I'm SORRY, BAEKHYUN

CAST

Baekhyun

Chanyeol

GENRE

Romance

DISCLAIMER

GOD !

RATE

M

WARNING!

NO CHILD!

GENDERSWITCH

typo(s)

SUMMARY

So, raise them together...


"Eomma pulang!"

Teriak Baekhyun membahana begitu pintu rumahnya terbuka. Senyumnya terkembang saat itu juga ketika menangkap suara berisik kedua bayi yang berasal dari dalam rumah sedang berlari menghampirinya.

"Eomaa! watta!" Celetuk salah satu bayi laki-laki itu sambil berlari. Sedangkan yang satunya menjerit-jerit tak kalah semangatnya.

Baekhyun merendahkan tubuhnya dan merentangkan kedua tangannya, menyambut kedatangan putranya lalu merangkulnya erat.

Puk'

Puk'

Baekhyun menepuk bokong kedua putranya yang kini dalam dekapannya itu dengan gemas.

"Apa hari ini menyenangkan?" Tanya Baekhyun sambil melepaskan pelukannya, mata sipit yang terbingkai kaca mata minus itu menatap lembut kepada kedua buah hatinya.

"Kalian sudah makan?"

Dengan kompak kedua bayi itu menganggukkan kepalanya.

"Ah jaraetta! anak eomma pintar!" Dengan gemas Baekhyun menghadiahi kedua putranya ciuman bertubi-tubi.

"Noona kau sudah pulang?"

Muncul seorang namja dewasa dari dalam ruang tengah menginstrupsi kegiatan Baekhyun. Baekhyun mendongak menatap namja yang baru saja datang itu.

"Ada tamu di dalam, mencarimu," Lanjut namja itu, Baekhyun mengerutkan keningnya.

"Nuguya?"

"Aku juga tidak tahu, tapi dia baru saja datang."

Baekhyun mengacak rambut kedua putranya sebentar, lalu meraih kedua tubuh mungil itu saat putranya bergelayut minta di gendong. Terlihat kerepotan sekali, tapi Baekhyun berhasil mengangkat keduanya.

"Kihyun-ah bantu aku,"

Perintah Baekhyun sambil menyerahkan Seojun kepada namja dewasa itu.

.

.

.

Setelah menyuruh Kihyun membawa putranya bermain, Baekhyun segera beranjak nememui tamu yang Kihyun maksudkan.

Dan lihat siapa yang datang, Baekhyun terbeliak tidak percaya saat melihat siapa gerangan tamunya itu.

"Astaga eonni!"

Pekik Baekhyun lumayan keras hingga membuat seorang wanita yang sedari tadi sibuk mengamati rumahnya menoleh.

Ternyata tamu itu adalah.

"Yixing eonni neomu bogoshipeo!" Seru Baekhyun lagi, kali ini sambil berlari menghampiri wanita yang baru saja di panggilnya Yixing itu. Mereka berpelukan.

"Ya! Byun Baekhyun kemana saja kau selama ini! Kenapa menghilang tanpa kabar, apa kau tidak tahu betapa paniknya aku saat mendengar kabar dari Tao bahwa kau menghilang?" Tanya Yixing beruntun tanpa jeda, tapi masih dalam posisi berpelukan.

Baekhyun melepaskan pelukannya dan kini menatap sahabat baiknya itu dengan tatapan menyesal.

"Eonni lebih baik kau duduk dulu, kau mau mimum apa?"

Yixing menuruti keinginan Baekhyun dan duduk di salah satu kursi di sana. Tapi Yixing segera mencegat Baekhyun saat wanita itu hendak beranjak untuk membuatkannya minuman.

"Aku tidak mau minuman, aku mau penjelasan!" Ucap Yixing tegas. Baekhyun menghembuskan nafasnya pelan. Kemudian ikut menarik kursi di sebelah Yixing untuk duduk.

"Ceritanya panjang~"

Jawab Baekhyun terdengar tidak bersemangat. Yixing menatapnya memicing.

"Aku punya banyak waktu untuk mendengarkan sampai selesai," Balas Yixing mantap. Bukankah dia kemari memang ingin menemui Baekhyun, menanyakan kemana saja sahabatnya itu selama ini.

"Jadi kau sudah menikah? Dan yaaaaa Tuhaaaaannnn Baekhyun, kau bahkan memiliki dua anak,"

Celetuk Yixing lagi, demi Tuhan lidahnya sudah sangat gatal sekali. Apalagi begitu tiba di rumah ini yang di dapati adalah seorang namja sedang menggendong dua bayi membukakan pintu untuknya. Dulu mungkin dia bisa begitu tenang menunggu Baekhyun siap untuk bercerita padanya, tapi tidak kali ini, Yixing sudah tak sesabar dulu lagi.

"Eonni, aku bahkan belum berbicara, kenapa kau menyela duluan," Decak Baekhyun pura-pura kesal melihat Yixing yang sudah nyerobot.

"Kau tidak tahu bagaimana susahnya aku mencari alamatmu, ditambah Tao bilang setelah mengundurkan diri dari Random House kau menghilang tanpa jejak. Kau mengganti nomor ponselmu, dan sekarang," Yixing geleng-geleng tak percaya.

"Sekarang kau bahkan sudah menikah dan memiliki anak tanpa ada satu orang pun yang tahu, apa kau sudah tidak menganggap kami teman?"

Baekhyun mendengus kesal lalu mendorong kursinya kebelakang. "Lebih baik aku membuatkanmu minum dulu, sepertinya nanti kau benar-benar akan tidak baik-baik saja eonni."

Baekhyun beranjak menuju kulkas bermaksud mengambilkan minuman dingin untuk Yixing. Sedangkan wanita yang lebih tua itu kini tengah melotot ke arah Baekhyun. 'apa tadi katanya?'

Baiklah, Yixing mungkin sudah berbicara terlalu banyak, oke dia akan mengontrol dirinya. Huh.

"Oke, kita mulai dari mana?"

Tanya Baekhyun kembali menghampiri Yixing sambil meletakkan segelas jus segar di atas meja.


Baekhyun memijit batang hidungnya pelan. Dengan hati-hati ia meletakkan kacamata berlensa minus miliknya di atas mejanya. Baekhyun masih sama, dia masihlah seorang penyunting yang setiap hari harus berkutat berjam-jam di depan PC nya. Membiarkan matanya bekerja begitu berat hingga membuatnya harus menerima kenyataan bahwa matanya tidak secantik dulu. Baekhyun memiliki masalah dengan matanya dan itu terjadi setahun yang lalu.

Baekhyun menghela nafas berat, ketika teringat obrolannya dengan Yixing tadi siang.

"Jadi... benar kalau bayi itu anakmu Baekhyun?" Tanya Yixing menatap penuh tanya ke arah Baekhyun.

Baekhyun mengangguk sebentar. Sebenarnya ia sedang tidak dalam mood baik untuk membicarakan hal berat seperti ini. Masalalunya... adalah hal yang paling ingin ia lupakan. Baekhyun sudah berusaha sangat payah untuk menata kehidupannya saat ini.

Tapi Baekhyun tentu juga tidak bisa mengabaikan Yixing. Yixing adalah sahabatnya. Dan ia yakin sekali Yixing tidak mungkin akan melepaskannya begitu saja jika ia tidak menceritakan yang sebenarnya.

"Dua tahun yang lalu aku bertemu dengan ibu kandungku,"

Ucap Baekhyun memulai ceritanya, Yixing tidak terlalu kaget mendengarnya, karena bibi yang merawat Baekhyun sudah mengatakan hal itu padanya. Sebelum kemari Yixing juga pergi ke Bucheon.

"Sebulan setelah eonni mengundurkan diri dari Random House, aku juga keluar dari sana."

Yixing memang keluar dari Random House waktu itu, dan dia harus kembali ke Changsa secepat mungkin karena ada masalah serius dengan keluarganya.

"Aku juga pindah dari apartementku di Seoul." Baekhyun menarik nafasnya. "Lalu aku memutuskan tinggal di sebuah desa kecil jauh dari kota."

"Baekhyun, kau tahu Tao sangat panik waktu itu. Kemana kau membuang ponselmu? Kenapa kau melakukan ini pada kami?"

Antara cemas dan khawatir Yixing mulai kalut. Yixing bahkan mendekati gila setelah mendengar berita dari Tao bahwa Baekhyun keluar dari perusahaan dan menghilang begitu saja. Dan dia, dan dia tidak bisa melakukan apapun dari sana.

