UNDERSTAND ME PLEASE
Cast:
Xi Luhan
Xi Baekhyun
Oh Sehun
Park Chanyeol
Kim Jongin
Do Kyungsoo
EXO members
And any other members from any other groups .-.
Chapter 1
Happy reading ^^v
Pagi hari datang seperti hari-hari sebelumnya. Hari ini tidak terlalu cerah. Awan gelap mengulung-gulung dan langit terlihat keabuan. Luhan terbangun dari tidurnya dan beranjak dari kasur sempit yang ia gunakan tidur bersama adiknya. Ia berjalan pelan pelan kearah dapur. Atau kalian bisa menyebutnya 'sudut ruangan' untuk memasak.
Rumah yang ia tinggali dengan adiknya memang tidak besar. bahkan bisa dibilang sempit. Hanya terdiri dari satu kotak besar yang memuat tempat tidur, dapur, dan ruang keluarga. Satu-satunya sekat yang ada hanya memisahkan satu ruang kotak tersebut dengan kotak lain yang lebih kecil. Kamar mandi.
Luhan adalah pria kecil bertubuh kurus. Ia miskin, tidak punya orang tua, dan bekerja serabutan. Apapun untuk tetap mengepulkan tungku apinya. Ia berpakaian seadanya. Tubuhnya hanya dibalut kain katun sederhana. Luhan adalah pria lemah lembut, namun keadaan memaksanya untuk tetap kuat. Untuk satu-satunya keluarga yang ia miliki.
Adiknya, Xi Baekhyun.
Luhan berjalan ke arah tungku api dan mulai memasak air. Ia ketela rebus sisa kemarin. Hanya tersisa satu buah saja. Itu berarti, ia harus tidak sarapan lagi hari ini. Ia menaruh ketela rebus itu di piring. Kemudian ia menuju tungku api dan mengangkat air yang sudah matang, kemudian menyeduh teh untuk dirinya sendiri dan adiknya. Setelah semua siap, ia beranjak untuk membangunkan Baekhyun.
"Baek, Baekhyun-ah, bangunlah," Luhan mengguncang punggung Baekhyun perlahan.
Baekhyun yang notabene masih terlelap, mengerang dalam tidurnya. Namun tak lama kemudian, ia membuka matanya. Pandangannya memang masih kabur karena kondisinya yang baru bangun. Ia meregangkan tubuhya sedikit kemudian ia bangun sambil mengucek matanya dengan jarinya yang cantik. Baekhyun masih mengucek matanya perlahan, sesekali dibarengi uapan pertanda ia masih mengantuk.
"Sudah pagi ya Hyung? Masih gelap…" katanya parau. Baekhyun malah tidak segera bangun, tetapi ia beralih memeluk hyungnya yang berbadan kurus itu. Luhan hanya tertawa dengan tingkah manja adiknya ini.
"Ya, cuaca sedang tidak bagus hari ini," Luhan melepas pelukan Baekhyun. Ia menatap adiknya itu lama. Seperti ada sesuatu yang menahannya untuk terus menatap adik tersyangnya itu. "Cuci muka, kemudian sarapan, Hyung menunggumu di meja makan Bekhyun-ah, dan jangan lama-lama,"
"Hyung sudah makan? Dan jangan berbohong padaku lagi kali ini,"
Luhan tersenyum. "Sudah Baekhyun-ah,"
"Benar?"
"Umm, ketela yang kemarin kan masih sisa,"
Baekhyun diam. "Seingatku hanya sisa 1?"
"U-uumm, i-itu…"
Baekhyun mendesah pelan. "Hyung, sudah berapa kali aku bilang, kau harus makan…lagi pula kau belum sepenuhnya sembuh kan dari demammu yang kemarin?"
Luhan tau adiknya khawatir padanya. Ya, sebetulnya Luhan masih merasa sedikit pusing pagi ini, tapi apa daya, banyak pekerjaan yang harus ia lakukan kalau ia dan adiknya masih mau bertahan hidup.
Luhan mengacak pelan rambut Baekhyun. Kemudian ia menangkupkan tangannya di pipi mulus adiknya. "Hyung sudah tidak apa-apa Baekhyun-ah,"
Baekhyun memandang Hyung nya lama. Yang dipandang hanya tersenyum. "Baik, tapi ketelanya kita bagi dua. Aku masih tidak percaya jika Hyung sudah makan."
