Fifty Shade of Uzumaki

Dentingan balok es yang bersimbukkan dengan gelas kaca adalah saksi bisu- kebimbangan sang tuan muda Uzumaki. Mata safirnya memilih melanglang buana menatap langit malam tak berbintang di luar jendela itu. Jangan tanyakan apa sebabnya pemuda (yang katanya adalah) pemenggang kategori 'the most attractive entrepreneur of Konoha' bisa berakhir di tempat bernama bar tersebut, pikirannya agak kacau dan akhirnya- disinilah dia duduk di salah satu bar ditemani dengan segelas Kros Vodka, merek favoritenya. Baru kali ini saja pemuda itu merasakan hal ini, dan penyebabnya tak lain dan tak bukan adalah pria berobsedian yang tadi siang di ajaknya makan bersama.

Kini pemuda itu tengah berada di salah satu bar kenamaan yang berada di Otto, dengan segelas Vodka yang menemaninya di waktu 'senggangnya' itu. Sebenarnya bisa saja pemuda itu menenggelamkan dirinya dalam tumpukkan dokumen yang harus di kajinya, mengingat tumpukkan dokuman yang di bawa Iruka-san ke hotelnya tadi pagi, ia pria yang sangat sibuk dan agak workaholic, tentu dokumen itu akan menjadi pelarian manis dari kebimbangannya. Namun ya kini pemuda itu duduk di salah satu meja bar, bersama Vodkanya, sendirian ditemani kekudusannya (kekhusyukkannya?) sendiri, tampa memperdulikan dentaman music disco yang mengelilinginya, ataupun para pengaggumnya yang menatapnya penuh harap mendapatkan perhatian pemuda itu barang sebentar saja. Saling menyelami kekosongan hati masing-masing bila beruntung, atau mungkin berakhir ke tempat yang lebih private?

Tuan muda Uzumaki itu akhirnya memandang ke sekelilingnya- iris biru langitnya membulat saat bersimbukkan pada sebuah sosok familiar.


Winter Esmé Harper proudly present

'Fifty Shade of Uzumaki'

Genre: Romance, Drama

Rate: T/M (ga tau yang mana xD)

Language: Indonesia

'Naruto' Alternative Univers

Pair: Naruto x Sasuke, Kyuubi x Itachi slight

Copyright (c) owner

Warning: Boys Love, Another Univers, OOC (penyesuaian dengan cerita), Typo, etc

If you don't like the story please press the back bottom-
if you like it i just wanna say 'Happy Reading' *smiles*


Chapter 4. Reproach


"Sendirian saja?"

Sebuah suara yang familiar terdengar oleh Sasuke, pemuda itupun membalikkan badannya kemudian menemukan sosok sang kakak disana.

"Itachi!?"

Kaget? Tentu saja pria bersurai malam itu kaget mendapai sang kakak berada di sini- maksudnya ayolah itu gay bar. Bagaimana sang kakak bisa ada disana? Dan Hell! Itachi bahkan nampak santai kemudian duduk di sebelah dirinya seperti tak ada kejadian apapun.

"Tequila, Extra Añejo (1)." Itachi memesan segelas minuman pada sang bartender.

Sasuke memandang kakaknya tidak percaya, pria yang di hormatinya sebagai kakak, kenapa Itachi biasa ada di sini. "Bagai-"

"Bagaimana aku bisa ada disini?" Itachi memotong perkatan Sasuke. "Jawabannya simple- aku mengikutimu. So- Gay Bar, huh?"

Sasuke menunduk. Itachi benar-benar orang terakhir yang Sasuke inginkan mengetahui oriantasi seksualnya. Sasuke merutuki kebodohannya. Seharusnya ia tak seburu-buru ini- mencari pelarian yang salah, padahal bukan ia benar-benar sudah kehabisan option. Ia hanya mengambil pilihan terburuk dalam hidupnya, ia rasa ia sudah cukup sial mengakui soal dirinya pada Naruto. Kini ia benar-benar merasa dipecundangi.

"Tak perlu bertampang seperti dunia telah berakhir begitu, Sas." Itachi menyuput Tequilanya. "Aku tak mempermasalahkan orientasimu."

Sasuke masih terdiam- lebih tepatnya mungkin bingung harus berkata apa. Mungkin pikirannya terlalu kacau sehingga ia tak benar-benar bisa berpikiran jernih. Ia bisa saja mengelak, bisa saja ia lari- seperti bagaimana ia lari dari perasaanya sebelum rasa itu sempat terucap dari bibirnya- walau ia yakin pemuda pirang itu tahu apa maksdunya.

