A/N : Fic ini bertempat di dimensi kamui, saat Obito bertarung dengan Kakashi
Warning : Fic gaje, author masih latihan menulis. Time Travel Fic. Obikaka Friendship (non-yaoi), slight KakaRin. Maafkan daku kalau ada typo.
Disclaimer : Naruto dan semua karakternya milik Kishi-sensei. Author tidak memilik hak cipta atas semua karakter yang ada dalam fic ini.
.
.
.
Kakashi menatap teman lamanya. Ia masih tidak percaya sama sekali.
Obito. Uchiha Obito. Anak kecil ber-goggle yang selalu terlambat dalam segala hal. Pecundang klan Uchiha yang bercita-cita menjadi Hokage. Anggota team Minato yang super duper berisik yang juga menyukai Rin.
Teman pertama Kakashi yang seharusnya sudah mati.
Kakashi tidak tahu harus merasa senang atau sedih. Dia senang kalau Obito masih hidup, namun dia sedih ketika Obito sudah berubah menjadi orang yang tidak ia kenal.
Uchiha Obito sudah mati. Yang berdiri di hadapannya hanyalah sebuah monster tanpa nama yang menghancurkan dunia. Yang membunuh orang-orang yang disayanginya.
Kakashi tidak percaya ia menghabiskan sebagian besar waktunya berdiri di depan monumen peringatan untuk mengenang teman lamanya yang sebenarnya masih hidup. Berkeliaran di bumi dengan nama Uchiha Madara dan menyebabkan kekacauan dimana-mana.
Selama ini, Kakashi telah mengenang seorang penjahat.
Sebenci apapun Kakashi dengan Obito, ia tidak bisa menyalahkannya.
Tidak bisa sama sekali.
"Kau membiarkan Rin mati.."
Itu janji terakhir Obito, dan ia tidak dapat memenuhinya.
Ia membiarkan Rin mati.
Ia membiakan seluruh dunia mati, karena itu Obito berpaling dari cahaya.
Siapa yang sebenarnya penjahat? Dirinya atau Obito?
Kakashi tidak tahu lagi.
Semua orang melihat dunia bagaikan yin dan yang, hitam dan putih, jahat dan baik. Dan tentu saja, mereka menunjuk Obito disisi jahat, hitam, yin. Sedangkan Kakashi di sisi sebaliknya.
Semudah itu kah mereka melihat dunia?
Ah, Kakashi benar-benar tidak tahu. Si genius Hatake Kakashi, satu-satunya non-Uchiha pemilik sharingan, shinobi yang sudah meniru lebih dari 1000 jutsu, anak satu-satunya dari Hatake Sakumo The Whita Fang, benar-benar tidak tahu.
Dunia yang ia lihat berwarna kelabu. Ia tidak dapat membedakan yang mana hitam dan yang mana putih, yang mana yin dan yang mana yang, mana yang jahat dan mana yang baik.
Kelabu. Hitam dan putih menjadi satu.
Ia tidak tahu di pihak mana ia berdiri. Ia harus membunuh Obito, ia tahu itu. Itu tugasnya sebagai seorang teman. Tugasnya untuk mengakhiri apa yang ia mulai.
Namun ia juga ingin menyelamatkan Obito. Menyelamatkannya dari kegelapan. Menariknya ke arah cahaya. Sama seperti apa yang Obito lakukan kepada Kakashi dulu, sebelum misi jembatan Kannabi.
Obito menarik Kakashi dari kegelapan bayangan ayahnya. Ia menariknya ke arah cahaya.
Dan Kakashi ingin melakukan hal yang sama pada Obito. Ia rela mengorbankan dirinya untuk hal itu.
Dunia lebih baik tanpa dirinya. Ia seharusnya mati tertimpa batu saat jembatan Kannabi itu.
Tidak akan ada perang. Madara tidak akan bisa memperalatnya karena Kakashi bukanlah seorang Uchiha.
Ah, seandainya itu terjadi. Dunia pasti akan damai.
Tapi sekarang? Kakashi tahu ia masih dapat mengubah dunia. Mengubah dunia seperti dulu lagi. Walaupun itu berarti ia harus mengorbankan nyawanya.