"Aku menjual ponselku, karena percuma saja aku menggunakannya, di sana tidak ada sinyal,"

Jawab Baekhyun sambil nyengir bodoh.

"Baekhyun!" Tegur Yixing melihat gelagat sahabatnya yang malah bercanda.

"Jelaskan padaku apa sebenarnya alasanmu pergi?"

Baekhyun merubah air wajahnya lalu menoleh ke arah Yixing yang sedang menatapnya serius.

"Waktu itu aku..."

Baekhyun mengggantung kalimatnya cukup lama, dan membuat Yixing semakin mengernyit tidak sabar.

"Aku, hamil..."

Ujar Baekhyun teramat lirih, namun nyatanya perkataannya tertangkap jelas di telinga sahabatnya. Yixing membulatkan matanya maksimal. Dan dia menganga tidak percaya.

"Apa yang kau katakan? hamil?"

Yixing benar-benar seperti orang bodoh saat ini, dia bingung harus mengatakan apa? Demi Tuhan Yixing sangat terkejut.

"Siapa dia Baekhyun?" Tanya Yixing menatap wajah sahabatnya nanar. Bagaimana dia bisa menyebut dirinya sebagai sahabat sedangkan dia tidak melakukan apapun saat Baekhyun kesusahan. Yixing menyesal tidak memaksa Baekhyun bercerita tentang masalahnya waktu itu.

"Eonni apa kau mau berjanji tidak akan mengatakan ini pada siapa pun?"

Yixing diam, namun seperti terhinoptis dia hanya mengangguk menanggapi permintaan Baekhyun.

"Dia adalah... Park Chanyeol."

"Eomma!"

Baekhyun tersentak kecil dari lamunannya karena suara bocah kecil mengagetkannya. Ia memutar tubuhnya kebelakang hingga menemukan putranya sedang berdiri di sana.

"Seojun-ah apa yang kau lakukan di sini?"

Baekhyun menengok ke arah jam di dindingnya. Jam 10 malam, apa yang di lakukan anaknya hingga belum tertidur.

"Dimana hyung?" Tanya Baekhyun bingung karena tidak melihat Seoeon.

"Euh," Jawab si kecil Seojun sambil menggerakan kepalanya, memberitahu ibunya jika sang kakak ada di kamar.

"Hyung tidur?"

Seojun mengangguk.

"Wae gurae? kenapa kau tidak tidur?"

Si kecil Seojun berjalan mendekati ibunya dan Baekhyun segera mengangkat tubuh anaknya hingga duduk di pangkuannya.

"igeo mwoya, eomma?" Tanya Seojun sambil menunjukkan sesuatu kepada ibunya. Baekhyun melirik sekilas, mengamati benda yang ditunjukan anaknya. Sebuah pas photo polaroid.

Photonya dan...

Chanyeol.

"Seojun-ah darimana kau mendapatkan itu?" Baekhyun hendak mengambil photo itu dari tangan anaknya, tapi Seojun dengan sigap menyembunyikan di belakang tubuhnya. Takut di minta.

"Eomma..." Rengeknya sambil menggoyang-goyangkan tubuh mungilnya. Seolah melarang Baekhyun mengambil photo itu darinya.

"Arasseo, arasseo! eomma tidak akan minta," Dengus ibu muda itu pura-pura kesal. Tapi dasarnya anak kecil, Seojun tidak mau repot-repot memikirkan gelagat kesal ibunya. Dia malah kembali bertanya.

Sepertinya bayi itu tidak akan menyerah sebelum mendapatkan jawaban yang diinginkan.

"Eomma... igeo mwoya?" Seojun kembali mengulurkan photo itu. Kali ini dengan nada sedikit frustasi dan sebal.

Akhirnya Baekhyun menyerah, dengan senyum manis Baekhyun mulai menjawab pertanyaan Seojun. Jemari lentiknya mengarah pada seseorang di dalam photo itu, Baekhyun menunjuk dirinya sendiri.

"Igeo, Seojunnie Eomma," Jawab Baekhyun nyengir. Dan bayi itu menggeleng keras.

"Aniyaaa... igeo, igeo!"

Tunjuk Seojun pada seorang lagi yang berdiri di sebelah ibunya. Bagaimana bocah sekecil itu bisa sangat penasaran. Dan juga darimana Seojun mendapatkan photo itu. Baekhyun geleng-geleng kepala.

"Seojun-ah," Panggil Baekhyun lirih, membuat anaknya mendongak menatapnya. Mata sipit mirip miliknya itu mengerjap lucu.

"Janji setelah ini kau harus tidur arajji!"

Seojun menganggukkan kepalanya. Dan Baekhyun tidak bisa menahan untuk tidak mencium pipi gembul itu gemas.

"Igeo!"

Seojun menanti ibunya selesai bicara.

"Appa,"

jawab Baekhyun susah payah. Ia tidak tahu kenapa rasanya susah sekali mengakui bahwa namja di photo itu adalah ayah dari putranya. Baekhyun tentu tidak lupa dengan apa yang telah dialaminya hampir tiga tahun lalu. Sungguh demi apapun Baekhyun masih sakit jika mengingatnya.

"Appa,"

Ulang Seojun mengikuti ucapan ibunya, kepalanya menoleh kearah Baekhyun sebentar sebelum kembali mengamati photo di tangannya.

dan detik selanjutnya...

"Kyaaaaaa! Appa! Appa, mmmmmmmmuuah."

Seojun berteriak kesenangan, entah apa yang terpikirkan di kepala kecilnya. Tapi sepertinya Seojun terlihat gembira sekali, sampai-sampai dia menciumi photo itu berkali-kali.

Baekhyun hanya bisa menatap anaknya dengan tatapan tak terbaca.


"Jam berapa kau pergi hari ini?" Tanya seorang namja berjas rapi namun tak mengalihkan tatapannya pada lembar pekerjaan di atas mejanya.

"Apa aku benar-benar harus pergi? Park Chanyeol, kau hanya membuang waktuku," Jawab seorang wanita yang kini tengah duduk di sofa.

Chanyeol menolehkan kepalanya pada sosok wanita yang kini sedang menatapnya kesel.

"Apa kau lupa rencana kita Ji Yeonhee?"

"Aku bilang aku tidak mau pergi, bagaimana kau tega membiarkanku kesana sendirian," sergah wanita bernama Ji Yeonhee itu menyerukan protes.

"Apa kau tidak tahu aku sibuk," Jawab Chanyeol sambil berdecak. "Masih banyak pekerjaan yang harus aku selesaikan."

Wanita itu berdiri dari tempatnya. Pipinya menggembung kesal. "Sebenarnya untuk apa juga aku kesana, kita tidak akan menikah Park Chanyeol. Jadi hentikan ini sekarang!"

"Ya! Ji Yeonhee bisakah kau pelankan suaramu,"

Chanyeol meletakkan pulpen yang sedari tadi di tangannya. Dengan gerakan malas dia melonggarkan dasinya. "Kubilang kau hanya perlu mengikuti ucapanku dan setelah itu kau bisa bebas."

"Tapi kau-"

Tok... tok... tok...

Belum juga wanita bernama Yeonhee itu menyelesaikan ucapannya, suara ketukan pintu dari luar membuatnya terpaksa menutup mulutnya kembali. Masih dengan tampang kesal Yeonhee meraih tasnya yang berada di atas meja. "Arasseo terserah padamu, asalkan kau benar-benar menepati ucapanmu! Aku pergi sekarang." Ucap wanita itu sebelum berlalu dari sana.

Setelah Yeonhee keluar dari ruangan itu, masuklah seorang wanita yang mengetuk pintu tadi.

"Direktur Park, ada masalah terjadi," Ujar wanita itu memberi tahu atasannya.

"Mwo?"

Tanya Chanyeol kaget. Dia langsung memberikan tatapan serius kepada si wanita itu.

"Perusahaan Hyundai membatalkan mensponsori penerbitan buku terbaru kita."

Wanita itu menghampiri meja kerja Chanyeol dan menyerahkan sebuah map berisi dokumen pembatalan kontrak kerja sama.

Chanyeol membukanya segera, matanya menelusuri dengan teliti dan membaca isi dokumen itu dengan seksama.

"Tuan Choi menilai perusahaan kita tidak konsisten."

"Apa maksud ucapanmu?" Tanya Chanyeol sambil melotot. Ada urat-urat kemarahan terpancar dari wajah tegasnya.

