-HUNjustforHAN Present-

.

.

.

-HunHan April Passion-

.

.

.

FF ini dipersembahkan untuk event 'HunHan April Passion', untuk semua HHS dan specialnya untuk My Lovely Separuh Sendal Swallow kesayanganku, ECLAIRE OH. Ai Lop Yu :*

Maaf jika updatenya cukup lumayan telat (?).

.

.

.

-DESIRE-

.

Chapter 1

.

.

.

Luhan bukanlah gadis pengeluh. Hidup ditelantarkan oleh lelaki bajingan yang meninggalkan ibunya untuk memilih hidup bersama pelacur hamil yang belum tentu hasil dari spermanya bukanlah hal menyenangkan. Saat itu usia Luhan baru menginjak lima tahun, ia masih belum memahami apa yang terjadi namun otak kecilnya sanggup merekam.

Luhan ingat saat ayah dan ibunya bersahut-sahutan garang dengan mata nyalang, menunjuk wajah satu sama lain dan berakhir dengan tubuh sang ibu tersungkur karena sebuah tamparan. Luhan terlalu kecil untuk mengetahui aroma apa yang menguar dari mulut bangkai sang ayah, aroma yang membuat matanya berurat merah, beralut amarah yang selalu lelaki sial itu lampiaskan pada ibunya yang lemah.

Luhan sering mengintip pertengkaran manusia dewasa bersuara keras milik orangtuanya dari balik celah pintu kamar yang renggang. Matanya akan berair takut namun tidak berani memanggil salah satu dari mereka untuk berhenti. Ketika tangisnya akan pecah, maka tangan kecil tegap itu akan selalu menariknya kebelakang dalam diam. Membawa Luhan kekamar lalu mendongengkan cerita-cerita lucu, menghibur Luhan mungil yang sangat mudah dibohongi.

Luhan akan tertidur diranjangnya, dalam dekapan hangat yang selalu bisa ia andalkan kapanpun. Dada yang selalu berada didepannya saat ia merasa takut. Orang yang akan menantang hal-hal besar mengerikan hanya demi melerai air mata dimata rusa mungilnya.

Dia sang pahlawan.

Wu Yifan.

Kakak lelaki paling hebat diseluruh dunia.

.

.

.

Lima belas tahun berlalu. Waktu berjalan tergesa dan awan selalu membingkai langit dengan sejuta bentuk ragam dan warna aneh. Kadang putih, kadang juga abu-abu gelap. Seperti sekarang.

Mendung berselancar diatas kepala mereka, memperingatkan bahwa sebentar lagi dunia atas akan menangis dan menjatuhkan tetes-tetes basah pada dunia bawah. Manusia harus bersiap jika tidak ingin tubuh mereka berair lembab.

Yifan sudah siaga. Jauh sebelum mendung menggumal, ia telah membentangkan payung di pucuk kepala mereka, lebih banyak bagian kepada adik cantik yang sedang berada dalam rangkulan kokohnya. Luhan hanyut sendiri dan lupa akan langit murung memperhatikan mereka seksama. Tangan mungil berhias jari-jari lentik yang disetiap ujungnya tersampir kuku sebening Kristal itu menabur bunga diatas tanah menonjol berumput rapi. Daun-daun hijau rumput digunting rata dan seolah di sisir berpola. Terstruktur.

Ini adalah tempat yang selalu mereka kunjungi dua tahun terakhir (semenjak kepulangan mereka 10 tahun lalu ke Korea; tanah kelahiran sang ibu). Luhan mengusap batu persegi berlapis marmer mahal demi menyingkirkan debu-debu ataupun guguran daun kering kamboja putih yang jatuh tertiup angin. Tak jarang Luhan akan mengecup nama yang tertera disana, Kim So Eun. Wanita malang Korea yang menikahi anjing buangan Cina, ayahnya, dan mendapat perlakuan buruk diwajah cantiknya setiap kali lelaki keparat itu mabuk.

