Pein tengah berjalan seorang diri sepulangnya dari sekolah. Ia tampak sangat bahagia hari ini, terlihat dari senyum lebar yang terus menghiasi wajahnya. Ia masih ingat dengan jelas saat Tsunade meminta Iruka dan Kakashi untuk berfoto dengan pose lain yang errr... lebih menarik? Ia juga sangat ingat wajah kusut kedua gurunya itu, membuatnya ingin tertawa sekencang-kencangnya.

"Danna un, kenapa tidak dimakan un?"

Pein menoleh saat ia mendengar suara yang sangat familiar baginya. Pemuda berambut orange jabrik itu mengedarkan pandangannya kesekeliling hingga ia akhirnya menemukana sang sumber suara, yaitu seorang pemuda berambut pirang panjang yang sedang menyodorkan sesendok es krim pada pemuda lain dihadapannya.

"Ayo Danna un, buka mulutmu aaaa..." pinta pemuda pirang yang Pein kenali sebagai Deidara itu.

"Gak mau Dei!" sahut pemuda didepannya yang Pein yakini juga adalah Sasori sambil membuang mukannya, kesal dengan perlakuan Deidara.

"Ayolah Danna un, sesendok saja un." Pinta Deidara sedikit memaksa.

"Sekali enggak, tetap enggak Dei," sahut Sasori tak mau kalah.

Pein ternganga melihat pemandangan didepannya. Tanpa ba bi bu lagi ia langsung mengeluarkan handphonennya dan memotret kejadian didepannya.

Jepret.

Satu foto berhasil diambil. Pein tersenyum aneh sambil memandang foto yang berhasil diambilnya tersebut, ia punya sebuah rencana yang sangat menarik. Pein memasukkan kembali handphonennya kedalam saku dan berlari menghampiri kedua temannya itu.

"Hei, Kalian!" seru Pein lantang dan mengejutkan Sasori dan Deidara yang langsung reflek melemparkan es krim yang ada ditangan mereka tepat diwajah Pein, membuat wajah sang leader Akatsuki itu belepotan es krim.

"Huh, kalian jahat sekali sih. Masa wajahku yang imut ini dilempari es krim," ujar Pein dengan ekspresi menjijikkan yang langsung membuat Sasori dan Deidara muntah di tempat.

"Eh, tapi es krim ini enak," gumam pein sambil menjilati es krim di wajahnya (?).

"Uuhhh... leader un, kau menjijikkan un," ujar Deidara yang membuat Pein langsung pundung dipojokkan.

"Ya, kau memang menjijikkan Pein!" sambung Sasori tajam. "Lagipula sedang apa kau disini?" lanjutnya.

"Nah!" pein segera melompat dari posisi jongkoknya "Itu yang seharusnya ku tanyakan, sedang apa kalian disini?" tanya Pein sambil menunjuk kedua orang didepannya.

"Kami hanya sedang..." ucapan sasori dipotong oleh Pein.

"Atau jangan-jangan..." ujar Pein sambil sengaja menggantung kata-katanya.

Kenapa kalian tidak bilang sih" lanjut Pein gaje yang membuat Sasori dan Deidara kebingungan.

"Bilang apa un?"

Pein tersenyum aneh. "Kalau kalian ini sebenarnya sudah jadian."

"Huh?"

"kalau kalian ini sebenarnya adalah sepasang..."

"... KEKASIH."

Krik... Krik...

.

.

.

.

"APPAAA?!"

.

.

.

.

.

Disclaimer: NARUTO by Masashi Kishimoto

Rate: T

Genre: Friendship, Humor

Summary: Kisah mengenai persahabatan 11 orang dengan tingkah ajaib mereka. Akatsuki, geng yang katanya paling disegani di KSHS, tapi..

Siapa mereka?/Mereka Akatsuki. Geng paling terkenal disini./ Wah.. keren dong./ Heh..Kau belum tahu saja.

Nii-san./ Hn./Teman-temanmu aneh./Memang./

Warning: OOC, typo, EYD berantakan, no bashing chara, bahasa tidak formal.

.

.

.

.

'Mind'

"Talk"

.

.

.

.

Don't like, don't read

.

.

.

.

Happy reading

.

.

.

.

.

.

.

.

We Are Akatsuki

.

.

.

.

Chapter 6: I'm Not a Gay

.

.

.

.

Pein berjalan tertatih-tatih memasuki markas, dibelakangnya mengikuti Sasori dan Deidara yang terus menguarkan aura seram sambil menatap tajam ke arah Pein.

"Ah, kalian sudah sampai..." ujar Konan yang telah menyadari kehadiran ketiga orang itu. "... selamat dat..." namun ucapannya terhenti saat melihat penampilan Pein yang buruk rupa (?) "Pffttt... haha... ada apa denganmu Pein."

Mendengar Konan tertawa sontak para anggota lain mengalihkan pandangannya mereka ke arah Pein dan...

"HAHAHA..."

... sontak semua yang ada diruangan itu (minus Pein, Sasori, dan Deidara) langsung tertawa terbahak-bahak.

"HAHAHA... wajahmu kenapa leader?"

"HAHAHA... kau habis dikeroyok massa?"

