Sebuah takdir yang sudah di gariskan akan tetap seperti itu tanpa peduli bagaimana pada akhirnya. Pertemuan dan perpisahan sudah pasti akan terjadi kepada semua makhluk tanpa terkecuali. Meskipun harapan yang kuat akan terus bersama tapi jika sang takdir tidak berkehendak maka semua itu akan sia-sia.

.

.

.

My Princess

.

Disclaimer : Naruto Masashi Kishimoto

.

Story by KiRei Apple

.

* Akhir

.

Sakura kembali bermekaran dengan indahnya. Istana di buka untuk tiga hari agar rakyat Suna bisa menikmati sakura bermekaran yang hanya terdapat di Istana. Suara keramaian pun terdengar hingga balkon yang kini di singgahi sang Raja. Netra hijaunya terus mengamati rakyat tercintanya yang kini sedang bersuka cita. Ingatannya kembali akan kenangan masa dimana sang adik masih di istana ini. Dengan riang dan langkahnya yang terus berlarian tidak dihiarukannya meskipun membuat para dayang dan penjaga istana panik di buatnya.

Sang Raja tersenyum kembali mengingat tingkah sang adik tercintanya. Tangannya terulur merasakan sinar matahari yang menyentuh kulitnya kini.

"Terima kasih telah kembali."ucapnya seraya senyuman penuh dengan kelegaan.

Angin berhembus pelan menerbangkan helaian merah panjangnya dan jubah kebesarannya. Tangan yang tadi terulur untuk merasakan angin yang berhembus kini terukur ke samping menunggu sesuatu menyentuhnya.

Satu tangan terulur menyambutnya dan menggenggamnya lembut. Langkah kaki dengan jubah putih perpaduan dengan merah muda indah menyapu lantai dengan indahnya. Hela an napas terdengar pelan sebelum suara lain terdengar dan berucap, "Maaf membuatmu menunggu Onii-sama."

Sang Raja muda menggenggam erat tangan kecil itu dan kembali tersenyum saat tatapannya kini tertuju pada orang yang selama ini di tunggu nya.

Rambut merah muda yang tergerai indah, baju cantik yang ia beli saat berkunjung ke Negeri tirai bambu beberapa tahun lalu itu nyatanya sangat cocok di pakai nya. Tak lupa mata sewarna namun lebih terang darinya pun akhirnya membalas akan tatapannya.

"Hm." sang Raja tersenyum namun dalam hati ia sangat bersyukur akan do'a- nya yang terkabul hingga mengembalikan hidupnya kembali.

"Musim semi." sang adik tersenyum saat melihat ke bawah di mana para rakyat Suna memenuhi halaman istana dimana bunga Sakura bermekaran.

"Kau kembali saat mereka bermekaran, lagi." sang Raja menolehkan pandangannya dan kembali menatap para Rakyat dengan perasaan lega. Satu tangan yang tadi menggenggam tangan sang adik kini berpindah untuk menepuk pucuk kepala merah muda itu.

Sang adik memejamkan mata menahan air matanya yang akan menetes. Ingatan akan mimpinya, dan tentang suaminya membuatnya merasa putus asa.

"Nii-sama." ujarnya dengan suara lirih.

Sang Raja menatap sang adik dengan tatapan iba. Di raih nya tubuh ringkih itu dan membawanya pada sebuah pelukan.

"Maaf membuatmu mengalami semua ini, Sakura."ujarnya yang benar-benar penuh penyesalan.

Dalam dekapan sang Kakak, Ratu yang baru saja terbangun dari tidur panjang beberapa hari lalu semakin mengeratkan pelukan mencoba menahan rasa sakit yang di deritanya. " Apa yang harus aku lakukan Onii-sama?"

Memejamkan mata, Raja muda itu tidak mampu mengatakan apapun yang bisa di sampaikannya selain kata penyesalan nya akan apa yang telah terjadi, "maafkan aku."

.

.

Bulan menjadi objek satu-satunya yang di pandangi Haruno Sakura saat ini. Berdiri di jembatan kecil kolam istana ia sendiri dengan pikiran yang kembali mengingat akan mimpi yang sangat terasa nyata baginya.

Memandangi bayangan bulan dari permukaan air yang terlihat tenang, Sakura mengulurkan tangannya menangkap kelopak sakura yang berguguran. Netra klorofilnya meredup saat pikirannya kembali mengingat mimpi yang baginya terasa begitu nyata dan penuh kebahagiaan. Namun kenyataan berkata lain dan ia pun harus menerima kenyataan dimana kehidupan yang sebenarnya sekarang.

Saat terbangun, entah sudah berapa lama tidak sadarkan diri ia terkejut karena mendapati bangun di ruangan yang tidak begitu asing tapi bukan tempatnya berada sebelumnya. Belum sempat ia bertanya tapi sang Kakak terlanjur menyela dengan haru akan kembalinya dirinya. Raut bahagia dari sang Kakak membuatnya tahu jika ia sudah mengalami sesuatu yang membuatnya cemas.

