Ada banyak hal yang mencerminkan karakter seseorang. Baik itu sesuatu yang sepele, sampai kepada yang menjurus, seperti tingkah laku. Manusia umumnya tidak terlalu memperhatikan hal-hal yang dianggap tidak penting, namun apabila kita memperhatikannya dengan jeli, bahkan tulisan seseorang pun bisa mencerminkan sifat mereka.
Demikian halnya dengan berpakaian-
"APIII! Kembalikan topiku sekarang atau kupatahkan lehermu!"
"Kak Hali serem! Eits- YA YA YA AMPUUUN!"
- ah, mungkin cara berbicara pun sudah cukup untuk mencerminkan sifat.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Siulan dapat terdengar dari kamar Taufan, dimana ia sedang merapikan cardigan hitam santai yang dikenakannya. Sneakers berwarna marine blue dipadukan dengan jeans yang sengaja dirusak sedikit menambah pesona tampilannya sore ini. Pemuda bertopi miring yang satu ini termasuk banyak bergerak, maka jangan heran kalau pakaiannya terkesan 'lasak' untuk keluar rumah.
Well, terkadang mereka ingin bermain seperti yang umun dilakukan remaja belasan tahun.
Memang, pulau Rintis bisa terbilang kecil, namun bukan berarti tidak ada kesan perkotaan di pulau itu. Ada banyak tempat yang cocok untuk hang out bagi para remaja seperti dirinya. Misalnya seperti hari ini, Boboiboy bersaudara bersama dengan teman-teman mereka akan pergi ke game center yang baru-baru ini didirikan.
Membenarkan tali sepatunya, Taufan beranjak dari depan cermin panjang di balik pintu kamar, memutuskan untuk menunggu saudaranya yang lain di ruang tamu. Masih ada setengah jam sebelum Boboiboy bersaudara harus berangkat dari rumah.
Menuruni tangga, pandangan Taufan bertemu dengan Api. Sepupu yang bersifat serupa dengan dirinya itu sedang bermain bola juggle, ditambah sebuah bola pantai besar yang ia seimbangkan diatas kepala bertopinya. Matanya nampak bosan, walaupun kegiatan yang tak wajar tersebut membutuhkan konsentrasi yang tinggi.
Kerlingan jahil melewati mata remaja yang lebih tua. Meraih kelereng yang biasa ia bawa untuk atraksi sulap kecil-kecilan, Taufan membidik bola pantai yang jujur saja nampak sangat konyol di atas kepala Api.
Ctak
Benda yang ringan itu memantul ke dinding di belakang sofa tempat Api duduk. Si pemain atraksi berkedip heran, menghentikan juggling-nya, lalu mendelik sebal ke arah kakak sepupunya. "Hei! Aku hampir memecahkan rekor sepuluh menitku!"
Sang pelaku hanya memeletkan lidahnya, lalu lari kembali ke lantai dua sembari menahan tawa. Api menangkap maksud Taufan, dan ia pun ikut bermain. Yeah, menghabiskan waktu. (Walau kita sudah tahu, sesuatu akan rusak atau pecah bila kedua remaja ini sudah terlalu asik bermain.)
Kaki lincah yang dibalut jeans selutut berwarna gelap itu melonjak, membawa pemilik mereka berlari ke arah tangga. Jaket tanpa lengan, seperti biasa, tak pernah absen dari daftar busana hariannya. Lengan pendek kaos berwarna hitam dapat terlihat dari bawah jaket, material pakaian yang termasuk tipis itu bergelombang seiring Api menaiki tangga dengan cepat. Wristband hitam dengan dual color merah melambangkan lautan api yang menyala. Aksesoris pergelangan tangan itu merupakan favoritnya, hadiah ulang tahun dari kakak sepupunya Gempa.
Jduk
"Aduh!" Taufan menabrak seseorang di depan pintu kamar mandi, membuat keduanya limbung sesaat. "Kak Taufan! Api! Ngapain sih lari-lari?" Manik karamel yang senada dengan miliknya bergulir ke bawah, mendelik sedikit. "Lepasin sepatunya kak, nanti lantainya kotor,"
Speak of the devil. Bicarakanlah sang iblis, dan dia akan muncul. Gempa baru saja keluar dan bermaksud menutup pintu kamar mandi ketika Taufan menabraknya.
