PROLOGUE

"Hm, hm~"

Seorang perempuan dengan rambut [hair color] berbaring di kasurnya, mata [eye color]-nya mengamati komik shojo yang sedang dia pegang dengan hati-hati. Membalik ke halaman selanjutnya, terlihat tokoh murid laki-laki tampan yang tersenyum dengan menawan, membuat perempuan tadi tersenyum senang dan berubah merah, menggigit bibirnya agar dirinya tidak berteriak.

"Ah~" Perempuan itu menghela nafas dengan senang. "Andaikan saja Haru-kun ada di dunia nyata... Ah... aku bisa mati sekarang juga—"

Seperti ingin mengganggu momen tadi, ponsel yang ada di atas meja berbunyi, membuat ujung bibir perempuan itu turun ke bawah dengan tidak senang. Dia melihat ponselnya sebentar sebelum kembali ke komiknya—atau itulah yang akan dia lakukan sampai ponselnya mati dan kembali berbunyi, dan mati dan kembali berbunyi lagi, dan pola itu kembali terulang terus-menerus sampai akhirnya dia memutuskan untuk mengangkatnya.

"Siapa yang berani menggangguku di saat penting?" Dia bertanya dengan kesal.

"Ahaha, kamu benar-benar menghibur seperti biasa, [Name]-chan~" Dari dalam ponsel, terdengar suara berat milik laki-laki, dan [Surname] [Name] mengerutkan wajahnya di suara yang familiar itu—dia berharap dia tidak pernah mengenal suara itu, jujur saja.

"Apa yang kamu butuhkan, Makoto? Aku harap kamu punya alasan yang baik, atau aku tidak akan senang." [Name] berkata sambil menaruh komiknya ke meja di sebelah dengan hati-hati tanpa menekuk ujung halamannya sebagai pembatas. Saat kembali mendengar tawa Hanamiya Makoto, urat di dahinya muncul dan [Name] menggenggam ponselnya dengan erat. "Jadi...?"

"Ah, ya... kukira kamu sudah mendengar rencana orang tuamu?"

[Name] mengangkat alis. "Apa yang kamu maksud?"

"Hm, kira-kira apa yang bisa kamu tukar demi informasi ini?" tanya Hanamiya dari balik telepon. [Name] bisa menebak kalau laki-laki sialan itu sedang menyeringai dengan senang, tapi sayangnya dia tidak akan bisa mendapatkan apa yang dia inginkan.

"Sebuah kunjungan ke Kirisaki Daichi dan pukulan paling keras untukmu, kurasa itu cukup?" [Name] bertanya sambil tersenyum manis, walaupun cara berbicaranya menunjukkan kalau yang tadi bukanlah sebuah pertanyaan.

"Tentu saja, kenapa tidak?" Hanamiya bertanya dengan nada senang, membuat [Name] mengeratkan genggamannya di ponselnya. Sepertinya, bagaimanapun cara dia mengintimidasi laki-laki itu tidak pernah berhasil—yah, sudah diduga dari seseorang yang kasar kepada semua orang, tidak peduli guru atau bahkan orang tua.

"Aku akan tutup panggilan ini sekarang."

"Kamu tidak akan bisa, dan kamu tahu itu~"

...Sial. [Name] tahu kalau ancamannya tidak akan berhasil, karena sekarang juga dia benar-benar penasaran tentang apa yang dikatakan Hanamiya sebagai "rencana orang tuanya". Dan pastinya, Hanamiya yang berbeda dengan penampilan dan sikapnya—dia pintar—juga tahu akan hal itu.

"..."

"Ahaha, terdiam sampai tidak punya kata-kata untuk diucapkan, [Name]-chan? Sayang sekali~"

"Hanamiya Makoto, beritahu aku sekarang atau aku benar-benar akan menutup ini, datang langsung ke Kirisaki Daichi untuk menghajarmu dan bertanya kepada orang tuaku."

[Name] tidak mendengar suara Hanamiya lagi dan merasa kalau dia akhirnya mendapatkan kemenangannya—atau itulah yang dia pikirkan sampai dia kembali mendengar tawa laki-laki itu yang lebih keras dari tawa yang tadi. Tidak tahan lagi dengan sikap Hanamiya, [Name] akhirnya memencet tombol merah untuk menutup panggilan itu, tertawa dengan wajah yang kesal sebelum berkata,

"Kalau bertemu lagi, di tempat umum ataupun dilihat orang aku tidak peduli—akan kupastikan dia masuk rumah sakit!"