Luhan tertawa. "Adik Hyung ini benar-benar…baiklah, kau cepat sana cuci muka, nanti kita makan bersama,"
Baekhyun mengangguk. Kemudian ia melepaskan tangkupan tangan Luhan dipipinya dan beranjak pergi ke kamar mandi.
Luhan tersenyum sesaat kemudian ia beranjak ke jendela rumahnya dan memandangi orang-orang yang berlalu lalang.
"Perasaanku tidak enak…" Luhan mengalihkan tatapannya ke arah langit yang makin kelabu. "sepertinya akan turun hujan deras,"
Oo0oO
"Yang Mulia, pasukan sudah siap dan kita menunggu perintah selanjutnya dari Yang Mulia untuk melakukan penyerangan,"
Raja itu hanya tersenyum picik. "Sudah siap ya? Hmm…" raja bangkit dari tempat duduknya. Ia berjalan ke luar tenda dan memandang pasukannya yang sudah berjajar rapi.
" Seribu dua ratus lima puluh pasukan yang kita persiapkan kali ini Yang Mulia,sesuai perintah anda,"
Raja itu hanya tersenyum puas memandang pasukannya.
Melihat Rajanya yang diam, panglima tersebut memberanikan dirinya untuk bertanya. "Maafkan perkataan saya Yang Mulia, tapi, untuk kerajaan kecil itu, apakah tidak berlebihan Yang Mulia?"
"Apakah kau meragukanku?"
"Tidak Yang Mulia..tentu saja tidak.. Hanya-"
"Aku menginginkan kemenangan mutlak." Raja memalingkan pandangannya ke panglima di sebelahnya. "Dan aku harap kau memberikannya untukku Panglima Lee. Jika tidak, kau akan tahu untuk tidak pernah meragukanku lagi,karna mungkin kau tidak akan mempunyai kesempatan lagi untuk meragukan keputusanku." Raja memandang panglimanay yang mulai ketakutan tepat di manik matanya.
"Kau tahu apa artinya itu kan, Panglima Lee?"
Kematian.
"T-tentu Yang Mulia.."
Raja mengalihkan pandangannya lagi pada pasukannya. Ia maju beberapa langkah.
"Pertempuran kali ini, kita akan merebut Kerajaan Farren, kerajaan kecil yang tidak ada apa-apanya dibandingkan kita, ini hanya akan menjadi sebuah permainan. A game, An interesting game," Raja tertawa.
Pasukannya mulai tertawa seiring pemimpin tertinggi mereka yang tertawa.
"Tapi!" Pasukan-pasukan itu hening seketika karena suara Raja mereka yang menggelegar. "dalam sebuah permainan, yang lemah tetap tidak akan bertahan, ia akan bertarung, terluka, dibunuh, kemudian mati,"
"Aku tidak ingin ada yang lengah dan menyepelekan tugas ini. Kita akan memasuki gerbang kerajaan itu saat matahari ada di puncaknya! Dan ingat, aku ingin kemenangan mutlak! So bring that, to me!"
Raja kemudian berbalik dan berjalan menuju tendanya. Dalam perjalanan kembali ke tendanya, pasukannya tak berhenti mengelu-elukan namanya.
"KEMENANGAN UNTUK YANG MULIA OH SEHUN! KEMENANGAN UNTUK YANG MULIA OH SEHUN! KEMENANGAN UNTUK YANG MULIA OH SEHUN!"
Ah, sungguh music yang indah untuk Oh Sehun.
Oo0oO
Luhan dan Baekhyun sedang berjalan pulang menuju rumah mereka. Setelah seharian menggarap lading milik orang-orang di desa mereka, akhirnya kakak beradik itu diijinkan pulang dan beristirahat. Mereka berjalan dalam diam. Sibuk dengan pikiran masing-masing. Sampai akhirnya, suara mencicit Baekhyun terdengar.h
"Hyung…"
"Hmm?"
"Aku merindukan Ayah dan Ibu,"
Luhan menatap sendu adiknya itu. Kemudian ia merangkul bahu Baekhyun dan memeluknya selama di perjalanan pulang.
