Ketika ide ini mengilhami(?) saya sebenarnya mau buat #SasuHinaBimonthlyEvent atas saran dari Shiori Shopi-san. Tapi setelah Fic ini jadi, saya rasa ini hanya fic abal pelampiasan amarah saya, jadi saya ga berani buat nyantumin hestek itu. Gomene, Shopi-san.
Hinata pernah membaca sebuah komik dimana salah satu tokohnya adalah pemuda-ehm-tampan, kaya, selalu menduduki peringkat teratas dan dikagumi banyak wanita. Tapi, manusia tak ada yang sempurna kan? Sayangnya, sisi jelek pemuda itu terdapat pada hatinya yang tercermin pada SETIAP kata-kata 'indah' yang keluar dari mulutnya.
Begitu tajam. Menusuk. Dan menyakitkan.
Hinata tak pernah berharap akan bertemu dengan pemuda semacam itu. Lagi pula Hinata tak begitu memperhatikan-apalagi mempedulikan-tokoh itu. Hinata lebih memilih menjadi 'fangirl' tokoh-pemuda-lain dalam komik yang sama tapi memiliki sifat seratus delapanpuluh derajat berbeda dengan pemuda bermulut pedas.
Tapi sepertinya Kami-sama berkehendak lain, kedua tokoh itu muncul di kehidupan Hinata menjelma menjadi dua pemuda dengan sifat yang hampir sama seperti tokoh dalam komik yang ia baca. Jika kalian bertanya seperti apa pemuda yang Hinata kagumi, yaitu pemuda yang sifatnya yang hangat, ceria, semangat, dan yang paling penting dia bisa menjaga mulutnya-Namikaze Naruto. Bukan sosok itu yang dingin, suram, sok cool, hanya mau bergaul dengan 'kaum'nya, OH! Jangan lupakan aura mengintimidasi itu! Membuat Hinata bergidik ngeri melihatnya. Ditambah kata-kata yang keluar dari mulut laknat itu. Tidak cukupkah dengan cara ia melirik Hinata dengan tatapan membunuhnya? Dan segala olokan dan cacian yang pemuda itu keluarkan, Hinata merasa ribuan kunai menusuk jantungnya jika ini benar-benar dunia ninja seperti komik yang ia baca.
Dan sekarang sosok yang ia benci setengah mati itu ada di sini. Setengah jam setelah jam pulang, Hinata menuntaskan kewajiban piketnya sendirian. Karena tak ada yang mau piket bersamanya. Hinata cukup tahu. Sementara pemuda itu berdiri menyender pada dinding dekat pintu masuk dengan kedua tangan terlipat di depan dada. Hinata bersiap dengan apa yang akan dikeluarkan dari mulut busuk itu.
'OH.. KAMI-SAMA.. lapangkanlah dadaku.' Do'a Hinata, menjerit dalam hati.
.
.
.
This Hurt
Naruto © Masashi Kishimoto
Typos, Abal, Gaje, Aneh.
Drama (Ga juga), Romance (Gak yakin)
Bungsu Uchiha – Sulung Hyuuga
Typos, aneh, gaje, lebay, dan segala kekurangan lainnya.
DIBUAT SAAT EMOSI AUTHOR SEDANG MEMBARA(?)
TERDAPAT KATA-KATA KASAR YANG TIDAK PATUT DITIRU. *sok bener
This Hurt by Natsumidouri/Nat/Natsumi2208/A.A.N/Nyonya-Nara(?)
.
.
.
"HEI JELEK!" satu olokan. Hinata tahu dia jelek jika dibandingkan dengan Haruno Sakura yang jelas-jelas telah menarik perhatian pemuda yang ia cintai. Membuat Hinata patah hati. Jadi, olokan itu sepertinya tak berpengaruh. Karena ia memang jelek-menurutnya. [Tapi menurut orang lain? Belum tentu loh Hinata~ *authordijyuuken]
"HEI CULUN!" Dua olokan. Hinata tahu dia culun. Tidak pandai bergaul. Bergaul dengan teman 'normal' saja dia tidak pandai, apalagi harus bergaul dengan geng pemuda srigala yang tengah mengoloknya saat ini. Hinata merinding membayangkannya. Lagi pula—siapa juga yang mau masuk geng yang hanya menjunjung tinggi kekayaan, kekuasaan, dan kepopuleran tanpa mempedulikan otak itu? Oke, beberapa anggota diantaranya memang cerdas termasuk pemuda ini. Huh. Hinata benci mengakuinya. Tapi tetap saja kebanyakan isinya hanya bocah yang selalu menghamburkan kekayaan orang tua mereka dengan bermalas-malasan dan bersenang-senang. Hinata heran mengapa hampir seluruh kohainya berlomba-lomba masuk geng tak jelas itu atau membentuk geng serupa karena ditolak menjadi anggotanya. Dan jika ada yang bertanya apakah Hinata akan mendaftar? OGAH. Tidak. Sudi. Tidak. Akan. Pernah. Lebih baik Hinata diolok seperti ini dari pada masuk ke geng yang akan merusak kepribadiannya—menurut Hinata.