Luhan terlahir cantik, titisan wajah dari sang ibu dan mendapat pengubahan lebih menakjubkan langsung dari Tuhan. Untuk Yifan, wajahnya setelah dewasa mengayomi keduanya; sang ibu dan ayah; yang ia beri kutukan kenapa wajah lelaki keparat itu masuk kedalam wajah tampannya setiap kali bercermin.

Luhan menangis dalam senyuman lalu berjongkok. Setetes air mata lolos dipipi tingginya dan mengalir menuju dagu selancip ujung piramid itu setiap kali ia mengusap ukiran nama kekal sang ibu. Ibunya adalah wanita terhebat didunia, membesarkan Luhan dan Yifan sendirian dengan nampan-nampan berisi kue-kue tradisional nikmat di depan rumah kontrakan kumuh mereka.

Tangan itu diciptakan penuh kelembutan beserta keahlian dalam mengolah adonan tepung-tepung liut. Luhan kecil sering membantu, lebih tepatnya mengacau sang ibu, mungkin dari remahan-remahan tepung yang ia tempelkan pada apron ibunya-lah darah keahlian itu mengalir pada tubuhnya. Hingga diusia Yifan ke 17 tahun (Selisih 4 tahun dengan Luhan), mereka memungut seluruh tabungan lalu membuka toko kue. Ketelatenan dan keramahan pelayanan menjadi point utama (selain rasa) yang membuat toko mereka berkembang pesat.

Dan dua tahun lalu, ibu mereka memutuskan untuk kembali kepangkuan Tuhan. Mendamaikan hatinya yang banyak terluka.

Sang ibu pantas mendapat tempat terbaik.

.

.

.

Mobil berhenti dipekarangan luas rumah bertingkat dua. Batang-batang yang ujungnya mekar kuntum-kuntum bunga bergoyang-goyang genit kala angin penggoda lewat sekilas.

Yifan menginjak pedal rem perlahan hingga mobil berhenti pas, menetralkan mobil lalu manarik rem tangan agar mobil mereka tidak maju ataupun mundur menabrak pintu garasi. Yifan melepas seatbelt-nya lalu menoleh kesamping kanan, tempat dimana adik kesayangannya tertidur lelap dengan kepala miring ke pintu.

Mulut Luhan terbuka sebesar jari kelingking; kebiasaan tidur Luhan sejak kecil. Yifan melepas seatbelt si cantik perlahan, takut akan membangunkan Luhan dari tidur yang Yifan harap bermimpi indah. Yifan menyayangi Luhan teramat sangat. Sejak Luhan lahir ia selalu bersama dengan adiknya. Sampai Luhan beranjak dewasa, Yifan adalah orang yang paling bertanggung jawab akan hidup Luhan.

"Umurmu sudah dua puluh tahun. Tapi kau menipu orang-orang dengan wajah bayimu." Celoteh Yifan tunggal lalu terkekeh, mengusak pucuk kepala Luhan dan mengecup kening si bayi besar sayang. "Sampai sekarang kau belum pernah berkencan karena aku ya ?" Yifan meraih tangan Luhan, mengusap punggung tangannya halus. "Maafkan kakakmu yang jahat ini. Tapi mengertilah, kau adik yang paling ku sayang diseluruh dunia, aku bisa saja jadi pembunuh jika memberikanmu pada orang yang salah."

Yifan mengecup Luhan lagi, tapi kali ini di punggung tangan yang diremasnya. Remasan Yifan membuat Luhan menggeliat tidak nyaman. Matanya terbuka perlahan lalu berkelip-kelip, nyata sekali masih mengantuk.

"Gege.." panggil Luhan sengau.

"Jangan bangun. Tidurlah . Gege akan menggendongmu."

Bayi rusa.

.

.

.

Segalanya berjalan lancar. Yifan tetap mengutamakan Luhan diatas semua prioritas, gadis itu jadi manja; namun hanya pada Yifan. Luhan tidak mengenal lelaki lain selain Yifan. Para lelaki tampan di Seoul tidak ada yang menarik perhatiannya, karena wajah mereka tidaklah sebanding dengan wajah tampan sang kakak. Lagi pula, tidak ada yang bisa memenuhi segala keinginan Luhan seperti apa yang Yifan berikan. Luhan sudah tergantung pada kakaknya.