"Uzumaki Naruto, huh?" Sebuah nama yang tak ingin di dengar Sasuke terucap dari mulut sang kakak. "Aku bisa melihat kenapa kau bisa jatuh cinta pada pemuda itu."

"Kau tidak mengerti Itachi." Sebuah kalimat akhirnya meluncur dari bibir Sasuke yang sendari tadi hanya mengatup.

"Dia bukan gay, Sasuke."

"Aku tahu." Sasuke menegak habis segelas Gin di hadapannya. "Aku sangat tahu."

Bagaimana dirinya bisa selemah ini? Ia merasa seperti perempuan dengan segala perasaan labil mereka. Seolah seluruh logikanya di ambil alih oleh perasaannya dan itu sangat menjijikkan bagi dirinya. Uchiha Sasuke bukan gadis labil yang putus cinta, seharusnya ia bisa lebih tenang mengambil keputusan, dengan logika, tampa terseret perasaan. Persetan dengan perasaannya.

"Aku menyukainya. Aku tak bisa membantah itu." Sasuke agak terkejut kalimat itu begitu lancar keluar dari mulutnya, tak sesulit yang ia bayangkan rupanya.

Itachi menyeringai mendengar pengakuan sang adik. "Lalu dia menolakmu?"

"Tidak. Maksudku- aku bahkan belum mengatakan perasaanku." Sasuke memainkan bibir gelasnya. "Ia tahu aku akan mengatakannya, ia menghindarinya sebelum aku sempat berkata."

Kini keduanya terdiam, Sasuke kembali pada memori memalukan itu, sedang Itachi nampak kaget dengan pengakuan sang adik. Ia berpikir Naruto sudah menolak sang adik, namun ternyata Sasuke bahkan belum menyatakan perasaanya dan adiknya sudah sedepresi ini? Bagaimana bila sudah di tolak? Bunuh diri kah?

"Ah ya ada paket untukmu." Itachi mengeluarkan sebuah box dari tas kerjanya, lalu menaruhnya di meja depan Sasuke. "Paket tampa nama pengirim."

Sasuke mengambil paket itu kemudian merobek bungkusnya. Ia menemukan sebuah buku dengan cover yang cukup vulgar.

"Lady Chatterley's Lover (2)?" Sasuke menatap sang kakak. Sang kakak mengeleng.

Sasuke membuka cover buku tersebut. Sebuah novel ternyata. Agak terbelalak melihat tanggal cetak buku tersebut.

"Kenapa?"

"Ini cetakan pertama. Tahun 1926." Seketika itu Sasuke sadar siapa pengirim novel tersebut. "Apa mau pria itu?"

"Kau tahu siapa pengirimnya?"

"Kita tahu siapa pengirimnya, Itachi." Sasuke menjawab pertanya Itachi agak sengit.

"Mungkin sebaiknya kau membacanya."

"Aku tahu novel ini. Aku pernah mendengarnya dari teman sekampusku. Ini novel erotis. Untuk apa dia mengerimiku novel yang memalukan dunia persastraan ini?" Sasuke agak membanting novel itu ke meja di hadapannya. Ia jelas kesal, apa si bodoh itu menghinanya? Mengirimi novel yang seperti ini benar-benar kurang ajar.

"Jadi kau mau bagaimana, Sasu?"

"Tentu saja aku akan mengembalikan novel ini pada nya, Itachi." Sasuke mengambil nove itu kemudian segera beranjak dari kursinya bergerak menuju tempat yang lebih sepi.


Sasuke memandang deretan nomor yang terpampang di layarnya. Ia agak ragu menekan tombol dial berwarna hijau itu. Tadi ia memang termakan amarah, kini ia kembali bimbang. Ia memandang novel pada ngenggamannya. Apa sebaiknya ia membaca novel itu terlebih dahulu? Ia tahu kurang lebih isi novel itu, novel yang menceritakan soal cinta terlarang, antara suami, istri, dan selingkuhan sang istri, dikemas dengan bahasa dewasa dan erotis. Sasuke merasa ia harus mengurungkan niatnya menelepon pria pirang itu. Ia tak tahu sekarang jam berapa, mungkin saja pria itu sudah tertidur. Sasuke mengingat kepribadaian pemuda itu saat baru bangun tidur. Mungkin tak buruk- ia bisa mendengar sisi lain dari Naruto kan? Akhirnya Sasuke memencet tombol dial tersebut.

"Uzumaki Naruto, yang berbicara disini."