"HEI KUNO!" Tiga olokan. Hinata sangat sadar dia kuno-tidak modis. Lihat saja penampilannya. Disaat semua siswi berdandan dengan pakaian trendy atau seragam ketat memperlihatkan lekuk tubuh mereka, rok mini limabelas centimeter di atas lutut menonjolkan kaki jenjang mereka, dan ditambah aksesoris yang berkilauan, sementara Hinata justru mengenakan seragam dengan satu ukuran diatas ukuran tubuhnya, rok yang tepat didepan lutut, serta jam tangan ungu pudar yang setia bertengger manis di tangan kirinya. Belum lagi pakaian Hinata yang selalu tertutup dan kedodoran di setiap ia bepergian-dan tentu ia tak pernah pergi ke club-club malam seperti geng yang dipimpin pemuda itu, membuat kesan 'kuno' dan 'ketinggalan jaman' semakin melekat pada Hinata. Ia bukan Yamanaka Ino dan Haruno Sakura yang modis, trendy dan mempunyai kepercayaan diri tinggi untuk itu. Atau Tenten dan Temari yang walaupun mereka tomboy, tetap bisa menarik perhatian lawan jenis. Sementara Hinata? Jangan tanyakan. Jangankan menarik perhatian kaum adam dalam tanda kutip, menarik perhatian untuk sekedar berteman saja tidak. Hinata selalu tersisih, tak dipedulikan, dijadikan pilihan terakhir untuk pertanyaan siapa-yang-paling-ingin-kau-ajak-bicara. Poor Hinata.
"HEI KIKUK!" Empat olokan. Ia kikuk? Tepat sekali-pikirnya. Ia selalu gugup jika berbicara dengan orang lain. Ralat. Jangankan terhadap orang lain, pada Neji atau Hanabi yang notabennya merupakan orang terdekatnya saja ia tetap gugup. Jangan lupakan dengan—
"HEI GAGAP!" —setiap pengulangan kosa kata yang selalu menghiasi kata yang keluar dari bibirnya. Hinata selalu berusaha keras untuk mengurangi aksen gagapnya—mengurangi kegugupannya dengan menarik nafas dalam-dalam. Tapi pada kenyataannya cara itu tak terlalu berhasil.
Hinata berusaha mengingat berapa kali olokan yang ia terima. Dan menebak berapa kali lagi pemuda itu akan mengoloknya lagi. Menebak kapan kira-kira pemuda itu akan pergi dan membebaskan paru-parunya yang sesak setiap kali bertemu, berpapasan atau sekedar tak sengaja menyadari eksistensi pemuda itu kala ia mengedar pandangan. Ia menebak bagaimana leganya kala itu. Tapi Hinata tahu sang Uchiha tak akan membiarkannya. Mungkin lain kali ia akan menebak sampai kapan ia akan bertahan, dan apa yang akan dilakukannya kala kesabaranya berujung. Yah—lain kali. Benar. Lain kali. Atau mungkin sekarang? Karena ia rasa kedua manik lavendernya mulai memanas.
'Duk'
Melamun, tidak memperhatikan keseliling, Hinata yang tengah menyapu paha kanannya membentur ujung meja. Cukup sakit sampai rintihannya terdengar oleh Sang Uchiha.
"Dasar Bodoh. Kau Ceroboh." berbeda dengan sebelumnya, kali ini Sasuke hanya menggumankannya namun tetap terdengar oleh Hinata.
Hinata masih merintih dan mengusap-usap paha kanannya tak sadar Sasuke mendekat. Sampai Sasuke menarik salah tangan kirinya. "Pulang." katanya datar.
Entah mendapat keberanian dari mana, Hinata menepis tangan Sasuke kasar hingga terlepas.
"Berhenti menggangguku, Uchiha! Tak cukup ya, dengan mengataiku kasar tiap hari? Sekarang kau mau apa? Mengempiskan ban sepedaku? Menceburkanku ke kolam air mancur taman seperti tempo hari? Menyiramku dengan cairan anehmu? Atau apa hah? Aku menjalani dua tahun sekolahku dengan tenang, tapi setengah tahun ini kau membuatnya menjadi seperti neraka!" apa benar ini Hyuuga Hinata? Berteriak tanpa gagap di depan Uchiha?