Tapi tidak ada yang kekal, Luhan tau jika pada akhir nanti ia tidak bisa terus-menerus mengekor pada Yifan. Luhan tau jika suatu saat ia akan kehilangan Yifan, membiarkan Yifan menemukan hidup bebas; tanpa perlu terbebani oleh sikap manjanya.

Tapi kenapa harus secepat ini ? Kenapa harus dengan wanita itu ?

Namanya Selvi. Han Selvi. Gadis keturunan Korea-Jerman. Bertubuh batang cemara, lengan ranting, rambut sebahu bergelombang coklat dan mata biru entah dapat keturunan dari siapa. Bibirnya penuh sensual dan sering dilabuhi lipstick merah pemikat. Yifan salah satu Korban.

Luhan tidak suka dari awal pertama Yifan menceritakan wanita itu. Yifan jadi lebih sibuk dengan ponselnya dibandingkan menemani Luhan bersenda gurau ataupun berbicara santai. Luhan tidak lagi menemukan usapan di puncak kepalanya saat ia merebahkan diri dipangkuan sang kakak, Yifan menelpon seseorang lalu memindahkan kepalanya untuk tidur ke bantal.

Luhan tidak suka.

Apalagi saat Yifan membawanya bertemu dengan wanita itu, Luhan mematenkan bahwa dia bukanlah orang yang tepat untuk sang kakak tercinta. Tidak dengan belahan rok lewat setengah paha, punggung belakang terbuka dan payudara berkoar-koar murah. Luhan sendiri menyadari bahwa Yifan mengernyit kala melihat baju kekasihnya, tapi kenapa dia tidak bertindak apapun ?
itu yang membuat Luhan kesal.

Hubungan dengan Yifan tidak sedekat dulu. Yifan berubah, dan Luhan tidak akan pernah tau jika perubahan Yifan juga berpengaruh pada hidupnya ke depan. Jika pertemuan Yifan dan Selvi, juga akan mempertemukannya pada lelaki itu..

.

.

.

.

Oh Sehun. Pembisnis handal dibidang property kelas dunia. Usia muda, karir gemilang dan wajah yang membuat dewi kemakmuran akan mendesah menyerah. Rambut hitam, mata tajam, bibir tipis, kulit salju juga tinggi semampai tidak akan bisa dikompromi.

Dia orang yang luar biasa dalam dunia bisnis. Tapi itu semua berbanding terbalik dalam kehidupan. Dia kejam, penyiksa, pemaksa dan tidak kenal ampun. Melakukan apapun yang ia inginkan. Meniduri siapapun yang dia nafsui lalu melentarkan wanita itu diranjang suite hotel bintang lima. Tidak pernah menghubungi mereka lagi meskipun wanita-wanitanya merangkak hingga lutut bangau mereka mengelupas berdarah.

Pantang untuk Oh Sehun meniduri wanita lebih dari sekali.

.

.

Hari senin pukul 6 petang. Hal yang Sehun sesali kenapa ia harus pulang sekarang. Jalanan akan ramai dan mobil berjalan seperti kura-kura patah kaki. Menyebalkan untuk seorang pembisnis handal yang selalu dikejar waktu seperti Sehun terjebak macet hanya demi menunggu lampu merah sial itu berubah jadi hijau.

Apakah Sehun harus turun lalu menebang tiang lampunya ?

Sehun mengusap dagu bosan lalu melirik pertokoan disamping kanan. "Ravi.." Lelaki berjas hitam pekat disamping supir langsung menjawab "Ya, tuan." Penuh rasa hormat. "Apa berkas untuk meeting besok pagi sudah siap ?"

"Sudah, tuan. Segala berkas sudah saat letakkan dimeja kantor anda."