Baekhyun terdiam. Sejujurnya, persaannya dari bangun pagi tadi hingga sekarang terasa salah. Seperti akan ada sesuatu..Baekhyun tidak tahu apa itu. Tapi ia pasti tidak akan menyukainya. Ia tidak pernah salah pada perasaannya. Apalagi ini menyangkut hyungnya. Satu-satunya keluarga yang ia bisa sayangi…
Baekhyun hanya hidup berdua dengan hyungnya. Sedari kecil, Luhan lah yang merawat dan membesarkan Baekhyun. Luhan kecil yang berusia 12 tahun harus berjuang mati-matian bekerja apa saja untuk memenuhi kebutuhan gizi Baekhyun yang berusia 8 tahun. Luhan kecil juga harus terima dirinya dihina teman-teman sebayanya karena mengemis makanan. Semua itu bukan untuknya. Semua itu ia lakukan untuk Baekhyun. Bahkan Baekhyun sering mendapati Hyungnya tidak makan karena hanya sedikit makanan yang mereka dapat. Ia memilih kelaparan dari pada Baekhyun kekurangan gizi.
Baekhyun sangat menyayangi Luhan. Sangat sangat menyayangi Luhan. Hyungnya adalah sumber kasih sayangnya. Seiring dewasanya Baekhyun, ia sadar ia tidak boleh tergantung dengan Luhan. Saat usianya 15 tahun, ia mulai ikut Hyungnya untuk bekerja di ladang. Upahnya memang tidak seberapa. Tapi jika dikerjakan berdua, upahnya tentu akan lebih banyak, sehingga Luhan tidak lagi terlalu kesulitan menanggung beban keluarga.
Mengingat itu semua, Baekhyun mendesah pelan. "Hyung, aku pasti akan merindukanmu kalau kau pergi," Baekhyun sendiri tidak tahu kenapa ia berkata seperti itu. Entahlah. Perasaannya mengatakan begitu.
Luhan tertawa. Kemudian ia mengacak rambut adiknya itu dengan sayang. Ia tidak menjawab apapun. Baekhyun melihat Hyungnya dari sudut matanya yang menunduk. Hyungnya masih tersenyum. Hyungnya cantik. Sangat cantik. Baekhyun juga sebenarnya sangat cantik. Rambut hitam mereka seakan membingkai wajah putih kakak beradik itu dengan apik. Andai takdir tak sekejam ini pada mereka, Hyungnya dan Baekhyun pasti dikagumi banyak orang akan kecantikannya. Bukan malah dihina dan selalu ditindas seperti sekarang ini.
Saat mendekati daerah rumah mereka, banyak orang-orang yang berlarian ke arah berlawanan arah dengan mereka. Baekhyun dan Luhan melihatnya dengan bingung. Ada apa ini?
Kemudian saat melihat ke depan, sudah banyak asap-asap mengepul tanda ada kebakaran, atau ledakan, entahlah. Tapi ini bukan pertanda bagus.
"Maaf, ada apa ini?" Luhan menghentikan salah seorang pemuda yang berlarian dengan membawa buntalan di punggungnya.
"Desa diserang! Kita semua akan mati jika tetap tinggal! Pergilah sekarang juga! Selamatkan barang yang sekiranya berharga!" teriak orang itu sambil berjalan cepat-cepat. Tak mau ditahan-tahan oleh Luhan.
Luhan kemudian langsung meraih tangan Baekhyun dan mengajaknya untuk berlari ke arah orang-orang tadi pergi.
"Hyung! Foto Ayah dan Ibu! Kita harus membawanya!" Baekhyun melepas tangan Luhan. Luhan malah mencengkramnya lebih erat.
"Jangan bodoh! Kita harus pergi dari sini!"
"Rumah kita sudah dekat Hyung, kita akan cepat! Atau kalau Hyung mau, Hyung bisa berlari dulu, nanti aku akan menyusul!"
Dengan itu, Baekhyun berlari ke arah rumahnya yang memang sudah dekat. Luhan yang melihatnya langsung ikut berlari mengejar Baekhyun. Menabrak orang-orang yang tergesa-gesa melarikan diri.
