CAST

Oh Sehun

Xi Luhan (GS)

EXO member (Kris, Kim Suho, Kim Jongdae, Kim Jongin, Park Chanyeol, Lay)

(Byun Baekhyun (GS), Do Kyungsoo (GS), Xiumin (GS), Tao (GS))

Super Junior member (Lee Hyukjae, Lee Donghae)

LUHAN POV

Kulahkahkan kakiku perlahan menelusuri jalan panjang berlapis karpet merah dengan hiasan bunga di sepanjang sisinya. Tangan kiri mengapit lengan ayahku sedangkan tangan kanan memegang buket bunga. Banyak orang –tidak ada yang kukenal- duduk memenuhi gereja dengan senyum yang merekah diwajah-wajah mereka. Wajah mereka yang berseri-seri seolah-olah meledekku.

Ya mereka semua, karena mungkin hanya aku yang tidak bahagia disini.

Oh Ya Tuhan. Jangankan ada perasaan bahagia, merasa gugup dihari pengantinku saja tidak.

Namaku Xi Luhan, gadis 22 tahun yang sekarang akan menikah dengan seorang pria yang mengaku sebagai teman kecilku. Pria itu akan menjadi suamiku kurang dari dua menit lagi dan aku hanya mengenalnya selama kurang dari dua minggu. Bahkan aku tak bisa menemukannya ditumpukan kenangan masa kecilku.

Inilah perjodohan sialan yang terpaksa harus kujalani. Sebuah perjanjian yang tak kupahami antara orangtuaku dan orangtua Sehun. Mungkin aku tidak akan salah jika menganggap diriku korban. Ya bisa saja.

Itu dia. Pria dengan tubuh tinggi dan postur tegapnya. Rambut hitamnya tampak mencolok karena wajahnya yang putih pucat ditambah terkena pantulan sinar lampu yang menyilaukan.

Oh Sehun.

Calon suamiku. Seorang pebisnis. Pekerjaan umum yang membosankan bukan. Ya benar. Oh Sehun pria yang membosankan. Dia juga menyebalkan.

Sehun menggenggam tanganku dengan senyuman –yang aku yakin hanya tipuan- dan memberikan hormat kepada ayahku. Seorang pendeta berbaju putih mulai mengucapkan kata-kata pengikat janji suci pernikahan kami.

"Aku bersedia," ucap Sehun. Lantang, tegas, dingin, tanpa ekspresi. Tidak ada nada dalam suaranya. Dia berkata seolah-olah sedang berbicara dengan dirinya sendiri.

"Aku bersedia," balasku meniru caranya berbicara. Sialnya aku benar-benar tak bisa memaksakan diri untuk tersenyum.

Pendeta tua itu mengucapkan beberapa kata yang tak begitu kuperhatikan. Lalu mempersilahkan Sehun untuk menciumku.

Benar-benar sialan. Sehun hanya mentapku sebentar, tanpa senyuman. Dia mulai mendekatkan wajahnya padaku. Sedangkan aku memasang pandangan 'jangan coba macam-macam' tapi Sehun seakan tak melihat peringatan diwajahku. Dia tetap mendekatkan wajahnya dan menempelkan bibirnya dibibirku.

Rasanya begitu hangat, lembut, dan manis.

Sepertinya detak jantungku berdetak sedikit lebih cepat. Oh aku belum pernah merasakan ciuman yang seperti ini.

Aku bahkan tak sempat protes. Dobel sialan. Sehun memejamkan mata, seolah-olah menikmati ciuman itu. Dengan terpaksa aku menutup mata. Aku tak ingin menjadi pengantin yang terlihat tidak bahagia di hari pernikahan.

Dan ya, aku sedikit menikmati ini. Aku tidak munafik.

Hanya beberapa detik dan Sehun sudah melepaskan ciumannya. Dia memandangiku masih tanpa senyuman. Wajahnya menatapku miring, seperti menilai ekspresiku pasca ciuman.

Tepuk tangan meriuh diseluruh penjuru ruangan.

Dia mengangkat sebelah alisnya, bermaksud menggodaku. "Kuharap itu bukan yang pertama untukmu," bisiknya, aku memutar bola mata sebal. Dia benar-benar tahu cara mengejek.

Hanya beberapa jam setelah janji suci itu diucapkan, aku dan Sehun sudah berdiri ditengah banyak orang yang memberikan ucapan selamat. Sudah hampir dua jam dan tidak ada tanda-tanda tamu akan berkurang. Aku sudah bosan harus terus menerus membungkuk dan tersenyum. Beruntungnya Sehun mau repot-repot tersenyum.

Sekilas pandanganku menangkap sebuah bayangan pria memakai tuxedo hitam ditengah kerumunan yang sibuk. Pria itu berdiri tegak di suatu titik lalu tiba-tiba menghilang di tengah keramaian. Tetapi entah mengapa pandanganku selalu bisa menangkap kemana lagi dia pergi. Sekarang dia menatapku lagi diarah yang berbeda, kemudian memamerkan seringaian khasnya.

Park Chanyeol. Si pembawa pesan.

Oh Tuhan. Tak bisakah mereka membiarkanku istirahat sebentar saja.

Oh jelas mereka tidak bisa. Aku sudah terikat dengan pekerjaanku.

Pekerjaanku agak berbeda dengan orang lain. Bisa dibilang aku adalah seorang agen rahasia. Mungkin sering dijumpai dalam film-film Hollywood, memang tidak jauh berbeda dengan itu. Hanya saja menjadi mata-mata dinegeri ini bukan pekerjaan mudah. Kami harus benar-benar menjaga rahasia perusahaan.

Aku tak ingin ada orang lain yang mengetahui pekerjaanku. Tidak Sehun. Bahkan tidak kedua orangtuaku.

Perlahan kutarik jas Sehun, berusaha mengalihkan pandangan Sehun dari Chanyeol. Pandanganku masih memperhatikan Chanyeol yang menyeringai. Kini dia membasahi bibir bawahnya.

"Sehun. Aku ingin ke toilet sebentar," bisikku.

"Tentu," balas Sehun datar.

Pria ini benar-benar tak pernah menunjukkan ekspresi berlebihan. Aku sempat curiga apakah dia mengidap penyakit psikologis yang parah.

