelas kurang tidur," Naruto menghirup atoma seduktif di leher Sakura. Aroma itulah yang tertinggal pada bantal di rumahnya dan selalu membuat dirinya bermimpi serta berfantasi tentang sex bersama Sakura.
"Aku membuatmu kelelahan?" Sakura memasang ekspresi kaget.
"Ya. Jadi bisakah kita tidur untuk 1 atau 2 jam lagi?" Naruto merengek dan merangsek ke dada Sakura. Sakura menghela nafas panjang, ia mendorong kepala Naruto menjauh dari dadanya.
"Pulanglah! Pasti beberapa anbu sedang mencarimu. Jika kau ingin tidur lagi, setidaknya tidurlah di rumahmu sendiri," Sakura bangkit dari ranjang menimbulkan derit halus yang di sambut dengusan Naruto.
Gadis itu berdiri dalam keadaan telanjang bulat. Tubuhnya yang kurus dan kulit putihnya bercahaya ketika diterpa sinar matahari yang menelusup lewat celah jendela.
Naruto terpana, berapa kali pun ia melihat tubuh polos Sakura, selalu saja timbul rasa berdesir dan debaran jantung yang tak karuan. Meski tubuh Sakura tak semolek wanita lain, namun ada bagian lain dari gadis itu yang begiti istimewa,
Senyumnya,
Matanya,
Semuanya cukup untuk membuat Naruto menjadi orang gila dalam semalam.
"Kenapa kita tidak memberitahu orang lain tentang hubungan kita?" Tanya Naruto.
Sakura melirik ke arah pria pirang itu lalu diam beberapa menit.
"Apa itu perlu? Hubungan kita ini berjalan begitu saja dan tertutupi dengan sendirinya," Sakura mengambil jubah mandinya," tapi jika kau berpikir untuk mempublikasikannya , aku sama sekali tidak keberatan."
Naruto mengangguk setuju.
Sakura memang benar. Hubungannya dengan sahabat serta rekan se- timnya itu menjadi rahasia dengan sendirinya. Sudah sejak dahulu Naruto mengejar cinta Sakura. Akan tetapi, Sakura sama sekali tak menggubris Naruto. Sampai mereka dewasa pun, Naruto tetap saja mengejar cinta Sakura. Tapi bedanya saat ini Sakura memberinya kesempatan.
Sikap Naruto yang selalu mengejar Sakura itulah yang membuat orang - orang berpikir bahwa tidak ada yang serius di antara mereka.
"…Naruto?"
Naruto mengusap air di sudut matanya, ia nyengir lebar.
"Baik - baik. Aku akan segera pulang.
Sakura mengambil pakaian Naruto dan melipat jubah kage kekasihnya itu. Ia mengambil kaos dari keranjang pakaian. Itu kaos milik Naruto yang tempo hari tertinggal.
"Pakai kaos ini. Bajumu semalam biar aku cuci dulu. Ini jubah kage mu!" Sakura memakaikan kaos hitam berlambang pusaran kuning ke tubuh Naruto. Jantung pria pirang itu berdebar, ia menangkup pipi Sakura dengan lembut.
"Tunggulah sebentar lagi. Aku pasti akan segera menikahimu," Naruto mengecup kening Sakura penuh kasih sayang. Mata Sakura berair, hidungnya mulai mampat oleh lendir ingus.
"Aku pasti menunggumu."
Naruto memeluk Sakura dengan erat, ia menekan kepala pink gadis itu ke lekukan lehernya,
"Ya, tunggulah aku, Sakura - chan. Kau harus berada di sisiku selamanya."
*****NARUSAKU*****
Seorang gadis berambut pirang panjang sedang memberikan pengobatan kepada beberapa shinobi yang baru saja pulang setelah menyelesaikan misi dalam keadaan terluka. Beberapa perawat ikut menghampiri Ino yang terlihat mulai kelelahan.
"Apa Sakura belum juga datang?" Tanya Ino pada salah satu perawat.
"Belum Ino - san."
Tak berapa lama, orang yang di harapkan pun datang. Sakura berjalan santai bersama Shizune.
Ino berdecak kesal,
"Forehead, kenapa kau baru datang?"