"Karena jadwal deadline buku nona Han di undur," Jawab wanita itu sambil menunduk.

"A-apa? di undur? siapa yang melakukan itu?"

"Kepala editor yang baru."

Chanyeol kembali membalik dokumen itu pada bagian selanjutnya. Sampai dia menemukan sesuatu yang dia cari dan,

Matanya terbeliak tidak percaya.

Tanpa mengalihkan tatapannya pada kertas di hadapannya Chanyeol berbicara,

"Sekretaris Ahn, panggil kepala editor baru itu kemari!" Perintahnya tegas dan tak terbantahkan.


Baekhyun hanya bisa geleng-geleng kepala melihat tingkah absurd anak buahnya yang kini sedang mondar-mandir bak setrikaan. Baekhyun berdecak bosan, tidak tahu bagaimana cara menghentikan wanita itu.

"Ya! Kim Ahjung berhentilah mondar-mandir kau membuat kepalaku bertambah pusing,"

Omel Baekhyun tanpa beranjak dari tempatnya.

Wanita yang di panggil Ahjung itu berhenti di tempat dan menatapnya sebentar, tapi tidak lama kini dia beralih menggigiti kukunya gugup.

"Kepala editor, ini salahku, Ya Tuhan... seharusnya aku tidak seceroboh ini. Bagaimana... bagaimana kalau aku di pecat,"

"Ya! bukankah aku sudah bilang akan membantumu, berhenti bicara di pecat di pecat terus. Atau aku sendiri yang akan memecatmu!" Galak Baekhyun bosan menanggapi perkataan Ahjung yang terlalu mendramatisir.

Ahjung duduk dengan lemas, beruntung dia memiliki atasan seperti Baekhyun, batinnya. Walau wanita bertubuh pendek itu galak namun setidaknya Ahjung merasa terberkati karena selalu di lindunginya. Tapi jika Baekhyun membantunya itu berarti atasannya yang akan kena masalah.

"Kau absen karena sakit jadi tidak ada alasan mereka marah padamu," Seolah mengerti yang di pikirkan Ahjung Baekhyun mencoba menghiburnya.

"Kau tahu, dulu aku juga pernah mengalami hal sepertimu. Kehilangan file yang sudah aku kerjakan susah payah," Ujar Baekhyun sambil geleng-geleng mengingat masalalunya dulu, ia tidak menyangka jika kejadian seperti ini akan dialaminya lagi.

"Jeongmalyo?" Tanya Ahjung bersemangat, wanita itu menghampiri meja Baekhyun dengan mata berbinar, setidaknya dia mengira bukan hanya dia manusia teledor satu-satunya di dunia ini.

"Issshh, lupakan!" Dengus Baekhyun pura-pura kesal melihat tingkah pecicilan anak buahnya.

Dan hal itu membuat Ahjung kembali merengut.

Tak lama berselang suara getar ponsel berhasil mengalihkan perhatian kedua wanita itu. Baekhyun meraih ponselnya sebentar memeriksa satu pesan masuk terkirim untuknya. Sedangkan Ahjung memilih kembali ke meja kerjanya.

from : Eomma

Baekhyun pekerjaanmu selesai satu jam lagi kan? Maaf eomma tidak bisa menunggumu. Eomma harus pulang sekarang, ada tamu penting di rumah. Si kecil masih tidur, eomma sudah memastikan mereka tidak akan terbangun sebelum kau datang. Tapi jika kau masih sibuk kau bisa menghubungi adikmu.

Baekhyun mengetikkan pesan balasan,

to : Eomma

Ne eomma aku akan pulang lebih cepat, terimakasih sudah membantu menjaga Seoeon dan Seojun hari ini.

Baekhyun meletakkan ponselnya kembali. Bibirnya mengulas senyum tipis teringat kedua putranya. Ia melirik ke arah jam dinding sebentar, sepertinya ia harus siap-siap untuk pulang sekarang. Atau si kembar akan benar-benar menangis jika tidak mendapatinya di rumah saat terbangun.

Ketika sibuk mengemasi barang-barangnya, seorang wanita cantik tiba-tiba datang menghampirinya. Membuat Baekhyun menghentikan kegiatannya.

"Kepala editor Byun," panggil wanita itu.

Baekhyun mendongak untuk melihat si pemanggil.

"Nde, sekretaris Ahn." sembari menegakkaan tubuhnya sejajar dengan wanita di depannya.

"Direktur memanggil anda keruangannya," Jelas wanita yang di panggil Baekhyun dengan sekretaris Ahn tersebut.

Mendengar nama Direktur disebut-sebut segera membuat Ahjung yang duduk tak jauh dari tempat Baekhyun menolehkan kepalanya kaget. Matanya menatap horor kepada sang atasan. Tapi Baekhyun tak menggubrisnya, ia menganggukkan kepalanya sekilas menanggapi perkataan sekretaris Ahn. Lalu melangkahkan kakinya menuju ruangan sang Direktur.

.

.

.

Baekhyun dejavu menghadapi situasi seperti ini. Bagaimana bisa kejadian yang pernah dialaminya hampir tiga tahun lalu terulang kembali padanya, walau saat ini bukan dia sendiri yang melakukan kesalahan, tapi sepertinya Baekhyun merasa lebih ketakutan. Baekhyun yakin bahwa hal lebih buruk akan menimpanya, jujur saja ia takut, dan ia berjalan sambil menahan rasa gugup luar biasa.

Setelah mengetuk pintu terlebih dulu, berusaha memantapkan hati ia memutar kenop pintu itu dengan tangan bergetar.

Di sana sudah duduk dalam keheningan seorang namja yang Baekhyun yakini sebagai sang Direktur. Baekhyun belum pernah memasuki ruangan ini lagi semenjak jabatannya di angkat sebagai kepala editor, di tambah lagi yang ia dengar bahwa Direktur saat ini bukanlah Direkturnya yang dulu.

Sembari menggigit bibirnya gugup Baekhyun memberanikan diri memanggil sang Direktur yang sedari tadi membelakanginya.

"Jeoseonghaeyo Direktur, anda memanggil saya," Ucap Baekhyun lirih namun bisa di dengar jelas oleh namja di balik kursinya. Tanpa Baekhyun ketahui namja yang masih memunggunginya itu menahan senyum penuh arti.

Baekhyun hanya tidak tahu saja, bahwa sebentar lagi mungkin ia akan terkena serangan jantung.

Dengan gerakan slow motion namja itu memutar kursinya hingga berhadapan dengan Baekhyun. Wajah tegasnya menyunggingkan senyuman.

Baekhyun mundur secara refleks, matanya membulat penuh. Tubuhnya membeku di tempatnya menatap tidak percaya namja yang tengah tersenyum padanya. Baekhyun mengerjap berkali-kali. Bagaimana mungkin namja itu ada di sana.

Chanyeol mengancingkan jasnya lalu beranjak dari kursinya mendekati Baekhyun.

"Lama tidak bertemu editor Byun Baekhyun."

Masih dalam mode terkejutnya Baekhyun bahkan tidak bisa berucap dengan benar.

"Di-direktur Park?"

Panggil Baekhyun tergagap.

"Senang jika kau masih mengenaliku," Balas Chanyeol basa-basi.

Jeda keheningan cukup lama. Baekhyun menatap Chanyeol tak percaya sedangkan namja itu menatapnya tak terbaca.

"Apa anda ingin menanyakan tentang mengapa saya mengundurkan jadwal deadline buku nyonya Han?"

Baekhyun akhirnya bisa menguasai tubuhnya, segera mencari point penting mengapa dirinya harus di panggil kemari.

"Itu, ah benar aku ingin membicarakan itu denganmu," Jawab Chanyeol setengah bergumam.

"Ehhhem..." Chanyeol berdehem mencoba mengontrol dirinya.

"Kenapa kau melakukan itu?" Tanya Chanyeol ambigu, dan Baekhyun tidak cukup pintar mengartikannya.

"Ye?"

Tatap wanita itu bingung, Baekhyun tidak mengerti apa yang Chanyeol coba sampaikan.

Chanyeol terdiam, namun matanya tak teralihkan sedikitpun dari sosok di hadapannya. Konsentrasinya buyar dan dia tidak tahu harus mengatakan apa.

"Kenapa kau mengundurkan jadwal penerbitan buku nona Han?"