"Gempaaa, boleh dong? Ini sneakers baru kok, gak kenapa-napa deh. Ya?" Taufan menggunakan jurus mata bling-bling alias puppy eyes yang ia pelajari dari Yaya. Ia menempelkan kedua telapak tangannya di depan wajah, berharap Gempa tidak akan memotong jatah camilan miliknya.
Anak terkecil dari kembar tiga itu melipat lengan di depan dada, wajahnya cemberut. "Nggak. Sneakers itu udah pernah dipakai sekali. Dan kalo naik tangga gak boleh lari-lari," ketus si topi terbalik, menutup pintu yang sempat terlantar sesaat.
"Api juga, dasar. Film Koko Rangers udah mulai tuh, kamu ga mau nonton?"
Api membelalak, "Oh my god! Iya juga! Tivi mana tiviiii!", pekik si hiperaktif sambil terbang menuruni tangga. Taufan ikut-ikutan, "Woi, aku mau nonton juga!", dengan sedikit kesulitan ia menarik kaki kirinya dan menenteng sepatu sembari menuruni tangga.
Gempa menggeleng pasrah melihat tingkah keduanya. Melirik jam tangan biru gelap yang memeluk pergelangan tangannya, remaja itu melangkah turun tangga. Celana panjang hitam dengan kemeja lengan panjang memang terkesan semi-formal, tapi Gempa berhasil meng-alternya menjadi lebih kasual dengan menggulung lengan baju sampai ke siku, ditambah dengan kaos bertokoh kartun yang nampak di bawah kemeja yang tidak dikancing.
Dresscode malam ini; double-layered clothing, alias pakaian yang berlapis dua.
Air meregangkan kedua tangannya di atas kepala, lengan turtleneck hitam yang sedikit kepanjangan nyaris mengenai jemarinya yang dikepalkan. Pada keadaan biasa, artikel pakaian itu akan meraih pergelangan tangannya. Dengan sebuah jaket yang ia ikat di pinggang, celana panjang berwarna putih turun sampai menutupi mata kakinya. Air mengusap matanya yang berair akibat menguap, menggerutu dalam hati. Sebenarnya si biru langit ingin tidur lebih awal malam ini, tapi yah, apa boleh buat.
Suara sang kakak tertua terdengar dari balik pintu kamar, "Oi, Air. Udah siap belum?"
"Bentar lagi Kak Hali,"
Sang pemilik nama mendengus di balik pintu. "Kita tunggu di ruang tamu," ucapnya sambil berlalu. Halilintar mengenakan pakaian bernuansa gelap, tak lupa dengan aksen merah khas miliknya yang berbentuk seperti kilat. Tak banyak berubah dari pakaian sehari-hari miliknya, tapi Boboiboy bersaudara menyadari bahwa Halilintar menaruh sedikit lebih banyak usaha dari biasanya dalam memakai pakaiannya. Misalnya, lengan bajunya tak lagi ia lipat. Hanya satu tangan yang bersarang di kantong celananya. Menghindari kerusakan penampilan, mungkin.
Taufan mematikan televisi. "Hyaaaaah ga sabar nunggu episode besok! Sumpah deh, tadi itu keren banget!" Api menggangkuk antusias, cahaya bagai api berkobar dalam matanya, "Iya! Ish tapi beneran deh, bersambungnya pas-pas di saat yang seru! Kelanjutannya gimana coba?!"
Membiarkan kedua kakaknya meributkan film kartun tersebut, Air menghampiri Gempa yang masih mendengarkan lagu dengan headset kuning miliknya. "Kak," ujarnya sembari mengetuk topi Gempa.
"Eh? Air udah siap?", ia beranjak dari sofa tempatnya duduk, "Ya udah, ayo jalan,"
"Ayoook!"
A/N:
Hwaaaa gomen ne minna-san! Ficnya rada low quality dan Ice lama updatenya... Otak Ice belakangan lagi error gara-gara sekolah. Baru sekolah dua minggu, PR dah numpuk asdfghjkl T-T
Banyak yang pada minta lanjut, nih chapter dua 'u' tapi Ice sudah menetapkan fic ini sebagai twoshot. Harap bantuan minna-san untuk menunggu fanfic baru yang akan segera Ice publish, sebisa mungkin sebelum Agustus ^^