"HAHAHA... kau jadi tambah jelek Pein." Jleb, ucapan Kisame sungguh menohok hati Pein yang terdalam (?).

Mengacuhkan suara tertawa yang sangat berisik itu, Sasori dan Deidara kembali melangkahkan kakinya menuju sofa yang berada di tengah ruangan, namun saat berpapasan dengan Pein kedua orang itu sengaja menabraknya hingga terjatuh.

"Adaww!" teriak Pein yang kembali menjadi korban amukan SasoDei.

Tanpa mempedulikan teriakan Pein, Sasori dan Deidara langsung mendudukkan diri mereka di sofa dengan kasar.

"Sebenarnya ada apa sih?" tanya Konan yang mulai bisa menghentikan tawanya.

"Tanya saja pada leader jelek itu un," sahut Deidara ketus.

Konan menoleh ke arah Pein yang masih terduduk. "Jadi, ada apa Pein?" tanya Konan.

"Mereka mengeroyokku," sahut pein dengan wajah yang dibuat semelas mungkin, berharap mendapat simpati dari teman-temannya, namun takdir berkata lain. Teman-temannya justru langsung muntah ditempat karena melihat wajahnya.

"Dia dulu yang mulai un!" bentak Deidara yang kembali kesal.

"Lho, aku kan hanya..." ucapan Pein terpotong.

"Hanya apa? Kau itu menyebar fitnah Pein," ujar Sasori tajam.

"Benar un."

"Aku tidak menyebar fitnah tahu."

"Lalu apa?!"

"CUKUP!" bentak Konan yang mulai kesal dengan pertengkaran ketiganya. Pein, Sasori, dan Deidara langsung terdiam.

"Sekarang ceritakan dengan tenang apa yang sebenarnya terjadi," pinta Konan mencoba sabar.

"Dia duluan yang mulai Konan-chan..." ujar Deidara sambil menunjuk Pein.

"Memang apa yang dia lakukan?"

"Dia bilang aku dan Danna yaoi-an un," ujar Deidara pelan.

Krik... krik...

.

.

"APPAAA?!"

.

.

"Jadi kalian ini yaoi?"

"Wahh... sejak kapan?"

"Kenapa gak bilang-bilang?"

"Tuh kan, aku gak fitnah tahuuu..."

Sudut-sudut perempatan muncul dikening Sasori dan Deidara, keduannya menggeram.

BRAAKKK...

"DIAMM!" bentak Sasori keras. "SUDAH KUBILANG KAMI BUKAN PASANGAN YAOI!"

"Apa buktinya? Toh kalian selama ini akrab kan, aku jadi meragukan hubungan kalian, jangan-jangan lebih dari sebatas teman," ujar Hidan sambil tersenyum aneh.

"Apa un?"

"Ya. Hidan benar," timpal Kakuzu.

"Lalu kalian sendiri?" ujar Sasori tajam sambil menunjuk Hidan dan Kakuzu.

"Huh?"

"Che," Sasori menyeringai. "Apa jaminannya kalau hubungan kalian berdua juga hanya sebatas teman? Toh kalian selama ini lengket kan Hidan, Kakuzu?"

Hidan dan Kakuzu melotot. "APA KAU BILANG?"

"Apa perlu kuulangi?" ujar Sasori masih dengan seringainya.

Hidan dan Kakuzu menggeram.

Melebarkan seringainya, Sasori kini berjalan menghampiri Pein yang masih dengan aura suramnya, membuat suasana semakin mencekam.

"Zetsu-senpai, Tobi takut," ujar Tobi sambil menempel pada Zetsu yang terdiam memperhatikan apa yang dilakukan oleh Sasori.

"Ha!" seru Deidara sambil menunjuk ke arah Tobi dan Zetsu. "Kalian juga ada hubungan kan un? Buktinya kalian nempel-nempel begitu un,"

"HAA..." Zetsu segera mendorong Tobi menjauh. "Siapa yang sudi yaoi-an sama anak autis itu?!"

"Che, bohong..."

Sasori kini telah tiba dihadapan Pein yang masih terduduk sambil mengelus luka-lukanya. Masih dengan seringainya Sasori menatap tajam ke arah Pein. "Sekarang aku yang bertanya padamu Pein."

"Huh? Bertanya apa?" tanya Pein sambil memasang wajah sok polosnya.

Seringai Sasori melebar. "Sudah sejauh mana hubunganmu dengan Nagato?"

Deg

Pein dan Nagato sama-sama terdiam.

"Apa maksudmu Sasori?" tanya Pein lagi.

"kalian juga mencurigakan, toh selama ini kalian dekat kan? Bahkan kalian sudah dekat sejak kecil. Jadi, bisa saja kalian itu yaoi-an kan?"

"NNOOO!" Nagato berteriak dramatis. "SIAPA YANG SUDI YAOI-AN DENGAN MAKHLUK ANEH ITU!" teriak Nagato sambil menunjuk Pein.

"Hiks... kau jahat sekali denganku Nagato," ujar Pein sambil pura-pura mewek.

"HIIII... KAU MENJIJIKKAN PEIN!"