Bukan tanpa alasan Baekhyun berdiri disana. Demi janjinya kepada Ahjung bahwa ia akan melindungi wanita itu apapun yang terjadi. Dan Baekhyun ingat betul watak yang dimiliki namja yang menjabat sebagai Direkturnya itu.

"Karena file yang dikerjakan editor Kim tidak bisa mengejar deadline buku itu," Jawab Baekhyun mantap, seakan ia menegaskan bahwa ia tidak lagi lemah seperti dulu.

"Apa kau tahu hal besar apa yang telah kau lakukan?"

Tatapan itu, sebenarnya bukan tatapan itu yang ingin Chanyeol sampaikan. Tetapi nyatanya hatinya berkhianat, sungguh sebenarnya dia memanggil Baekhyun kemari hanya untuk memastikan bahwa wanita itu adalah sosok yang sama.

"Saya tahu, saya yang akan menanggung konsekuensinya."

Chanyeol menghela nafasnya lalu mengangguk lirih. "Baiklah, sekarang aku mengerti alasannya."

Baekhyun memandang Chanyeol tak percaya. Apa namja itu melepaskannya begitu saja? Dimana tatapan mengintimidasi khas namja itu yang selalu dilakukan untuk memojokkan lawannya. Baekhyun tidak tahu, dan sepertinya ia juga tak ingin mencari tahu. Jika memang Chanyeol tidak mempermasalahkan kelancangannya, itu berarti ia selamat. Lagi pula Baekhyun sedang tidak dalam mood baik saat ini. Dan alasannya adalah karena melihat namja itu ada di hadapannya. Mungkin pilihan tepat untuk memilih segera meninggalkan ruangan itu.

"Saya mengerti, jika sudah tidak ada lagi yang ingin anda sampaikan, saya akan pergi sekarang,"

Awalnya Chanyeol ingin menahannya. Tetapi ego dalam dirinya tidak membiarkannya melakukan demikian.

"Saya pergi!"


Baekhyun mengusap wajahnya kasar. Melihat jam di pergelangan kiri tangannya ia segera tersadar. Ini sudah hampir setengah lima, Baekhyun teringat kedua bayinya. Dengan langkah cepat ia segera menuju parkiran. Berusaha melupakan hal yang baru saja terjadi. Tanpa membuang banyak waktu lagi ia segera memasuki mobil. Lalu mulai menyalakan mesinnya, tapi dahinya mengernyit heran karena mobil itu tak bergerak. Baekhyun mencobanya lagi-dan lagi sebelum ia sadar bahwa mobilnya mogok.

"Oh. ayolah!" Decaknya kesal masih berusaha menyalakan mesin mobilnya, tapi percuma.

Setelah keluar dari ruangan Chanyeol pikiran Baekhyun mendadak kacau. Disaat hatinya mantap tanpa bayang-bayang masa lalunya. Kenapa dia harus bertemu dengan namja itu lagi. Baekhyun memukul kemudinya jengkel, disaat moodnya sedang buruk malah ada saja hal seperti itu terjadi.

Benar ia sedang kacau tapi Baekhyun tak punya cukup waktu untuk memikirkan kegalauanya, ia harus segera pulang secepatnya. Karena menggerutu tidak membuahkan hasil apa-apa, Baekhyun segera keluar dari mobilnya.

Ia mencari-cari ponsel yang berada di dalam tasnya dan segera menelpon bengkel untuk memperbaiki mobilnya.

Setelah menyelesaikan sambungan teleponnya, Baekhyun segera pergi dari sana. Tidak mungkin ia menunggu sampai montir selesai memperbaiki mobilnya, maka dari itu ia memilih pergi menyebrang jalan. Terpaksa ia harus menyegat taksi untuk cepat sampai rumah.

Saat kaki kecilnya akan hendak menuju jalan raya sebuah mobil menghadang dan menghentikan langkahnya. Baekhyun mundur secara refleks. Ia memegangi dadanya yang berdetak kencang karena terkejut, sampai seseorang di balik kemudi mobil yang menghadangnya barusan membuka kaca jendela.

"Apa kau butuh tumpangan kepala editor Byun?"

Tawar seseorang di dalam mobil tersebut, yang tak lain tak bukan adalah Park Chanyeol. Dengan gaya angkuh dan sok berkuasanya yang tak pernah berubah dimata Baekhyun.

Baekhyun menelan ludahnya kasar. Meyakinkan dirinya agar tidak terlihat lemah di hadapan namja itu, ia kembali berjalan tanpa mempedulikan tawaran dari Chanyeol. Melewati mobil Chanyeol dan tetap melanjutkan langkahnya menyebrang jalan.

Sudah hampir lima belas menit ia menunggu tapi tak ada satu unit taksi kosong melewatinya. Jika pun ada di dalamnya pasti sudah terdapat seorang penumpang. Baekhyun menggeram tertahan. Sebenarnya ada apa dengan hari ini?

Dengan buru-buru ia mengetikkan pesan singkat untuk Kihyun, meminta namja itu untuk segera datang ke rumah. Baekhyun sudah mulai mencemaskan kedua putranya. Seoeon dan Seojun sudah terbiasa terbangun pukul 5 sore dan itu tidak pernah meleset.

Tanpa Baekhyun sadari bahwa sedari tadi Chanyeol tak beranjak dari tempatnya. Namja itu masih betah berdiam diri di dalam mobil sambil mengamatinya dari kejauhan. Dan saat dia kira ada kesempatan, Chanyeol memutar arah dan kembali menghampiri Baekhyun.

Chanyeol menepikan mobilnya di sebelah Baekhyun berdiri.

"Baekhyun kita perlu bicara,"

Ucap Chanyeol setelah dirinya keluar dari mobil.

"Masuklah, aku berjanji tidak akan melakukan hal buruk padamu."

Kali ini sambil membukakan pintu mobilnya pada kursi penumpang. Baekhyun membuang muka kesamping. Wanita itu masih kukuh pada pendiriaannya. Pura-pura acuh dan tidak menoleh sedikitpun, seolah-olah Chanyeol adalah makhluk tak kasat mata yang hanya ingin mengganggu.

Chanyeol mulai hilang kendali atas tubuhnya, dia sudah bersiap-siap menarik tangan Baekhyun agar menghiraukannya, sebelum suara dering ponsel wanita itu menghentikan niatnya.

Baekhyun menjawab panggilan teleponnya dan memunggungi Chanyeol.

"Noona kau dimana? Apa kau belum pulang? Seo twins sudah bangun dan mereka tidak mau berhenti menangis."

Suara namja dari sambungan telepon itu semakin membuat Baekhyun uring-uringan. Baekhyun menoleh ke belakang dimana Chanyeol berdiri. Menatap Chanyeol ragu namun masih menempelkan ponsel itu di telinganya.

"Aku akan segera sampai,"

Jawab Baekhyun singkat lalu segera mematikan teleponnya. Baekhyun menguatkan hatinya, walau ia tidak yakin. Mungkin ia akan terlihat sangat konyol tapi tidak ada pilihan lain untuknya. Masa bodo dengan harga dirinya.

"Apa tawaran tumpanganmu masih berlaku?"

.

.

.

Chanyeol mengemudi dalam diam. Tidak ada sepatah kalimatpun di antara keduanya. Walau tidak menyangka jika Baekhyun akan memintanya untuk memberi tumpangan, tapi Chanyeol menang.

Sedangkan di sebelah kursi kemudi. Hanya terucap sederet alamat tempatnya tinggal dan selebihnya Baekhyun sibuk menatap keluar jendela, berkali-kali ia menekankan kata 'aku terpaksa' dalam hatinya saat meminta pertolongan pada Chanyeol, oh ayolah ia dalam keadaan darurat dan ya, seharusnya Baekhyun tidak perlu mencemaskan apapun tentang bantuan Chanyeol, bukankah namja itu yang lebih dulu menawarkan tumpangan padanya.

Bebarapa kali Chanyeol mencuri pandang ke arah Baekhyun. Wanita itu tidak bergeming sedikitpun. Chanyeol hendak membuka mulutnya namun Baekhyun lebih cepat berbicara padanya.

"Di depan ada tikungan, belok ke kanan. Dan kau bisa menurunkan aku di sana,"

Ujar Baekhyun terlihat santai.