"Masa depan seorang shinobi adalah kematian."
Kakashi lah yang mengucapkan kalimat itu. Ia benar-benar paham akan hal itu.
Masa depan shinobi adalah kematian. Kakashi tahu ia pasti akan mati. Jadi, tidak akan ada bedanya kan jika kematiannya dipercepat sedikit?
Lagi pula, seluruh hidupnya ini adalah pinjaman yang diberikan Obito saat itu. Saat misi jembatan Kannabi.
Kakashi benar-benar siap untuk mati. Karena itu ia tidak menghindar ketika Obito mencuri jurusnya dan berlari ke arahnya, bersiap menusuknya.
Jarinya tidak bergerak membikin segel untuk berpindah tempat, menghindari jurus itu. Tangannya tidak bergerak untuk membuat jutsu menangkal Chidori Obito.
Ia hanya berdiri di sana, menunggu kematian menjemputnya.
Kakashi tidak bergerak sama sekali.
.
.
.
Obito berlari ke arah Kakashi dengan cepat. Chidori -jurus original Kakashi- berada di tangannya, membakar kelima jarinya dengan chakra petir yang begitu dahsyat.
Dan ya, dia terkejut ketika Kakashi tidak menghindar sama sekali.
'Apa yang Bakakashi lakukan?' Obito bingung, namun tidak melambatkan gerakannya.
'Ah sudahlah, dengan begini semua akan jadi lebih mudah.'
Obito berlari, dan menusukkan Chidori-nya ke tubuh Kakashi yang sama sekali tidak menghindar. Tangannya menembus dada Kakashi, tepat di bagian jantung. Membuat lubang besar di tubuh teman lamanya.
Kakashi memuntahkan darah melalui maskernya. Obito tersenyum puas.
"Kau benar-benar menyedihkan, Kakashi. Padahal semenit yang lalu, kau mengoceh akan membunuhku."
Kakashi hanya terdiam, menatap Obito dengan tatapan tajam dari kedua matanya yang saling berbeda warna.
"Aku tidak tahu apa yang kau rencanakan Kakashi. Untuk jaga-jaga, aku akan menemanimu sampai kau mati. Lagi pula, aku menyukai eksperesimu." Obito tertawa. Tangannya masih terkubur di dalam tubuh Kakashi. Ia dapat merasakan detak jantung temannya semakin melemah, melemah dan melemah. Ia benar-benar tidak mengerti. Ia tahu Kakashi merencanakan sesuatu. Tapi ia tidak tahu sesuatu itu apa.
Obito menghitung detak jantung temannya. Apa pun yang Kakashi rencanakan, ia tidak peduli lagi. Lagipula, memangnya orang mati dapat merencanakan sesuatu ya?
Ah, ia lupa dengan Minato-sensei dan Nagato. Tapi itu kasus berbeda. Saat ini, ia punya urusan lain yang lebih pantas ia pikirkan ketimbang sampah yang ada di hadapannya ini.
Satu..., dua..., tiga...
Detak jantung Kakashi terasa semakin lambat dan samar. Beginilah Rin mati, sama seperti Kakashi mati. Terbunuh oleh jurus terkutuk ini.
Obito berpikir, apakah ini yang Kakashi rasakan ketika membunuh Rin? Menusuk temannya sendiri menggunakan jurus andalannya. Padahal Kakashi telah berjanji untuk melindungi Rin. Ia telah berjanji pada Obito. Hanya satu janji, dan ia gagal memenuhinya.
Apakah itu sulit? Hanya untuk melindungi Rin, apakah itu sulit?
Lima..., enam...
Obito menghitung. Apakah Kakashi juga menghitung detak jantung Rin?
Ah, tidak. Itu tidak mungkin.
Obito melihatnya. Bagaimana Kakashi langsung mencabut tangannya dari tubuh Rin dan menjatuhkannya bagaikan sebuah karung beras. Ia tidak menghitung detak jantung Rin, ia bahkan tidak peduli untuk meletakkan mayat Rin dengan lembut.
Ia membanting tubuh Rin ke tanah.
Apakah Kakashi merasa sedih? Obito yakin bahwa jawabannya tidak.