Sasuke terdiam mendengar suara Naruto, suara khas itu- entah kenapa suara itu begitu memabukkan.

"Sasuke?" Naruto berkata lagi dengan suara ramah. Samar-samar Sasuke dapat mendengar suara dentuman musik disco- pemuda itu juga berada di bar, huh? Bermain wanita pasti- pikir Sasuke jelek.

"Kenapa kau mengirim buku itu?"

"Nampaknya, kau tengah berada di bar, Sasuke." Naruto berkata dengan nada agak cemas?

Sasuke merutuk kebiasaan pemuda itu, ia tengah bertanya disini- Sasuke rasanya ingin menapar wajah tan itu. Jangan memjawab pertanyaan dengan pertanyaan.

"Kau juga kan?" Sasuke berkata tak mau kalah.

"Ya." Naruto menjawab singkat. "Kau ada di bar mana?"

"Bar di Otto."

Naruto tertawa singkat mendengar jawaban Sasuke. "Aku tahu Sasuke. Di bar apa?"

"Apa pedulimu."

"Aku hanya penasaran."

"Kau tak perlu tahu." Sasuke berkata dingin.

"Bagaimana kau akan pulang?" Naruto kini mengubah topik.

"Aku akan pulang sesukaku."

"Jadi di bar mana kau berada sekarang Sasuke?"

Sasuke mendelik. Pria itu benar-benar tidak sopan. "Kenapa kau mengirimiku buku itu?"

"Uchiha Sasuke, beritahu aku di bar mana kau ada, sekarang." Naruto berkata agak memerintah.

"Begitukah caramu bertanya pada orang lain?"

"Teme."

"Dobe."

Keduanya terdiam, beberapa saat.

"Aku ada di Gay Bar. Kau puas?"

"Aku bertanya nama barmu, Sasuke." Nada suara Naruto agak disparate.

"Good night, Mr. Uzumaki." Sasuke memutuskan sambungan telepon tersebut. Sasuke mengacak rambutnya. Naruto sama sekali tak menjawab pertanyaannya. Mission Fail.


Sasuke berjalan kembali ke kursinya. Itachi masih duduk disana, namun tak lagi sendirian. Seorang pemuda tampan bersurai merah dan bermata violet kini duduk di samping Itachi. Hack! Baru berapa memit di tinggal Itachi kini sudah di Hint (3)oleh orang lain.

"Itachi. Maaf menunggu." Sasuke duduk di tempatnya kembali.

"Ah- kau tak sendirian." Pemuda bersurai merah itu agak kaget. "Aku pikir bisa membawamu ke second floor (4). Mungkin di tearoom (5) kalau kau suka."

Itachi nampak memutar bola matanya. "Jadi kau mau membawaku ke second floor, Kurama?"

"Ya tentu- kalau kau tak keberatan."

Sasuke kini bingung. Nampaknya pemuda merah yang dipanggil Itachi dengan sebutan Kurama itu mungkin bukan pemuda yang menggoda kakaknya, nampaknya mereka saling mengenal jadi Sasuke memilih tak peduli kemudian mulai membuka novel digenggamannya kemudian membacanya.

"Nampaknya partnermu terlalu dingin? Diam saja saat kau di goda pria lain" Pemuda itu melirik Sasuke.

"Dia adikku, Kurama." Itachi memandang gelas kosongnya. "And sorry Kurama, i'm not swing over-there (6)." Itachi berusaha menyelesaikan permasalahan kesalapahaman pria di sampingnya itu. Pemuda merah itu begitu saja duduk di sampingnya, memesankannya sebuah minuman lalu mulai menggodanya dari tadi. Seenaknya memperkenalkan diri lalu mulai nyerocos tidak jelas.

"Guess so, than why you're here Mr. Bent (7)?"

Itachi kembali memutar bola matanya. Ia tidak mengerti apa yang dimaksud pemuda itu, Mr. Bent entah apa arti kata itu. Pemuda itu benar-benar membuatnya jengah. "Tak bisakah kau hanya pergi. Dan jangan menggagguku."

Kurama akhirnya nampak menyerah kemudian bangkit dari kursi disamping Itachi kemudian bermaksud pergi, namun nampaknya langkanya berhenti.

"Akhirnya aku menemukanmu Ky- emm Kurama." Sebuah suara familiar didengar ketiga orang tersebut.

"Kau yang sibuk dengan telepon sialanmu itu."

"Screw you! Don't ever invite me to do your random cruising (8) habit of your, bastard. I gotta go."