Chanyeol mengikuti intruksi yang Baekhyun katakan tanpa sedikitpun bersuara. Dia menelan lagi kata-katanya yang hendak terucap. Sampai mereka di tikungan yang ditunjukan Baekhyun. Chanyeol berbelok dan berhenti begitu Baekhyun menyuruhnya. Di depan sebuah bangunan apartemen yang cukup mewah jika di lihat dari interior luarnya. Wanita itu sudah bersiap keluar dari mobil itu sebelum tangan Chanyeol mencegatnya. Baekhyun menoleh sebentar lalu melepaskan tangannya pelan. "Maaf aku sedang terburu-buru."

Dan setelah menyelesaikan kalimatnya Baekhyun segera berjalan cepat meninggalkan mobil Chanyeol menuju lobby. Wanita itu mencengkeram suatu benda yang menjuntai di balik kemeja kerjanya. Baekhyun tidak pernah berani membayangkan hari ini akan datang, sekalipun ia ingin tetapi tidak tahu mengapa sekarang ia tidak siap. Apa yang akan Chanyeol katakan jika melihat dirinya sekarang. Walaupun dengan jelas ini semua adalah perbuatan yang telah Chanyeol lakukan, tapi Baekhyun tak berharap bahwa Chanyeol akan bertanggung jawab. Dia sudah cukup bahagia dengan apa yang dimilikinya saat ini, tanpa bayangan dari masa lalunya.

Baekhyun berlari tanpa tahu arah. Ia sama sekali tak menghiraukan bahwa lututnya sudah sangat lemas. Air matanya masih terus berjatuhan seiring hatinya yang tersobek-sobek. Hatinya remuk, dan Chanyeol benar-benar menghancurkannya.

Kenapa selama ini ia selalu dipermainkan oleh laki-laki. Baekhyun tidak tahu dosa apa yang pernah ia perbuat.

Kakinya berjalan tertatih, mungkin tenaganya sudah tidak mampu menahan tubuhnya. Sungguh siapapun yang melihatnya mereka pasti akan mengiba.

"Baekhyun tunggu!"

Baekhyun mendengar seseorang berteriak memanggil namanya. Dan ia jelas tahu suara siapa itu. Tapi bukannya berhenti, Baekhyun malah melangkahkan kakinya semakin cepat. Ia hampir sampai di tepi jalan, entah apa yang ada di kepalanya saat ini. Baekhyun terus saja berjalan tanpa menghiraukan jika dari arah sisi jalan sebuah mobil melaju dengan kencang.

Tiiinnn...!

Suara klakson berbunyi dengan nyaring, namun hal itu tidak menyurutkan nyalinya sedikitpun. Baekhyun tetap berjalan. Mungkin jika ia tertabrak itu akan lebih baik untuknya. Mati mungkin menjadi pilihannya.

"YA! BYUN BAEKHYUN! BERHENTI!"

Namja yang semula memanggil wanita itu segera berlari, jantungnya berpacu seiring semakin dekatnya jarak Baekhyun dan mobil itu. Kakinya yang panjang cukup membantunya. Dia masih berusaha menjangkau Baekhyun...

Srett...

greb!

Chanyeol -namja itu- akhirnya berhasil menarik tangan mungil Baekhyun agar menepi. Dan langsung mendekap tubuh mungil itu hingga terpenjara dalam dekapannya.

"Apa kau gila? kau ingin mati?" Marah namja itu namun tanpa melepaskan pelukannya. Baekhyun meronta. Ia berusaha melepaskan diri dari dekapan hangat namja itu. Jujur sangat nyaman bersandar disana, tapi itu sebelum Baekhyun tahu siapa namja brengsek yang tengah memeluknya.

"Lepaskan aku, lepass..."

Ucapnya masih terus meronta, tangannya lantas memukuli dada Chanyeol.

"Andwe... aku tidak akan melepaskanmu, kau harus mendengarkanku."

Chanyeol mengeratkan pelukannya. Tak sedikitpun menghiraukan dadanya yang kini menjadi keganasan Baekhyun.

"Baekhyun dengarkan-"

"TIDAK! Tidak ada yang perlu aku dengarkan dari manusia sepertimu."

Dengan sedikit sisa tenaganya Baekhyun berhasil mendorong Chanyeol hingga melepaskan rengkuhannya. Mata sipitnya yang memerah menatap tajam,

"Apa kau senang? hah, kau pasti senang sekarang?"

"Baekhyun aku-"

"Bodohnya aku..." Baekhyun tertawa sumbang, hingga bulir air matanya semakin memilukan.

"Iya, aku bodoh sekali, kerena itu kan kau menjadikanku mainanmu?"

"Baekhyun dengarkan aku bicara!"

Bentak Chanyeol tidak sabaran. Tangannya beralih mencengkeram pundak Baekhyun, memaksa wanita itu agar menatapnya.

"Baekhyun, maafkan aku..."

Baekhyun menyentak kasar tangan kekar itu dari pundaknya, tidak memberi kesempatan Chanyeol menjelaskan padanya.

"Berhenti berakting Park Chanyeol, kau menjijikkan!"

Chanyeol idak bisa sabar lagi. Kembali dia tarik tangan Baekhyun merapat padanya dan...

Chup~

Tanpa mempedulikan dimana mereka berada, tanpa ada kata malu di benaknya Chanyeol meraih bibir Baekhyun dalam ciuman. Dilumatnya kasar bibis tipis yang selalu membuatnya gila itu tanpa ampun. Chanyeol sadar, jika Baekhyun kini sedang meronta hebat. Tapi dia tidak menyerah, semakin Baekhyun meronta maka semakin erat dia menarik bibir itu dalam pagutan. Ini caranya yang paling ampuh agar membuat Baekhyun berhenti berbicara.

Setelah menyadari bahwa manusia masih membutuhkan oksigen untuk bernafas Chanyeol melepaskan tautan bibirnya. Apa hal itu juga bisa di sebut ciuman? Oh Ya Tuhan... Chanyeol terlalu menuntut.

Wajah Baekhyun memerah padam, dengan kasar ia hapus lelehan saliva di bibirnya. Hal itu membuatnya semakin merasa murahan, apa Chanyeol sedang berusaha melecehkannya di depan umum. Tangannya terkepal erat, emosinya benar-benar tak terbendung.

plakkk!

Satu tamparan keras menyapa pipi Chanyeol. Ini adalah kali pertama dalam hidup Baekhyun bertindak dengan kekerasan saat menghadapi seseorang. Baekhyun bukan type orang yang mudah menggunakan kekerasan dalam menyelesaikan masalah. Tapi satu pengecualian besar untuk hari ini.

Chanyeol memegangi pipinya yang memanas bekas tamparan dari Baekhyun. Benar, Baekhyun pantas melakukan itu. Bahkan jika mau Baekhyun juga pantas menendangnya, memukulnya ataupun membunuhnya. Dia memang brengsek, dan dia akui hal itu.

"Baekhyun kau boleh menamparku, atau hal yang lebih kasar lainnya. Tapi kumohon dengarkan aku bicara."

Baru kali ini Chanyeol berakting begitu menyedihkan di depan seorang waita. "Yang kau dengar di dalam tadi semua adalah benar, kau juga pantas memanggilku dengan sebutan menjijikkan, brengsek atau sebaginya. Tapi Baekhyun..."

Chanyeol menjeda kalimatnya cukup panjang. Melihat reaksi Baekhyun sekilas, wanita itu menoleh tak sudi menatapnya. Chanyeol segera mengatakan hal yang ingin dia sampaikan.

"Byun Baekhyun, Aku mencintaimu!"

Baekhyun menegakkan kepalanya, matanya membulat penuh. Ia tidak salah dengar kan? Atau Chanyeol sedang berusaha menjeratnya lagi. Baekhyun tersenyum miring, kedua onyxnya kembali memanas.

"Park Chanyeol, salah apa yang pernah aku lakukan padamu? Kenapa... kau melakukan ini padaku?" Baekhyun menjorokkan dada Chanyeol kebelakang. Sungguh, keberaniannya seolah menumpul bersama emosinya.

"Apa mempermainkan wanita itu menyenangkan? Apa itu membuatmu bahagia?"

Chanyeol menangkap tangan Baekhyun yang berada di dadanya. Lalu meraih yang sebelah kiri juga. Kali ini Baekhyun diam, tidak beniat melepaskan diri. Hanya tatapan tajam yang setia wanita itu layangkan padanya.

"Baekhyun mianhae... Tapi asal kau tahu, Aku benar-benar mencintaimu. Percayalah padaku, jebal!"

Dengan gerakan pelan Chanyeol kembali meraih Baekhyun kedalam pelukannya.