"Sasuke-kun."

Sakura sangat tahu bagaimana akhir kisahnya dengan sang suami yang terakhir di ingatnya adalah luka yang tidak mungkin tertolong karena tidak ada siapapun pada saat itu dan berakhirnya ia yang di bawa kembali ke kerajaan Suna.

"Aku akan menemuimu."Sakura berucap akan keinginannya di kehidupan selanjutnya agar di pertemukan kembali dengan Sasuke.

Bagaimana pun ia sudah siap akan apa yang terjadi. Memimpikan Sasuke yang berbeda membuatnya lega. Tidak ada peperangan, perebutan tahta dan hal mengerikan seperti di sini. Setidaknya, Sasuke baik-baik saja dan mengenai akan janjinya, ia yakin di kehidupan lain pun Sasuke akan mencintainya.

"Tapi..."

Sakura menghela napas panjang dan menghembuskannya perlahan mengingat itu semua hanya mimpi dari alam bawah sadarnya. Hatinya menginginkan itu, kembali di pertemukan dengan Sasuke.

"Suatu hari nanti, tunggulah aku Sasuke-kun."ya, karena hatinya sangat yakin jika mereka akan bertemu dan Sasuke akan menunggu.

.

.

Alunan koto terdengar syahdu namun menyayat hati dan terdengar sangat memilukan memenuhi istana di malam ini. Bulan purnama seolah menambah kesan indah namun penuh kepedihan disetiap alunan dari petikan yang di mainkan dari jari indah sang bidadari malam.

Gerakan lincah namun lembut penuh dengan emosi permainan musik seakan nyata dirasakan walaupun hanya dari melihat saja. Angin yang berhembus, sinar rembulan yang masuk melalui celah kain transparan yang berkibaran membuat semua terlihat sempurna.

"Cinta menunggu surga."

Sang Raja yang sejak tadi menikmati permainan sang adik di salah satu tiang beranda di mana sang adik berada hanya terdiam dengan sorot mata mengiba. Para dayang sudah pergi meninggalkan mereka berdua di sini tanpa siapa pun yang menyaksikan. Dengan perlahan, sang Raja melangkahkan kakinya menuju sang adik yang sedang terhanyut dalam permainannya.

"Apa yang kau alami selama ini?" batinnya bertanya-tanya dalam langkah pastinya yang kini semakin mendekat. Tiga tahun sudah berlalu dan Sakura selalu tersenyum menutupi kesedihannya. Berpura-pura tegar agar terlihat baik-baik saja dan itu lebih menyakitkan. Berdiam diri di dalam istana dan enggan melangkah sedikitpun melihat dunia di luar kerajaan Suna.

"Jangan bersedih!"

Ingin sekali Sang Raja sebagai Kakak mengatakan hal itu. Namun itu tidak memungkinkan dimana apa yang di alami Sakura selama ini. Tidak sepertinya yang akan baik-baik saja terkecuali menyangkut sang adik. Tapi bagaimana ia bisa tidak sedih melihat keadaan Sakura saat ini.

"Sudah waktunya, aku akan membawamu."

.

.

.

"Mimpi itu seolah nyata. Bayangan tentang kenangan yang ku alami di dunia yang asing bagiku."

Memejamkan mata, jari Sakura terus memetik hingga mengalunkan suara yang begitu di kenal nya. Memainkan ini ia bisa merasakan perasaan sedih, kehilangan dan juga rindu.

"Jika nanti kita di lahirkan kembali, aku ingin bertemu denganmu tanpa cerita menyakitkan seperti sekarang."

Hatinya berdenyut nyeri mengingat bagaimana kini ia berada dan tanpa Sasuke berada di sisinya. Kenangan yang begitu nyata membuatnya merasa lebih baik.

"Aku mencintaimu."sangat.

Masih ia ingat akan mimpi terakhir yang begitu menyesakan namun penuh dengan perasaan lega.

Bagaimana pun, semua akan kembali ke tempat dimana mereka berasal, bukan?

.

Saat itu...

Salju sudah turun beberapa hari yang lalu namun Sakura masih merasa takjub akan pemandangan yang begitu indah baginya itu. Kaki nya terus melangkah diatas tumpukan salju di sekitar taman tempat tinggalnya. Mengeratkan syal yang di pakainya, Sakura mengulurkan tangannya yang bersarung tangan untuk kembali menyentuh salju yang hinggap di dedaunan.

"Musim yang dingin seperti Sasuke-kun namun sangat indah." ucapnya dengan senyuman saat butiran salju menempel di telapak tangan nya.

"Udara dingin tapi sepertinya kau sangat menikmati."

Sakura tersenyum saat seseorang yang sangat di kenal nya kini ikut keluar bersamanya.