Ia tidak menangis. Yang menangis hanyalah Sharingan nya -Sharingan Obito.
Ah, mungkin Kakashi merasa sedih. Setidaknya bersalah. Ya, ia harus merasa bersalah. Lagipula Kakashi lah yang membunuh Rin.
Namun ia tidak mengeluarkan air mata sedikit pun. Dan itu membuat Obito geram.
Sembilan...
Obito senang. Karena ia berhasil membalas kematian Rin. Ia berhasil membunuh Kakashi dengan cara yang sama saat ia membunuh Rin
Sepuluh.
Tidak ada detak jantung lagi. Obito memperhatikan tubuh teman lamanya menjadi lemas di tangannya. Bagaikan sebuah balon yang kempes. Kedua matanya yang masih menatap Obito sudah tidak memiliki tanda-tanda kehidupan lagi, dan tubuhnya tidak bergerak sedikit pun.
Obito tersenyum. Hatake Kakashi sudah mati.
Ia mengeluarkan tangannya. Seketika itu mayat Kakashi jatuh ke tanah, sama seperti mayat Rin waktu itu.
Obito menghela nafas, lalu tertawa puas.
Dengan kematian Kakashi, semua akan semakin mudah. Naruto akan berputus asa karena sensei-nya sudah mati. Dan itu akan membuat Obito semakin mudah membunuhnya.
Tidak akan ada yang bisa menghentikan kamui nya. Dengan Sharingan Kakashi, Obito akan membangkitkan Eternal Mangekyou. Walaupun hanya satu mata, mata kirinya memegang Rinnegan.
Dan ketika ia berhasil merebut Juubi dari Madara, ia akan menjadi tak terkalahkan.
Semua akan menjadi lancar, Mugen Tsukuyomi akan terwujud dan dunia akan ditelan dunia mimpi.
Dunia mimpi dimana Rin hidup.
Tawa keras memecah keheningan dimensi Kamui, Obito berjalan ke arah Kakashi untuk memulai langkah awal menuju mimpinya.
Mengambil Sharingan milik Kakashi.
Ia menghampiri tubuh Kakashi yang sudah tak bernyawa di lantai. Tubuhnya di penuhi luka, debu, dan darah akibat perang. Hal itu wajar sih, namun yang membuat Obito sedikit merinding adalah wajahnya.
Wajah Kakashi terlihat begitu damai. Saking damainya, ia terlihat seperti tersenyum.
Apa yang Kakashi rencanakan? Apa Obito sudah terkena perangkap?
Obito mengeluarkan chakranya, mengelilingi setiap sudut dimensi kamui dalam posisi siaga. Apakah Kakashi masih hidup? Itu tidak mungkin. Ia sudah mengecek chakra Kakashi berulang kali dengan sharingan-nya saat ia menusuk Kakashi dengan chidori. Jadi, tidak mungkin kalau yang ia bunuh adalah bunshin.
Chakra Obito berpendar ke seluruh ruangan. Ia bernafas lega ketika ia tidak dapat mendeteksi chakra manapun. Ia benar-benar sendiri di dimensinya bersama tubuh Kakashi -yang sudah tak bernyawa.
Obito berjongkok di samping kepala Kakashi. Tangannya bergerak menuju mata kiri Kakashi. Namun sebelum ia dapat menyentuhnya, Obito berhenti.
Sebuah suara petir menghentikan pergerakan Obito.
Dengan perlahan, ia menoleh ke sebelah kanannya, ke tempat suara itu berasal.
Disana Obito melihat dia -dirinya yang lain- dengan tangannya yang dilapisi chidori terkubur jauh di dalam tubuh Kakashi.
Obito terkejut. Genjutsu! pikirnya dalam hati.
Membentuk segel kai dengan tangannya, pemandangan di depannya tidak berubah sama sekali. Obito mendesis.
Sial! Aku tahu sampah bodoh itu pasti merencanakan sesuatu!
Obito berusaha mematahkan genjutsunya dengan Sharingan, namun tak berhasil. Dengan kesal, ia mengambil kunai dan menusukkaannya ke telapak tangannya. Tak ada yang berubah.