"Heh... sekarang sudah jelaskan siapa yang maho disini," ujar Sasori dengan senyum puasnya. "Kasihan sekali, cintamu ditolak oleh Nagato ya Pein..." lanjutnya.

"MENJAUH DARIKU PEINNN!"

.

Sementara itu di sofa, masih ada tiga orang yang masih tenang-tenang saja tanpa mempedulikan keributan yang terjadi didalam markas tersebut.

"Huh berisik sekali sih mereka," gerutu Konan sambil menutup telinganya.

Mendengar ucapan Konan, Itachi segera bangkit dari posisi duduknya. "Keluar saja yuk!" ajaknya sambil mengulurkan tangannya ke arah Konan.

Konan menyambut uluran tangan tersebut. "Ayo, mau kemana memang?"

"Terserah kamu, yang penting gak disini," sahut Itachi.

"Kisame mau ikut?" ajak Konan pada Kisame yang masih duduk disofa.

"Tidak, aku tidak mau mengganggu kalian," sahut Kisame.

"Oh ya sudah,"

Kisame menyandarkan tubuhnya disandaran sofa setelah melihat Itachi dan Konan menghilang dibalik pintu utama markas mereka. Kisame hendak memejamkan matanya saat didengarnya suara teriakan Deidara.

"Ahh... Kisame juga un..!"

Kisame kembali membuka matanya. "Apaan sih Dei?" sahutnya malas-malasan.

"Kisame juga yaoi kan un?" tanya Deidara sambil nyengir.

"Huh? Jangan ngaco Dei. Aku straight tahu," sahut Kisame lagi, membela diri.

"Bohong un. Kisame pasti yaoi-an juga kan sama Ita..." Deidara menoleh kesana kemari. "Lho, dimana Itachi un?"

"Dia keluar, pusing katanya kalau harus berurusan dengan para maho seperti kalian," sahut Kisame sambil kembali memejamkan matanya, tak peduli pada semua orang yang awalnya sedang berselisih itu mendengar ucapannya.

"Oh... Eh..."

"... AKU BUKAN MAHOOO (UN)!"

.

.

.

.

.

To be Continued

.

.

.

.

.

.

.

Pein: " Hoyy! Apa-apan itu to be continued? Chap ini belum selesai tahu, dan ide brillian gue belum terlaksana. Jadi, lebih baik kalian scroll ke bawah dan temukan betapa hebatnya ide brillian gue yang satu ini khehe..."

.

.

.

.

.

.

"Have Fun Khehe..."

.

.

.

.

.

.

.

Sasori tengah berlajan santai melewati halaman sekolahnya bersama Itachi dan Konan, entah kemana para anggota Akatsuki yang lainnya. Namun ada yang aneh disini, hampir semua pandangan murid-murid mengarah pada mereka bertiga, entah pada siapa tepatnya, dan Sasori semakin mengerutkan alisnya saat dua orang siswi junior mereka menghampirinya.

"Selamat ya senpai, kalian berdua cocok kok," ujar salah satu siswi itu.

"Benar, senpai kalian cocok," ujar siswi yang satunya, kemudian keduannya kembali melangkah menjauhi ketiga anggota Akatsuki yang kebingungan itu.

Namun baru beberapa langkah keduannya kembali berbalik. "Tapi kalau menurutku Itachi senpai tidak cocok," ujar salah satu siswi itu lagi.

"Benar, Itachi senpai lebih cocok dengan Konan senpai," ujar yang satunya lagi kemudian kembali melangkah pergi.

Sasori mengalihkan pandangannya kepada kedua temannya yang kini sedang berblushing ria. "Hei!"

"Hn?" sahut Itachi, berusaha menyembunyikan rona tipis di pipinya.

"Sepertinya ada yang tidak beres," ujar Sasori sambil memperhatikan sekeliling dan mendapati para siswa yang tengah tersenyum aneh pada mereka.

"Ya, kau benar," sahut Itachi.

"Ayo kita periksa!" ajak Konan sambil melangkah pergi diikuti oleh Itachi. Namun baru dua langkah pemuda berambut raven itu kembali membalikkan tubuhnya saat menyadari salah satu temannya belum beranjak dari tempatnya.

'Uhh... firasatku tidak enak ini,' batin Sasori.

"Hoy Sasori!" panggil Itachi tepat dihadapan pemuda berambut merah itu.

Namun hening, Sasori tetap terdiam dengan dengan pikirannya sendiri.

"Hey Sasori!" Itachi semakin meninggikan suaranya. Namun Sasori tidak mengubrisnya.

Ctak.

Sebuah pertigaan muncul di dahi Itachi. Pemuda Uchiha itu menggeram, ia menarik kerah baju Sasori kasar dan menyeretnya pergi.

"H-Hey! Apa yang kau lakukan Itachi?!" teriak Sasori yang kini tengah diseret oleh Itachi.

"Diam! Aku tak suka diabaikan," sahut Itachi tajam.

"He? Apa maksudmu?"

"Sudah, tak usah banyak bertanya. Sekarang kau ikut aku!"

"Tapi kau tak perlu menarikku juga Itachi!"

"Hn."

"Itachi, Sasori!" panggil Konan.

