"Jangan ada yang masuk sebelum polisi datang." Sera memerintahkan seluruh orang yang berkumpul untuk sedikit menjauh dari kamar 103, tempat mayat Yurina ditemukan di atas mejanya. "Tolong tutup pintu, jangan biarkan ada yang keluar dari hotel ini sampai polisi datang." Sera berkata pada seorang clining service.

"B-baik." Orang itu segera berlari menuju lobby dengan panik.

"Bagaimana menurutmu Conan-kun?" Sera menatap Conan yang lebih pendek darinya. Conan tampak sedang berpikir dengan memegang dagunya. Sesekali manik yang terbingkai kacamata tersebut melirik ke sekeliling kamar, memastikan tidak ada lagi sesuatu yang ganjil.

"Pembunuhan atau bunuh diri?"

.

.

Azure

T. Mistery. Standart disclaimer applied.

Warning: maybe OOC, alur kecepetan, kesalahan refrensi, typos, dkk.

Happy reading!

.

.

Inspektur Megure dan Takagi akhirnya muncul dengan beberapa orang polisi dan ahli forensik. Mereka segera mengambil gambar keadaan korban dan membawa jasadnya untuk melakukan autopsi pada jasad korban.

"Korbanya Yurina Kuroma, berumur 34 tahun. Seorang novelis yang sedang naik daun." Takagi membacakan data yang sudah ditulis pada bukunya. Ia lalu melihat meja kerja yang menjadi tempat korban ditemukan dalam TKP. Di sebelahnya inspektur Megure hanya menggumam seraya memegang dagunya.

Seorang tim forensik datang tak lama kemudian dan menyerahkan beberapa lembar data korban. Takagi kembali membacakannya, "Akibat kematian diperkirakan oleh racun sianida yang dicampurkan pada teh korban. Perkiraan kematian kira-kira satu jam sebelum ditemukan. Dimana kalian satu jam sebelum korban meninggal?" Takagi menanyai semua orang yang berkumpul di depan TKP.

Yoshiro Mamiyano (45)―editor sekaligus asisten Yurina.

"Saya sedang berkumpul dengan teman sesama editor di lobby untuk membicarakan naskah karya Yurina yang selanjutnya. Lalu saya menelepon Yurina untuk mendiskusikan karya selanjutnya, karena tak kunjung dijawab, saya memutuskan untuk menemuinya." Yoshiro membenarkan letak kacamatanya.

"Apakah ada saksi yang melihatmu selama itu?" tanya inspektur Megure.

Yoshiro berpikir sejenak. "Temanku sesama editor, kalian bisa memastikannya."

"Takagi kau periksa teman editornya." Titah Inspektur Megure kemudian beralih pada Conan dkk. "Kau ini jangan-jangan bocah pembawa kematian ya?" tanyanya sembari melirik Conan dan hanya dibalas tawa gugup. "Kalian bertiga yang paling dekat dengan korban, ada di mana saat kejadian?" Megure kemudian beralih kepada tiga sosok yang berdiri di belakang Conan.

Yuuya Sonokawa (30)―seorang cosplayer, kekasih korban.

"Aku pingsan dan tidur di kamar karena dilempari cangkir oleh Yurina." Yuuya mengelap air matanya menggunakan punggung tangan. "Saat bangun aku mendengar keributan di luar kamar, karena penasaran aku keluar dan Yurina sudah…"

Rina Kobayakawa (34)―seorang novelis, teman korban.

"Aku sedang tertidur di kamarku, jadi tidak ada seorang saksi." Rina memberikan penjelasan. "Aku baru terbangun saat ada suara seseorang mengetuk pintu."

Kim Ha Neul (36)―novelis asal Korea, teman korban.

"Saya sedang membereskan pakaian dan barang bawaan saya karena akan kembali ke Korea sore ini." Kim melihat jam tangannya. "Tapi sepertinya saya sudah ketinggalan pesawat."