"Aku mungkin baru menyadarinya sekarang, tapi sungguh aku ingin kau mengetahui ini."

Tangan kekaranya mengelus punggung rapuh wanita yang bergetar dalam dekapannya.

"Mianhae Baekhyun, nan jeongmal mianhae."

"Park Chanyeol, geumanhae... jebal geumanhae."

"Tidak! kau harus percaya padaku, dengarkan aku, aku mencintaimu, aku mencintaimu, aku mencintaimu," Ucap Chanyeol bak merapalkan mantra. Mantra yang bisa membuat Baekhyun percaya bahwa ia tidak berdusta.

Baekhyun mulai tenang, setelah dirasa tidak ada isakan dan penolakan. Barulah Chanyeol berani melepaskan pelukannya.

"Ada sesuatu hal yang belum bisa ku beritahukan padamu Baekhyun. Tunggulah aku, aku akan menyelesaikan masalahku. Setelah semua berjalan dengan benar, aku janji akan mencarimu,"

Chanyeol berbicara dengan penuh ketulasan, dan mampu membuat Baekhyun terhanyut. Walau saat ini Baekhyun tidak yakin apakah Chanyeol akan memagang janji itu untuknya.

Baekhyun mengamati Chanyeol yang terlihat mencari sesuatu. Namja itu melepaskan sebuah cincin dari jari manisnya kemudian menarik tangannya. Jemari mungilnya, Chanyeol mencoba memasangkan cincin itu kepadanya namun sayang tidak ada yang bisa pas di jari manis atau pun jari tengahnya.

Chanyeol mengacak rambutnya. "Apa jariku terlalu besar," Gerutu Chanyeol kesal.

Tapi dia tidak menyerah, Chanyeol mencoba memasangkan cincin itu pada semua jemari lentik Baekhyun. Sampai terakhir.

"Ibu jari?" Tanya Chanyeol pada dirinya sendiri melihat cincin itu akhirnya bisa muat di jari Baekhyun.

"Ah gwenchana, walaupun ibu jari akhirnya muat juga," Desah Chanyeol berbinar lega. Baekhyun hanya diam dan tetap memperhatikan yang apa yang namja itu lakukan. Setelah misson complete, Chanyeol mengangkat kepalanya, bertemu pandang dengan kedua mata sipit yang selalu memikatnya. Dia mengusak rambut Baekhyun pelan. Bibirnya menyunggingkan senyum manis.

"Tunggu aku, aku pasti akan kembali padamu!"

Baekhyun mempercepat langkahnya begitu ia keluar dari lift. Telinganya mendengar jelas suara tangis nyaring yang berasal dari dalam rumahnya. Tanpa berniat membuat anaknya semakin tak terkendali ia segera membuka kunci apartemennya dan masuk ke dalam.

Baekhyun menjatuhkan tasnya asal-asalan di lantai dan menghampiri kedua putranya. Ia memeluk kedua putranya segera, tentu saja Seoeon yang akan menangis paling parah, sedangkan Seojun mulai bisa tenang. Walau keduanya masih sama-sama sesenggukan. Hal yang paling tidak bisa Baekhyun lihat adalah melihat buah hatinya menangis. Sungguh, itu sangat melukai hatinya.

"ssshhttt, sayang tenanglah eomma disini, cup...cup... mianhae, eomma mianhae. Sudah jangan menangis,"

Baekhyun mengelus kedua punggung putranya dengan sayang. Itu adalah cara menenangkan putranya yang paling ampuh.

Seorang namja dewasa di dalam rumah itu akhirnya bisa mengelus dada lega. Sungguh dia sudah berusaha menenangkan kedua bayi tersebut sebisanya, namun hal itu tentu tak semudah orang lain membayangkan.

"Kihyun-ah jeongmal mianhae, tadi mobilku mogok."

Wanita itu memancarkan raut menyesal yang dalam kepada lelaki di sebelahnya.

Kihyun mengibas-ngibaskan tangannya di udara, berusaha memberi tahu Baekhyun bahwa dia tidak apa-apa. Tapi sayang mimik wajahnya tidak menunjukkan demikian. Baekhyun tahu, Kihyun pasti kerepotan.

Setelah anaknya berhenti menangis Baekhyun mengangkat kedua putranya agar berdiri, dengan lembut ia menghapus air mata yang masih mengalir di pipi chubby kedua makhluk mungil itu.

"Kalian lapar kan? Ja~ eomma akan memasak untuk kalian, kalian pergi bermain ara!"

Si bungsu Seojun mengangguk kecil, namun kakaknya tidak. Bayi yang lahir lebih dulu itu malah merengek minta di gendong ibunya.

"huks, eomma!"

"aigoo~ Byun Seoeon, iliwa!"

Baekhyun tidak tahu jika sedari ia masuk pintu rumahnya tidak di tutup. Dia menggendong Seoeon ke dapur karena harus memasak, sedangkan Seojun masih di ruang tengah bersama Kihyun. Namja itu hanya memantau apa yang di lakukan keponakannya.

"Seojunnie~ kau mau kemana? YA! ayo masuk ke dalam," Panggil Kihyun ketika melihat kemana Seojun melangkah. Bayi itu berjalan menuju pintu, sepertinya mata kecilnya melihat sesuatu di balik pintu tersebut.

Sambil terus berjalan Seojun tidak menggubris panggilan dari pamannya.

Kihyun mengejar Seojun namun bayi itu malah menjerit-jerit tidak mau.

Karena mendengar suara ribut dari luar Baekhyun kembali menuju ruang tamu. Ia sudah mengamankan Seoeon di ruang bermain.

"Ada apa?"

"Aku tidak tahu ada apa dengan anak itu," jawab Kihyun seadanya.

Baekhyun mendesah, ternyata hanya dia seorang yang bisa mengatasi anaknya.

Belum sempat Baekhyun menjangkau Seojun suara bayi menangis kembali terdengar.

"Bukankah itu suara Seoeon, noona dia menangis,"

Kihyun berujar memberi tahu kakaknya.

Baekhyun menepuk keningnya sambil geleng-geleng kepala.

"Astaga~ anak itu," desahnya panjang. "Aku akan segera kesana. Kau gendong Seojun." Dan Baekhyun langsung lari ke belakang.

"Seojunnie ayo kita pergi dari sini."

Kihyun menarik tangan kecil Seojun yang sedang menunjuk-nunjuk di belakang pintu. Bocah itu berbicara random.

"Appa!" Ucap bocah itu, tapi tidak di gubris oleh Kihyun.


Hari minggu yang panas. Baekhyun bangun pukul 7 pagi untuk memasak. Sebuah apron berwarna biru sudah membalut tubuh langsingnya. Ibu muda itu tengah berkutat dengan bahan-bahan makanan yang akan dia jadikan santap paginya hari ini. Bersyukur kedua putranya masih tertidur pulas, semalam mereka tidur sangat larut karena menonton kartun.

ting... tong...

Baekhyun mengernyitkan keningnya ketika telinganya mendengar bel apartemennya berbunyi. Ia melihat jam di atas televisi, dan membuatnya semakin terheran. Siapa yang bertamu pagi buta seperti ini.

Walau bingung namun Baekhyun sangat penasaran. Akhirnya ia segera beranjak dan membukakan pintu untuk melihat siapa yang datang.

Baekhyun memutar handle pintunya hingga terbuka. Matanya langsung membulat kaget. "Park Chanyeol? Apa yang kau lakukan disini?"

Tanyanya tak percaya, bagaimana namja itu bisa kemari.

"Maaf, kemarin aku membuntutimu," Balas Chanyeol santai tanpa rasa bersalah.

"Bolehkah aku masuk? Anggap saja ini adalah sebuah kunjungan seorang Bos kepada pegaiwainya," Ucap Chanyeol tidak tahu malu menyuaraakan keinginan gilanya.

.

Chanyeol sudah duduk di sana selama kurang lebih lima belas menit. Secangkir teh manis pun sudah dia habiskan. Dalam hati dia mendumel kesal. Bagaimana mungkin ada tamu yang hanya dibiarkan duduk sendirian tanpa di temani. Oke, mungkin dia memang tamu yang tak di undang. Tapi tidak seharusnya juga Baekhyun memperlakukannya seperti ini.

Saat sibuk menggerutu sesosok wanita bertubuh mungil itu menghampirinya. Chanyeol segera merubah mimik wajahnya agar terlihat cerah kembali. Namun sebuah perkataan singkat Baekhyun berusaha membuatnya mati kutu seketika.