Awalnya Sasuke masih fokus pada novelnya. Namun ketika merasa suara itu benar-benar familiar terdengar di gendang telinganya. Sasuke akhirnya mencari sosok yang memanggil Kurama. Dan apalah kata kebetulan sial yang terjadi- sosok familiar bersimbukkan di hadapan Itachi dan Sasuke.

"Uzumaki Naruto."


"Ehem- kalian saling mengenal?" Kurama membuka pembicaraan.

Sasuke dan Itachi memandang sosok pemuda pirang yang kini telah nampak dengan tenang dengan segelas Vodkatinnya.

"Mereka pernah mewawancariku. Majalah 'Company' aku rasa kau familiar dengan majalah itu, Kyu-niisama."

Pantas saja Sasuke merasa sosok bersurai merah itu familiar. Ia pernah melihat pemuda itu, di kantor Naruto. Lukisan keluarga itu. Bagaimana ia bisa lupa?

"Ah!" Pemuda bermata violet tersebut mengacak rambutnya agak frustasi. "Wartawan, sangat hebat."

"Sudah aku peringatkan untuk menghentikan kebiasan burukmu itu." Naruto nampak tenang berbeda jauh dengan sang kakak yang nampak agak depresi. Yah bagaimanapun ia baru saja menggoda wartawan, mau ditaruh dimana muka perusahaanya.

"Seperti kau innocent saja." Sang kakak kini membalas ejekkan sang adik.

Naruto menyeringai. "Sudahlah. Kita naik ke Second Floor bukan untuk membuatmu depresi."

Ya kini mereka berempat ada di salah satu ruangan di Second Floor. Jelas kakak adik Namikaze-Uzumaki itu mencari tempat yang lebih privasi. Naruto menyodorkan gelas Vodkatinya pada sang kakak. "Jangan berwajah menjijikan begitu, Kyuu-nii."

Sang adik kini berdiri kemudian berjalan ke depan Sasuke dan Itachi.

"Sebutkan nominasi yang kalian inginkan." Naruto mengeluarkan sebuah cek kosong, lalu menyodorkannya pada kakak beradik Uchiha itu. "Aku tak ingin pembicaraan ini sampai 'keluar'."

Sasuke berdiri, merebut dan merobek cek tersebut lalu membuangnya sembarang. "Aku tak butuh suapanmu."

"Uchiha Sasuke, aku rasa kita bisa bicara baik-baik. Ya kan?" Naruto tersenyum- agak berbahaya, Itachi dapat merasakan aura tak menyenangkan dari senyum Naruto, walau nampak adiknya tak menyadari adanya rencana jahat di balik senyuman itu.

"Pembicaraan ini tak akan 'Keluar'." Itachi menarik adiknya untuk kembali duduk. Sasuke memang masih agak tidak dapat memahami situasi.

Gila- siapa yang tidak kaget dengan sikap Naruto yang berubah secepat angin? Nampaknya Naruto sangat menganyayangi sang kakak sampai ia tak akan ragu melenyapkan keberadaan orang lain dengan tangannya sendiri. Dan disini dirinya dan sang adik ada pada lokasi yang kurang baik. Naruto bisa saja dengan mudahnya menyingirkan mereka berdua bila diperlukan.

"Majalah 'Company' adalah majalah bisnis. Bukan majalah Gossip- jadi kalian bisa tenang."

"Masuk akal. Tapi apalah arti sebuah kata-kata. Kita butuh hitam di atas putih."

Naruto memang seorang pebisnis. Itachi sadar kemana arah pembicaran ini. "Aku akan menandatangani kontaknya."

"Itachi!" Sasuke nampak protes dengan keputusan sang kakak.

"Aku harap Mr. Uchiha Sasuke turut menandatanganinya."

"Tentu." Putus Itachi sepihak.

"Itachi, kita perlu bicara." Sasuke memandang 2 pria lain di ruangan tersebut. "Empat mata."

Naruto seolah mengerti lalu menyeret kakaknya keluar dari ruangan itu.


"Bagaimana kau bisa begitu saja memutuskan hal ini? Kau bahkan tak bertanya akan keputusanku!?"

"Sas, kita tahu Naruto pria yang berbahaya." Sang kakak membuka mata sang adik akhirnya. "Kau pernah mewawancarai pria itu kan? Seharusnya kau sadar."

Sasuke tak menjawab, ia sadar. Entah apa yang pria kaya itu dapat perbuat pada dirinya dan kakaknya. Naruto jelas gila mengatur dan bila mereka sampai menghancurkan hal itu- entah apa yang akan Naruto lakukan.