Sehun tidak menjawab, hanya mengangguk pelan dua kali tanda mengerti. Mobil bergerak satu meter lalu berhenti lagi, masih terjebak macet. Sehun mengetukkan jari pada sandaran lengan dimobil mewahnya, memperhatikan satu persatu toko-toko usang tersebut. Tak lama matanya tertuju pada sebuah toko dengan bangunan paling besar dan bersih, cukup menarik saat diapit bangunan-bangunan lama disamping kanan-kiri.

Itu toko kue.

Dari etalase, Sehun dapat melihat beragam kue-kue menarik. Sebelah kanan kue tradisional, dan disebelah kiri kue modern. Sehun tersenyum berminat. Otaknya mulai berpikir untuk membeli bangunan di samping toko kue tersebut lalu membangun toko kue yang lebih besar dan modern; Sehun sangat suka bersaing lalu melihat lawannya menangis kalah.

Dia licik.

Sehun sudah menghitung jumlah bangunan yang berencana ia beli, namun saat matanya menatap lebih dalam di toko kue itu, ia menemukan sesuatu. Gadis berseragam putih dengan topi kain putih kembang diletakkan menutupi rambut hitam yang nampak dikepang menggulung keatas. Sebenarnya Sehun hanya menebak.

Gadis itu menyimpan kue-kue hangat dari nampan besi ditangannya dengan begitu telaten. Senyum tidak pernah ia lepaskan, tidak peduli pada anak-anak kecil nakal yang berlari lalu menabrak tubuhnya hingga ia hampir tumbang.

Entah darimana, Sehun merasakan sesuatu bergejolak dalam tubuhnya. Perasaan menggelenyar merasuki saraf-saraf pusat hingga tanpa sadar ia berdebar. Gadis itu merunduk dan Sehun mengerang tertahan saat belahan dadanya tertutup sempurna, membiarkan otak Sehun berimajinasi sendiri mengenai seberapa kenyal benda didalam sana.

Astaga! Sehun memalingkan wajah lalu menggeleng pelan saat gadis nampan kue tersebut menggigit bibir dalam senyuman; pertanda ia puas akan hasil karyanya. Ada perasaan membuncah yang memerintah Sehun paksa untuk turun dan langsung menyerang bibir mungil itu tanpa ampun hingga pecah berdarah.

Gairah.

Ada apa dengan gadis itu ?

Pakaiannya tidak sexy dengan remahan-remahan tepung putih, bibirnya juga tidak merah menggoda, hanya pink alami yang terlihat 'natural?' tapi kenapa bulu mata lentiknya seolah mampu membuyarkan seluruh isi otak normal Sehun ?

Berbahaya!

Gadis itu berbahaya!

Tanpa melakukan apapun gadis itu mampu membuatnya mengerang dalam diam.

"Ravi.." panggil Sehun lagi. Ia berdehem sejenak setelah Ravi menjawab panggilannya. "Cari tau siapa gadis itu."

"maaf, tuan ?"

"Gadis pembuat kue dibalik kaca etalase."

Ravi menoleh, tersenyum kecil melihat gadis sederhana itu.

Apa type-nya sudah berubah dari glamor menjadi natural ?

"Baik, Tuan."

"Berikan padaku datanya besok pagi."

"Siap, tuan."

.

.

.

Luhan melambaikan tangan, menunggu taxi kuning menghampiri lalu memberinya sedikit tumpangan berbayar. Ia baru saja memetik beberapa jenis sayur lalu memancing beberapa ekor ikan dari Fresh market 100 meter dari toko kuenya. Bus baru saja lewat saat Luhan masih sibuk memilih ikan segar dan dia tidak punya banyak waktu untuk menunggu bus selanjutnya. Taxi adalah pilihan terbaik.

Malam ini ia akan memasak sup jagung kental kesukaan Yifan. Beberapa minggu terakhir mereka tidak pernah lagi makan malam bersama, Luhan sangat merindukan masa-masa Yifan yang hanya untuknya seorang.

Taxi melaju, melintasi langit malam kota Seoul tak berbintang. Mungkin besok akan hujan.