Obito mengutuk Kakashi dan segala kejeniusannya. Oh, idiot itu benar-benar menyebalkan!
Tak bisa melakukan apa-apa, Obito melihat kejadian yang berada di hadapannya. Ia memperhatikan bagaimana tubuh Kakashi jatuh ke tanah persis seperti yang ia lihat sebelumnya.
Namun ia benar-benar terkejut ketika mayat itu -tubuh Kakashi- berubah menjadi mayat lain. Tubuh Rin.
Sepasang mata sharingan dan rinnegan terbuka lebar. Perhatiannya teralih ketika Obito mendengar suara petir lagi di sebelah kirinya.
Obito melihat Kakashi -versi kecilnya- menusuk Rin dengan chidori tepat di jantung. Pemandangan yang ia lihat 18 tahun lalu.
Versi kecil Kakashi yang tengah menusuk Rin, meleleh. Berubah menjadi sesuatu -seseorang- yang lebih tinggi, lebih besar.
Obito terkejut bahwa seseorang itu adalah dirinya sendiri.
Obito -dirinya yang lain- menusuk Rin dengan chidori di dada, tepat di jantung. Tangannya menembus dada Rin, dan ia dapat melihat ekspresi yang terpasang di wajahnya.
Sedih, takut, dan ... senang.
Tidak ada kebencian dalam sepasang hazel milik Rin, seakan-akan ia menerima kematiannya dengan tangan terbuka.
Obito sempat berpikir kalau ini adalah rencana Kakashi untuk mengubah pendiriannya.
"K-Kakashi..." Kata itu keluar dari mulut Rin sebelum akhirnya tubuh itu menjadi lemas. Obito melihat, kembali melihat adegan yang sudah berulang kali ia lihat. Saat dirinya yang lain mengeluarkan tangannya dari tubuh Rin, meninggalkan sebuah lubang raksasa di dadanya. Saat tubuh Rin terhempas jatuh ke tanah, lemas tak bergerak. Saat cahaya kehidupan sudah tidak bersinar dari sepasang mata Rin.
Obito menggeram. Semua ini hanyalah genjutsu. Kakashi berusaha mengacaukan pikirannya. Namun, tetap saja keputusan Obito tidak akan berubah. Ia akan menaklukan dunia shinobi dan membangun dunia mimpi. Dunia dimana tidak ada tangis dan air mata. Ya, itulah keputusan Obito. Apa pun yang Kakashi lakukan, pikirannya takkan berubah.
Obito mengambil kunai dari kantong senjatanya, berniat melemparkannya ke arah bayangan genjutsu yang berada di sebelah kanan dan kirinya. Sebelum ia dapat melakukannya, ada sebuah tangan yang menggenggam tangannya dengan erat, menghentikan gerakannya. Insting bergerak, Obito segera melompat mundur, kunai di tangan, dan berdiri dalam posisi siaga.
Sepasang mata sharingan-rinnegan nya terbuka lebar menandakan pemiliknya merasa terkejut. Mayat Kakashi yang awalnya terbaring di lantai -yang ia bunuh dengan tangannya sendiri- kini berubah menjadi sosok gadis berusia 13 tahun berambut pendek coklat dan ada tato persegi di kedua pipinya.
Rin.
Rin berdiri tegak menghadapnya. Tak ada satu luka menghiasi tubuhnya. Tak ada lubang besar bersandar di dadanya. Tidak ada darah, debu, keringat.. tidak ada sama sekali.
Wajahnya mulus seperti biasa. Tidak ada percikan darah dan air mata. Tak ada luka goresan sama sekali. Mata hazelnya yang besar sama persis seperti yang sering Obito lihat dulu. Bibirnya, hidungnya.. semua sama seperti Rin yang Obito lihat dulu.
Namun Obito tahu kalau ini genjutsu. Kalau Rin yang ada di hadapannya hanyalah sebuah ilusi. Ilusi kejam yang digunakan oleh Kakashi. Karena itu ia tidak menurunkan kunainya sama sekali.
Kakashi dan segala kejeniusannya. Sial.