"Aku harus apa lagi untuk menarik perhatianmu, ha?"
'A-apa?' Hinata bertanya tanpa berani menyuarakan.
Sasuke mendengus "HUH. Di otakmu hanya ada dobe, dobe dan dobe kan? Kau seolah membangun benteng mencegah orang lain masuk dan dobe keluar dari otakmu. Memang pernah dobe memikirkanmu? Tidak kan! Jadi sebaiknya keluarkan dobe dari otakmu!"
'Aku tahu, aku tahu. Tak perlu kau jelaskan aku tahu. Tapi aku tak bisa, tak bisa.'
"Kenapa diam hah? Baru sadar?" Sasuke tersenyum mengejek.
"Pergi, pergilah." lirih Hinata.
"Apa?"
"Kumohon pergilah, cukup anggap aku tidak ada, jangan ganggu aku lagi, berhentilah mengataiku. Jangan pedulikan aku." Pinta Hinata memberanikan diri menatap dua manik kelam. Kini air mata tak kuasa gadis Hyuuga pendung. 'peduli? Ya ampun Hinata, kau berkata seolah dia mempedulikanmu.' Hinata merutuki kalimat terakhirnya dalam hati.
"Jadi itu permintaanmu? Menganggapmu tidak ada? Baik." pemuda itu mengatakannya dengan datar. Tapi sanggup membuat hati Hinata mencelos. Karena lega dan perasaan lain yang tak dapat Hinata definisi. Semacam... kecewa... mungkin? Tapi kenapa begitu? Harusnya hanya ada rasa lega karena Bungsu Uchiha akhirnya meleparkan taring dan cakarnya kan? Tapi... Jika sebelumnya Hinata mengira paru-parunya akan bebas, tapi kenapa sekarang malah bertambah menyiksa? Kenapa? Belum lagi jantungnya yang sepuluh kali lebih cepat, padahal biasanya jika diolok Sasuke hanya dua kali lebih cepat, sama seperti rasanya saat kau dipanggil mengerjakan soal di papan tulis sementara kau belum hafal rumusnya. Lalu kenapa? Kenapa?
"Tatap aku, Hyuuga. Kupastikan ini terakhirnya kau menatapku dan berbicara denganmu. Setelah ini, tak ada lagi yang mengganggumu, tak ada lagi yang mengolokmu. Dan sesuai permintaanmu, aku tidak akan menganggapmu ada, dan tidak akan mempedulikanmu."
Dia beranjak menjauh. "Sebaiknya kau isi otakmu dengan soal ujian masuk perguruan bukan dengan dobe." lanjutnya sarkatis.
Dia pergi. Begitu saja. Tanpa pamit. Meninggalkan seorang gadis yang tengah mematung sendirian.
Jadi, Hinata, apa yang kau akan lakukan setelah ini ini?
.
.
.
Is It End, Or Next?
.
.
.
Beberapa hari lalu, di tengah keruwetan duta, Nat punya niat buat ff Konohamaru-Hanabi dengan genre romance-comedy, sekalian belajar nglawak gitu. Tapi sepertinya Nat ga bakat jadi pelawak. *pundung
Idenya udah ada, Nat juga udah mulai nulis. Tapi giliran udah seperdelapan bagian udah selesai, mood Nat tiba-tiba anjlok. Gara-gara seseorang berinisal T.A.P di duta. Dan akhirnya Nat menumpahkan amarah Nat kedalam fic ini. HUAHAHAHA *tawanista
Jadi jangan heran kalau fic ini agak gaje bin labil. Karena Nat tekankan sekali lagi, Nat mbikin ini dengan emosi yang menggebu-gebu. Lagian walaupun mood udah membaik, Nat males ngubah cerita dari awal lagi. Biarin apa adanya. *tawanista(lagi)
Nat masih pemula dalam hal tulis-menulis. Nat juga baru jadi sider fic fandom Naruto . Biasanya sih jadi sider fic screenplay. Whehehe. Karena itu, Nat minta kripik(?) dan sarannya ya~
.
.
.
Ketika kau selalu mendapat 'perhatian' dari seseorang dalam konteks buruk, dan secara tiba-tiba 'perhatian' itu tak lagi kau dapatkan.
Bagaimana perasaanmu?
Kau pasti merasa sangat bahagia 'kan?
Bukankah seharusnya seperti itu?
Tapi, kenapa kau merasa kehilangan?
Dan kau senantiasa bertanya—
'Apakah ini semua berakhir?'
.
.
.
Maaf kalau ini tidak memuaskan. Terimakasih sudah membaca. Bolehkah saya meminta review?
This Hurt by Nyonya Nara (?)
28/05/15