"Ada apa?" tanya Itachi yang kini sudah melepaskan cengkeramannya dari kerah baju Sasori.

"Lihat itu!" ujar Konan sambil menunjuk kerumunan siswa siswi yang tengah berkumpul di depan mading sekolah.

"Ada apa disana?" ujar Itachi.

"Perasaanku jadi tidak enak," gumam Sasori yang disambut anggukan kedua temannya.

"Lebih baik kita periksa, lihat disana juga ada anggota Akatsuki yang lain," ujar Konan, kemudian gadis itu melangnkah mendekati mading sekolah itu diikuti Itachi dan Sasori.

.

.

.

.

Krik.. krik...

Ketiga anggota Akatsuki itu terdiam membeku setibanya di depan mading bahkan para aggota lain yang sudah tiba lebih dulu disana pun ikut terdiam. Mata para anggota Akatsuki itu memandang horror isi dari mading itu, sementara para siswa disekitar mereka kini semakin ramai dan antusias. Tak lama aura suram mulai menguar disekitar area itu, mereka menggeram.

"Siapa..."

"... yang..."

"... telah..."

"... berani..."

"... memasang..."

"...benda..."

"... menjijikkan..."

"... ini..."

"... disini?"

Kata-kata tajam sekaligus aura suram yang semakin menguar dari kesembilan anggota Akatsuki itu membuat para siswa yang semula berada disana langsung mangambil langkah seribu menghindari amukan para Akatsuki yang mungkin saja akan terjadi setelah ini.

"Arrgghhh sial! Ulah siapa ini?" bentak Hidan kesal sambil mencabut sebuah foto dari mading itu, foto dirinya dan Kakuzu yangsedang dalam posisi yang err... mencurigakan di toilet sekolah.

"Apa-apaan itu ? Masa memasang fotoku yang tengah menggendong bocah autis itu," geram Zetsu sambil menarik foto laknat dirinya dan Tobi dari mading sekolah.

"Ini pasti ulah leader un,"

"Sudah pasti, siapa lagi yang salah paham karena kejadian minggu lalu itu," geram Sasori sambil mencabut foto Deidara yang tengah menyodorkan sesendok es krim padannya.

"Orang itu harus diberi pelajaran," ujar Konan sambil mencabut foto Kisame yang tengah memayungi Itachi dengan jaket miliknya, eh?

"Benar sekali, enaknya diapakan ya?" sahut Hidan yang kini telah memamerkan seringainya.

"Kita beri pelajaran yang tak akan dilupakannya seumur hidup," sambung Itachi yang disambut seringaian seram dari teman-temannya.

.

.

.

.

"Haha... menarik sekali. Foto-foto yang kupasang dimading pasti akan mendapat banyak perhatian dari para siswa," ujar Pein sambil tertawa. Pemuda itu kini sedang berada di kelasnya.

"Aku tidak mau tahu kalau terjadi sesuatu karena ide gilamu itu lho Pein," ujar Nagato cuek sambil membaca bukunya.

"Uhh... kenapa begitu?" ujar Pein dengan mimik wajah yang err... menjijikkan.

Nagato merinding disko melihat ekspresi yang ditunjukkan leader gilanya itu. "Berhenti memasang wajah menjijikkan itu Pein!" bentaknya kesal.

"Hiks... kenapa kau kejam sekali Nagato," ujar Pein lagi sambil memasang wajah yang lebih menjijikkan dari sebelumnya.

"Che, jangan-jangan selama ini bukan mereka yang gay, tapi kau Pein."

"Siapa bilang? Aku bukan gay ko..."

BUAGH...

"... WADAOWW!"

Sebuah sepatu melayang dan tepat menghantam wajah Pein dengan keras, menibulkan cap sepatu diwajahnya.

"Siapa yang berani melempar..." bentak Pein, namun ucapannya terhenti saat melihat sekumpulan Akatsuki di depan pintu kelas, tentu saja dengan ura suram yang masih menguar dan kini semakin pekat.

Pein menelan ludahnya saat teman-temannya itu berjalan mendekatinya. "H-hai! Ada apa ini..."

BRAKK...

"APA YANG KAU LAKUKAN BODOH?!" bentak Konan sambil menggebrak meja Pein.

"Ada apa memangnya?" tanya Pein (sok) polos.

"Kau masih bertanya ada apa Pein un?"

"Lihat ini!"

Serentak Konan, Sasori, Hidan dan Zetsu melemparkan foto yang mereka cabut dari mading ke hadapan Pein.

Pein melihat ke arah empat lembar foto itu kemudian menjawab. "Lho aku tidak salah kan?" ujarnya (lagi-lagi sok) polos.

"Tidak salah katamu un?"

"Lalu dengan memasang tulisan besar-besar dibawah foto-foto laknat itu yang bertuliskan 'PASANGAN YAOI PALING HOT SE-KSHS' itu juga bukan kesalahan Pein?" geram Obito yang kini sudah melepaskan topeng baygonnya dan tengah menatap Pein dengan tajam.

"Ah... Tobi, topengmu mana?" tanya Pein gak nyambung.