Kuliukkan tubuhku melewati beberapa orang dengan sedikit senyuman yang dipaksakan, baru saja aku lengah sedetik kemudian sebuah tangan kekar menarikku hingga tubuh bagian depanku membentur tubuhnya. Tidak keras namun cukup sakit. Chanyeol menyeretku menjauhi kerumunan. Mendorong tubuhku ke dalam ruang pertemuan yang lebih kecil dan gelap. Kemudian menguncinya dari dalam.

"Ah sialan. Kau bisa merobek gaunku, Park," desisku, berusaha mendorong dadanya yang menempel padaku.

Chanyeol tertawa lalu menyeringai, pandangannya melihat gaunku yang tampak terbuka lebar di bagian punggung. Dia menjilat bibir bawahnya, menatapku lapar dan aku sempat bergidik ngeri karena itu. Mungkin jika iblis Chanyeol sedang berkuasa saat ini, aku akan habis ditangannya.

"Selamat atas pernikahanmu. Haruskah aku memanggilmu Nyonya Oh sekarang?"

Kupukul lengannya. Tidak pelan. Chanyeol hanya meringis dan mendekatan tubuhnya ke arahku. Dia mengendeus-endus tubuhku sebentar, lalu bibirnya mulai mengecupi bahuku yang terbuka.

"Aku suka bau mawarmu yang baru," bisikknya.

"Brengsek. Tak bisakah kalian menunggu hingga aku menyelesaikan acara ini?"

Chanyeol menggeleng, kemudian menghentikan aksi menciumi bahuku. Dengan cepat dia memasangkan earphone ditelingaku, tangan kanannya menekan tombol kecil dibalik liontin –khusus- ku. Sekarang kedua tangannya memelukku, dia mendekapku erat dan menempelkan telinganya di telingaku. Tubuh kami menempel sempurna sekarang. Dengan sengaja Chanyeol mencium ringan perpotongan leherku.

Aku mengerang.

"Tak bisakah kau berhenti menggoda istri orang?" desisku, mencoba mendorongnya lagi.

Chanyeol terkekeh ringan, sama sekali tidak bergerak dari tempatnya. "Aku hanya ingin ikut mendengarkan,"

Belum sempat aku protes, suara Kris sudah menginterupsi ditelingaku. "Malam ini Blue Fire Bar jam dua malam,"

"Berapa orang?" tanyaku malas.

"Hanya satu," Kris menyahut cepat.

"Aku takkan terlambat," bisikku. Chanyeol kembali terkekeh. Aku tau apa yang dia pikirkan saat ini. Aku sangat tau pikiran mesum Chanyeol.

Sepertinya jari-jari Kris bergerak menyentuh tombol-tombol keyboard dengan keras karena suara hentakannya terdengar jelas ditelingaku. "Selamat atas pernikahanmu. Haruskah aku memanggilmu Nyonya Oh sekarang?" ledek Kris.

Aku mendesis dan Chanyeol tertawa dengan keras. "Brengsek kau Kris," kulemparkan earphone kepada Chanyeol dan dengan cepat dia membereskan itu. Aku berusaha membenahi sedikit gaunku yang lusuh karena ulah Chanyeol barusan. Setidaknya aku tidak mau dituduh selingkuh dihari pernikahanku.

"Tak masalah jika kau terlambat malam ini. Kau tau Kris pasti akan mengerti kalau akan ada malam setelah pesta pernikahan," Chanyeol menekankan kata-kata.

Aku mengerang kesal, lalu dengan cepat menangkat kaki dan menendang selangkangan Chanyeol. Pelan, tapi pasti cukup terasa. Chanyeol mengumpat dalam geraman.

Kutinggalkan Chanyeol yang sedang berusaha menenangkan diri, beberapa langkah keluar dari ruangan, Sehun sudah menarikku menghadap orangtua kami yang sedang berbicara di tengah ruangan.

"Dad, kami harus cepat pergi. Sepertinya Luhan sedikit sakit. Sepertinya dia agak mual tadi," Sehun memelukku dengan posesif, tangan kanannya memegang keningku. Aku hanya memandangnya, bingung. Melayangkan tatapan 'apa yang kau lakukan'.

"Kau baik-baik saja, sayang?" ibu Sehun bersuara, menginterupsiku dari pertanyaan-pertanyaan untuk anaknya.

"Ada yang salah denganmu, Lu?" sekarang ibuku giliran bertanya. Aku hanya mengangguk dengan berusaha menunjukkan ekspresi kesakitan. Walaupun aku tau mungkin aku akan lebih tampak seperti orang bodoh.

Kuharap aku tak tampak terlalu bodoh.

Sehun berdeham. "Aku akan membawanya pulang sekarang. Kurasa dia kelelahan hari ini," aku mendengus sebal menanggapi alasan konyolnya.

Sehun pasti bercanda. Aku bahkan pernah melakukan hell training selama satu bulan penuh. Tidak tidur selama tiga hari. Tidak beristirahat selama dua minggu dan berenang menyebrangi sungai selama 10 jam. Sekarang dia bilang aku kelelahan hanya karena acara pesta pernikahan bodoh selama empat jam.

Dia pasti bercanda.

Tentu saja. Sehun tidak tahu siapa aku.

"Tentu. Kau harus membawanya pulang sebelum dia pingsan," ucap ayahku pelan. Dia tersenyum pada Sehun.

Sial. Aku semakin membenci situasi ini.

Tapi sepertinya aku harus berterima kasih pada Sehun karena aktingnya benar-benar berhasil membuat kami melarikan diri dari pesta pernikahan terkutuk ini.

Sehun sama sekali tidak bicara selama perjalanan. Dia hanya membuatku duduk diam, mengutak-atik ponsel dengan bodoh, mengirimkan pesan balasan konyol kepada Chanyeol dan Baekhyun. Hanya satu kata yang Sehun ucapkan bahwa kita akan ke pulang apartemennya di tengah kota.

"Luhan. Siapa pria yang menyeretmu tadi?" Sehun tiba-tiba bersuara.

"Rekan kerja," jawabku acuh. Chanyeol ceroboh.

"Kekasih?" balasnya.

Apa yang ingin dia tanyakan sebenarnya.