"Ya, karena Gaara-nii sangat sibuk jadi aku sendirian."Sakura mengembungkan pipi saat mengatakan itu dan sejujurnya ia nerasa kesepian akhir-akhir ini.

Melihat Sakura berwajah seperti itu Gaara tersenyum dan berucap, "ah, maaf dan sekarang kita akan bermain apapun keinginanmu oke."

Mendengar tawaran dari Gaara membuat semangat Sakura semakin bertambah, "Janji?"tanya nya yang sangat merasa senang dan mulai berpikir apa yang akan mereka lakukan untuk bersenang-senang.

Gaara mengangguk dan mendekat pada Sakura. Dengan senyuman lebarnya ia menatap sakura penuh dan... "Boo!"

"Kyaa Gaara-nii curang!"Sakura membuang salju yang mengenai wajahnya akibat ulah Gaara yang melemparnya dengan salju. Mengambil salju dan membuatnya seperti bola-bola kecil, Sakura mengejar Gaara pada akhirnya dan melemparkan bola yang di buatnya pada Gaara.

Gaara sesekali melempari namun ia lebih banyak menghindar akan tembakan yang Sakura tujukan kepadanya. Berlari dan memeluk tubuh Sakura dari belakang, Gaara mengangkatnya kemudian dan berputar.

"Kau kalah!"

"Kyaa curang!"

Mereka tertawa bersama dengan sesekali Sakura memasukan salju pada baju Gaara.

"Kena kau!" Kali ini Sakura berhasil melempar bolanya pada wajah Gaara.

"Heii jangan keras-keras tenagamu seperti banteng!"

Sakura menyilangkan kedua tangannya dan memberikan tatapan galak saat Gaara mengatainya dengan sebutan banteng. "Gaara-nii!"

"Kau banteng kesayanganku."Gaara terkekeh dan menidurkan diri di atas tumpukan salju di ikuti Sakura yang merasa seru akan apa yang dilakukan Gaara saat ini.

Mereka tertidur di atas tumpukan salju saling berpegangan tangan dengan sama-sama menatap langit.

"malam nanti gerhana bulan merah kan?"Sakura bertanya akan peristiwa langka yang ia lihat di televisi.

"Hn, kenapa? Ingin lihat?"

"Bulan merah seperti darah, hm..." ucapan Sakura terhenti karena ingatannya akan hal yang mengerikan datang tiba-tiba.

Melihat Sakura yang terdiam dengan tatapan kosong membuat Gaara cemas. Maka ia pun bertanya untuk mengetahui sebabnya "Kenapa?"tanya Gaara dengan tatapan yang ingin tahu.

"B-bukan apa-apa kok." Sakura menggeleng dan tersenyum untuk memastikan jika dia baik-baik saja pada Gaara.

Gaara diam sesaat masih menatap Sakura yang aneh baginya saat ini. Entah kenapa perasaanya tidak enak melihat senyuman yang sepertinya akan sangat di rindukannya.

"Sakura."

"Saljunya turun!"Sakura mengangkat tangan saat butiran salju kembali turun. "Lihatlah Gaara-nii!"

Gaara menghiraukan nya dan tidur menyamping agar berhadapan dengan Sakura. Ingatannya kembali mengingat akan pertemuannya dan betapa berartinya Sakura baginya saat ini.

"Aku bertemu denganmu di hutan Nara dan tadinya aku pikir kau ini gila dan..." Gaara kembali menceritakan bagaimana mereka bertemu dan mengingat hal itu dengan tawa kecil.

"Gaara-nii begitu ketakutan kan?"

"Tidak juga. Aku hanya aneh saja di hutan milik pribadi kau ada di sana sendirian dan aku pikir kau korban pembunuhan saat melihat keadaanmu."

"Ya, memang begitu."Sakura membenarkan apa yang Gaara lihat sebagian memang benar, tentang darah dan pembunuhan atau lebih tepatnya penyerangan untuk membunuh Raja.

"Entah bagaimana aku membawamu dan hingga sekarang tinggal bersama. Aku terkejut saat kau nyatanya mengenal Sasuke dan yang lainnya," Gaara mengangkat satu tangan menghalau butiran salju dari wajahnya dan kembali berbicara. "aku tidak mengerti, tapi hingga saat ini kau sangat berarti bagiku."

Sakura terus diam mendengarkan cerita dari Gaara bagaimana selama ini ia hidup dan datang di kehidupan ini. Ia pun bisa melihat jika saat ini Gaara seperti seseorang yang sedang mengkhawatirkan sesuatu.

"Beberapa hari terakhir ini membuatku takut. Memperhatikanmu adalah kebiasaan ku dan tidak terasa aku sangat menikmatinya. Tapi, aku takut ini semua mimpi dan saat terbangun nanti kau tidak di samping ku dan menyebut namaku lagi, aku takut."

"Gaara-nii, walaupun jika ini hanya mimpi pun aku sangat bahagia bisa memiliki waktu lama kembali dengan Onii-sama."