"Publik harus tau betapa berengseknya mereka." Sasuke memijat dahinya.

"Dan keluarga Uzumaki tak akan diam dengan tindakan kita. Sekarang hal terbaik yang bisa kita lakukan hanya mengunci mulut kita, Sasuke."

Sasuke terdiam. Inikah maksud pemuda pirang itu? Bahwa ia bukan pria yang tepat bagi Sasuke? Naruto hanya pria berengsek biasa yang hanya mengginginkan hubungan badan dari pada percintaan? Jelas sudah semua perkataan pemuda itu. Tidak melakukan hal classic seperti berpacaran? Pemuda itu hanya mencari kehangatan di atas ranjangnya. Sasuke merasa jijik bisa menyukai Naruto. Pantas saja dia begitu ahli membuatnya begini, permainan cinta adalah hal kasual untuknya.


"Kau sudah makan?"

Sasuke tak menjawab Naruto. Ia tengah tenggelam dalam pikirannya sendiri, terlalu banyak terkaan dalam benaknya.

"Sasuke." Panggilan itu menyadarkan lamunan si surai hitam.

"Hn?"

"Kau sudah makan?"

"Belum." Sasuke menggeleng.

"Mau makan dulu sebelum aku antar kau kerumah?" Nada suara Naruto agak cemas.

"Kenapa kau menolakku?"

"Maksudmu?" Naruto lagi nampak menghindari topik ini.

"Di restoran itu. Kalau kau memang seberengsek kakakmu seharusnya kau langsung membawaku ke kamar terdekat." Sasuke berkata tampa berpikir.

Naruto tertawa mendengar kalimat Sasuke. "Apa aku terlihat seperti gumpalan hormon yang siap meledak kapanpun bagimu?"

"Kakakmu terlihat begitu." Sasuke menjawab jujur. Mau bagaimana lagi mereka disana sama sama tahu bagaimana Namikaze Kyuubi menggoda kakaknya tadi, walau Naruto tak melihat- pasti pemuda itu sudah kenal benar habitat sang kakak.

"Pernah dengar soal 'A great gentlemen have a sexuality disorder'?"

"Jadi kau sama saja dengan kakakmu."

"Aku punya preference yang berbeda dengan kakakku." Seringai kecil bertenger di wajah tan tampan itu. "Well- kau mau makan?"

"Tak bisakah kau memberikanku sebuah ciuman, daripada bertanya soal makan." Sasuke benar-benar tak peduli sudah seberapa rendahnya dia di depan pemuda pirang itu. Persetan dengan semuanya.

"Kau baru saja minum di bar dan kau tak makan. Kau tahu itu sudah melangar hal pertama dalam kontrak."

"Maksudmu?"

"Jangan minum-minum dan jaga tubuhmu dengan baik Sasuke." Naruto memandang Sasuke dari kaki sampai kepala. "Kau terlalu kurus."

"Kau nampak seperti orang yang peduli."

Naruto tak membalas perkataan Sasuke. Sasuke menghela nafas kesal. Naruto terlalu licin untuk di jebak, padahal ia sudah berkata cukup jelas.

"Kenapa kau dan kakakmu bisa berada di gay bar?"

"Kakakku mengikutiku."

"Kau sudah come-out (9)?"

Sasuke menggagguk. Awkward- situasai mereka benar benar canggung sekarang. Naruto tetap berfokus pada jalan karena ia sedang menyetir. Sasuke memilih memandang keluar jendela.


Mereka tiba di Otto Hotel. Sasuke tak tahu harus berkata apa. Ia hanya mengikuti langkah pemuda pirang di depannya. Naruto membukakan lift bagi Sasuke kemudian membiarkan pria itu masuk lebih dahulu.

Sasuke menerka-nerka, Naruto menanggapi undangannya tadi dengan serius. Bagaimanapun kini Naruto membawanya ke Otto Hotel. Seingatnya pemuda itu menginap di sana selama ia berada di Otto.

Pintu lift terbuka di lantai 34. Kali ini Naruto keluar lebih dahulu nampak menujukkan jalan. Pemuda itu membuka pintu kamar 3404 lalu mempersilahkan Sasuke masuk. Sasuke masih mematung di koridor, tak bergerak memasuki kamar tersebut.

"Aku rasa aku akan mandi lebih dahulu. Kecuali kau mau mandi lebih dahulu?"

