:: Obsession ::

.

Story by Ryuu Sakamaki

2K+

Cast :

●Kim Jongin, Oh Sehun, Xi Luhan, Min Yonggi : 17 y.o (Kelas XII)

● Park Chanyeol : 19 y.o (Kelas XII)

● Park Taeyong : 16 y.o (Kelas XII)

Disclaimer :

Pemain yang saya gunakan di dalam cerita milik mereka sendiri.

Warning!

Typo(s), Judul dengan alur cerita tidak sesuai, OOC, OC, Non Baku, Bored, jalan cerita rancu, ff dan kekurangan lainnya bisa kalian temukan di dalam cerita.

.

JIKA TIDAK SUKA DENGAN PAIRING YANG SAYA GUNAKAN, SEBAIKNYA KLIK 'KEMBALI'.

JIKA MASIH NGEYEL DAN NGEREVIEW NGGAK JELAS, BERARTI −MAAF SEBELUMNYA− ANDA TIDAK PUNYA MATA.

.

And, here we go...

.

Chapter 6 : Angel of Death Part 1

.

Di suatu tempat yang terpencil, sesosok pemuda bersurai hitam acak-acakkan terlihat meringkuk dengan kedua kaki yang di tekuk, ia peluk erat. Sepasang matanya sesekali melirik ke segala arah ketika perasaan aneh yang selalu mengusiknya, membuat ia tidak bisa merasakan tenang meski sedetik.

Belum 24 jam semenjak kejadian itu, kejadian dimana ia harus berurusan dengan salah satu anggota keluarga mantan bosnya, perasaan ini terus menghantuinya. Seperti, seseorang tengah mengawasi setiap pergerakannya. Dan itu sama sekali tidak menyenangkan.

TOKK

TOKK

TOKK

Suara ketukan pintu yang terdengar nyaring, menjadi pusat perhatian dari Azusa kini. Keningnya mengernyit heran ketika ketukan itu kembali terdengar namun lebih terdengar kasar atau brutal untuk ukuran seorang tamu. Batinnya kemudian bersuara untuk menenangkan diri dengan mengatakan bahwa itu hanyalah seorang tamu meski bersikap tidak sopan. Dan ia terus merapalkan berulang-ulang ketika memutuskan untuk bangkit kearah pintu.

Jakunnya terlihat naik-turun beberapa kali begitu Azusa telah berdiri di depan pintu. Tangan kanannya lalu tergerak menuju ganggang pintu, menyentuhnya sejenak seolah membiarkan kulit telapak tangannya meresapi rasa dingin dari benda yang terbuat dari besi itu dan memutarnya dengan perlahan.

"Sia-"

"Ikutlah dengan kami tanpa melakukan perlawan. Azusa-san." Seseorang berwajah tenang dengan seulas senyum tipis, menyambut sosok pemuda bersurai hitam itu tepat sebelum ia menyelesaikan pertanyaannya.

Sepasang mata Azusa memancarkan rasa keterkejutan yang teramat sangat begitu dirinya menangkap sosok yang tengah berbicara dengannya adalah tangan kanan salah satu bosnya. Jisoo Hong.

"B-Bagaimana kalian bisa menemukanku?" ujarnya dengan nada gemetar yang begitu kentara.

"Kuharap kau tidak lupa dengan siapa mantan bosmu itu." Sahut Jisoo santai.

Meneguk ludahnya sekali lagi, Azusa menggeleng kecil sebagai jawaban. "A-Aku tidak mau."

Suara kekehan kecil terdengar membelah suasana sepi begitu Azusa menolak perkataannya dan tepat ketika kekehan itu terhenti, dua orang yang sejak tadi berdiri di belakang Jisoo bergerak maju.

.

.

.

Seorang pemuda berdarah jepang terlihat menundukkan kepalanya dengan tubuh yang gemetar ketakutan. Sesekali, orang-orang di sisi kanan dan kirinya akan menariknya dengan kasar begitu ia terdiam barang sejenak, sekedar meredakan rasa takutnya atau pun menyesali perbuatan sebelumnya. Inilah akhir, dia akan meninggal di tangan mantan bosnya sendiri yang terkenal psychopath, batinnya bersuara dengan senyuman miris terlihat.

"Kau sudah datang rupanya."