"Tak ada satupun," Sehun diam. Dia tak menjawab. Satu yang pasti dia semakin melajukan mobilnya dengan cepat.

Mobil Sehun memasuki gedung apartemen yang cukup tinggi. Sepertinya dia tinggal di apartemen yang bagus. Pasti banyak CCTV dan itu mungkin akan sedikit merepotkan. Sehun menurunkan koper barang-barang kami dan berjalan memasuki lobby tanpa menghiraukanku sedikitpun. Kami memasuki lift juga dalam diam, sekarang sepertinya aku sudah mulai terbiasa dengan keheningan-keheningan seperti ini.

Aku masih menatap layar ponselku. Tak tahu entah apa yang kulihat atau tepatnya kutunggu. Kemudian ponselku bergetar. Bingo. 'ByunBaek' tertera dilayar. Dia benar-benar menelfon disaat yang tidak tepat.

"Hey ada apa?" suaraku terdengar ceria dan aku merasa risih dengan suaraku sendiri.

"Mercedes hitam 5498-W," ucap Baekhyun acuh. Aku tau dia tak menghiraukan pertanyaanku. Karena kami sama-sama tau itu hanya alibi yang dibuat saat menelepon jika ada orang lain disekitar.

Aku melirik Sehun yang masih tampak tak peduli. Dia berkali-kali memandangi jam tangannya. "Ah tak masalah jika kau tak bisa hadir di acara pernikahanku,"

"Kau dilantai berapa? Sinyal diliontinmu tidak begitu jelas," bisik Baekhyun.

"Aku masih tak tau baek. Mungkin Jepang tempat yang bagus untuk bulan madu," dan Sehun benar-benar melirikku sekarang.

Pintu lift terbuka. "Okay lantai 25. Selamat atas pernikahanmu," Baekhyun setengah berbisik. Gadis ini sama menyebalkannya dengan semua orang sekarang.

Aku mendesis. "Ya aku sudah terima kado darimu. Terimakasih," lalu membuat senyum bodoh.

"Peretasan CCTV hanya tangga darurat. Ingat itu," oh sial. Menuruni 25 lantai bukan masalah jika aku punya banyak waktu malam ini.

"Kau baik sekali hyunnie," balasku. Aku tau dia benci dengan panggilan itu.

"Cih menjijikan," balasnya kemudian mematikan sambungan telepon.

Sehun memasuki kamarnya tanpa menghiraukanku Bahkan mungkin dia menganggapku tak ada disana. "Aku akan mandi," aku tersenyum, akhirnya pahatan patung dingin itu bersuara.

"Akan kuhangatkan susu untukmu," balasku.

Setelah Sehun memasuki kamar mandi aku segera mengganti baju dengan baju khusus dan memasang beberapa peralatan khusus dari dalam koper. Memasang earchip yang sangat menganggu ditelinga. Mengaktifan GPS. Hanya beberapa detik berlalu, suara ditelingaku mulai berdengung-dengung.

"Kau hanya bisa lewat tangga darurat," suara Jongin. "Pakai pakaian normal. Tidak ada topi,"

Aku mendengus kesal. Memangnya memakai topi tidak normal. Topi sungguh hal yang praktis untuk menyembunyikan identitas. Bahkan aku bisa menghindari CCTV dengan itu.

"Jong–,"

"Dan selamat atas pernikahanmu," potongnya.

"Brengsek," umpatku pelan. Suara Jongin terkekeh diujung sana.

"Suho disana arah jam sembilan,"

"Ya," bisikku.

Sehun tampaknya sudah selesai. Dia keluar dengan menggunakan kaus tipis dan celana pendek. Rambutnya sudah hampir kering walaupun dia masih mengeringkannya dengan handuk. Dia menatapku, lebih tepatnya memandangiku dengan aneh. Kemudian berjalan mendekatiku.

Sehun menatap ke arah tanganku yang sedang mengaduk-aduk susu coklat untuknya. "Kau sudah selesai dengan itu?" tanyanya.

Wah, ini luar biasa. Sehun berbicara panjang padaku. Untuk yang pertama kalinya.

"Sebentar lagi. Naiklah dulu. Aku akan membawakan ini ke atas,"

Sehun menggeleng. "Aku tidak sakit. Biar kuhabiskan disini,"

Aku tersenyum kecut. Sial. Aku tak mau dia tertidur disini. Ya memang aku sedang meracuni susunya agar bayi besar ini segera terlelap saat aku pergi. Aku tak punya cara lain.

Sehun meraih susu itu dariku. "Setidaknya minumlah sambil duduk,"

Sehun tidak mendengarkan. Dia menghabiskan susu itu sekali teguk. Benar-benar sialan. Kuulurkan tanganku dengan terpaksa dan memegangi lengannya erat. Dia memandangiku aneh tapi tidak berkata apa-apa.

Satu

Dua

Tiga

Empat

Lima

Sehun sudah hampir tumbang. Tubuhnya mulai goyah dan dia mengerang memegangi kepalanya yang mungkin terasa sangat sakit sekarang. Tangan kirinya mencengkeram ujung meja marmer hingga buku-buku tangannya terlihat. Dia memandangiku sambil meringis kesakitan, seolah meminta bantuan.

"Sudah kubilang kau seharusnya duduk saat minum," bisikku.

Kubantu Sehun berjalan menuju sofa dan membaringkannya disana. Sehun sudah terlelap.

Kupandangi wajah tidurnya yang damai. Sehun benar-benar seperti malaikat saat tidur. Raut wajahnya yang sempurna, kini tampak lelah. Pria ini tampan, sebenarnya. Hanya saja sikap dinginnya mungkin bisa membunuh semua orang. Tatapan matanya yang tajam dan menusuk membuat setiap orang ragu untuk mengenalnya lebih jauh.

Telingaku berdengung. Mereka benar-benar tidak sabaran. "Aku pergi sekarang, Jong. Berhentilah membuat suara dengungan itu, brengsek,"

Jongin terkekeh. "Waktu turunmu hanya tujuh menit," Kyungsoo menambahkan.