Senyuman terukir di bibir Gaara mendengar perkataan Sakura. Bangun, tangannya terulur pada Sakura.

"Di luar dingin sebaiknya kita ke dalam."

"Hm."

.

.

Sakura duduk di tepian ranjang dengan pedang yang terletak di depannya. Pikirannya tiba-tiba teringat akan sosok asing yang pernah bertemu dengannya. Benaknya selalu bertanya-tanya apa maksud dari ucapannya. Saat itu ia sama sekali bingung dan tidak tahu apa maksudnya tapi sekarang ia ingat jika ucapan laki-laki itu adalah keinginan nya. Tapi, apa semua ini benar-benar mimpi? Jika mimpi...

"Isss." Sakura mencubit tangannya dan itu terasa sakit. Bukan kah jika mimpi itu tidak akan terasa sakit?

Helaan napas panjang ia keluarkan di sela pikirannya yang penuh pertanyaan. Deringan ponsel membuatnya kini teralih pada benda persegi dan membaca pesan yang masuk.

"Ah, Sasuke-kun."

Pesan masuk dari Sasuke yang kini sudah menunggu di ruang tamu.

"Kenapa tidak memberitahu sebelumnya."ucap Sakura yang kini mengambil coat putih panjang dan memakainya. Merasa cukup merapihkan diri, Sakura pun keluar kamar untuk menemui Sasuke tanpa sadar jika pedang miliknya itu perlahan mengabur dan menghilang.

Senyum Sakura mengembang melihat Sasuke yang kini sedang mengangkat satu tangan menyapa nya. "Hai."

"Sasuke-kun, sudah lama?" tanya Sakura yang kini duduk di samping Sasuke.

Sasuke menggeleng dengan satu tangan mengelus pucuk kepala Sakura membuat gadis itu tersenyum kecil.

"Kalian akan kemana?"Gaara bertanya tiba-tiba saat memasuki ruang tamu dengan satu cangkir cokelat panas di tangannya.

"Ah, Gaara-nii."Sakura senang karena Gaara masih ada di rumah saat ini karena ia kira sedang pergi keluar rumah.

Sasuke mendengus melihat sikap posesif Gaara yang baginya berlebihan. Ayolah, Sakura kekasihnya dan Gaara bukan Kakak aslinya kan?"Mengajaknya keluar."jawab Sasuke santai.

"Aa."Gaara hanya diam dan bersandar pada sofa tanpa berniat untuk duduk. Pikirannya tiba-tiba kembali mengingat Sakura yang memakai kimono berlumuran darah. Menghela napas, Gaara mengenyahkan pikiran itu dengan menyesap cokelat panasnya dengan perlahan.

Melihat sikap Gaara yang diam dan jelas terlihat sedang memikirkan sesuatu membuat Sasuke penasaran. "Kenapa?"tanyanya.

Pertanyaan Sasuke membuat Gaara kembali dari lamunannya dan menatap Sakura. "Tidak."ucapnya menolak untuk menjelaskan.

Melihat sikap Gaara, Sasuke hanya menaikan bahu dan bangkit mengajak Sakura kemudian. "Ayo Sakura."

"Hm, Gaara-nii kami berangkat."

Sakura sebenarnya semenjak tadi memperhatikan Gaara dan sepertinya pria yang mirip dengan Kakaknya itu sedang memikirkan sesuatu entah itu apa dan dugaannya tepat saat melihat Gaara berkata tanpa melihatnya.

"Ya."

Langkahnya terasa berat begitu pula saat Sakura sudah mencapai pintu, langkahnya berbalik, melangkah cepat langsung memeluk Gaara tiba-tiba. Entah kenapa perasaanya tidak enak dan sedih melihat Gaara dengan raut wajah seperti itu.

"Ada apa?" tanya Gaara yang kebingungan karena sikap Sakura sekarang. Walaupun ia senang tapi melihat kejadian dan sikap Sakura sekarang semakin membuatnya takut entah karena hal apa.

Sakura melepaskan pelukannya dan menatap wajah Gaara kemudian tersenyum.

"Aku senang bisa bertemu denganmu kembali Gaara-nii."

Gaara mengacak pelan surai merah muda Sakura dan berucap, "aku pun senang dan terima kasih telah berada di sisiku." entah kenapa Gaara mengatakan hal ini dan ia pun tidak tahu apa yang terjadi dengannya. Tapi melihat Sakura, ia hanya ingin Sakura mengetahui jika sangat bahagia dengan kedatangannya selama ini.

Netra jadenya melihat Sasuke yang menunggu dengan bersandar pada daun pintu.

"Pergilah."

Mengangguk, Sakura tersenyum dengan tangan mengusap baju depan yang di pakai Gaara."Hm, selamat tinggal Gaara-nii."