"Kau bisa berbahasa Jepang?" tanya Inspektur Megure.

Kim mengangguk, "Saya dibesarkan di Jepang sehingga fasih berbahasa Jepang."

Takagi baru saja kembali setelah memastikan kebenaran alibi Yoshiro. "Berarti yang tidak mempunyai alibi hanya ketiga orang ini; Kim Ha Neul, Rina Kobayakawa dan Yuuya Sonokawa."

"Tetapi melihat keadaan ruangan yang benar-benar tertutup rapat, kurasa ini bunuh diri." Takagi mengatakan pendapat sembari melihat catatannya.

Conan bertanya pada ahli forensik yang sedang mengumpulkan barang bukti di TKP. "Paman, apakah ada yang terlihat aneh dengan mayat korban?"

Pria itu mengangguk. "Korban menggenggam erat sebuah kertar bertuliskan 'Azul'." Ucapnya.

"Azul?" tanya Sera yang sudah berdiri di belakang konan dengan tatapan penasaran. Pertanyaannya membuat pria itu mengeluarkan sebuah kantong plastik khusus berisi sebuah kertas berwarna biru kehijauan. Terdapat tulisan dengan tinta hitam walau tidak jelas karena terlekuk tetapi tulisannya dapat terbaca, 'AZUl"

'AZUl? Mungkin ia tidak sempat menulis semua huruf pada kertas biru kehijauan itu.' Conan seperti teringat sesuatu. 'Biru kehijauan? Azure? Itukah pesan kematian korban?' Conan menatap ketiga orang teman korban.

"Azure, hanya Yuuya dan Rina yang berhubungan dengan kata itu." Sera seakan tau isi pikiran Conan.

"Tidak." Bantah Conan cepat. "Mereka bertiga berhubungan dengan kata Azure."

.

.

"Jadi begitu ya? Diantara mereka bertiga ada yang sengaja merencanakan ini semua?" Takagi mengangguk setelah mendengar analisis sementara Conan dan Sera. "Yuuya yang rambutnya dicat azure, Rina yang mempunyai pen name Azure dan Kim yang memakai softlens berwarna azure. Kurasa Kim tidak mencurigakan karena bagian matanya tertutup topi cadarnya, aku bahkan tidak tau jika ia memakai softlens berwarna azure jika kalian tidak mengatakannya."

"Dan sebelum korban meninggal, ketiganya pernah memasukki kamar korban. Mungkin saat itulah ia menukar bungkus gula dengan bungkus racun." Sera melengkapi analisis mereka.

"Aku akan menyuruh tim forensik memeriksa seluruh gula stick dalam kamar korban." Takagi kemudian mengantongi bukunya dan segera pergi.

Sera melirik Conan, "Bagaimana menurutmu?"

"Seandainya ini memang pembunuhan, ini pembunuhan yang sangat tidak mungkin untuk dilakukan, pembunuhan ruang tertutup!" ucap Conan. 'Semuanya mempunyai hubungan dengan kata Azure. Lalu siapa yang dimaksud oleh korban? Apakah Yuuya yang mewarnai rambutnya biru kehijauan, atau Rina yang memiliki pen name Azure sebagai penulis? Walau kecil kemungkinannya, tetapi orang bernama Kim yang memakai softlens berwarna biru kehijauan itu juga patut dicurigai.' Conan terteguh. 'Seandainya aku adalah si korban yang terbunuh, yang akan kutuliskan pasti yang sangat berhubungan dengan orang itu, yang selalu melekat kemana pun ia pergi, yang akan melekat pada orang itu hingga akhir hayatnya! Ya, itu adalah kuncinya.' Conan tersenyum khas lalu berlari menuju lobby. Ia menghampiri meja resepsionis dan meminta beberapa lembar kertas serta pulpen.

Sementara Sera tau jika Conan sudah memecahkan misteri tersebut. Bersamaan dengan kembalinya Conan, Takagi pun kembali dengan membawa kabar mengejutkan.