"Aku sudah disini sejak tadi," Sakura menyelipkan rambut pinknya yang mulai memanjang ke belakang telinga, "hanya saja aku dan Kak Shizune harus mengurusi sesuatu yang mendesak."
Sebenarnya Ino memaklumi semua hal yang dimaksudkan Sakura. Semenjak Tsunade berhenti jadi pemimpin rumah sakit, gadis 20 tahun itu bertugas menggantikan tugas yang diembankan Tsunade kepadanya serta Shizune. Akan tetapi karena kesibukan barunya itu, Sakura terlihat selalu lelah dan terlihat lebih tua dari usia yang seharusnya.
Ia juga tidak lagi cerewet atau pemarah seperti dulu. Kematian kedua orang tuanya telah mengubah gadis merah jambu itu menjadi pribadi yang lebih pendiam.
"Oh ya, istirahat makan siang nanti temuilah Nanadaime - sama. Dia ingin mengetahui bagaimana tingkat kesiapan kita dari bidang kesehatan dan kedokteran untuk peningkatan kekuatan Konoha," kata Shizune panjang lebar.
Sakura dan Ino mengangguk bersamaan. Ino mungkin tidak mengetahuinya, akan tetapi dada teman sejawatnya itu menghangat karena siang ini ia bisa bertemu Naruto.
Kekasihnya.
"Dia baru saja jadi hokage. Kenapa harus buru - buru?" Nara Shikaku memandang intens 2 orang tua yang duduk di bersebelahan di ujung meja, Mitokado Homura dan Utatane Koharu.
"Karena alasan itu pula lah, kami mengusulkan ide ini. Nanadaime - sama belum punya seorang pendamping, itu akan memudahkan kita untuk mencarikannya seorang calon istri," kata Utatane Koharu dengan suara serak khas orang tua.
"Tentunya kita tidak akan mencarikan sembarang wanita untuk Nanadaine - sama. Gadis itu harus bisa mencerminkan sikap masyarakat Konoha yang berani dan berderajat tinggi," tambah Homura. Ia memandang balik Shikaku yang kini tengah menyangga dagu.
"Sebaiknya kita tanya dahulu pada Naruto-sama," usul sang ketua Jounin Konoha.
Koharu menyipitkan mata sehingga orang tua itu terlihat seperti sedang memejamkan mata sepenuhnya.
"Kenapa harus bertanya lagi? Nanadaime - sama pasti akan melakukannya untuk desa!"
Bibir Koharu sudah tak tahan lagi untuk memaki Shikaku yang dengan terang - terangan meragukan keputusannya. Tak lama kemudian, Homura membubarkan pertemuan dengan wajah muram yang begitu kentara.
"Ada apa ketua? Apa ada yang janggal dengan ini semua?" Tanya Yamato pada Shikaku.
"Umur Naruto sama seperti Shikamaru. Naruto masih terlalu muda, anak muda tidak mau melakukan sesuatu atas dasar paksaan. Memaksa Naruto sama seperti memaksa anakku sendiri."
"Apa pernikahan ini benar - benar akan terjadi? Sulit dipercaya! Ini semua karena para orang tua itu, mereka tidak mengerti arti semangat masa muda," Guru Guy berteriak pilu, air matanya membanjiri wajah serta meja rapat.
Nara Shikaku melengos ke arah pintu masuk dan bergumam, "Mendokusai."
"Forehead, Naruto akan segera menikah."
Tubuh Ino mendadak kaku saat mendengar apa yang sedang dibicarakan oleh para orang dewasa di dalam ruangan itu.
Tangan Sakura bergetar, beberapa dokumen di tangannya nyaris jatuh ke atas lantai. Kedua gadis cantik itu tak sengaja mendengar pembahasan tentang masa depan sang pemimpin desa.
Jantung Sakura seolah ingin melompat keluar ketika mendengar perdebatan tentang Naruto.
'Menikah?'
Lelucon apa ini? Menikah dengan siapa? Kenapa Naruto tidak bilang padanya?
"…tetua pasti memilih gadis dari keluarga terpandang. Ini untuk pencitraan Naruto. Tidak kusangka si bodoh itu sekarang hidupnya begitu di atur!"
Ucapan Ino menyadarkan Sakura dari lamunannya. Dadanya terasa sesak dan terasa sangat sakit.