"Terimakasih untuk kunjungan anda Direktur, tapi saya rasa lebih baik anda pulang sekarang,"

Ucap Baekhyun sengaja berbicara formal dengan maksud pengusiran sesopan mungkin. Walau mau sopan seperti apapun jika namanya di usir ya tetap membuat orang lain sakit hati.

Chanyeol menahan kesal di hatinya. Dia sudah berusaha mengontrol dirinya agar tidak lepas kendali. Akhirnya dia tersenyum - dengan paksa - lalu berdiri dari tempat duduknya. Kaki jenjangnya melangkah mendekati Baekhyun, membuat wanita itu menaikkan sebelah alisnya waspada.

"Kepala editor Byun?" Panggil Chanyeol mengikuti permainan yang Baekhyun buat. Ya... saling memanggil nama mereka dengan formal.

"Bolehkah aku meminjam kamar mandi sebentar? Kurasa aku ingin buang air kecil," Ujar Chanyeol, hahaha dalam hati dia bertepuk tangan melihat wajah shock wanita di hadapannya. Dia tahu, Baekhyun pasti sudah sangat dongkol padanya.

Baekhyun mengepalkan tangannya erat. Ia sadar jika Chanyeol sedang berusaha mengujinya. Sebenarnya bukan tanpa alasan ia mengusir Chanyeol, sekarang sudah hampir jam delapan dan kemungkinan besar kedua putranya akan bangun dari alam mimpinya. Baekhyun tidak mau Chanyeol bertemu dengan anaknya.

Masih menahan amarahnya Baekhyun berkata sinis, "Mari saya antar,"

Jawabnya singkat dengan raut wajah tak bersahabat.

Chanyeol keluar dari kamar mandi. Dia tidak menyangka jika Baekhyun masih berdiri di depan pintu menungguinya seperti satpam. Apa wanita itu menganggapnya kriminal?

"Apa anda sudah selesai sekarang? kalau begitu bisakah anda pulang sekarang?" Raut tak sabaran mulai terpancar di wajah bak barbie itu.

Chanyeol murung. Kenapa Baekhyun berniat sekali mengusirnya. Apakah Baekhyun benar-benar tidak ingin melihat wajahnya lagi.

"Baekhyun-"

"eommaaaa!"

Belum sempat Baekhyun berbicara lagi, kini suara bayi memanggil namanya dari dalam kamar deg, Baekhyun membeku seketika. Chanyeol menatapnya aneh.

"Kumohon pergilah sekarang Park Chanyeol," Pinta Baekhyun kalut, kali ini dengan nada memohon.

Tapi Chanyeol tidak menurutinya, sudah cukup bermain-mainnya. Chanyeol tidak akan bersikap konyol lagi. "Apa yang sebenarnya kau sembunyikan dariku Baekhyun?" Tanya Chanyeol dengan nada penuh intimidasi. Baekhyun tidak punya waktu untuk menjawab. Matanya mulai memanas, tetapi ia memilih segera berlari menuju kamarnya dimana suara bayinya yang mulai menangis.

Baekhyun memeluk Seoeon yang kini sedang berguling-guling di atas kasurnya. Begitulah bayi itu jika marah, saat bangun tapi tidak segera ada ibunya disana.

"Seoeon-ah kau sudah bangun." Masih mendekap putranya itu, ia menahan air matanya yang ingin keluar.

"Huwaaaa eomma,,, hukss..."

"Sudah, sudah jangan menangis eomma disini. ssshhtt..." bujuknya agar berhenti menangis sambil mengelus punggung anaknya sayang.

Karena mendengar tangisan kencang saudara kembarnya mau tak mau membuat si kecil Seojun ikut membuka matanya.

"Eommaaa..."

Anak itu tidak gampang menangis seperti kakaknya, jadi dia hanya memanggil ibunya sambil pelan-pelan merangkak menuju Baekhyun.

"Seojun-ah,"

Chanyeol datang tepat saat Baekhyun hendak menarik Seojun ke pangkuannya. Baik Baekhyun, Seoeon dan Seojun serempak menoleh kearahnya.

"Jelaskan apa ini sebenarnya Baekhyun?"

Tanya Chanyeol lirih masih berdiri di ambang pintu.

.

.

.

Keadaan menjadi canggung setelah kejadian beberapa menit yang lalu. Mereka saat ini sedang berada di ruang makan untuk sarapan. Chanyeol ikut andil, namja itu duduk di seberang meja di dekat ke dua bayi kembar yang kini sedang lahap memakan makanannya.

Baekhyun juga memakan sarapannya, cuma bedanya wanita itu terlihat tidak bernafsu.

"Appa,"

Panggil Seojun polos.

Membuat Baekhyun dan Chanyeol menoleh bersamaan.

"Igeo!" Bayi itu menunjuk gelas minumnya yang berada di samping Chanyeol. Chanyeol yang mengerti maksud Seojun pun segera menyerahkan gelas minum itu, dia bahkan membantu meminumkannya ke mulut mungil si bayi.

Setelahnya Seojun tersenyum manis bermaksud mengucapkan terimakasih. Chanyeol jadi gemas, dengan pelan dia mengusak rambut si kecil.

Hanya Baekhyun satu-satunya yang berdiam diri seperti orang bodoh disana. Si kecil Seoeon sempat melirik sekilas interaksi sang adik dan namja dewasa itu. Tapi tidak terlalu lama dia kembali meyuapkan makanan ke mulutnya, sepertinya dia lebih tertarik menghabiskan makanannya.

"Aigoo~ neomu gwiyeo,"

Celetuk Chanyeol lalu kembali duduk.

Baekhyun mendorong kursinya ke belakang. Makanannya belum ia sentuh sedikitpun. Setelah menumpuk piringnya dan milik anaknya ia segera berlari ke dapur. Chanyeol tahu ada yang tidak beres disini, dan dia juga ingin menanyakan hal yang sedari tadi mengganjal pikirannya. Akhirnya dia putuskan menyusul Baekhyun ke dapur. Langkahnya mendadak terhenti saat melihat Baekhyun membungkam mulutnya menahan tangis. Chanyeol semakin mendekat, dengan pelan dia balik tubuh mungil itu agar berhadapan dengannya. Matanya ikut memanas.

"Baekhyun... jadi mereka..." Chanyeol tidak tahu bagaimana harus melanjutkannya pertanyaannya. Mendadak percaya dirinya menghilang, apa yang sudah dia perbuat kepada wanita itu.

Baekhyun juga tidak langsung menjawab. Wanita itu malah menumpahkan air matanya. Ia menangis keras, sudah tidak mampu menyembunyikan perasaannya lagi.

Chanyeol tahu jawabannya, bahkan tanpa menunggu Baekhyun membuka mulutnya. Dengan sigap dia segera menarik Baekhyun kedalam pelukannya. Membuat Baekhyun semakin kencang menangis.

"Hiks,... hiks..."

"Mianhae Baekhyun, jeongmal mianhae,"

Gumam namja itu lirih, ikut menangis.

.

.

.

Akhirnya Chanyeol menghabiskan sisa hari ini di rumah Baekhyun. Bermain bersama ke dua putranya. Tidak menyangka jika Seojun memiliki ikatan batin yang kuat dengan dirinya. Bahkan anak itu memanggilnya ayah sebelum Chanyeol sendiri menyadarinya. Sedangkan Seoeon lebih banyak diam, si sulung itu terlalu malu-malu padanya, walau lumayan susah menakhlukan hati kecilnya namun akhirnya Chanyeol berhasil juga. Chanyeol mengajak ke dua anaknya membeli mainan baru. Tak lupa juga membawa Baekhyun ikut. Jaga-jaga jika sewaktu-waktu Seoeon menangis. Chanyeol jelas tak bisa mengatasinya.

Malam pun akhirnya tiba. Seoeon dan Seojun sudah tertidur pulas. Tinggal kedua manusia besar yang saat ini sedang merebahkan tubuh lelahnya di atas kasur. Menjaga bayi itu tidak mudah. Dan jahatnya Chanyeol selama ini membiarkan Baekhyun melakukan pekerjaan itu seorang diri.