Suara bernada dingin dan datar menyambut kedatangan Azusa yang kini mendongakkan kepalanya begitu pengawal yang berada di sisi kirinya menarik surainya tanpa rasa kasihan. Bahkan Azusa yang telah memperlihatkan wajahnya yang sudah habis di penuhi luka dan lebam, sedikit meringis ketika beberapa puluh helai rambutnya tercabut dengan paksa oleh tarikan tersebut.

Meski samar, Azusa bisa menangkap seseorang tengah duduk dengan gaya bossy-nya di bawah cahaya lampu yang remang-remang dan merupakan satu-satunya sumber cahaya di tempat yang entah berantah ini.

"Taeyong, tertarik untuk bermain?" pertanyaan yang terdengar santai namun terdengar bagaikan panggilan kematian, membuat bulu kuduk Azusa seketika meremang. Manik Greynya bergulir kesetiap sudut dan sepasang mata sipit itu membulat horror saat mendapati kenyataan bahwa tidak hanya satu orang mantan bosnya yang berada di tempat ini, melainkan dua orang yang terkenal dengan kesadisannya saat bertugas.

Berulang kali, pemuda yang tinggal menghitung waktu sebelum mendapatkan penyiksaannya, kembali meratapi kesialannya. Andai ia mengenal sosok yang menjadi lawannya tempo hari lebih cepat. Andai ia bias bersembunyi lebih baik. Namun, bersembunyi sebaik apapun meski di lubang cacing sekalipun, ia akan tetap di temukan mengingat orang-orang ini bukan tandingannya.

Mafia yang tengah memimpin dunia bawah saat ini, berhasil merebut dengan paksa dari pemimpin sebelumnya dan terkenal sebagai pemimpin yang paling di takuti karena kekejaman sekaligus kesadisannya tanpa mengenal belas kasih. Bagaimana mungkin ia sanggup mengalahkan mereka? Frères diable atau iblis bersaudara adalah sebutan untuk mereka. Dan kedua orang itu kini berada tepat di depan matanya.

Suara langkah kaki terdengar mendekati sosok Azusa yang berwajah pias. Tubuh tegap pemuda yang tak lain adalah Chanyeol, memandang korbannya dengan tatapan keji dan seulas senyuman iblis bertengger di bibirnya.

"Jika kau ingin bermain, bermainlah sendiri Hyung. Aku tidak ikut ambil bagian." Sahut Taeyong sembari melakukan sedikit peregangan sebelum berlalu meninggalkan sang kakak dan pemuda malang yang di ikuti dua penjaga yang sebelumnya membawa Azusa kehadapan Chanyeol.

Lelaki bersurai merah itu mendengus kecil sebelum mensejajarkan tingginya dengan Azusa yang memandangnya penuh rasa takut dan ia menyukainya. Ini semacam energi tambahan yang membuatnya semakin bersemangat untuk menyiksa mainannya setiap kali kejadian yang sering terjadi ini tengah berlangsung.

"Kau tahu apa kesalahanmu, Azusa-san?"

Tenggorokan pemuda itu seketika terasa kering. Matanya bergerak gelisah, berusaha untuk tidak memandang sosok di hadapannya yang memancarkan aura menyeramkan.

"A-Aku tidak tahu." Sahutnya kecil berharap jawaban yang ia berikan tidak salah.

Namun perkiraannya ternyata salah besar, terbukti aura itu semakin gelap dengan menghantarkan hawa dingin dan kelam. Nafasnya sendiri tercekat akibat aura tersebut seolah-olah oksigen di sekitarnya menghilang begitu saja. Ini mengerikan, tidak. Ini berkali-kali lipat mengerikan di bandingkan apapun, batin Azusa.

"Kau bilang tidak tahu? Baiklah, karena kau salah satu anak buahku dulunya, aku akan berbaik hati memberi tahukannya padamu."

Jari telunjuk Chanyeol tergerak menelusuri wajah Azusa dengan perlahan hingga terus turun menuju dada pemuda itu.

"Kau melukai, ah tidak-tidak. Itu terdengar sangat kasar." Chanyeol memberikan jeda pada ucapannya dengan tangannya kini merapikan pakaian Azusa yang kotor dan robek di beberapa tempat.