Aku mendengus menunggu Kyungsoo membunyikan bunyi 'bip'. "Kau bercanda. Ini lantai 25,"

Jongin kembali terkekeh dan suara 'bip' terdengar. Jongin dan Kyungsoo sama-sama sialan. Mereka sangat kompak mempermainkanku. Seolah kembali tersadar, aku berlari setelah memasuki pintu darurat. Sepi sekali disini. Tentu saja karena ini tengah malam dan siapa orang bodoh yang akan melewati pintu darurat ditengah malam. Ya aku. Tentu saja aku.

Aku sudah sampai di pintu keluar gedung dan mematikan stopwatch. "Lima menit dua puluh sembilan detik. Rekorku terlampaui?" aku masih mencari mobil yang mereka sediakan. Mataku berusaha menyesuaikan dengan cahaya temaram di sekitar gedung. Oh sungguh ini tengah malam di musim dingin.

Jongin tertawa. "Tidak juga,"

Mobil hitam itu diparkir diujung lorong sempit. Sangat klasik saat mengetahui kunci itu masih bertengger manis di bawah kemudi. Dengan cepat mobil itu sudah melesat menembus jalanan ibukota. Beruntung karena musim hampir dingin sehingga jalanan tampak lebih sepi.

Tidak biasanya aku mengendarai mobil sendiri. Bukan karena aku tidak pandai mengemudi, hanya saja kemampuan Chanyeol dalam mengemudi jauh diatasku. Ditambah lagi, aku biasanya berperan sebagai orang penting. Yah, meskipun pekerjaanku untuk saat ini tidak terlalu penting.

"Chanyeol?" panggilku, terlalu penasaran dimana orang mesum itu sekarang.

Baekhyun menyahut. "Dia sedang meretas CCTV kantor kejaksaan,"

"Dari pusat?"

"Tidak. Dari atas gedung kejaksaan," tambah Kyungsoo.

Aku mendengus kesal. "Seharusnya kalian suruh aku,"

Kris kali ini bicara. "Lalu membiarkan Chanyeol merayu jaksa agar memberikan kode brankasnya?" aku tertawa.

Bos kami Kris sangat tegas. Dia tidak banyak bicara. Bekerja dengan cepat dan bersih adalah prinsipnya. Terkadang dia menyeramkan disaat-saat tertentu. Atau saat-saat kami melakukan kesalahan.

"Lain kali kau suruh Baekhyun atau Kyungsoo melakukan ini," protesku.

"Aku tidak akan membiarkan hal itu terjadi," dengus Jongin kesal.

Kyungsoo tertawa renyah. "Aku dan Baekhyun tidak secantik, Lu,"

Aku tertawa. Sudah ribuan kali aku mendengar alasan ini. "Entah mengapa aku benci pujian ini. Seharusnya aku mengadukan hal ini pada Sehun,"

"Bisa dipertimbangkan," sambung Baekhyun diiringi tawa dari semua orang.

Setelah beberapa menit sinyal Suho di GPS sudah bekedip-kedip. Bar itu memang benar-benar disini. Sama seperti bar-bar pada umumnya, warna khas bar, begitu pula dengan aromanya. Suara dentuman musik begitu memekakkan telinga langsung menyambutku begitu pintu terbuka.

Semua orang tampak berbaur menjadi satu. Mereka saling menggerakkan dan menggoyangkan badan tanpa peduli hal lain disekitarnya. Suara dentuman musik yang keras ditambah dengan kepulan asap rokok membuatku sesak napas. Suasana yang benar-benar kubenci.

Seseorang memelukku dari belakang, tanpa suara. Hanya suara napasnya yang teratur menembus permukaan kulitku. Tubuh hangatnya mengeluarkan aroma mint yang langsung memenuhi indra penciumanku. Permukaan kulit lembut dan halus terasa dikulitku yang polos. Kedua lengannya bertengger apik di bawah dadaku, membelai perutku perlahan.

Suho.

Bibirnya mulai menciumi tengkukku, perlahan. Lembut dan hangat. Seperti biasa dia ingin terlihat normal disini.

Suho mendekatkan bibirnya ke telingaku, berbisik. "Arah jam sebelas. Pria tampan dengan jas abu-abu. Jaksa Yoon,"

Aku menelusuri arah yang ditujukan oleh Suho. Mataku berusaha menelusuri ruangan gelap itu. Itu dia. Pria itu tampak bersih. Dia terkesan pria yang berkelas dengan beberapa merk mahal yang menempel pada tubuhnya. Rambutnya dipotong pendek rapi. Perkiraanku, mungkin dia baru menginjak usia tiga puluhan.

"Dia masih tampak muda," bisikku, berusaha menghentikan tangan Suho yang mulai meremas perutku.

Suho terkekeh dan kembali menciumi leherku. Membuatku sedikit bergidik geli karena sentuhannya. Si brengsek ini benar-benar tidak pernah menyia-nyiakan kesempatan.

"Kau sudah menikah. Dan selamat atas pernikahanmu,"

Aku mendegus. "Brengsek," Jongin dan Kris sama-sama tertawa ditelingaku.

Suho melepaskan pelukannya, mencium bibirku sekilas..

"Lakukan tugasmu sayang," bisiknya sebelum melepaskan jaketku dan pergi begitu saja.

Aku terekspos sudah dengan hanya menggunakan mini dress super pendek, bahu dan punggung terbuka lebar karena rambutku terikat seluruhnya. Aku berjalan melewati kerumunan orang yang bergerak kesana kemari tanpa aturan, tanpa melepaskan pandanganku dari jaksa sialan itu.

Dia menatapku. Berhasil. Tentu saja aku selalu berhasil menarik perhatian semua lelaki buaya. Dia tersenyum padaku dan aku mendekatinya lambat-lambat. Kini aku sampai di depannya, berdiri tepat dihadapannya. Dia mendongak memandangiku dan kami sama-sama tersenyum.

"Biar kutebak. Wanita jalang ini pasti sudah berhasil," Jongin bersuara. Tak kuhiraukan suara Jongin. Aku beruntung karena tidak ada Chanyeol disana.

Kusejajarkan wajahku dengan wajahnya dan memastikan belahan dadaku terihat olehnya. Bahkan aku sudah seperti pelacur malam ini. "Kau sendirian Tuan?" aku tahu dia menelan ludahnya dengan kasar. Semua pria brengsek memang penuh nafsu.