"Hanya bungkus gula yang dibuka korban yang mengandung racun." Begitu katanya, membuat Conan berhenti.

Jika hanya bungkus itu yang dibuka korban, bagaimana mungkin sang pelaku tau korban akan memilih bungkus itu?

.

.

"Paman, bibi, aku ingin belajar menulis nama kalian, bisa kalian tuliskan untukku?" Conan menyerahkan beberapa lembar kertas dan pulpen.

"Hei ini bukan saat yang tepat, baru ada yang meninggal loh." Ucap Yuuya tidak setuju.

Kim mengangguk, "Dia benar, bocah seharusnya tinggal di kamar saja."

"Aku sih tidak keberatan menulis namaku." Rina mengambil kertas dari Conan dan menuliskan namanya. "Lagipula aku sangat senang melihat anak kecil yang ingin belajar menulis seperti dirimu." Rina mengelus kepala Conan setelah menuliskan namanya.

Kim dan Yuuya pun ikut menuliskan namanya dengan terpaksa. Kemudian menyerahkan lembaran tersebut pada Conan. Conan segera membungkuk berterima kasih kemudian masuk ke dalam kamarnya. Ia memastikan sesuatu, setidaknya jika analisisnya benar dan ia sudah tau siapa pelakunya, ia pasti bisa mengetahui trik si pelaku.

"Conan-kun?" Ran memasukki kamar Conan dan Sera. Ia membawa secangkir teh. "Kau mau ikut minum bersama? Kurasa teh bisa membuat kita lebih rileks, iya kan Sera? Kata Kak Rina sih begitu." Ucap Ran ragu.

Sera muncul dari belakang Ran dengan senyum kucing khas dirinya. "Itu benar, Conan-kun."

'Hei hei.' Conan menatap Sera malas. "Biar kuambilkan gulanya ya." Conan berusaha mengambil kotak gula yang disediakan pihak hotel. Ia terkejut mendapati bungkus gula yang berbentuk stick berbagai warna. 'Tunggu dulu, jangan-jangan…' Conan segera berlari keluar kamar menghampiri Takagi.

"Ada apa?" tanya Takagi setelah Conan menghampirinya dengan terburu-buru.

"Bungkus gula yang dipakai korban warnanya biru?" tanya Conan, Takagi mengangguk. "Dan hanya bungkus itu yang berwarna biru?" Conan bertanya lagi, Takagi pun membalasnya dengan anggukan. 'Sudah kuduga, pelaku pasti sangat mengenal korban sampai mengetahui warna yang disukainya. Yang cocok dengan semua ini hanya dia, pasti dia pelakunya!'

Lagi-lagi Conan tersenyum, ia sudah dapat memecahkan seluruh kasus tersebut dari A sampai Z. Semuanya akan terbongkar, hanya tinggal menunggu waktu saja.

.

.

"Sudah jelas bukan jika ini adalah kasus bunuh diri?" tanya Kim, ia merasa terganggu karena polisi tidak kunjung memperbolehkannya pergi menuju bandara. Wanita itu sudah tidak bisa menunda kepulangannya ke Korea lebih lama lagi.

"Mohon kerja samanya sebentar lagi." Inspektur Megure tampak kewalahan untuk menahan ketiga tersangka lebih lama lagi. "Seandainya Kogoro Mouri ada di sini."

Conan tersenyum, 'Tenang saja paman, karena Kogoro tidur yang sebenarnya ada di sini.'

"Paman, paman tau jika bibi Yurina menyukai warna Azure? Azure sering disalah artikan sebagai biru kehijauan, tetapi arti sebenarnya adalah biru laut! Karena itu lah bibi ingin ulang tahunnya diadakan di hotel yang dekat dengan laut." Ucap Conan.

"Begitukah? Kau tau dari mana, Conan-kun?" tanya Ran.