Rin berdiri di sana. Memperhatikan Obito dari ujung rambut sampai ujung kaki. Ketika ia melihat Obito belum menurunkan kunainya, ia menatapnya dengan tajam.
"Kau berpikir kalau ini benar-benar genjutsu ya?"
"Huh?" Obito bingung. Tentu saja ini genjutsu. Jangan harap Kakashi dapat mempengaruhinya dengan mudah.
Rin masih menatapnya dengan tajam. Dan kali ini, ada sedikit kebencian di mata hazelnya. Kebencian yang ditujukan pada Obito. Obito sedikit merinding.
"Aku tak tahu apa yang kau rencanakan, Kakashi. Tapi kau tidak bisa mempengaruhiku semudah itu. Hanya karena ilusi Rin, aku tidak akan mengubah pikiranku sama sekali." kata Obito pada Rin -ilusi Rin- yang masih menatapnya dengan kebencian. Obito berusaha membuat nada bicaranya datar, seakan-akan ia tidak terpengaruhi sama sekali. Namun sebenarnya, ada sesuatu dalam dirinya yang bergetar ketika Rin menatapnya dengan penuh kebencian.
Ini hanya genjutsu. Ilusi. Trik kotor yang digunakan oleh Kakashi. Jangan terpengaruh!
Obito mengulang kalimat itu di pikirannya. Berusaha meyakinkannya sendiri. Peluh membanjiri tubuhnya.
Itu hanya satu tatapan, dan Obito merasa dirinya meleleh.
Dalam sekejap, suasana di sekeliling Obito berganti. Ia sudah tidak lagi berada di dimensi kamui nya. Melainkan berada di tempat kosong berwarna putih. Tidak ada benda apapun di sekelilingnya, lantai pun tak ada. Transparan, kosong, putih.
Obito tidak tahu dimana ia berada. Tempat yang benar-benar aneh. Genjutsu lagi?
Ah tidak mungkin. Semua terlalu nyata. Obito penasaran bagaimana Kakashi dapat membuat sebuah genjutsu yang begitu nyata -begitu kuat. Rin, ia terlihat begitu hidup. Ilusi yang bagaikan kenyataan. Bahkan sharingannya pun tak bisa mematahkannya.
Seandainya Rin benar-benar hidup, Obito ingin memeluknya.
Namun ia menahan hasratnya itu. Tidak saat Rin yang dihadapannya hanyalah ilusi. Tidak setelah ilusi Rin itu memberinya tatapan itu.
Tatapan penuh kebencian.
Obito tidak tahu apa ia dapat bertahan jika bertemu Rin lagi.
Obito menghela nafas. Yah.., setidaknya ia sendiri. Sendiri di tempat yang aneh ini. Tidak ada lagi ilusi Rin, tak ada lagi Kakashi, tak ada lagi siapa-siapa.
Obito benar-benar sendiri.
Atau setidaknya itu yang ia pikirkan, sampai sebuah suara membuyarkan lamunannya.
"Ay... ergi..., .. kashi."
.
.
.
"Ayo pergi, Kakashi."
Rin menarik tangan Kakashi -versi kecil Kakashi- untuk pergi meninggalkan tempat itu. Lebih tepatnya, meninggalkan sosok yang berdiri di belakang Kakashi.
Mata hazel Rin berusaha untuk tidak melakukan kontak langsung dengan mata sharingan-rinnegan yang terus menerus menatapnya. Rin mengunci tatapannya dengan Kakashi dan terus menarik tangannya dengan kuat, berusaha untuk membuat remaja berambut putih itu bergerak dari tempat berdirinya.
Kakashi -remaja berambut putih- itu, tidak bergerak sama sekali. Tangannya dikepalkan berkali-kali saat Rin memohonnya untuk pergi dan meninggalkan tempat itu. Kedua alis peraknya seakan-akan menyambung, dan terlihat bahwa Kakashi berulang kali menggigit bibir bawahnya. Dua isyarat yang simpel namun cukup untuk menandakan bahwa ia sedang menjalani pertarungan dahsyat dalam pikirannya.