"Ada yang bisa kubantu?" bisikknya. Tangannya mulai menyentuh punggungku. Refleks, aku mendesis.

Jongin berdeham ditelingaku. "Tahan sayang. Jangan bunuh dia disini,"

Aku mencoba kembali tersenyum, lalu menjilat bibir bawahku seduktif. "Kau tidak merasa terlalu ramai disini?"

Tanpa penjelasan pria ini sudah menarikku ke lantai dua dan mendorongku memasuki sebuah ruangan. Kurasa sebuah kamar, disini gelap. Dengan cepat dia menutup pintu dan menguncinya. "Kita bermain malam ini?" tanyanya.

Tanganku menelusuri jasnya dan membukanya perlahan. Dia tampak senang. Tentu saja. "Sampai kau puas," bisikku. Baiklah aku memang pelacur malam ini. Bukan masalah.

Dia memelukku dari belakang dan mulai menciumi bahuku. Aku mendesis. Merasa dilecehkan.

Lalu aku mengubah diriku. Sisi luhan yang cantik dan feminim harus kembali mengalah kali ini, karena mereka lagi-lagi harus tersingkir. Dengan cepat kuputar tangannya hingga dia terpelanting ke lantai. Jaksa itu mengaduh dan meringis kesakitan.

"Apa yang kau lakukan?" Jaksa Yoon tampak bingung.

"Sial. Terlalu cepat. Aku ingin mendengar suara desahanmu, gadis jalang," seru Jongin.

Kuangkat tubuhnya dan membantingnya lagi ke atas kasur. Memastikan kepalanya terbentur bantalan ranjang. Jongin mendesis ditelingaku. Dia masih belum sempat bergerak, dengan cepat kutarik kedua tangannya kebelakang dan kuikat dengan dasinya. Jaksa Yoon hanya mengumpat kasar sambil berusaha menendang-nendang.

Aku benci melakukan ini, tapi aku benar-benar tidak punya pilihan lain. Aku mengeluarkan pisau lipat kecil dan menekankan kekulitnya sedikit. Belum sampai mengeluarkan darah.

Aku berbisik ditelinganya. "Aku tak ingin menyakitimu. Tapi aku suka bermain kasar. Bagaimana ini?" godaku.

"Kau akan main kasar denganku malam ini, jalang," bisik Jongin lagi, suaranya terdengar seperti geraman.

Aku tertawa lepas, menanggapi perkataan Jongin. Menatap pria di bawahku dengan senyum mengembang. Wajahnya diliputi ketakutan luar biasa. "Jika kau bisa sebutkan kode brankas di ruangan hakim agung dan pisau ini akan kusimpan kembali,"

Dia gemetaran. Memandangiku seolah-olah aku akan mengulitinya. Dan ya mungkin aku akan mengulitinya. Dia hendak mengatakan sesuatu namun suaranya terputus. Mulutnya terbuka tanpa mengeluarkan suara yang jelas. Dia menggumam. Sekarang bibirnya gemetar hebat. Oh apakah aku semenyeramkan itu sekarang.

"Kodenya sayang. Hanya itu," pisau itu semakin kutekankan kekulitnya. Mungkin hanya beberapa penekanan lagi dan kulit itu akan berwarna merah karena darah.

Dia masih gemetar hebat. "821390," ucapnya terbata-bata.

"Kau mendengarnya Kris?"

"Ya. Selesaikan itu," ucap Kris singkat.

Aku melepaskan pisau yang menekannya lalu memandangi jaksa yang masih gemetar itu dengan senyuman. Dia meringis ngeri. "Jadi kita akan bermain-main?" bisikku.

Dia menggeleng cepat. Wajahnya pucat. "Siapa kau?"

Aku mendekatinya. Menempelkan jarum suntik ke lengan kanannya dan menyuntikkan cairan didalamnya. Dia mengaduh, sedikit mendesis marah. "Dengarkan aku Jaksa Yoon. Aku hanya pelacur. Kau tau. Aku akan pergi sekarang. Kita tidak saling kenal. Kuulangi kita tidak saling kenal," dia mengangguk sebelum akhirnya tak sadarkan diri.

"Chanyeol, lain kali biar aku saja yang masuk ke kantor kejaksaan," bisikku. Kulemparkan tubuh lemas jaksa itu dengan kasar. Merasa jijik karena dia sempat menyentuhku. Lelaki brengsek itu.

Chanyeol tertawa. "Bagaimana kau tau aku sudah kembali?"

"Aku bahkan sudah hapal tarikan napasmu," sekarang samar-samar aku mendengar suara Kyungsoo di telingaku. "Kau jadi main denganku malam ini Jongin? Biar aku yang mengijinkanmu pada Kyungsoo," godaku.

Jongin tak menyahut.

"Apa aku ketinggalan sesuatu?" tanya Kyungsoo ringan.

Aku terkekeh. Perlahan mulai meluncur menembus jalanan ibukota, ditengah malam. "Kau seharusnya tidak melepas earphonemu, kyung,"

Jongin mendengus. "Jalang sialan," Chanyeol dan Kris sama-sama tertawa.

Aku memasuki mobil dan menjalankannya dengan cepat. Sekilas melirik jam dan hampir pagi sekarang. Kuharap bayi besar itu belum bangun. "Kyungsoo. Bisakah kau kirimkan beberapa makanan untuk pagi ini?"

"Tentu," bisik Kyungsoo ringan sebelum suaranya lenyap.

Baekhyun menyahut. "CCTV di lift sudah selesai. Kau bisa lewat dengan aman,"

Aku mendesah lega. "Aku berhutang padamu Baek,"

"Pastikan kau membayarnya nanti,"

"Apakah jalan-jalan ke Macau cukup?" Baekhyun tak menjawab, dia hanya mendengus kasar. Aku tau dia sedang kesal karena gagal melakukan perjalanan ke Macau. Tugas mendesak ini mengganggu semuanya. "Oh sial. Passwordnya," aku baru menyadari aku tak tau password apartement Sehun.

"902412. Pastikan kau membayar juga untuk yang ini," Baekhyun kembali menyahut.