Ucapan Sakura barusan semakin membuat hatinya merasa tidak nyaman. Menggeleng tidak ingin membayangkan hal buruk, Gaara menggantikannya dengan senyuman kecil.

"Aku akan menunggunya kembali."

.

.

Sosok berjubah putih dengan rambut putih berdiri di sisi tebing dimana deburan ombak terdengar menderu dan bayangan bulan nampak jelas di permukaan membuat semua nampak dramatis.

"Sudah waktunya, ya." tatapannya tertuju pada bulan yang masih sempurna dengan bentuknya. Sebentar lagi kejadian langka dimana hanya akan terjadi dalam jangka waktu lama akan di mulai. Tangannya terlentang menikmati angin dingin yang berhembus saat ini. Kelopak sakura berhamburan mengelilinginya dan mengikuti angin tiba-tiba.

"Aku yang memberi kehendak dan semua akan terjadi."ucapnya kemudian dan wujudnya pun menghilang bersamaan dengan sapuan kelopak sakura yang beterbangan.

.

.

"Ramai sekali orang-orang."

Sakura menggosokan kedua telapak tangannya karena dingin yang melanda. Salju masih turun walau hanya butiran kecil saja. Sasuke mengajaknya untuk makan malam dan sekarang sudah selesai. Mereka sengaja menikmati waktu dengan berjalan-jalan di pusat kota.

Melihat itu membuat Sasuke menghentikan langkahnya dan meraih tangan Sakura. Satu sarung tangan ia lepas untuk di pakaikan pada Sakura dan Satunya lagi untuknya. Sedangkan satu tangannya yang tanpa sarung tangan menggenggam tangan Sakura dan memasukannya pada saku mantel yang di kenakannya.

"Sudah lebih hangat?"

Sakura yang sejak tadi diam menerima apa yang Sasuke lakukan kini tidak mampu berkata-kata. Dengan mata yang berkaca-kaca bahagia, ia mengangangguk sebagai jawaban.

"Kau ingin kemana lagi?"tanya Sasuke yang ingin tahu tempat yang ingin Sakura tuju.

"Hm," Sakura sebenarnya tidak tahu apa yang ingin di singgahinya kali ini. Menggeleng, Sakura mengeratkan genggamannya pada tangan Sasuke.

"Baiklah, kita nikmati waktu saja dan sebentar lagi akan ada kejadian langka." ucap Sasuke yang tersenyum dan kembali melanjutkan langkahnya di ikuti Sakura.

Langkah mereka mengantarkannya pada taman yang penuh dengan hamparan salju. Satu bangku kosong di sana dan Sasuke pun menyarankan untuk duduk di sana.

"Itachi-nii sangat heboh mempersiapkan peralatan untuk melihat moment langka kali ini."

Sasuke kembali bercerita bagaimana hebohnya sang Kakak yang mempersiapkan segalanya akan gerhana bulan merah kali ini. Sesungguhnya ia pun sangat penasaran tapi karena ingat Sakura ia pun mengajak Sakura melihatnya bersama.

"Duduklah." ujar Sasuke mempersilahkan Sakura duduk setelah bangku ia bersihkan dari tumpukan salju di sana.

Sakura sejak tadi hanya diam mendengarkan apa yang Sasuke ceritakan. Pikirannya tiba-tiba mengingat akan kejadian terakhir di istana yang juga...

"Kejadian saat ini pun sama dengan saat itu."gumam Sakura.

... malam yang di hiasi bulan semerah darah. Sakura yang bermekaran penuh dengan lautan darah dengan bunyi dentingan pedang saling beradu.

Sasuke nyatanya dapat mendengarkan apa yang di ucapkan Sakura tadi. Jadi kejadian langka yang sekarang sedang terjadi sama dengan kejadian dimana sang Raja Sasuke terbunuh?

"Mungkin ini hanya kebetulan." ucap Sasuke yang enggan memikirkan hal yang tidak-tidak.

"Ya. Mungkin semua ini hanya kebetulan."ujar Sakura pelan dengan wajah penuh kekhawatiran yang nyatanya tidak luput dari penglihatan Sasuke.

Salju masih turun seperti butiran kristal yang terlihat berkilau malam ini. Sasuke mengangkat sebelah tangannya yang bersarung tangan kemudian menyangga butiran salju dengan diam. Melihat ekspresi Sakura membuatnya tidak tenang, apalagi dengan ucapan Sakura tentang kejadian dimana peristiwa kelam yang Sakura alami terjadi sama dengan saat ini. Firasat nya tidak mengenakan tiba-tiba menghampiri hatinya.

"Lihatlah, sebentar lagi bulannya akan berubah warna." Sasuke mengalihkannya dengan melihat bulan yang kini sedang mengalami proses kejadian alam semesata yang bisa di bilang langka itu. Ia bangkit dan melangkah beberapa langkah di dari tempat mereka duduk. Tatapannya masih tertuju pada bulan yang terlihat benar-benar menakjubkan walauoun hanya di lihat dengan mata telanjang.