"Wah, beneran ngajak ribut ini. Bagaimana kalau kita jadiin tumbal buat DJ aja nih orang."

"Boleh juga itu."

"sebelumnya disiksa dulu ya."

"Oke."

"He-hei kalian mau apa?" tanya Pein gugup saat melihat teman-temannya sudah siap dengan senjata pembunuhnya masing-masing. "Nagato... tolong aku."

"Eh? Kamu siapa ya? Memangnya kita pernah saling kenal?" ujar Nagato acuh sambil tetap membaca bukunya.

"Bagaimana? Siap teman-teman?" tanya Konan sambil menyeringai.

"SIAP!"

"Tunggu!"

Para Akatsuki yang sudah bersiap menyerang menghentikan langkahnya dan menoleh ke sumber suara.

"Ada apa Itachi?"

"Sebelum menghabisinya apa tidak sebaikya kita tanyakan dulu darimana ia mendapatkan foto-foto laknat itu? Lagipula siapa yang akan menjamin dia akan pulang dengan selamat setelah ini, benar kan?"

"Itachi benar un."

"Baiklah. Darimana kau mendapatkan foto-foto ini Pein?" tanya Konan sambil menatap Pein dengan super tajam.

"Itu, tentu saja aku yang mengambil fotonya sendiri."

BUAGH...

Sebuah sepatu kembali melayang dan telak mengenai wajah Pein lagi.

"Kapan kau mengambilnya leader baka?"

"Waktunya berbeda, tentu saja."

BUAGH...

Lagi. Sebuah sepatu melayang dan mengenai wajah sang leader gila itu.

"Sakit tahu!"

BRAKK..

"DIAM! SEKARANG KAU JELASKAN DARIMANA KAU MENDAPARKAN FOTO INI SATU PERSATU!" bentak Konan sambil menarik kerah baju Pein.

Pein memandang Konan dengan tatapan horror. "Ba-baik- lah."

Konan menyodorkan foto pertama foto bergambar Hidan dan Kakuzu.

"A-ah... foto itu aku dapatkan dua hari lalu..."

.

Flashback dua hari lalu...

Pein tengah keluar dari bilik kamar mandi sekolah selesainya melakukan ritual buang air nya dan mendapati Kakuzu yang sedang mencuci tangan di wastafel. "Yo Kakuzu!" sapanya sambil berjalan menuju wastafel.

"Yo Leader! Kau tidak lupa untuk bayar uang kas kan?"

Pein memutar bola matanya bosan. "Nanti saja ya Kakuzu, aku tidak bawa uang."

"Huh!" Kakuzu mendengus.

Brakk...

Mendadak salah satu bilik kamar mandi terbuka dan menampilkan Hidan disana. "Huh, akhirnya sakit perut sialan ini hilang juga," ujar pemuda berambut putih itu. "Lagipula apa yang membuat sakit perut sih?" lanjutnya lagi.

"Salahmu sendiri makan ramen instan pagi-pagi," ujar Kakuzu.

"Apa salahnya?" tanya Pein. "Tadi pagi aku juga makan ramen instan kok, tapi gak sakit perut."

"Sekarang kau tanya pada bocah itu, apa ia menyeduh ramen instan itu terlebih dahulu atau tidak," ujar Kakuzu lagi.

Pein menoleh ke arah Hidan dan mendapati pemuda itu menyengir padanya. "Hehe... aku memang tidak menyeduhnya, langsung kumakan saja ramen instan itu. Lagipula kan lebih enak, kriuk kriuk bro," ujar Hidan polos yang lansung membuat Pein sweatdrop ditempat.

"Pantas kau sakit perut," ujar Pein masih dengan sweatdropnya.

"Dia memang kan memang BAKA," ujar Kakuzu enteng.

BRAKKK...

Hidan kembali menggebrak pintu kamar mandi, ia menggeram. "APA KAU BILANG KUZUU?!" bentaknya sambil melangkah keluar dari bilik kamar mandi tanpa menyadari ada genangan air disana dan...

Syuuttt...

GUBRAKK...

Hidan terjatuh ke arah wastafel, tepatnya ke arah Kakuzu yang masih mencuci tangannya di wastafel sehingga menciptakan posisi yang err... menakjubkan, dengan Kakuzu yang setengah berbaring di atas wastafel dan Hidan yang berada di atasnya.

Pein terdiam melihat pemandangan di depannya yang menurutnya err... entahlah. Namun sedetik kemudian ia menyeringai, pemuda berambut orange jabrik itu segera megeluarkan handphonenya dan memotret kejadian di depannya.

Jepret...

Satu foto berhasil didapatkan. Pein menyeringai sebelum memasukan handphonenya kembali kedalam saku.

"Apa yang kau lakukan diatasku Hidan? Cepat turun!" bentak Kakuzu.

"Apa sih kau teriak-teriak. Salahmu sendiri meletakan air disana sembarangan," balas Hidan tak mau kalah.

"Apa kau bilang? Namanya juga kamar mandi, pasti banyak genangan air disini. Kau saja yang tidak hati-hati."

"Apa kau bilang?"

"Ah, aku duluan ya kawan-kawan," sela Pein sambil melangkah pergi keluar dari kamar mandi, meninggalkan dua orang yang masih saling adu mulut didalam sana.