"Karena bibi Yurina membuka bungkus gula berwarna biru, bukan hijau. Bukankah warna hijau pada bungkus gula lebih terlihat seperti biru kehijauan dan warna biru terlihat seperti biru laut?" Conan mengeluarkan dua bungkus gula stick dari dalam saku celananya.

Takagi melihatnya, "Benar juga."

"Berarti Yuuya yang mewarnai rambutnya dengan warna biru kehijauan terlepas dari tuduhan." Ucap Sera.

"Lagipula paman Yuuya sepertinya memiliki sebuah alasan kenapa ia tiba-tiba tidak ingin mengumumkan pernikahan mereka sebelum terlambat." Conan melirik ke arah Yuuya.

Yuuya tertunduk. Ia memegangi kepalanya yang terasa pening. "Kami ternyata bersaudara darah. Aku baru mengetahuinya setelah pemeriksaan DNA baru-baru ini."

Rina memekik kaget, "APA?! Kenapa kau tidak mengatakannya sejak dulu? Kenapa diam-diam? Jangan-jangan sisir milik Yurina yang kau curi dan kau berikan pada seorang gadis itu untuk pemeriksaan DNA?"

Yuuya mengangguk, masih dengan nada yang pelan. "Aku mengambil sisir miliknya secara diam-diam dan memberikannya pada temanku yang berkerja di rumah sakit untuk pemeriksaan DNA, karena aku tidak mungkin ke rumah sakit, Yurina akan curiga padaku. Sialnya aku malah kepergok saat menyerahkan sisir miliknya."

"Kenapa harus sisir?" tanya Sonoko gusar, sosok lelaki itu di matanya sudah terlanjur buruk.

"Kak Sonoko tidak tau jika pemeriksaan DNA bisa dilakukan dengan melihat DNA pada rambut? Kurasa itu yang dipikirkan oleh paman Yuuya sehingga mengambil sisir bibi secara diam-diam." Conan menambahkan, "Itu kata acara kesehatan yang kemarin kutonton di televisi."

"Ran, bocah ini terlalu sering menonton televisi." Sonoko menunjuk Conan dengan gusar, kesal akan sikap Conan. Sementara Ran hanya tertawa kecil.

"Tapi kenapa baru sekarang?" Rina masih menuntut jawaban dari Yuuya.

Yuuya menatap Rina nanar. "Karena belakangan aku baru tau jika orang tuaku yang sekarang ternyata mengadopsiku dari panti asuhan yang sama dengannya, karena penasaran aku mencari tahu kebenaran tentang kami. Ternyata kami bersaudara dan karena masih tidak percaya, aku melakukan tes DNA, hasilnya baru keluar siang ini."lirihnya.

"Nah di antara kedua wanita itu, kamar mereka bersebelahan dengan kamar korban." Sera mengalihkan topik pembicaraan kembali pada sang pelaku.

"Kak Sera, jika kakak adalah korban pembunuhan, sebagai korban jika kakak ingin membuat pesan kematian agar polisi berhasil mengetahui siapa pelakunya, biasanya apa yang pertama kali terlintas di pikiran kakak?" tanya Conan.

"Apa ya?" Sera tampak berpikir. "Sesuatu yang sangat menempel pada pelaku, sesuatu yang tak akan pernah lepas dan hanya dia yang memilikinya. Misalnya hubungannya denganku, dan―" Sera terteguh, matanya membulat saat menyadarinya. "―nama."

"Kalau begitu pelakunya Rina Kobayakawa yang mempunyai pen name Azure?" tanya Takagi.

"Tunggu dulu, jangan menuduhku sembarangan!" bentak Rina tidak terima.

'Hei, aku belum selesai.' Batin Conan. "Tetapi bibi Rina masuk pertama kali ke ruangan korban bukan? Dia tidak akan sempat melihat bungkus gulanya karena terburu-buru ingin mewawancarai Ran."