"Kau menyentuh 'milikku' dengan tangan kotormu itu. Kau menyentuh properti 'milikku' dan aku tidak pernah menyukai jika seseorang bisa melakukan hal itu." Dengan penuh penekanan di setiap kata 'milikku', Chanyeol telah merubah ekspresi wajahnya menjadi dingin dan datar.

"K-Kumohon, bunuh saja aku." Pinta Azusa terbata-bata. Ia sudah tidak sanggup bertahan lebih lama dari ini.

Seketika suara tawa Chanyeol terdengar dengan keras, seolah baru saja ia mendengar sebuah lelucon yang teramat lucu. Di detik kemudian tawanya terhenti dengan tangan memegang surai Azusa erat dan kasar.

"Siapa kau berani memerintahku, huh? Kuberitahu satu hal, membunuh adalah hal yang mudah untukku. Memenggal kepalamu, mencabut jantungmu atau bahkan menancapkan pisauku ke otakmu bisa kulakukan dalam hitungan detik. Tapi apa kau beripikir aku akan melakukannya setelah melihat perbuatanmu pada JonginKu?"

Akhirnya Azusa menyadari satu hal, berita tentang Mafia Park Seungcheol yang memiliki putra sulung sebagai tangan kanannya yang terobsesi pada adiknya sendiri adalah benar. Kesalahan yang di anggap biasa di mata orang awam, namun tidak akan berlaku pada pemuda yang umurnya sekitar 10 tahunan di bawahnya yang menganggap bahwa kesalahan yang ia lakukan adalah kesalahan teramat besar.

"Mata ini, mata yang sudah berani melihat KaiKU. Hidungmu yang dengan leluasa menghirup aroma KaiKU. Bibirmu juga yang sesuka hatinya berbicara pada KaiKU. Dan kedua tangan kotor ini yang dengan seenaknya menyentuh KaiKU. Bahkan mungkin semua ada pada dirimu telah melakukan banyak hal pada KaiKU. Dan kau memintaku membunuh semudah itu? Jangan membuatku tertawa. Karena aku akan melakukan sesuatu yang bahkan tidak bisa menyentuh kata pantas untuk memalas semua perbuatanmu." Jelas Chanyeol panjang lebar dengan sebelah tangan yang tidak menarik rambut Azusa, memegang sebilah pisau dengan ukiran unik pada ganggangnya.

Sepasang mata onyx Chanyeol memandang sosok Azusa dari atas bawah dengan pandangan menilai. Azusa sendiri hanya bisa berharap, berharap semua ini cepat selesai meski ia tahu mantan tuan mudanya ini akan melakukan sebaliknya. Atau setidaknya ia diberikan penghilang rasa sakit agar ketika dirinya mendapat hukuman, tidak dirasakan. Namun itu hanya sesuatu yang mustahil terjadi.

Orang yang terobsesi terhadap sesuatu memang sangat mengerikan, terlebih orang itu seperti sosok di depannya. Ia jadi berpikir, inikah yang orang-orang sebelumnya yang juga pernah berada di posisinya kini mendapatkan perlakuan yang sama?

"Well, kudengar kau suka seni. Tertarik melihat dan menilai seniku?"

.

.

.

Taeyong melirik ke arah luar kaca mobil dimana gudang bekas tak terpakai yang tengah di gunakan sang kakak sebagai tempatnya bermain, hanya bisa menggelengkan kepalanya sebelum kembali mencoba fokus pada notebook di depannya. Tulisan demi tulisan yang di bacanya, jujur membuat Taeyong menguap malas melihatnya. Jika bukan karena Pak Tua itu, ia tidak akan berada di posisi membosankan ini dan akan bersenang-senang dengan Jongin.

Mengingat sosok pemuda yang berada di Negara yang berbeda darinya kini, membuat kilasan demi kilasan terbayang di benaknya. Sudut kanan bibirnya di tarik keatas, membuat smirk sinis yang mengandung banyak arti.

"Aku tidak sabar menunggu saat itu tiba." Gumam Taeyong misterius.

.

.

.

"KUTANYA SEKALI LAGI, DIMANA KYUNGSOO?" teriakan menggelegar dari sosok yang terikat di atas kursi dengan wajah yang biasanya tidak menampilkan ekspresi apapun, terlihat merah padam menahan amarah.