Begitu sampai di pondok kecilnya, Baekhyun segera masuk ke dalam rumahnya. Seperti yang terjadi pada rumah-rumah lainnya, rumah mereka terbakar. Namun, apinya masih tidak terlalu besar. Baekhyun langsung membuka meja kecil di samping tempat tidur dan membukanya.
"Baekhyun!"
Suara Luhan menghentikan sejenak kegiatan Baekhyun. "Disini Hyung!"
Luhan langsung menghampiri Baekhyun yang masih berlutut membongkar laci meja kecil mereka. Sampai akhirnya ia menemukan foto usang yang memperlihatkan keluarga bahagia mereka. Baekhyun memeluknya kemudian menyimpannya di kantong celana kumalnya.
"Baekhyun, ayo!" Luhan tadi ternyata mengambil uang simpanan mereka yang diletakan di atas lemari. Mungkin untuk jaga-jaga jika mereka harus hidup di negri orang sampai mereka menemukan pekerjaan baru.
Saat kedua bersaudara itu telah keluar, balok kayu di pintu rumah mereka ambruk dan membakar jalan masuk satu-satunya ke rumah itu. Baekhyun dan Luhan tersenyum lega karena sudah berhasil keluar. Mereka berlari mengikuti arus orang-orang yang melarikan diri. Karena ini adalah barisan paling belakang, pasukan sudah mendekat. Banyak yang tertangkap dan ditawan. Tak sedikit dari mereka yang tertangkap itu terluka.
Saat Luhan menengok ke belakang, ia membulatkan matanya karena ia melihat seorang prajurit mengarahkan anak panahnya pada adiknya. Saat anak panah itu melesat, Luhan mendorong Baekhyun hingga terjerembab jatuh ke tanah. Baekhyun selamat. Namun sebagai gantinya, kaki Luhan terkena anak panah yang melesat cepat itu.
"Hyung!" Baekhyun yang melihat kaki Hyungnya yang mulai mengucurkan banyak darah, segera membopong Hyungnya itu ke pundaknya.
Luhan sadar apa yang dilakukan adiknya memperlambat mereka berdua. Ia melepas rangkulan Baekhyun dan kakinya yang terluka tidak mengijinkan ia berdiri lebih lama lagi. Ia kemudian dengan tergesa merogoh kantong celananya dan menyerahkan sekantung kecil uang kepada Bekhyun.
"Pergilah," itulah kata Luhan sambil menggenggam tangan Baekhyun dan menyelipkan kantong uangnya di sana.
"Jangan bercanda Hyung, cepat bangun,"
Luhan menatap adiknya tepat di manik mata. "Hyung tidak bercanda," Baekhyun melihat tatapan kesungguhan di mata Hyungnya. "Pergilah, Hyung hanya akan memperlambatmu,"
"HYUNG GILA?! AKU TIDAK AKAN MENINGGALKAN HYUNG DI SINI!" Baekhyun masih berusaha mebopong Luhan. Namun Luhan menyentakan tangan Baekhyun dengan kasar.
"PERGILAH! HYUNG TIDAK MAU KAU TERTANGKAP!" Luhan yang mulai frustasi menjadi ikut berteriak.
"LALU HYUNG BAGAIMANA? BAGAIMANA KALAU KAU TERTANGKAP?!"
Luhan menatap Baekhyun dan merengkuh pipinya sayang. "Tapi Hyung akan tenang memikirkanmu selamat Baekhyun-ah, pergilah, hyung akan baik-baik saja,"
"Hyung, kumohon jangan begini, bangunlah, kita akan lari bersama, aku-"
"Baekhyun kumohon, pergilah sekarang, pasukan itu sudah mendekat, Hyung akan mengalihkan perhatian mereka dank au harus berlari sekuat tenaga, secepat mungkin, kau mengerti?"
Baekhyun sudah tidak tahan. Di pipinya mengalir air mata penyesalan. Jika saja ia tak memaksa mengambil foto orang tua mereka, jika saja ia menuruti Hyungnya…
"Hyung, maaf, aku tidak bisa melindungi hyung, maaf-"
Luhan mengecup dahi adiknya sayang. Mengehentikan racauan Baekhyun. "Pergilah, selamatkan dirimu untuk Hyung,"
Baekhyun melihat kebelakang dan benar, pasukan sudah mendekat. Ia memeluk Hyungnya lama isakannya masih menggema.