Dengan posisi Baekhyun memunggungi Chanyeol, kini tangan namja itu melingkari perut kekasihnya. Membenamkan wajahnya di perpotongan leher wanita itu. Sebenarnya bukan keinginan Baekhyun dalam posisi seperti itu, tapi Chanyeol yang menyuruhnya. Dan selalu ada alasan di balik permintaannya. Karena menurut Chanyeol dengan posisi seperti itu bisa memudahkannya untuk berbuat lebih pada tubuh Baekhyun.

"Aku sangat merindukanmu Baekhyun, kau tahu itu," Gumam Chanyeol lirih, sengaja meniup belakang leher Baekhyun hingga membuat wanita itu kegelian.

"Eung..."

"Mianhae, karena telah membiarkanmu membesarkan mereka seorang diri. Aku tahu kau bekerja dengan keras, sedangkan aku, di luar sana aku hanya bersantai-santai tanpa tahu beban yang kau tanggung selama ini. Maaf, aku benar-benar minta maaf."

Chanyeol berkata setulus hatinya. Mungkin jika dia berusaha lebih keras waktu itu, dia bisa menemukan Baekhyun lebih cepat. Namun sayangnya, setelah ke pergiannya ke USA, Baekhyun menghilang tanpa kabar. Wanita itu bahkan mengganti nomor ponselnya. Dan karena itu sebenarnya Chanyeol sempat marah, dan berpikir untuk menyerah mencari Baekhyun. Berusaha melupakan semua kenangannya dengan Baekhyun. Menganggap bahwa wanita itu hanyalah wanita angkuh yang tidak mau mempercayai keteguhan hatinya. Ketika Chanyeol mengatakan dia akan kembali, maka dia pasti akan menepati janjinya. Tidak peduli seberapa panjang jalan yang harus ditempuhnya. Tapi Baekhyun, seolah tidak mempercayai kesungguhannya. Malah menghilang tanpa jejak. Jujur itu membuat Chanyeol sedikit kecewa.

"Aku juga minta maaf Chanyeol, seharusnya aku mengabarimu saat aku akan pindah. Aku hanya malu kepada mereka. Manajer Kim, teman-temanku, termasuk Tao dan Yixing."

Baekhyun ikut meremas pelan telapak lebar Chanyeol yang melingkari perutnya. Sudah lama sekali ia mendambakan moment seperti ini, walau selalu meyakinkan dirinya bahwa ia tidak pantas.

"Aku akan menikah minggu depan," Ucap Chanyeol pelan.

Baekhyun mendengarnya, seketika itu juga jantungnya merasa nyeri, seperti tertikam sebuah belati. Namun ia memilih diam.

"Baekhyun, apa jadinya jika aku tidak menemukanmu hari ini... Dua tahun yang lalu, aku berusaha meyakinkan eomma. Agar dia bersedia mengundur pernikahanku sampai aku kembali ke Korea. Waktu itu aku dan Yeonhee sudah sepakat untuk menunggu sampai aku berhasil menemukanmu. Karena apa? Karena aku dan Yeonhee sadar, bahwa kami tidak pernah saling mencintai."

Chanyeol menarik nafasnya. "Aku ditunangkan dengannya sejak kecil, dia adalah temanku. Aku selalu melindunginya dimana pun dia berada. Kami tumbuh besar bersama, perasaanku padanya juga ikut tumbuh seiring kedekatan kami, dulu aku kira bahwa aku mencintainya. Tapi semakin lama aku sadar, bahwa perasaanku padanya hanya sebatas seorang kakak menyayangi adiknya. Karena bertemu denganmu lah aku menyadari semuanya. Perasaanku padanya berbeda dengan perasaanku kepadamu."

Baekhyun membungkam mulutnya menahan isak tangisnya. Ternyata Chanyeol tidak sungguh-sungguh mempermainkannya. Dan bodohnya ia sempat tidak mempercayai janji Chanyeol padanya.

Pelan-pelan namja itu membalik badannya. Chanyeol melepaskan tangannya dan beralih menghapus jejak air matanya.

"Baekhyun, Saranghaeyo..."

Detik selanjutnya Chanyeol mempertemukan bibirnya dengan bibir tipis milik Baekhyun. Memagutnya lembut dan penuh perasaan. Menyalurkan perasaan cinta dan rindunya yang menggebu. Setelah dia berhasil menggenggam maka tak akan pernah lagi dia lepaskan.

"Baekhyun, aku ingin... kau..." Bisik Chanyeol tepat di depan wajah Baekhyun saat dia melepaskan ciumannya.

Pipi Baekhyun memerah. "Mwo? Jangan bercanda kita bersama anak-anak," Balas Baekhyun sedikit serak karena tangisnya. Yang tanpa ia sadari hal itu malah membuat nafsu Chanyeol semakin naik.

"Lalu kau ingin kita melakukannya dimana? Kamar mandi?"

Tanya Chanyeol polos.

Baekhyun membulatkan matanya.

"Astaga~"

"Baekhyun, ayolah~" Rengek Chanyeol kekanakan. Dengan sigap segera dia meloloskan piyama tidur Baekhyun. Membuat wanita itu tersentak.

"YA! aku bilang TIDAK PARK CHANYEOL!"

Bentak wanita itu antara marah dan malu. Bagaimana mereka akan bercinta di dalam kamar bersama anaknya. Bagaimana jika anaknya bangun dan melihat perbuatannya. Oh tidak-tidak, Baekhyun tidak mau mengotori otak polos anaknya.

"SSSsshhhtt..." Chanyeol menempelkan telunjuknya pada bibir Baekhyun memintanya diam.

"Pelankan suaramu, kau mau membangunkan mereka?"

"YappParkChanyeolapakaugila?"

Omel Baekhyun susah payah karena telunjuk Chanyeol masih di bibirnya.

"Kita akan pelan-pelan ne? jadi jangan berisik Ara?"

Chanyeol mulai melancarkan aksinya pada dada telanjang wanita itu. Menggoda nipple Baekhyun adalah langkah pertamanya. Karena dia tahu, dengan cara itu Baekhyun pasti tidak akan bisa berkutik.

Seperti dugaannya. Baekhyun menyerah padanya, wanita itu hanya bisa menahan desahnya agar tidak keluar, mencengkeram seprei erat-erat. Chanyeol semakin bersemangat. Dengan begitu sepertinya dia benar-benar ingin melakukan lebih.

Namun naas begitu Chanyeol ingin berbuat semakin jauh suara bayi mengganggu pekerjaannya.

"Eomma..."

Detik itu juga Baekhyun segera menarik kepala Chanyeol agar menjauh. Buru-buru ia berbalik demi menatap anaknya. Tanpa menghiraukan dadanya yang kini sedang telanjang.

"Seoeon!"

"Eomma cucu."

Chanyeol menepuk jidatnya. "Yah!"


- Happy Ending -


Hay guys, pertama-tama saya mau ucapin

Marhaban ya Ramadhan buat para readers yang ber agama islam semua. Selamat menjalankan ibadah puasa, semoga puasa kita lancar dan di terima sama ALLAH SWT.

amiiiin.

Saya minta maaf yang banyak kerena membuat FF ini molor begitu lama. Berhubung hari-hari yang lalu saya sibuk sampai gak punya semangat buat nulis akhirnya hari ini baru bisa saya selesein.

Sebenarnya ada dua pilihan waktu mau apdet ini FF. Antara hari ini atau sahabis lebaran. Karena gak mungkin kan saya nulis NC di saat saya sendiri sedang puasa, nahlo, jujur saya masih takut dosa. Kalian juga yang puasa juga gimana?

Yah, Tapi karena saya takut kalian bakalan lupa sama ceritanya karena apdetnya kelamaan jadi terpaksa saya post Endingnya sekarang. Jadi maafkan saya karena bagian *uhuk* nya saya cut.

Hahaha peace salam damai. Saya tahu mungkin kalian akan kecewa, tapi saya bisa apa?

Yasudah terserah mau baca atau enggaknya, yang penting ini FF sudah berhasil di TAMAT kan.

*ketokpalu3x*

bytheway hari ini adalah 365 days saya menulis Fanfic, /gananya/ huhuhu tidak terasa saya sudah setahun saya nulis FF absurd kea beginian,

dimulai dari YM dan diakhiri dengan ini, semoga masih ada ide yang bisa saya tuangin buat bahan-bahan FIC yang lain. -_-V

Thankyou so Much buat para readers yang sudah menyempatkan diri membaca dan mereview~ saya hanya bisa ucapin SARANGHAEYO~~~~~~~ kkkkkk

See you in another Chance, dan lembaran baru~

Annyeong!