Aku tertawa. Menekan tombol-tombol itu dan mematikan sambungan. Melepaskan earchip dan sinyal pelacak. Aku tak ingin orang-orang itu menganggu istirahatku saat ini. Sudah seharian aku belum beristirahat dan aku tak mendapat libur dihari pernikahanku. Jika orang lain bahagia dia hari pernikahannya, maka orang itu bukan aku.

Lampu ruangan menyala. Sehun masih terlelap di atas sofa. Posisi tidurnya tak berubah sama sekali. Dia mungkin benar-benar lelah atau aku memberinya obat tidur terlalu banyak. Wajah Sehun bahkan lebih menyenangkan dipandang saat dia tertidur. Karena saat dia terbangun Sehun akan berubah menjadi pahatan patung yang dingin. Kuharap dia tidak memiliki kepribadian ganda.

Setelah mandi kuhempaskan tubuhku dengan kasar di atas ranjang besar Sehun yang super empuk. Terlalu lelah untuk peduli pada Sehun yang terbaring di sofa. Belum sempat aku memejamkan mata, ponselku sudah bergetar riuh.

Kyungsoo.

"Ya kyung,"

"Bukakan pintunya aku membawakanmu makanan,"

Aku mendengus. "Kau yang mengirimnya sendiri?"

"Kau bercanda. Memangnya ada rumah makan yang buka jam segini bodoh?" ini benar-benar Kyungsoo. Sifat dinginnya sama sekali tak berubah. Bahkan aku bisa langsung mengetahui suasana hatinya melalui suaranya di telepon.

"Masuk saja kyung, Sehun masih tidur,"

Suara pintu dibuka disusul dengan suara-suara agak berisik. Kyungsoo benar-benar baik mau memasakkan makanan untukku. Oh mungkin untuk Sehun agar dia tak mati kelaparan besok pagi. Kyungsoo tau aku tak mungkin mau memasak. Kami sangat beruntung memiliki Kyungsoo, gadis itu sangat feminin meskipun wajahnya terkesan dingin dan menyeramkan. Selama ada Kyungsoo, tidak akan ada orang yang mati kelaparan.

Pintu kamar terbuka dan aku tidak membuka mata. "Kau baik-baik saja?" tanya Kyungsoo.

"Hmm," bisikku. Aku lelah Kyung kumohon jangan menanyaiku macam-macam. Jangan memintaku menceritakan hariku, kyung. Cukup sudah.

"Selamat atas pernikahanmu, sayang," aku mengertakkan gigi geram, lalu lemparkan bantal berbulu ke wajah Kyungsoo yang hanya tampak separuh di balik pintu. Kyungsoo menangkapnya dengan cepat dan tersenyum penuh kemenangan. "Suamimu seksi juga,"

"Jalang sialan," desisku.

Kyungsoo tertawa dan pergi begitu saja. Selanjutnya mungkin aku sudah terlelap karena tidak ada lagi suara yang terdengar.

Aku mengerjapkan mata berusaha menghalau cahaya yang menyilaukan maya. Cahaya itu menembus masuk melalui celah jendela yang sedikit terbuka. Beberapa gerakan dan suara geraman rendah di sebelahku benar-benar mengusik.

Itu Oh Sehun. Sedang tidur.

Wajahnya tepat di depan wajahku. Nafas hangatnya menerpa ujung hidungku. Dia masih tampak tertidur pulas. Tangan kanannya memeluk tubuhku. Mendekapku dengan erat.

Tunggu dulu.

Bagaimana bisa dia masuk kesini dan tidur memelukku.

Oh tentu saja, ini kamarnya.

Aku mengguncang tubuhnya pelan. Mencoba membangunkannya. "Oh Sehun bangun. Kau tak bekerja?" Sehun menggeliat malas. Sebelah tangannya masih memeluk tubuhku. Sialan. Mengapa dia tampak tampan jika dilihat dari jarak sedekat ini.

"Tidak," bisiknya parau, matanya masih terpejam.

Perlahan kusingkirkan tangannya dari tubuhku dan Sehun sepertinya belum juga bangun. Dengan cepat kutinggalkan dia dan bersiap untuk pergi mandi. Sekarang sudah jam sembilan dan aku yakin satu jam lagi jika aku tak sampai di kantor, Kris pasti akan berteriak di ponselku.

Aku mandi dengan cepat. Tidak ada acara berendam di bath up atau bernyanyi di bawah shower. Saat aku keluar Sehun sudah makan makanan yang Kyungsoo antar semalam.

"Kau yang memasak ini?" tanyanya saat aku bergabung. Dengan cepat duduk di depannya dan menuangkan susu untuknya. Ya Tuhan bahkan aku sudah merasa benar-benar menikah. Tentu saja aku sudah menikah sekarang.

Sehun ternyata masih menunggu jawabanku, dia memandangiku dari tadi. Akhirnya aku menggeleng. "Tidak. Temanku memberikan itu semalam,"

Sehun hanya mengangguk dan lanjut makan dengan tenang. Dia masih tidak banyak bicara. Tapi setidaknya dia menganggapku ada sekarang. "Kau mau pergi bekerja?" tanyanya.

"Ya tentu saja. Aku tidak dapat libur,"

"Kuantar?" ucapnya sambil tersenyum sedikit.

Aku hampir tersedak. Merasa kaget tentu saja. "Tidak terima kasih," ucapku ringan.

Jujur saja ini kali pertama Sehun berucap baik kepadaku. Jangan lupakan senyum tipis yang menghiasi bibirnya walaupun hanya sekilas.

"Maaf aku memelukmu semalam," aku kembali menatapnya aneh.

Apakah obat bius meracuni pikirannya. Atau aku yang seharusnya mulai tidak mempercayai pendengaranku sendiri. Oh Sehun meminta maaf kepadaku tentang hal kecil seperti itu. Ternyata dia masih menghargai wanita. Kukira dia hanya lelaki brengsek yang akan berganti-ganti pasangan setiap hari.

Aku berdeham. "Bukan masalah. Bukankah aku istrimu?" godaku. Sehun tersenyum sedikit. dan kembali fokus pada makanannya.

Setidaknya pagi ini pahatan patung es itu sudah mulai mencair. Sedikit demi sedikit.

Hari ini Sehun meminjamiku mobil. Tentu saja aku tak sempat mengambil mobil. Orangtuaku tadi pagi baru saja terbang kembali ke Beijing. Sedikit merasa menyesal tidak mengantar mereka ke bandara. Tapi aku beruntung mereka tidak terlalu mempedulikan hal itu.