Sakura mendongakan wajahnya dan raut wajahnya berubah seketika. Kejadian saat ini...

"Bulan... semerah... darah."ucapnya dengan nada terbata.

... benar-benar sama dengan waktu itu.

"Sa-suke-kun..."Sakura yang tadi hendak berdiri mengikuti apa yang Sasuke lakukan kembali jatuh terduduk di kursi karena kedua kakinya yang tidak bisa bergerak. Di angkatnya kedua tangan dan sekilas tubuhnya perlahan seperti menjadi transparan kemudian kembali seperti semula.

.

.

Di balkon kamarnya, Hyuga Neji menatap bulan yang kini berubah sempurna dengan tatapan menyedihkan. Memejamkan mata sekali kemudian membukanya lagi, netra serupa mutiara itu melihat pemandangan malam langka itu, lagi.

"Kenapa itu terlihat menyedihkan?"

Bersandar pada tepian pagar dengan kedua tangan saling bersatu Neji kembali mengingat hari dimana ia habiskan untuk bersama Sakura. Gadis itu cinta pertamanya, datang kedalam pelukannya dan pingsan tiba-tiba, melihatnya dengan wajah ketakutan dan kini ia harus melepaskan nya karena hatinya sudah jatuh pada Sasuke.

"Sepertinya aku harus mengucapkan selamat tinggal untuk cinta pertamaku."ujar Neji dengan helaan napas panjang.

Kelopak sakura beterbangan menghampirinya tiba-tiba membuat Neji terkejut. Bagaimana mungkin bunga sakura ada saat salju turun? Menangkap kelopak sakura yang bisa di raihnya Neji langsung melihat kebenaran yang masih mustahil itu dan pikirannya kembali teringat Sakura yang melompat-lompat kecil dan tersenyum pada saat terakhir kali. Entah kenapa pirasatnya mengatakan jika sesuatu terjadi saat ini.

Menatap bulan merah lagi, Neji mengatakan satu harapan dalam lubuk hatinya.

Semoga Sakura baik-baik saja

"Aku akan bertemu denganmu lagi."

Ya, apapun keputusan Sakura yang sudah bisa di terimanya dengan lapangan dada tidak menampik dirinya jika ia ingin selalu bertemu dengannya walau hanya sebatas teman semata. Karena baginya melihat senyum dan wajahnya saja sudah cukup membuatnya tenang.

.

.

"Sa-suke-kun."

Sasuke yang sejak tadi melihat bulan kini berbalik menghadapi Sakura. Raut wajahnya langsung berubah melihat Sakura yang menangis namun tersenyum. Tanpa pikiran panjang Sasuke langsung menghampiri Sakura dan berlutut di depan Sakura yang duduk dengan wajah panik.

"Ada apa? Apa yang terjadi?" Sasuke tidak tahu dan apa ia telah melukai Sakura? Kedua tangannya ia gunakan untuk menghapus air mata Sakura yang tidak ingin di lihatnya.

"Boleh..."Sakura menyentuh tangan Sasuke yang berada di kedua sisi wajahnya. Di tatapnya pria yang benar-benar mirip sang suami dengan senyuman."Boleh aku... memelukmu?"pinta Sakura yang benar-benar ingin memeluk Sasuke saat ini juga.

Melihat senyuman yang bagi Sasuke memiliki arti sesuatu telah terjadi kepada Sakura pun mengangguk dan memeluk kekasihnya itu dan berucap, "tanpa kau minta pun aku yang akan memelukmu."ya, tanpa di minta pun Sasuke akan selalu memeluknya.

memejamkan mata, Sakura berujar lirih. "Aku senang bisa kembali bertemu denganmu."

"Jangan berbicara yang aneh-aneh Sakura."ucap Sasuke yang tidak nyaman akan ucapan Sakura yang terdengar memiliki arti sementara dengan kehadirannya itu.

Melepaskan pelukannya, Sasuke kini benar-benar terkejut saat tubuh Sakura terlihat memudar. Sebenarnya apa yang terjadi?

"S-sakura..." Sasuke tidak mampu berkata-kata saat ini. Dengan kepanikannya ia genggam erat kedua tangan Sakura yang perlahan memudar. Takut... Ya, Sasuke penuh dengan ketakutan saat ini sedang melanda dirinya.

Sakura tersenyum. Ya! Dengan senyuman lah ia harap bisa membuat Sasuke menerima kenyataan ini. Pada awalnya ia memang bukan berasal dari sini dan sudah seharunya ia kembali dimana ia berasal. Melihat dunia asing ini, belajar berbagai hal dan bertemu dengan orang-orang yang di sayang tanpa harus melihat pertumpahan darah sudah cukup membuatnya tenang. Seperti pria asing itu katakan, hatinya penuh dengan kegelisahan dan saat ini berbalik penuh dengan kelegaan di dadanya.