Sasuke tercekat dengan perkataan Naruto. Agaknya ia bahkan lupa bernafas. Naruto memberikan sebuah senyum menawan pada Sasuke. Jadi mereka benar-benar akan? Sasuke memasuki kamar Suite Room itu, agak cangung.

"Duduklah dimanapun yang kau suka."

Naruto mengutak atik handphonenya sebentar sebelum masuk ke kamar mandi.

Sasuke menghela napas Sasuke tak percaya pada kondisinya sekarang. Mengapa dia begitu ragu? Ini hal yang diinginkannya kan? Bukan ini mimpinya? Seharusnya ia menawarkan diri untuk mandi bersama. Bayangkan saja ia dapat melihat tubuh atletis tan itu tampa tertutup sehelai benangpun. Terkutuklah hormonya yang kini terlah bergejolak hanya karena membayangkannya.

Sasuke merasa seperti menggeliat... ia merasa ketidaknyamanan.

Hmm ... Desire. Ini adalah keinginan. Seperti inikah rasanya.

Sasuke duduk di tepi ranjang empuk itu. Membayangkan pergulatan panas yang mungkin akan mereka lakukan diatas sana. Bagaimana lengan kekar itu memeluknya- bagaimana jemari lentik itu menyentuhnya- Sasuke merasa celananya tiba-tiba saja sempit. Namun Sasuke kembali teringat, Pemuda itu begitu antagonis; dia juga sulit dimengerti, pikirannya terlalu rumit, dan membingungkan. Satu menit dia menolak dirinya, berikutnya ia mengirimkan novel erotic edisi pertama yang Sasuke yakin tak murah, belum lagi kejadian di bar itu. Naruto terlalu membingungkan- seolah pemuda itu memiliki banyak pribadi dalam satu tubuhnya.

Sasuke ingat sorot mata dingin itu, melindungi sang kakak dari apapun dengan uangnya. Huh? Menggelikan. Agak kesal sebenarnya dengan cara Naruto memberinya cek. Perlu di ajari uang tak bisa membeli segalanya. Naruto terlalu lancang dan kurang ajar. Untung ia tak seberengsek kakaknya.

Naruto keluar dari kamar mandi hanya berbalutkan sebuah handuk pada pinggangnya. Ia masih nampak bercukur. Sasuke memandang ke kamar mandi- pada Naruto yang nyaris telanjang di depannya. Agak menelan air lirnya, Naruto nampak hot dan sexy. Sasuke benar soal tubuh Naruto yang nampak maskulin dengan keenam ABS six-packnya, otot dadanya yang jadi, tulang selangkanya, otot bisep dan trisepnya yang sempurna. Tubuh itu lebih indah dari semua patung pahatan di dunia. Naruto benar-benar maskulin, tidak berotot berlebihan seolah tubuh itu begitu pas. Bau musk dan citrus yang keluar dari kamar mandi memenuhi indra pembau Sasuke. Ini benar-benar sebuah dosa, untuk menjadi semenawan Naruto. Kaya, pintar, dan tampan, benar-benar tipe pria berengsek yang sempurna. Naruto sosok yang terlalu Gray-Stu (10) bila di hadapkan pada sebuah sastra.

Naruto berdehem pelan, mengembalikan Sasuke dari lamunannya yang semakin liar. "Mandi?"

"Hn."

"Aku akan menyuruh Iruka membawakanmu pakaian ganti."

Sasuke masuk kedalam kamar mandi. Air hangat dan menenangkan membasuh tubuh Sasuke. Sasuke merasa ia rela tinggal di kamar mandi ini, Sasuke meraih tubuh- menyabuninya- ini bau yang sama seperti harum pria pirang itu. Tidak dia dia boleh masturbate di sana sekarang. Cumming (11) nya hari ini harus dengan Naruto pikir Sasuke agak kotor.

Sebuah tetukan terdengar.

"Masuk." Seorang nampak memasuki kamar mandi itu.

"Aku akan meletakkan baju gantimu diatas meja wastafel."

"Hn."

Langkah itu tak lama keluar. Ketukan itu benar-benar menyadarkan Sasuke. Ia tak bisa lama-lama dalam kamar mandi itu.


"Aku harap kau menandatangani kontak itu."

Sasuke duduk di depan Naruto, beberapa lembar berkas ada di atas meja dihadapannya. "Soal kakakmu?"

"Ya- dan tentang privasiku." Naruto menggetuk-ngetukka jari telujuknya diatas meja.

"Privasi-mu?" Sasuke memandang Naruto mohon penjelasan.

Naruto menghentikan ketukkan jarinya. "Ya aku pernah bilang padamu- aku selalu menjaga privasiku." Naruto tersenyum. "Aku tak ingin pembicaraan kita terdengar keluar."