"Benar juga, saat sampai di kamar kami ia sepertinya baru saja melihat bungkus gula yang berbentuk stick." Ran mengingat saat Rina masuk ke kamarnya dan melihat bungkus gula yang berbentuk stick warna-warni.

"Bisa saja itu hanya tipuan bukan?" tanya Takagi. "Ia berpura-pura tidak mengetahui bungkus gula untuk menciptakan alibi."

"Kurasa tidak, karena jika ia ketawan sekalipun kita tetap akan menemukan barang bukti di kamarnya jika ia benar-benar pelaku yang sesungguhnya." Ucap Sera, ia mulai mengikuti jalan analisis Conan.

"Berarti pelakunya adalah―" inspektur Megure memberikan jeda.

"Kim Ha Neul. Dia adalah pelaku yang sebenarnya." Sera menunjuk ke arah Kim. "Kau tampak terburu-buru ingin meninggalkan hotel ini karena ingin menghilangkan barang bukti, bukan?"

Conan menambahkan, "Wajar saja, karena jika polisi menemukan bungkus gula yang seharusnya ada di kamar korban di kopermu, kau akan beralasan jika memang memiliki kebiasaan untuk membawa bungkus gula dari hotel."

"Tunggu, bagaimana dengan pesan kematian korban?" tanya Takagi.

"Tadi aku dibantu kak Shinichi untuk mencari hangeul Kim Ha Neul seperti yang tertera dalam namanya. 'Ha Neul' diambil dari hangeul 'Haneunbich' yang berarti 'biru langit', Azure yang dimaksud oleh korban." Conan menatap tajam ke arah Kim.

Wanita itu melepaskan topi cadarnya, membiarkan wajahnya terlihat oleh semuanya. Terdapat luka bakar pada dahinya. "Ini semua karena kebakaran sepuluh tahun lalu. Kebakaran yang dibuat oleh Yurina untuk melenyapkan bukti bahwa dialah pelaku sebenarnya yang membunuh Olivia, adikku."

"Olivia? Jangan-jangan gadis yang meninggal karena pembunuhan Kucing Hitam? Olivia sahabatku?" tanya Rina tidak percaya. "Kau kakaknya?"

Kim mengangguk. "Hari itu aku hendak mengumpulkan barang bukti tetapi ia membakarku bersama barang bukti itu. aku tidak akan pernah melupakan perbuatannya yang telah membuat adikku mendahuluiku meninggalkan dunia, dan membuatku menjadi buruk rupa seperti ini."

"Kenapa Yurina melakukan itu?" tanya Yuuya. "Kenapa pada Olivia?"

"Karena ia ingin merebutmu dari Olivia. Yurina mencintaimu sama seperti Olivia. Aku menanyainya ketika kami berdiskusi berdua. Dan ia dengan santainya menjawab; 'Karena wanita bodoh itu terlalu baik dan polos, menjijikkan sekali. Lebih baik lenyap saja dari sisi Yuuya' sambil menyeringai." Ucap Kim tidak terima, ia kesal bukan main karena kata-kata Yurina. Ia lalu menatap Sera dan Conan. "Seandainya bisa aku juga ingin meminum teh yang dicampurkan dengan racun karena tujuanku sudah selesai. Kalian akan menemukan bungkus gula yang dimaksud oleh bocah kecil ini di koperku."

Beberapa polisi akhirnya memeriksa koper Kim dan tangan wanita buruk rupa itu akhirnya diborgol oleh Takagi.

"Padahal ia bisa operasi plastik untuk menutupi bekas luka bakar itu, bukan?" tanya Sera.

Conan menggeleng. "Mungkin ia tidak melakukannya untuk menyimpan bukti kejahatan Yurina di masa lampau."

.

.

FIN

A/N: akhirnya beres fiuh. Ohya, kripik singkong dibutuhkan untuk peningkatan saya dalam menulis, mohon bantuannya.

Mungkin saya akan banyak membuat ff misteri karena sedang suka dengan genre ini. Oke sekian, SEE YOU NEXT PROJECT!