Kantor sudah ramai saat aku sampai. Seorang gadis cantik tersenyum dan melambai padaku. Bahkan aku tak tahu namanya. Sepertinya gadis ini masih belum lama bekerja disini. "Pagi Nona Luhan. Tuan Kris baru saja memanggil Anda,"

Aku tersenyum. Gadis ini menyerahkan kopi pagiku. Saat yang tepat sekali. Secangkir kopi hangat saat pagi untuk menemani teriakan-teriakan pedas yang akan Kris lontarkan padaku sebentar lagi. "Kau baru bekerja disini?"

Gadis itu mengangguk. "Ini hari kelimaku, Nona. Semoga harimu menyenangkan,"

"Terimakasih,"

Aku memasuki lift dan menekan tombol paling atas. Sebuah lantai yang tersembunyi di sebuah gedung perusahaan fashion ternama negeri ini. Kim Minseok. Kakak Kris yang menjalankan perusahaan fashionnya. Beruntung dia tidak keberatan kami memiliki kantor disini. Walaupun tim kami terdaftar sebagai akuntan di perusahaan ini tapi kami tidak pernah sama sekali menyentuh pekerjaan di bidang fashion.

Pintu lift terbuka di lantai 11. Ruang pribadi Kim Minseok. Benar saja. Dia sudah berdiri di depan lift sambil tersenyum ke arahku. Minseok tampak anggun dan cantik dengan pakaian khas musim dinginnya. Tubuh mungilnya tampak berkelas dengan balutan busana merk dunia. Minseok yang selalu menyediakan pakaian untukku. Pakaian sehari-hariku, pakaian khusus saat penyamaran, bahkan gaun pengantinku.

"Pagi Minseok. Seperti biasa kau tampak mengesankan,"

Minseok tertawa. "Kris tidak memberimu cuti?"

Aku menggeleng. Memasang wajah sedih. "Tolong ingatkan adikmu itu. Aku tak sanggup lagi menghadapinya,"

Minseok kembali tertawa. "Selamat atas pernikahanmu sayang,"

Aku memutar bola mata sebal. Minseok terkikik geli. "Ayolah, kukira kau dipihakku,"

"Aku selalu dipihakmu, sayang,"

Pintu lift terbuka di lantai 14. Aku mendesah malas. Ruangan ini tampak tak asing lagi bagiku. Ruangan penuh komputer dan peralatan elektronik super rumit. Beberapa monitor besar memenuhi dindingnya. Diantaranya menampilkan tampilan CCTV beberapa lokasi. Lainnya lagi menampilkan angka-angka dan grafik-grafik yang tak pernah bisa kupahami.

Jongin sibuk dengan layar komputer dan keyboardnya. Chanyeol dan Baekhyun sedang makan di sudut ruangan. Saling menyuapi dan itu membuatku nyaris muntah. Kyungsoo tampak bergelut dengan ponsel dan laptopnya. Sedangkan Kris masih berdiri memandangiku dengan tangan dilipat di depan dadanya. Kulirik jam tanganku, aku hanya terlambat dua menit.

"Kau terlambat," desisnya. Tatapannya menusuk tajam, siap mengullitiku.

Minseok meninju lengan Kris pelan, lalu tersenyum manis kepada adiknya. "Kau seharusnya memberikan cuti kepada pengantin baru," bisiknya. Semuanya tertawa. Bagus. Sekarang semuanya menjadikanku bahan lelucon. Aku sepertinya mulai tampak lucu sekarang.

"Ada apa kau kemari?" tanya Kris pada Minseok, tatapannya kembali datar dan dingin. Kris benar-benar ahli dalam mengubah ekspresi. Hanya beberapa detik dia tertawa dan detik berikutnya dia sudah kembali menjadi Kris yang dingin.

Minseok mendengus. Melemparkan sebuah kertas tebal berwarna paduan gold maroon kepada Kris. Kris menangkapnya, lalu membacanya sekilas. Tampak seperti undangan. "Kuharap kau akan datang nanti malam," ucap Minseok ringan. Dia menatap kami sekilas, senyumnya mengembang. Kemudian tubuh mungilnya menghilang dibalik pintu lift.

Kami semua saling berpandangan dalam diam, memandangi satu sama lain bergantian. Tidak ada yang berani bergerak, apalagi mulai berbicara. Chanyeol dan Baekhyun memandangiku dengan alis terangkat, kedua mulut mereka terbuka penuh makanan. Sedangkan Jongin dan Kyungsoo saling berpandangan, bibir mereka bergerak tanpa suara. Kyungsoo hanya menggeleng kecil dan mengangkat bahu.

Kris memutar badannya kasar dan melemparkan kertas itu kelaci mejanya. Suara debumannya membuatku sedikit tersentak. Memang sangat sulit untuk membawa Kris pulang. Entah mengapa Kris sangat tertarik dengan pekerjaan ini. Kris benar-benar mengesampingkan keluarga.

Dan aku tahu hal kecil barusan sedikit merusak keseimbangan mood Kris. Kuharap aku tidak mati sia-sia hari ini.

Aku berdeham berusaha memecah keheningan. "Ada apa kau memanggilku?" ucapku sambil menyesap kopi pagiku. Kopi ini tidak terlalu manis, persis seperti kesukaanku.

Kris membalikkan badannya dan menatapku lekat-lekat. "Masih seperti yang semalam. Chanyeol semalam membawa berkas kasus dari kantor kejaksaan,"

Kris berhenti. Pandangannya menatapku. "Lalu?"

"Kasus pembunuhan dan narkoba Lee Hyukjae dinyatakan bersih," aku tersedak, nyaris menyemburkan kopi pagiku ke wajah Kris. Walaupun aku sedikit menyesal karena tidak melakukan hal itu. "Kasus kematian Jeon Jaewon murni bunuh diri," lanjut Kris.

"Mustahil," suaraku habis. Nyaris bergumam.