"Maksudmu?" Sasuke masih agak kurang paham dengan pernyatan Naruto.

Naruto menyeringai. Nampak seolah sangat paham bahwa Sasuke tak paham dengan perkataannya. "Aku rasa kau bilang bahwa kau menyukaiku."

Sasuke menggigit bibir bawahnya. Bolehkah dia berharap kini?

"Sasuke aku setuju memasuki hubungan yang lebih dari pertemanan denganmu. Dengan caraku." Sasuke jelas terkejut mendengar kalimat itu. "Aku akan menyiapkan paperwork-nya. Kau bisa membaca dan menkajinya. Bila kau setuju, kita bisa menandatanganninya."

Naruto berdiri lalu mendekaiti Sasuke, ia memegang dagu pria di hadapannya itu sekarang. "Jangan gigit bibir bawahmu."

Perintah- jelas bukan permintaan. Sasuke sadar benar sifat Naruto. Sasuke berhenti menggigit bibirnya sendiri.

"Fuck the paperwork."

Naruto bergerak mendekati Sasuke, tak lama kemudian, pernahan kedua bibir itu telah bersatu. Tak ada kelembutan dalam sentuhan pertama itu, Naruto jelas mendominasi- agak kasar dan penuh nafsu. Sasuke membuka mulutnya, membiarkan sang dominan mendominasi mulutnya. Lidah naruto nempak ahli menjelajah liang basah sang submissive, ciuman itu jelas panas, indra pengecap tak bertulang itu sepertinya lidah itu ingin memeriksa daerah tutorial barunya. Satu kata yang bisa menggambarkannya, liar, ciuman itu terlalu liar untuk di gambarkan. Sasuke agak kesulitan mengimbangi ciuman itu pun menyerah pasrah terhadap perlakuan Naruto.

Yang mengakhiri ciuman itu adalah sebuah ketukkan pintu. "Masuk." Sasuke membersihkan saliva yang meluncur didagunya, sedang Naruto kembali duduk di kursinya.

Tak lama pintu terbuka, nampak seorang pria yang seingat Sasuke bernama Iruka masuk dengan food tray, "Naruto-sama. Saya mengantarkan makanan yang anda pesan.

"Terimakasih Iruka-san."

Iruka masuk kemudian meletakkan 2 buah piring makanan di atas meja. Satu untuk Naruto, satu lagi mungkin untuk Sasuke. Iruka menatap beberapa lembaran kertas di dekat Sasuke, lalu melirik sang tuan muda. "Sedang sibuk?"

"Iruka-san."

"Baiklah. Saya mohon diri kalau begitu." Iruka-pun keluar dari kamar itu.

"Tanda tanganlah. Lalu kita makan."

Sasuke membaca sekilas berkas tersebut, lalu menanda-tanganinya. "Kenapa paperwork yang lain tak sekalian saja?"

"Aku ingin menikmati makan malam bersama kita, Sasuke." Alasan klise mungkin. "Aku akan memberikannya di pertemuan berikutnya. Apa sabtu besok kau kosong?"

"Ya. Aku berencana cuti di hari itu."

"Great." Naruto mengambil handphonenya- nampak membuat sebuah penggila.

"Kakashi-san. Aku memerlukan Charlie Tango."

Sasuke memandang Naruto, Who in the hell is Charlie Tango?

"Hmm... dari otto, kurang lebih jam 8 malam. Aku harap kau bisa berjaga semalaman."

Se-semalaman?

"Ya, aku akan menelepon di pagi harinya. Aku akan melakukan penerbangan dari Otto ke Konoha."

Penerbangan?

"Standby saja. Jam 8 malam." Naruto menutup teleponnya.

Sasuke bernar-benar ingin mengajarkan sopan santun pada Naruto. Tidak ada kata tolong ataupun terima kasih, yang benar saja!? "Apa mereka selalu melakukan apa yang kau inginkan?"

"Ya- kalau mereka masih ingin bekerja." Naruto berkata arogan.

Sasuke memutar bola matanya. "Bagaimana kalau mereka tak mengerjakannya?"

"Mereka akan mengerjakannya." Naruto melempar handphonenya sembarang ke atas ranjang. "Jadi Sabtu ini aku akan menjemputmu jam 8 malam, lalu kita akan terbang ke Konoha."

"Tunggu- terbang?"

"Ya." Naruto menatap Sasuke. "Aku memiliki helicopter."

"Terbang dari Otto ke Konoha?"