End of Flasback

.

"Ja-jadi begitu." Pein mengakhiri ceritannya, sambil memandang ngeri Hidah dan Kakuzu yang tengah memandang tajam kearahnya.

"Haha... itu lucu sekali leader," ujar Zetsu sambil tertawa terbahak-bahak.

"Benar itu lucu, andai aku melihatnya," sambung Obito.

"Diam kalian berdua!" bentak Hidan kearah Zetsu dan Obito yang masih menahan tawa mereka.

"Ah, sekarang bagaimana kalau kau menjelaskan foto yang ini leader-sama?" Kakuzu menyerahkan selembar foto kehadapan Pein, foto Zetsu yang tengah menggedong Tobi dengan bridal style.

"Ba-baiklah... itu terjadi sekitar lima hari lalu aku, Zetsu dan Tobi dihukum membersihkan gudang oleh Kakashi..."

.

Flasback lima hari lalu...

"Uhh... tempat ini kotor sekali senpai... huatchim..." ujar Tobi sambil bersin-bersin (padahal hidungnya tertutup topeng).

"Diam Tobi gak usah banyak mengeluh," sahut Zetsu sewot. "Ini gara-gara kau leader," lanjutnya sambil menunjuk ke arah Pein.

"Kok aku?" tanya Pein sok innocent.

"Ini kan gara-gara ide gilamu yang mengajak kami untuk menjahili Kakashi tapi yang kena malah Tsunade sama," sahut Zetsu dengan kegondokan(?) mencapai batas maksimum.

"Ah... kita kan sudah biasa seperti ini. Jangan dianggap sulit dong," ujar Pein sambil melangkah menjauhi Zetsu yang sudah siap melayangkan bogem mentah kewajahnya.

Semantara itu Tobi tengah terdiam diantara tumpukkan kardus-kardus bekas yang tidak terpakai, ia tengah mengobati sebuah benda kecil yang bergerak-gerak disana, hingga Zetsu yang penasaran akhinya menghampiri bocah itu. "Apa yang kau lihat Tobi?" tanya Zetsu sambil menepuk bahu Tobi.

"Itu," Tobi menunjuk kearah seatu yang menarik perhatiannya sejak tadi. "Apa itu senpai?"

Zetsu memfokuskan pandangannya pada 'sesuatu' itu. "Entahlah, kita tunggu saja sampai makhluk itu menampakkan dirinya," ujar Zetsu.

Dan benar tak lama 'makhluk' itu merangkak keluar dari tumpukkan kardus dan menampakkan wajud aslinya. Berwarna cokelat tua dengan antena dan kaki banyaknya yang menjijikkan.

"HUWAAA..." Tobi spontan berteriak ketika melihat makluk itu dengan jelas.

"HUWAA... ADA KECOAK!" jeritnya lagi, kali ini ia langsung lompat menerjang tubuh Zetsu dan dengan reflek pemuda berambut kehijauan itu menangkap tubuh Tobi yang melompat ke arahnya hingga posisi mereka terlihat seperti err... Zetsu yang tengah menggendong Tobi ala bridal style.

Pein yang mengamati kajadian itu dari jauh pun tak menyia-nyiakan kesempatan itu, ia segera mengambil handphonenya dan memotret kejadian didepannya diam-diam.

Jepret.

Satu lagi foto berhasil diambil. Pein menyeringai dan segera memasukkan handphonenya kembali kedalam saku dan bergegas keluar meninggalkan gudang tersebut.

.

Pein berjalan dikoridor sambil melihat-lihat foto yang berhasil diambilnya diam-diam itu, foto-foto nista yang belakangan ini menjadi koleksinya. Pein menandang tiga buah foto yang berhasil diambilnya itu. "Aku sudah dapat tiga kira-kira siapa lagi yang belum kudapatkan?" gumam pein sambil tersenyum aneh membayangkan ide gila yang berputar di otak pentium satunya itu.

"Ah... satu tinggal satu foto lagi yang belum kudapatkan..." ujar Pein sambil menjentikkan jarinya. "... Itachi dan Kisame," ujarnya sambil melihat ke arah Itachi, Kisame dan Konan yang tengah berjalan cukup jauh darinya.

"Tapi... bagaimana caranya mendapatkan pose yang bagus untuk mereka ya?" gumamnya lagi.

"Ah, lebih baik aku ikuti saja mereka diam-diam, siapa tahu bisa mendapatkan pose yang lebih hot," ujar Pein sambil tersenyum mesum (sejak kapan Pein jadi fudanshi?).

Flasback end

"Apa-apan itu Pein?!" bentak Zetsu tepat dihadapan Pein.

"Kau benar-benar berniat mati ya Pein," sambung Obito tajam.

Pein menandang ngeri Zetsu dan Obito yang seperti akan bersiap menelannya hidup-hidup. "A-ah... itu..."

BRAKK...

Lagi-lagi terdengar gebrakan meja, kali ini dari Kisame dengan tenaga babonnya.

"Lalu apa maksudmu dengan mengikuti aku dan Itachi hah?!" ujar Kisame tajam.