"Katakan sesuatu, hm?" Sasuke benar-benar takut saat ini hingga tanpa di sadari nya air matanya sudah menggenang di sudut mata.

Kedua tangan Sakura menyentuh sisi wajah Sasuke. Di pandanginya wajah yang serupa tanpa celah dengan suaminya itu dengan tatapan yang bisa Sasuke rasakan akan perasaannya. Sakura mengingat kembali akan pertemuannya dengan Sasuke yang pertama kali di dunia ini.

"Sasuke-kun." Sasuke sama sekali tidak berubah, dia masih seperti Sasuke-kun, suaminya.

Di hapusnya air mata yang masih menggenang di kedua sudut mata sehitam malam itu dengan lembut.

"Kau janji akan tetap bersamaku bukan?" Sasuke menolak hal yang tidak di inginkan nya. Sebenarnya ia tahu dan yakin jika saat ini sesuatu yang buruk akan terjadi.

Sakura mengangguk dan kembali memperlihatkan senyumannya.

"Tapi kenapa..." Sasuke menghentikan ucapannya karena Sakura yang menurunkan topi rajut yang digunakannya hingga menutupi penglihanya saat ini.

"Sakura."

"Saat pertama kali bertemu aku yakin jika kau benar-benar menepati janjimu." Sakura masih mengelus kedua sisi wajah Sasuke yang setengah tertutup dengan topi rajut yang di kenakan kekasihnya itu.

"Saku..."

"Terimakasih sudah menungguku dan terus mencintaiku,"Sakura menangis dalam diam saat semua pandangannya mengabur.

"Aku mohon..." Sasuke hendak melepaskan topinya namun di tahan Sakura.

Tidak. Sakura akan tetap bersamaku, kan?

"Aku yakin kau akan baik-baik saja karena itu..." Sakura masih menangis dan kini merundukan tubuhnya dengan susah payah untuk menggapai Sasuke.

Hidung mereka saling bersentuhan dengan napas saling berhembus dan menyatu menjadi gumpalan uap.

"Terimakasih telah menungguku selama ini..." Sakura mencium Sasuke dengan air mata yang tetap mengalir tanpa bisa di cegah. Hatinya merasa sedih namun di sisi lain penuh dengan kelegaan.

"Berapapun lamanya aku akan menunggu." Sasuke menimpali ucapan Sakura, mengucapkan janjinya kembali tanpa ragu. Jika memang ini saatnya, ia harus siap karena sejak awal ia tahu hal ini pasti akan terjadi walaupun ia enggan mengakui.

"Jangan bersedih," Sakura benar-benar hancur melihat air mata turun dibalik wajah yang setengah tertutup itu. Jika di beri pilihan, ia akan tetap di sini tapi ia tidak punya hal demikian yang membuat dirinya harus tetap tinggal di dunia ini.

"Kau akan kembali, kan?" aku mohon.

Sasuke terus berharap akan cintanya yang tetap bersama hingga kapan pun. Tapi mungkin ini akhir kisahnya dan janjinya yang harus ia mulai?

"Hm, aku janji." semoga kami-sama mengabulkan hal ini kembali.

"Aku...akan menunggumu dan datanglah kepada ku suatu saat nanti."

"Hm, ya."

Akhirnya walaupun hatinya masih menolak ia merasakan kelegaan di dada akan janji menunggu dan bertemu kembali. Sasuke tidak bisa melihat wajah Sakura saat ini pun bisa dengan jelas dalam otak dan pikirannya bagaimana wajah Sakura yang tidak mungkin pernah ia lupa. Tangannya kembali menyentuh kedua sisi wajah Sakura yang benar-benar sudah mengabur dan mencium kekasihnya dengan perasaan yang sulit di artikan. Seberapa pun ia mencintainya, takdir tidak bisa di lawannya yang hanya seorang manusia biasa.

Butiran-butiran salju yang berjatuhan berubah menjadi kelopak sakura yang berjatuhan. Semakin lebat semakin menyamarkan sosok yang perlahan benar-benar menghilang dari pandangan.

"Aku mencintaimu."

.

.

.

.

.

.

.

.

.

"Hey Sasu-chan bangun! Bulannya sudah berubah merah."

Seketika kedua kelopak mata yang sejak tadi tertutup terbuka dengan air mata yang mengalir di kedua sudut matanya.

"K-kau menangis? Ada apa?"

"Aniki... dimana Sakura?"

Itachi yang terbengong dengan kejadian langka yang terjadi pada adiknya mengerjakan matanya berulang kali untuk memastikan.

"Sakura?"

Sasuke bangun dan duduk melihat sekitar dan ternyata ia sedang berada di perpustakan keluarganya.

"Apa yang terjadi?"tanya Sasuke yang semakin membuat Itachi kebingungan.