"Ya." Naruto menjawab tak banyak berekspresi.

"Kenapa?"

"Karena aku mau." Tak ada penjelasan setelah kalimat itu. Sasuke tahu Naruto memang arogan. Seharusnya ia tak perlu bertanya.

"Habiskan makananmu. Aku akan membawamu pulang setelah kau selesai makan."

Sasuke menghabiskan mac and cheese di hadapannya itu. Setelah habis Naruto mengantar Sasuke ke lobby, pemuda pirang itu menawarkan diri untuk mengantarkan Sasuke pulang ke rumahnya dengan Bugatti-nya.

Sasuke melirik Bugatti hitam di hadapannya, sebenarnya penasaran dengan hal itu dari tadi, tapi iatak mau bertanya bagaimana mobil itu bisa berada di Otto. Seingatnya terakhir mereka pergi bersama Naruto menggunakan Ferrari, kini merek mobilnyapun telah berganti.

"Bugatti ini milik kakakku. Ferrariku di pakainya." Lagi- Naruto seolah tahu apapun di pikiran Sasuke. "Ayo masuk." Naruto membukakan pintu untuk Sasuke.


Tak lama mereka telah tiba di rumah Sasuke, Sasuke membuka pintu rumah lalu berjalan masuk ke ruang tamu. Langkah pemuda bermata onxy itu berhenti melangkah saat melihat Itachi tengah duduk diatas sofa tampa atasan.

"Itachi?"

Yang dipanggil jelas kaget lalu segera bangun dari kursi dan memakai kemejanya.

"Sa-Sasuke!? Kau sudah pulang?" Itachi menghampiri sang adik.

Pandangan Sasuke menghorror saat melihat Kyuubi bangun dari sofa yang tengah di dudukki kakaknya tadi, tampa atasan.

"Kalian?" Sasuke memandang dua sosok di depannya itu bergantian.

"Tanganmu benar-benar cekatan ya, niisama?" Naruto berkata dengan nada agak mengejek.

Kyuubi nampak tidak terima dengan pernyataan Naruto. "Aku tidak sepertimu yang tak punya nyali untuk bergerak."

Naruto tersenyum pada sang kakak. "Kita memang berbeda niisama. Aku bukan orang ceroboh yang serang sana sini."

Kedua kakak adik Namikaze-Uzumaki itu saling menatap penuh arti. Meninggalkan dua sosok Uchiha itu terdiam.

"Pakai bajumu, niisama. Kita pulang." Naruto tetap nge-bossy walau dengan kakaknya sendiri. Kyuubi-pun nampak patuh dan mengikuti Naruto. Sasuke heran sebenarnya yang menjadi kakak disini Naruto atau Kyuubi.

"Sampai jumpa besok, Sasuke." Naruto mengecup pipi porcelen submissivenya. Kyuubi meberikan kedipannya pada Itachi. Lalu kedua kakak adik itupun keluar dari apartemen keluarga Uchiha.


TBC


A/N:Tada aku sedang liburan~ senin aja sih. Karena senggang aku akhirnya membuat Chapter empat ini. Pendek? Ya apa boleh buat hanya sabtu ini aku bisa senggang karena libur tambahan di hari senin xD Chapter ini banyak istilah nampaknya ._. aku bingung gimana indonesiainnya *disparate* Jadi aku kasih kamus di bawah. Aku galau mau bikin ini mirip FSOG ato di bikin agak versiku alhasil begini jadinya dong :3 Semoga ga mengecewakan. Maaf reviewnya belom bisa aku bales ;_; next chapter ya aku balesnya~ Thanks buat para reviewer dan reader, jangan kapok membaca dan mereview cerita abal ini. I love you all~

(1) Extra Añejo : Jadi Tequilanya udah agak berumur biasanya tiga taon keatas ._.
(2) Lady Chatterley's Lover : Novel erotic karya D. H. Lawrence
(3) Hint : Digodain gitu
(4) Second Floor : Kayak Lounge, isilahnya kamar lah.
(5) Tearoom : Sex di kamar mandi umum *blush*
(6) Not Swing over-there : Kalo di kaliamat Itachi sih artinya dia ga Gay ._.
(7) Bent : Panggilan orang 'Straight' dari para Slash
(8) Cruising : Cari mangsa buat ML *blush*
(9) Come-out : Istilah buat orang yang udah ngaku kalo dia Gay ._.
(10) Gray-Stu : sebutan versi lakinya untuk Mery Sue(?)
(11) Cumming : keluarnya sperma...