Seseorang yang juga berada di satu ruangan yang sama dengannya, hanya menutup mulutnya tanpa mengeluarkan sepatah katapun sejak 2 jam lalu dan itu membuat Sehun merasa geram.

"Entahlah, aku tidak tahu orang itu dimana." Itu bukan Hyungseok yang menjawab, melainkan sosok yang paling di bencinya dan menjadi list teratas di buku hitamnya. Ayahnya sendiri, Oh Jinwoo yang ternyata sejak tadi berada disana dan terduduk dengan nyaman di kursi yang sudah di siapkan anak buahnya. Sebuah cerutu yang berada di sela jemarinya, ia dekatkan ke belahan bibirnya lalu menyesap nikotin tersebut dengan perlahan.

"Apa maksudmu?" sinis Sehun tak suka.

Jinwoo tak langsung menjawab, namun Hyungseok yang sedari awal terdiam kini terlihat mengeluarkan sebuah remote dari sakunya dan menekan salah satu tombol hingga beberapa puluh foto dari seseorang yang sangat berarti bagi Sehun terlihat di layar monitor. Matanya membelalak tak percaya ketika dirinya melihat foto demi foto yang menampilkan kondisi Kyungsoo yang tidak berdaya ketika dirinya di siksa habis-habisan hingga tak sadarkan diri.

"K-Kau-"

"Sejak awal aku sudah memperingatkamu, Anakku. Dan apa yang terjadi sekarang itu semua bukan sepenuhnya kesalahanku, kau juga ikut andil di dalamnya dengan terus bersikap membangkang." Potong Jinwoo tenang.

Melihat ketenangan sang Ayah setelah melakukan perbuatan keji seperti itu, membuat perasaan benci itu kian membesar. Bagaimana bisa dia melakukan hal seperti itu? Dulu, ia akui orang itu adalah sosok yang ia jadikan panutan dan berharap bisa menjadi sepertinya. Namun sekarang, ia menyesali semuanya.

"Jangan memandangku dengan tatapan seperti itu. Sejak awal aku bukanlah malaikat. Aku adalah seorang Iblis yang tidak segan-segan membunuh para hama di jalanku. Bahkan jika hama itu adalah kau sekalipun, aku tidak akan segan-segan membunuhmu dengan cepat tanpa jejak. Dan kekasihmu itu adalah salah satu contoh sekaligus peringatan untukmu. Lakukan seperti yang kukatakan, maka hal seperti ini tidak akan terulang."

Sehun yang mendengarnya hanya bisa terdiam dengan tatapan kosong. Jika waktu bisa di putar ulang, ia akan memilih tidak menjalin hubungan dengan Kyungsoo dan hanya memandang pemuda mungil itu dari jauh, maka hal seperti ini tidak akan terjadi.

Melihat keterpurukan sang anak, membuat Jinwoo tersenyum puas.

'Terpuruk lah dan kemudian kau harus bangkit menjadi anakku yang seharusnya.' Batin Ayah dari Sehun itu dengan punggungnya menyandar pada kursi di belakangnya.

"Andai kau tidak mengetahui semuanya, aku akan membiarkanmu pergi tanpa satupun goresan di tubuhmu. Namun kenyataan lebih kejam, kau harus mati agar semua tetap di jalannya." Gumaman kecil Jinwoo yang masih dapat di tangkap Sehun namun pemuda itu tidak dalam posisi untuk memikirkan hal lain selain Kyungsoo-nya.

.

.

.

Mentari telah berada di puncaknya hari. Para siswa-siswi yang tengah beramai-ramai di kantin, terlihat bagaikan kumpulan semut di mata Jongin. Ia menghela nafas dan berlalu begitu saja hingga sebuah tepukan di pundaknya membuat langkahnya terhenti.

"Aku ingin berbicara denganmu."

Suara dingin dan datar yang tertangkap ke pendengarannya, membuat Jongin memutar tubuhnya dan mendapatkan sosok Sehun berdiri di depannya dengan aura yang berbeda di bandingkan dengan kemarin. Aura yang di keluarkan Sehun kali ini terasa asing, menurutnya.

"Tapi aku tidak ingin berbicara denganmu." Sahutnya ketus dan kembali ketujuan awalnya, menuju atap sekolah yang sebelumnya tanpa sengaja ia temukan ketika dirinya terlibat perkelahian tempo hari dengan pemuda Oh di depannya.