"Kita akan bertemu lagi Hyung, kita harus bertemu lagi, kau berjanji kan?" Baekhyun melepas pelukannya.
Luhan terenyuh melihat adiknya menangis seperti ini. "hyung berjanji Baekhyun-ah, saat bertemu Hyung, kau harus lebih sehat, lebih gemuk dan sukses kau mengerti?"
"Aku mengerti hyung," Baekhyun mengusap air matanya kasar.
"Pergilah," kata Luhan dengan lembut.
Baekhyun berdiri. Ia menatap Hyungnya dan kakinya yang bersimbah darah. Ia menatap lekat wajah Hyungnya untuk yang terakhir kalinya.
"Aku menyayangimu Hyung, sangat," setelah mengucapkan itu, Baekhyun berlari dengan sangat kencang. Sekuat tenaga. Seperti apa yang Hyungnya katakana. Air matanya masih membasahi pipinya dengan setia. Menolak untuk berhenti.
Selama 17 tahun hidupnya, inilah kali pertama baekhyun berpisah dengan Hyungnya.
Berpisah dengan sumber kasih sayangnya.
Berpisah dengan sandaranya. Tiangnya. Kekuatannya.
Keluarganya.
Entah bagaimana Baekhyun menghadapinya.
"Aku menyayangimu Hyung, sangat,"
Luhan melihat Baekhyun berlari dengan kencang. Ia tersenyum. "Nado Baekhyun-ah, Hyung juga sangat menyayangimu,"
"Hey kau!" Luhan menengok ke atas dan melihat beberapa pasukan mengerubunginya. Benar yang Luhan duga. Dengan tertangkapnya ia, pasukan akan sedikit teralihkan sehingga Baekhyun bisa berlari lebih jauh.
Rambut Luhan ditarik sehingga Luhan berdiri dengan terpaksa.
"AAH!" Luhan berteriak kesakitan saat kakinya yang terluka ia pakai untuk menahan beban tubuhnya.
"Sepertinya ia terluka," ujar pasukan lainnya.
"Yasudah, ikat dia dan masukan ke kereta bersama tawanan lain,"
Tangan Luhan kemudian diikat menjadi satu. Ujung talinya disisakan sedikit panjang. Kemudian ia ditarik paksa berjalan ke arah sebuah kereta kuda yang terbuat dari besi. Luhan berjalan terpincang-pincang. Panahnya belum dikeluarkan. Ia hanya mendesah kecil saat perih mulai terasa di kakinya.
Prajurit itu kemudian membuka pintu. Dan Luhan melihat beberapa orang di sana. Laki-laki dewasa semua. Luhan melihat kap tawanan anak-anak berbeda dengan miliknya. Luhan didorong paksa masuk ke kadam kap itu. Sebelum menutup pintu, penjaga itu berpesan agar Luhan tidak menarik panahnya atau ia akan mati kehabisan darah.
Luhan tersenyum dan mengucapkan terimakasih. Penjaga itu mendengus kemudian ia menutup pintunya dengan kasar. Gelap menyelimuti mereka. Luhan menghela nafasnya lelah. Ia berusaha merangkak ke sudut. Setidaknya agar ia bisa menyandarkan punggungnya.
Setelah lama berusaha, akhirnya ia bisa menyandarkan punggungnya. Ia merasa kereta ini berguncang. Mungkin kereta ini akan membawa mereka ke suatu tempat? Entahlah. Luhan sudah terlalu lelah untuk berpikir. Ia menutup matanya perlahan.
Hujan mulai turun dengan derasnya sore itu. Mengguyur api rumah tumah penduduk yang terbakar. Menghapus sisa sisa darah di tanah. Hujan datang di akhir pertempuran. Menangisi desa yang terbakar dan porak poranda.
Setidaknya Baekhyun selamat…
.
.
.
.
TBC
Oo0oO
HAI, hehehe, ini baru pertama kalinya aku berani nulis ff dan dipublish. Biasanya sih masih masuk folder pribadi hehehe ^^
Ini setingannya jaman kerajaan kerajaan gitu ya~
Jangan lupa review~ ^^