"Dan bagaimana kau mendapatkan foto itu?" sambung Konan.

"Ha...ha... itu..."

"Cepat jelaskan, atau kau akan berakhir saat ini juga," lanjut Itachi dengan pandangan menusukknya.

"Ba-baik... aku mendapatkan foto itu kemarin, saat kita pulang sekolah dan turun hujan."

.

Flashback kemarin...

"Uhh... kenapa hujannya deras sekali? Padahal aku harus buru-buru pulang," gurutu Konan sambil mengacak-acak isi tasnya. "Yah... aku tidak bawa payung, bagaimana ini?" ujar Konan sedikit panik, namun...

"Ini."

... seseorang menyodorkan sebuah payung ke arahnya. Konan mendongakkan kepalannya dan mendapati Itachi yang tersenyum tipis ke arahnya. "Kalau mau kau bisa pakai,"

Konan menerima payung itu. "Tapi bagaimana denganmu Itachi-kun?"

"Aku tidak sedang buru-buru jadi bisa nanti saja pulangnya, menunggu hujan reda," sahut pemuda itu.

"Apa tidak apa-apa Itachi-kun?"

Itachi tersenyum tipis. "tentu saja. Kau yang lebih membutuhkannya Konan-chan," sahut Itachi lembut.

Konan tersenyum. "Baiklah, terima kasih Itachi-kun." Konan membuka payungnya dan mulai melangkahkan kakinya keluar dari gedung sekolah. "Jaa nee Itachi-kun," serunya sambil melambaikan tangannya ke arah Itachi yang disambut senyuman tipis pemuda itu.

Itachi tersenyum tipis memandang punggung gadis berambut biru yang telah lama disukainya itu hingga menghilang dari pandangannya.

"Hei Itachi! Kau belum pulang?" seseorang menepuk pundak Itachi dari belakang. Itachi menolehkan kepalannya dan mendapati Kisame dibelakangnya.

"Belum, aku tidak bawa payung," sahut Itachi.

"Haha... kau tidak perlu berbohong padaku Itachi, aku melihatnya kok. Kau memberikan payung milikmu pada Konan kan?" ujar Kisame sambil tersenyum jahil.

"Ah... itu..." Itachi tampak gugup. "Ya aku memberikannya padanya," ujarnya sambil berusaha menutupi semburat tipis di pipinya.

"Haha... kau tak perlu malu padaku Itachi. Jadi, kapan?"

"Huh?"

"Kapan kau akan menjadikan Konan kekasihmu?" goda Kisame lagi.

"Ahh... itu..." Itachi kembali gugup.

"Jangan terlalu lama Itachi, perempuan itu tidak suka menunggu terlalu lama lho..." ujar Kisame masih menggoda temannya itu.

"Ya, aku tahu. Makanya kalau bisa secepatnya," ujar Itachi mantap.

"Bagus."

Selanjutnya hening, sudah lebih dari setengah jam mereka menunggu dan hujan belum juga mereda, ditambah sekolah yang sudah sepi saat ini.

"Kalau sepertinya bakalan lama hujannya," gumam Kisame.

"Ya, sudah lebih dari setengah jam kita menunggu disini," sahut Itachi.

"Kita terobos saja hujannya, bagaimana?"

"Baiklah, tapi aku tidak bawa jaket atau apapun itu,"

"Aku bawa kok." Kisame melepaskan jaketnya. "Setidaknya ini bisa menutupi kepala kita berdua." Kisame membentangkan jaketnya diatas kepalannya dan Itachi.

"Ayo jalan!"

"Ya."

Itachi dan Kisame pun melangkah meninggalkan gedung sekolah yang telah sepi itu tanpa menyadari ada seseorang yang sejak tadi memperhatikan mereka dan secara diam-diam mengambil foto mereka.

"Khehe... akhirnya dapat juga. Walaupun tidak terlalu hot sih, tapi tidak apa-apa lah yang penting dapat khehe..." ujar sosok yang ternyata adalah Pein sambil memasukkan handphonenya ke dalam saku celanannya.

"Sekarang tinggal mencetaknya dan menempelkannya di mading besok khehe..." ujarnya dengan senyum laknatnya.

Flashback end

.

"Kenapa kau melebih-lebihkan Pein?" geram Konan sambil kembali menarik kerah baju Pein kasar. "Kisame kan hanya berniat baik pada Itachi-kun dan kau menganggap mereka yaoi-an hah!"

"A-aku hanya bercanda kok Konan-chan."

"Sepertinya kita kita butuh penjelasan lagi disini, bagaimana kalau kita habisi saja sekarang," ujar Hidan sambil menyeringai.

"Tunggu, masih ada satu foto lagi," sela Zetsu sambil mengangkat foto Sasori dan Deidara.

"Tidak perlu." Sasori merebut paksa foto itu. "Kan tadi sudah kuceritakan dan aku tidak sudi mendengar cerita laknat itu lagi,"

"Benar un."

"Bagus, kalau begitu langsung kita habisi saja dia," ujar Itachi tajam.

"SETUJU (UN)!"

"Hei, aku punya ide yang menarik untuknya," sela Konan sambil menunjukkan evil smirknya.