GREBB

"Aku memaksa, Kim Jongin."

Pemuda tan itu mengernyitkan keningnya mendengar nada penuh penekanan yang meluncur dari bibir tipis Sehun. Ada yang tidak beres, batinnya ketika menyadari sesuatu tengah terjadi pada Sehun. Meski baru sekali keduanya berinteraksi, Jongin bisa menyadari dengan cepat kondisi seseorang. Salahkan saja dia yang terlalu sering melihat orang-orang yang dekat dengannya, harus mengalami penyiksaan fisik maupun psikis dari kedua orang itu.

"Kalau begitu, katakanlah. Aku sedang tidak dalam kondisi untuk meladenimu seperti tempo hari."

Ucapan Jongin memang tidak salah. Jika Sehun berniat mengajaknya berkelahi, ia tidak yakin bisa membalas mengingat luka yang semalam sudah terbuka itu di jahitnya kembali begitu ia sampai di apartement tuanya. Dan jika terbuka lagi, itu akan menjadi masalah besar mengingat saat ini ia berada di kawasan sekolah. Meski Chanyeol dan Taeyong tidak berada di sekitarnya, ia bisa merasakan orang-orang suruhan kakaknya yang menggantikan posisi mereka untuk mengawasinya. Jongin memang mendapat kabar bahwa kedua saudaranya itu di berikan tugas oleh sang Ayah di L.A, namun bukan berarti ia bisa bebas bersikap semaunya.

Sehun terdiam sejenak, memandang manik coklat tua yang seolah menyedotnya untuk terus melihatnya dengan tatapan yang sulit di artikan.

"Mulai detik ini kau adalah kekasihku! Dan aku tidak menerima penolakan." Sahutnya tegas, membuat keduanya kini menjadi pusat perhatian. Baru kemarin ia mendapatkannya, dan hari ini pun juga ia rasakan?

Jongin memandang Sehun dengan tatapan tidak percaya. Bagaimana, bagaimana bisa orang ini mengucapkan hal yang membuat nyawanya di ujung tanduk tanpa ia ketahui? Manik pemuda Kim ini bergerak gelisah, berharap suruhan Chanyeol tidak mendengar maupun menyaksikannya. Namun harapan hanya tinggal harapan ketika ia melihat sosok tak asing berdiri tak jauh dari posisinya.

Orang di hadapannya ini sedang dalam bahaya.

.

.

.

Pemuda bertubuh tinggi dengan surai keemasan milikna hanya menghembuskan asap rokok yang di hisapnya beberapa waktu lalu dengan satu helaan yang cukup keras. Batang rokok yang terselip di sela jemarinya yang tersisa setengah, didekatkan ke belah bibirnya dan menghisap nikotin itu sekali lagi.

"Tunggulah sebentar lagi," gumam pemuda itu seraya mengenakan kacamata hitam yang sebelumnya di kaitkan di kantong bajunya dan berlalu begitu saja, meninggalkan tempatnya berdiri beberapa waktu lalu.

.

.

.

.

.

.

.

TBC or END?

Bagaimana ffnya? Anehkah? Membosankankah? Atau nggak nyambung? -_-

Dan, sudah berapa lama ff ini menganggur? Tidak sampai setengah tahun kan? #laugh. Sebenarnya Ryuu makin malas lanjutin ff ini sama ff yang lainnya. Selain tidak ada waktu karena sibuk buat pembukaan MTQ, Ryuu merasa ff ini semakin lama semakin membosankan.

Jika tidak ada yang minta ff ini di lanjutin, mungkin Ryuu biarin menganggur sampai berjamuran. Untuk chapter 6, Ryuu bagi jadi 2 part oke? Alasannya karena Ryuu tidak sanggup buat ff terlalu panjang.

Apa jalan cerita ff ini sudah mulai bisa di tebak?

Terima kasih banyak dan maaf tidak bisa membalas reviewnya satu per satu. Dan hallo untuk pembaca baru #flyingkiss.

Kalau Ryuu nggak update lebih dari 3 s/d 6 bulan, itu berarti Ryuu antara lupa atau malas #nyengir.

Sampai jumpa di part 2 dan ff lainnya.

Mind to review?

Friday, 03 June '16