"Kakashi! Kumohon... ayo kita pergi dari sini.." Rin terus memohon pada Kakashi, memohonnya untuk pergi dari sini. Untu pergi bersamanya ke alam sana. Tangannya terus menarik tubuh Kakashi yang seakan-akan tertempel di tempat.
Rin sudah tak tahan lagi. Melihat sesosok figur yang berdiri di belakang Kakashi, ia sudah tak tahan lagi.
Obito terus terdiam menatap kedua versi kecil dari anggota teamnya. Begitu ia menyadari bahwa Rin berusaha menghindarinya, hatinya terasa seperti tertusuk.
"Kakashi.. ayo. Sensei dan Kushina-san ada di ujung sana. Sakumo-san juga ada. Ibumu juga. Kau ingin bertemu ibumu kan? Kau ingin bertemu mereka kan?" Rin memohon pelan.
"Rin, aku-"
"Obito juga ada disana. Dia menunggumu. Masih dengan senyum konyolnya itu. Karena itu, ayo-"
"Rin." potong Kakashi dengan tegas. Tangannya balik memegang pergelangan tangan Rin dengan kuat, seakan-akan memberinya sebuah teguran. Tatapan onyx-sharingan nya menancap dalam dengan hazel milik Rin.
"Uchiha Obito masih hidup." Tangan Rin bergetar. Mata hazelnya mulai berkaca-kaca. Namun Kakashi melanjutkan kalimatnya, dengan nada yang lebih pelan. "Kau tahu itu kan, Rin? Ia masih hidup. Kau bisa melihatnya kan? Karena itu aku akan-"
"Uchiha Obito sudah mati, Kakashi." ucap Rin pelan. Ia jatuh terduduk di lantai, air mata mengalir bebas dari kedua matanya. "Obito.. tidak akan mungkin melakukan ini. Menyebabkan kekacauan dimana-mana.., ia tidak mungkin melakukan itu.."
"Rin.."
".. Uchiha Obito yang asli akan melindungi teman-temannya. Ia bermimpi menjadi Hokage dan ia tidak akan pernah menyerah.. Ia tidak mungkin membunuhmu Kakashi.."
"Rin, hentikan.."
Rin menggeleng. "Ia selalu terlambat.. dengan berbagai macam alasan. Selalu berlari kesana kemari dengan senyum konyol itu di wajahnya.. Ah, dan goggle itu.. Ia tak pernah melepas goggle itu."
Kakashi terdiam. Rin terus melanjutkan kalimatnya
"Dia.. selalu mengoceh akan mengalahkanmu.., ketika sharingan nya bangkit. Senyumnya itu.. ekspresinya itu ketika ia akhirnya berhasil mendapatkannya.." Rin terisak. "Walaupun di ujung kematiannya.. senyum itu.. masih saja terpampang di wajahnya. Kau lihat kan, Kakashi? Ekspresinya di bawah batu itu.."
Rin menggigit bibirnya. Berusaha menahan isakan tangis yang mengancam keluar dari mulutnya.
"Ia.. sudah mati, Kakashi. Dirinya yang sebenarnya.. sudah mati. Karena itu Kakashi.. kumohon. Hentikan. Kau tidak perlu melakukan ini.."
Dengan perlahan, Kakashi berlutut di hadapan Rin. Menatapnya dalam-dalam dengan sepasang onyx-sharingan nya.
"Dia temanku, Rin. Aku tak bisa meninggalkannya.." ucap Kakashi dengan lembut, selembut yang ia mampu. "Orang yang meninggalkan temannya, lebih rendah dari sampah, Rin. Aku tak mau lebih rendah dari sampah. Setidaknya, tidak untuk yang kedua kalinya."
Rin membalas tatapan Kakashi. "Walaupun ia membunuhmu..?"
Kakashi menggelengkan kepalanya. "Aku meninggalkannya. Karena itu, aku akan membawanya kembali."
Dengan lembut, Kakashi mengangkat tubuh Rin. Mengubah posisi awal mereka yang awalnya terduduk di lantai menjadi berdiri. Tatapannya masih terkunci rapat dengan tatapan Rin. Dan Rin terkejut betapa banyak kehangatan yang bisa terpancar dari mata onyx-sharingan itu.