"Apa itu Konan-chan?"

"Kalian akan tahu sebentar lagi, cepat ikat dia dan ikut aku!" titah Konan.

"Oke!"

.

.

.

.

"HUWAA... TOLONG AKU!" teriak Pein pilu.

"Rasakan kau Leader laknat un."

"Nikmati saja leader haha..."

Saat ini para anggota Akatsuki tengah berkumpul di sebuah bar yang err... unik, dan ditengah-tengah bar tersebut terdapat sebuah aula yang cukup luas, dimana sang leader tengah berada di tengah-tengah aula tersebut.

"HEII! TOLONG AKU!" teriak Pein lagi.

Kenapa Pein berteriak-teriak seperti itu?

"KUMOHON TOLONG AKU. AKU JANJI TIDAK AKAN BERBUAT ANEH-ANEH LAGI HUWAA!"

"Siapa yang akan menjamin kau tidak akan melakukannya lagi Pein," sahut Sasori acuh.

"Sudah kubilangkan tadi, nikmati saja posisi mu itu Pein haha..." sambung Hidan sambil tertawa puas.

"APA YANG BISA DINIKMATI DARI POSISI SEPERTI INI?!"

Posisi apa yang dimaksud?

"Kau berisik Pein," ujar Itachi tajam.

"Kalian jahat sekali HUWAA! Kalian meninggalkankanku bersama para banci ini."

Huh? Banci?

Apa yang terjadi?

BUAGH...

Lagi. Sebuah sepatu melayang tepat ke arah Pein, namun kali ini bukan sepatu kets biasa melainkan sepatu higheels milik Konan.

"Diam Pein!"

"Aduh sakit Konan-chan," rintih Pein sambil mengelus benjolan di kepalannya. "Hei! Kau jangan pegang-pegang! Jijik tahu!"

Ya... saat ini posisi Pein sungguh err... entahlah. Ia tengah berada di tengah-tengah aula bar itu, dan dalam posisi terikat di atas sebuah kursi kayu. Dan yang lebih mengerikan lagi ia kini tengah dikelilingi oleh para wanita jadi-jadian alias BANCI.

"Hei kalian jangan dekat-dekat!"

"Aduh bo, kamyu galak banget sih," ujar salah satu banci itu sambil menoel dagu Pein genit.

"Hii... don't touch me!"

"Kamyu ngomong apa sih say," ujar banci lainnya sambil mengedipkan mata.

"Uhh... gue pengin muntah."

"Haha... tenang saja Pein, kau masih punya banyak waktu kok dengan mereka haha..."

"SIAPA YANG SUDII!"

"Ini memang hukuman yang cocok untuknya," ujar sebuah suara di belakang mereka, para Akatsuki serentak menolehkan kepalannya kebelakang dan mendapati Kakashi dan Iruka disana.

"Apa yang kalian lakukan disini sensei?" tanya Obito.

"Yah... kami mendapat undangan eksklusif dari Konan untuk datang ke tempat ini, dia bilang ada sesuatu hal menarik yang bisa menghibur kami disini," sahut Iruka.

"Ya, dan kami akui kami sangat terhibur dengan melihat ini," sambung Kakashi. "Setidaknya dendam kami terbalas."

"HUWAA! KALIAN SEMUA JAHAT!"

.

.

.

.

.

To be continue

.

.

.

.

.

.

A/N:

Huahhh... Akhirnya saya berhasil mempublish fic ini juga.

Gomennasai... karena update yang begitu super ngaret ini (bungkuk-bungkuk)

Yosh... semoga para reader sekalian terhibur dengan fic abal saya ini ya..

.

.

.

.

Balasan review:

.

February

Hehe... awalnya aku mau bikin KakaAnko tapi karena virus fujoshi (?) yang menyerang saya jadi mengubah haluan khehe...

Semoga chap yang ini bisa membuat kamu terhibur ya dan gomen karena updatenya yang super ngaret...

.

Betelgeuse Bellatrik

Haha... saya juga gak nyangka..

Semoga chap ini bisa bikin kamu ngakak Bellatrik-san...

.

Akasuna N.A

Ini sudah lanjut...

.

Dewimd27 or Mustika447

Ini sudah lanjutt...

.

Arum Fionita

Yosh... Yaoi!

Iya.. itu foto KakaIru khehe...

.

.

.

.

AKHIR KATA

.

.

.

.

R

E

V

I

E

W

PLEASE

.

.

.

.

Omake

"Hey sensei!" panggil Hidan.

Kakashi dan Iruka menoleh ke arah pemuda berambut putih itu. "Ada apa?"

"Kok kalian bisa datang bersamaan kesini? Aku jadi penasaran, apa sebenarnya kalian itu memang maho?" tanya Hidan jahil.

"Sebelum menjawabnya aku akan bertanya pada kalian terlebih dahulu," ujar Kakashi santai.

"Huh?"

"Bagaimana kalian menjelaskan foto-foto di mading itu?" tanya Kakashi sambil tersenyum aneh. "Atau jangan-jangan yang maho itu justru kalian hm?"

"KAMI BUKAN MAHO SENSEI (UN)!"

.

.

.

.

.