"Kau masih sakit?"Itachi menyentuh kening sang adik namun pada kenyataan masih sehat seratus persen kecuali bintik merah yang masih mengabur di wajah ganteng seperti dirinya itu.

"Sakura?"

Sakura?

Sempat bingung, Itachi mengangguk mengerti akan apa yang di maksud sang adik. Kemarin Sasuke di paksa Naruto ikut menemani sahabat kuning nya itu pergi kencan dan entah bagaimana Naruto mengajak Sasuke berjalan-jalan di saat bunga sakura sedang bermekaran. Mungkin Naruto sedang amnesia jika adik kecilnya itu memiliki alergi terhadap bunga sakura hingga membuat sang adik pingsan di tempat karena menahan hal apa yang sedang di alaminya.

"Tentu saja sakura ada karena sekarang musim semi dan kau pingsan karena itu."

Sasuke mencoba mengingat akan apa yang telah terjadi dan saat dengan Naruto...

"Aa, hn."

... tubuhnya yang panas dan gatal karena dengan sial dan tanpa dosanya Naruto menyeretnya ke tempat yang sangat di hindarinya itu.

Itachi hanya menggeleng tidak mengerti kenapa sangat adik seperti mengalami kebingunangan tiada kira saat ini. Melirik buku tebal yang mungkin saja tadi di bacanya hingga tertidur di sini, Itachi menarik tangan sang adik untuk berdiri mengikutinya.

"Gerhana bulan merah saat ini, ayo kita lihat!"ajak Itachi yang memaksa (menyeret) sang adik agar segera mengikutinya ke luar.

"Sakit baka aniki! Iya!" dengan dengan kasar Sasuke pun akhirnya bangun mengikuti langkahnya yang di tarik kencang sang kakak.

Angin berhembus perlahan melalui jendela yang terbuka dan menerbangkan tirai yang ada. Buku yang sejak tadi berada di atas meja tertiup angin hingga memperlihatkan halaman bagian akhir dimana...

.

.

.

.

.

Tamat ?

.

.

.

.

.

"Apa Ayahmu akan pergi lagi?"

"Ya."

Sasori enggan menemui kembali sang ayah jika saja bukan karena sangat adik. Demi adiknya ia akan melakukan apapun meskipun memaafkan sang ayah. Mungkin dulu ia masih kecil hingga rasa benci tidak bisa di hindarinya karena rasa kecewa akan perpisahan. Tapi sudah saatnya semua berubah kan?

Deidara terus menemani sahabatnya yang tanpa lelah terus menunggu keajaiban akan terjadi kepada sang adik sahabatnya itu. Walaupun Dokter sudah mengatakan keadaan sedikit ada kemajuan akan tetapi gadis itu sepertinya masih berjuang untuk bangun kembali.

"Aku berharap kalian akan berkumpul kembali, un." harap Deidara untuk Sasori dan keluarga nya.

Sasori menghentikan langkahnya dan mendengus kecil. Jadi ini saatnya ia akan kembali?

"Mungkin."

"Jangan terus berada dalam kemarahan di masa lalumu, un."

Apa yang di katakan Deidara memang benar dan meskipun sulit baginya mungkin ini memang sudah di takdir kan dalam kehidupannya yang harus di jalani.

Di lorong yang sejak tadi sangat sepi karena malam hari tiba-tiba ramai oleh beberapa dokter dan perawat yang berjalan cepat atau berlari menuju area kamar rawat dimana sang adik berada sekarang. Melihat semua itu membuat Sasori maupun Deidara menghentikan langkah mereka dengan perasaan berbeda.

"A-ada apa?" Deidara sungguh takut karena hal seperti ini pernah di alaminya saat dimana ia harus kehilangan sang kakak.

Sasori tanpa berpikir panjang berlari mengenyahkan perasaan cemas diganti dengan harapannya untuk sang adik.

'Aku mohon tetap bersama onii-chan di sini.'

.

.

"Ada apa ini?"

Sasori yang baru masuk kamar langsung bertanya karena dokter dan perawat mengelilingi ranjang dimana sang adik tertidur. Ayolah jangan bercanda! Tidak mungkin kan?

Sasori melangkah dengan ragu perlahan menuju ranjang. Dokter dan perawat memberikan ruang dengan menggeser agar sangat wali pasien bisa melihat kenyataan ini.

Netra hazel yang memukau itu menangis tidak bisa di cegahnya saat apa yang kini telah terjadi.

"S-saki..."

.

.

.

"Onii-chan." suara lemah mengalun bak mantra yang akan mengubah kehidupan telah datang kembali.

.

.

.

.

.

To be continue

Haiii maaf lama haha. Kondisi kesehatan serung menurun dan maaf dah pokoknya.^^

Final chapter!

Raja Sasuke mati?

Terimakasih banyak sebelumnya yg udah sabar menunggu. Aku usahain bakal di lanjut kok.

Bini canon Gaara

Wyd Rei Gilg Kurang Tanaka

Ckrg