Kakashi tersenyum. Senyuman terhangat yang pernah Rin lihat.
"Aku berjanji," kata Kakashi dengan keyakinan penuh. "Aku akan mengembalikan Uchiha Obito yang asli."
Dengan kalimat itu, Kakashi melepaskan tangan Rin, membalikkan badan, dan berlari kepada sosok yang tengah mematung di belakangnya.
.
.
.
Obito terkejut. Kakashi -versi kecil Kakashi- berlari ke arahnya. Dan Obito tidak bisa menghindar. Seakan-akan ia terlem dengan kuat di tempat ia berdiri
Semua terjadi begitu cepat. Kakashi berlari ke arahnya. Ketika ia menyentuh tubuh Obito, tubuhnya berubah menjadi gas dan masuk ke dalam tubuh Obito. Dan seketika itu juga, pandangan Obito kabur dan akhirnya, ia terbangun dari genjutsu -ilusi- itu.
Obito menemukan dirinya kembali berada di dimensi kamui, tanpa ia sadari pandangannya bertatapan dengan sharingan Kakashi di depannya. 3 tamoe itu berputar cepat untuk beberapa saat, perlahan-lahan mulai melambat, sampai pada akhirnya berhenti.
Baru pada saat itu, Obito menganalisis posisinya.
Tangan berbalut chidori terkubur jauh di dalam tubuh temannya. Tepat di dada kiri, bagian jantung. Kedua mata Kakashi terbuka lebar dan menatapnya dalam-dalam. Salah satu tangannya mencengkram lengan Obito yang terkubur dalam dirinya dengan kuat, tidak memberikan kesempatan baginya untuk lari.
Lupakan lari. Untuk mengeluarkan lengannya pun, ia tidak bisa.
Obito merasakan detak jantung Kakashi di tangannya. Perlahan-lahan semakin pelan dan halus. Ia tahu bahwa Kakashi tidak punya banyak waktu. Ia juga tahu bahwa Kakashi menyadari hal itu.
Tiga..., empat...
Tanpa sengaja Obito menghitungnya. Detak jantung Kakashi. Begitu halus dan melambat. Sebentar lagi Kakashi akan mati, namun Obito tidak yakin bahwa dirinya bisa selamat dari apapun yang teman lamanya rencanakan.
"Aku berjanji, aku akan mengembalikan Uchiha Obito yang asli."
Lima..., enam...
Sambil bergetar, tangan kiri Kakashi terangkat. Membentuk sebuah segel yang benar-benar simpel, namun tak pernah ia lihat sebelumnya.
Chakra perak aneh keluar dari tubuh Kakashi, menyelimuti mereka bagaikan kabut. Obito merasakan dunia disekeliling mereka berputar lambat, seakan-akan mereka berdua terhisap ke dalam portal menuju dimensi lain. Apapun portal itu, Obito yakin bahwa Kakashi sama sekali tidak membawa mereka keluar dimensi kamui.
Waktu melambat, dan Obito dapat melihat dengan jelas bagaimana kedua mata Kakashi perlahan membentuk huruf U terbalik. Membentuk sebuah senyuman khasnya. Senyuman hangat sama seperti yang ia berikan pada Rin sebelumnya.
Bisikan halus memenuhi Udara. Dan kedua shinobi itu sudah menghilang dari tempatnya.
"Toki kūkan Ryokō no Jutsu!"
.
.
.
Begitu terbangun, Obito menemukan dirinya berada di masa lalu.
A/N : Woah, panjang. Maafkan author jika fic nya terlalu panjang dan bikin bosan. Sungguh, author hanya manusia biasa TT_TT
Masalah jutsu yang di gunakan Kakashi, sumpah author gak tau bahasa Jepang. Itu author translate pake Google Translate. Maklum lah, author juga gak punya temen yang ngerti bahasa jepang. Itu kalo dalam bahasa inggris artinya Space-time Travel no Jutsu. Kalo ada yang tahu bahasa jepangnya, boleh kasih saran lewat PM.
Minna-san, tolong di review fic gaje ini ya. Review kalian akan menolong author di masa mendatang. Jadi, mohon bantuannya ya!
Salam hangat, Takashiro Yuki.