'Tunggulah sebentar lagi. Aku pasti akan segera menikahimu.'
Lalu bagaimana dengan janji itu?
'Bohong! Naruto berbohong!'
Tiba - tiba Sakura merepet ke dinding dan memegang dadanya sendiri. Ino membelalak kaget,
"Forehead, kau kenapa?"
Sakura menggeleng seraya menelan ludah secepat yang ia bisa karena mendadak tenggorokannya kering dan serak.
"A-aku merasa pusing, Pig. Bisakah kau saja yang memberikan dokumen ini pada Hokage?"
Ino menaikkan alisnya. Wajah Sakura memang sedikit agak pucat.
"Baiklah. Lagipula aku tidak mau kau jatuh pingsan di depan hokage nanti. Sekarang kau bisa pulang dan beristirahat," Ino memapah tubuh Sakura ke sudut ruangan.
"Terima kasih Pig! Tolong ya."
Sakura menyerahkan dokumen - dokumen kepada Ino, ia juga menjelaskan sedikit tentang kertas mana yang harus ia serahkan dan penjelasan apa yang harus gadis pirang itu katakan.
Setelah Ino pergi, Sakura ternyata tidak segera pulang ke rumah, ia tetap terduduk lesu di atas kursi tunggu yang sepi.
Tiba - tiba 2 orang lelaki menyapanya, "Sakua, sedang apa kau disini?"
Sakura mendongak ke arah sumber suara. Manik hijaunya menemukan 2 orang laki - laki yang serupa. Mereka berjalan dengan santai dan memasang ekspresi malas seperti biasanya.
Dua laki - laki cerdas, Shikamaru dan Shikaku.
"Shikamaru? Oh aku, baru saja ingin pulang. Aku mengantarkan dokumen - dokumen rumah sakit pada hokage," jawab Sakura dengan gembira, ia memperlihatkan sisi manisnya kepada teman se-angkatannya itu.
Shikamaru mengangkat bahu sebagai reaksi tidak peduli, sementara itu Shikaku tetap menatap Sakura dengan intens. Pria paru baya itu seakan ingin menguliti Sakura lewat pandangannya saja.
"Baiklah…aku pulang dul-,"
"Tunggu Haruno, bisa kita bicara sebentar? Aku ingin menanyakan sesuatu padamu!"
"Apa Naruto sudah mempunyai kekasih?"
Sakura menoleh ke atah Shikaku dengan cepat.
Setelah bermenit - menit diam tanpa kata, akhirnya pertanyaan inilah yang terlontar dari mulut Shikaku. Sakura meremas rok hitamnya dan terlihat berpikir sebentar.
"Kenapa kau menanyakan itu?"
"Aku ingin tahu saja," sahut Shikaku.
"Kalau soal itu aku tidak tahu. Naruto tidak pernah bercerita apapun tentang kekasihnya."
'Kami - sama'
Rasanya setiap tetes liur yang Sakura telan seperti kumpulan jarum. Tenggorokannya sakit dan tanpa Shikaku sadari tangan gadis itu gemetar.
"Begitu ya? Tidak masalah kalau kau tidak tahu."
"Sebenarnya ada apa?" Sakura membuat pria paruh baya itu kembali memandangnya.
"Tidak ada apa - apa," jawab Shikaku lugas.
Sakura tersenyum sinis, ia mencibir karena ada informasi penting yang coba ditutup - tutupi oleh Nara Shikaku.
'Bohong'
"Jadi siapa yang akan jadi calon istri Naruto? Maaf ketua, tapi aku terlanjur mengetahui semuanya."
Mata sipit Shikaku melebar. Ia tak menyangka akan ada kebocoran informasi yang begitu cepat.
Melihat Shikaku yang menggeleng pasrah semakin membuat Sakura gelisah dan sedih. Otaknya memberi gambaran wajah Naruto yang gembira.
'Naruto…'
TO BE CONTINUE...
Gimana? Kurang greget atau terlalu cepet alurnya?
Cygnus mengharapkan adanya saran untuk kesempurnaan fic ini. Cygnus juga buka PM ( loe kira open house -.- ) untuk semua yang mau kasih saran, ide, dsb. Oke?
Ada yang ditanyakan?
Enggak?
Baiklah, bye!
Salam
Cygnus