Lalu percuma jika selama ini kami mengejar orang yang bahkan kasusnya sudah dinyatakan bersih. Lee Hyukjae adalah gembong narkoba terbesar di Asia Tenggara untuk saat ini. Sedangkan Jeon Jaewon tewas dengan lubang dikepala. Bagaimana bisa ini merupakan kasus bunuh diri. Bahkan secara logika Jeon Jaewon tidak akan mungkin memiliki senjata api.

Jika saja kasus ini tidak masuk kejaksaan, pasti Lee Hyukjae sudah tamat. Aku benar-benar tak mengerti mereka bermain dibalik kasus besar. Aku juga tak percaya kejaksaan mau menerima kerja sama seperti ini.

"Tugas untukmu. Temui Lee Hyukjae. Aku butuh sidik jarinya," suara Kris menginterupsi pikiran-pikiranku.

Aku mendesah.

Semakin membenci tugasku akhir-akhir ini. Setelah beberapa kali melakukan kesalah di lapangan. Mulai hampir tertangkap saat menyusup di kantor kepolisian, salah meretas CCTV, hingga hampir membunuh klien. Karena kesalahan fatal itu, aku sering ditugaskan menjadi wanita penggoda. Sedangkan Chanyeol atau Jongin yang akan melakukan tugas lapangan. Tugasku yang sekarang menjadikanku semakin dekat dengan dunia gila itu. Dunia malam yang menyesakkan.

Kris tersenyum puas melihat wajahku yang kesal. Kris selalu bekerja secara cepat dan mendetail. Sehingga kesalahan kecil yang mungkin kami buat akan menjadi masalah besar untuknya. Kami sering mendapat hukuman hanya karena kesalahan kecil yang tidak sengaja dilakukan.

Aku sudah pernah melakukan kesalahan besar dan sekarang sedang menjalani masa hukuman. Tugasku menjadi menjijikkan. Ditambah lagi aku tidak mendapatkan cuti. Sebenarnya sudah lama sekali aku ingin berkelahi dengan professional. Bukan dengan amatiran yang akan jatuh dengan satu atau dua pukulan.

Aku memang wanita. Tapi aku bisa menjadi pria disaat bersamaan. Bahkan jauh lebih hebat dari beberapa pria.

Jam makan siang yang seharusnya menyenangkanpun harus berjalan membosankan. Dengan makanan cepat saji yang dipesan melalui layanan pesan antar. Tim kami harus makan di dalam ruangan sambil memandangi layar-layar sialan yang menggambarkan suasana rekaman CCTV. Kami memang selalu mengintai dari CCTV atau dari alat penyadap. Karena itulah yang termudah yang bisa dilakukan.

"Lu kau ada telepon," ucap Kyungsoo tiba-tiba.

Aku memandangi ponselku sekilas dan tidak ada apa-apa disana. "Tidak ad–," ponselku bergetar. Sehun. "Hebat sekali. Tolong sambungkan kyung. Aku sedang sibuk,"

Chanyeol berteriak. "Itu suamimu. Kupikir dia menginginkan phone sex," aku mengumpat pelan tanpa memandangnya.

Ponselku sudah terhubung dan suara Sehun sekarang akan terdengar di seluruh ruangan. "Kau ada acara malam ini?" tanya Sehun langsung.

Jongin dan Chanyeol saling berpandangan, keduanya sama-sama menyeringai menatapku. Aku tau pikiran mereka, aku mengenal arti seringaian itu dengan baik.

"Tidak," sahutku cepat.

"Aku akan menemui klien nanti malam. Kuharap kau bisa menemaniku," aku menatap Kris meminta pendapatnya. Lebih tepatnya menyanyakan padanya apakah aku ada waktu nanti malam. Dia mengangkat jempol kanannya tanpa menatapku sama sekali. Pandangannya tetap terfokus pada layar di hadapannya.

"Baik," ucapku datar.

"Kukirimkan alamat tempat dan foto kliennya. Mungkin dia akan pergi dengan suaminya," ucap Sehun datar. Sepertinya Sehun sudah mulai bersikap baik padaku.

"Ya," sahutku cepat dan mengisyaratkan Kyungsoo untuk memutuskan sambungan telepon. Suara Sehun terputus.

"Kau dingin," bisik Baekhyun. Aku mengangkat bahu acuh, merasa tak penting untuk memperhatikan. Mataku masih focus dengan pekerjaan mengedit kartu tanda penduduk palsu untuk penyamaran nanti malam.

"Oh sial," umpat Kyungsoo tiba-tiba. Semua orang memperhatikan gadis itu dengan bingung. Pasalnya gadis itu sekarang sedang membulatkan matanya dengan sempurna. "Klien Sehun adalah Jaksa yang kau temui semalam,"

Aku membeku.

.

.

TBC

.

.

Terimakasih sudah menyempatkan membaca fanfiction ini. Ide cerita pembuatan fanfiction ini berasal dari author sendiri yang penggemar berat film atau drama action, lalu akhirnya lahirlah fanfiction ini.

Oh ya memang fanfiction ini rate M untuk kata-katanya saja karena nanti adegan M-nya dichapter selanjutnya. Ini masih chapter pertama tapi sudah sepanjang ini. Untuk chapter-chapter selanjutnya author menunggu review aja dulu ya. Kalo masih ada yang mau baca atau nunggu kelanjutan kisahnya silahkan review. Soalnya menurut author sendiri cerita ini sedikit agak panjang. Dan maaf kalo membosankan.

Nanti member EXO yang lain akan menyusul kemunculannya. Oh ya sekedar mengingatkan, akan ada anggota member super junior yang muncul sebagai tokoh antagonis. Bukannya author benci sama super junior ya, tapi memang karakter yang sesuai dengan anggota super junior. FYI author adalah ELF, penggemar Super Junior.

Kalo ada yang mau saran, komentar, menambahkan, mengkritikpun juga dipersilahkan. Author sangat membuka diri untuk menerima ide cerita maupun kritik dan saran. Kalo ada yang merasa tidak senang dengan fanfiction ini dikarenakan hal apapun, author mohon maaf. Jika ada kesamaan tokoh, jalan cerita, dan karakter itu murni ketidaksengajaan. Fanfiction ini dibuat murni berdasarkan pemikiran author tanpa adanya tindak plagiasi.

Tulisan author lainnya bisa dicheck dengan username: lolipopsehun (search writer/author lolipopsehun)

Terima kasih.