Laju taxinya memelan di lampu merah, Luhan melirik di jendela samping kanan dan mengernyit melihat tempat makhluk-makhluk aneh di seberang jalan. Langkah-langkah mereka yang keluar sempoyongan, ada yang di papah wanita dengan lipstick merah yang sudah merayap kesana-kemari.

Wanita kupu-kupu.

Luhan ingin melenyapkan tempat itu dari retina matanya, namun seseorang tiba-tiba keluar; membuatnya tertegun setengah bernapas.

Wanita itu. Selvi. Keluar dengan seorang pria dengan tebakan usia dua kali lipat Yifan. Luhan menganga begitu mendapati bibir Selvi dikecup tidak tau malu lalu pahanya yang jelas terbuka di elus sambil berjalan.

Luhan bergetar hebat, urat-urat wajahnya tegang dan kornea matanya pedih keterlaluan.

Dari awal Luhan sudah tau jika selvi hanya pelacur murahan, tidak cocok untuk kakak tersayangnya.

.

.

Luhan tiba dirumah dengan wajah berapi marah. Melempar kantong belanjaan ke lantai dan langsung menuju kamar Yifan, menggedornya keras beberapa kali sampai Yifan membukanya dengan wajah lelah. Sangat lelah.

Seharusnya Luhan tidak gegabah, seharusnya ia tau jika Yifan tidak dalam kondisi baik-baik saja. Tidak semestinya ia menyembur Yifan dengan kata-kata bahwa Selvi adalah pelacur murahan yang bisa di beli untuk disetubuhi laki-laki tua kaya.

Luhan menyesal berbaur dalam naungan kemarahan saat Yifan menampar pipinya keras hingga ia berputar lalu tersungkur ke lantai.

Saat itu juga, Luhan mematri dalam hati bahwa dia,

Aku membencimu Han Selvi.

.

.

.

"Kau sudah mendapatkannya ?"

"Ya, Tuan."

Ravi, kaki tangan Sehun menyerahkan map berisi berkas yang membuatnya harus tidur pukul 4 subuh. Sehun membukanya perlahan lalu mengamati sekilas apa yang ia anggap penting.

"Jadi namanya Luhan ?" Sehun monolog, melirik Ravi sekilas lalu mengisyaratkan lelaki itu untuk keluar yang langsung saja dituruti. "Ibunya sudah meninggal, ayahnya menghilang, dan ia punya seorang kakak, Yifan." Matanya membulat. "Wu Yifan ?" Sehun mengulang meyakinkan. Ia perhatikan foto kecil yang tersampir lalu mengangguk pelan, senyum licik tersampir mendadak dibibir tipisnya.

Surga! Dewi keberuntungan berpihak padanya.

Lelaki keparat itu datang sendiri saat Sehun sudah berniat berhenti mencari.

Sehun melanjutkan,"Keturunan Korea-Cina. Tinggal berdua dengan sang kakak, dan …" Sehun melanjutkan membaca dalam hati. Tapi dibaris ketiga paragraf terakhir, matanya membulat lalu bergulir kekiri atas; mengingat sesuatu.

"Selvi ?"

Sehun perhatikan lebih jelas foto wanita yang tertempel di map tersebut. "Selvi.." Ulangnya lalu tersenyum jahat. "Pelacur murahan." Hina Sehun kasar. "Maaf aku harus memanfaatkanmu."

.

.

.

Kebiasaan baru yang sedikit gila adalah Sehun selalu menghabiskan waktu 30 menit sepulang kerja hanya untuk mengintip Luhan dari dalam mobil hitamnya. Merasakan keanehan mengenai apa yang dimiliki Luhan hingga mampu membuat ia berdesir panas. Tubuhnya terbakar hanya karena melihat Luhan menggigit bibir beberapa kali.

Gadis itu pembakar. Sesuatu yang selalu Sehun butuhkan untuk menuntaskan gairah menyala.

.

.

.

Malam ini Yifan memijit pelipis keras. Dunia terasa retak, pecahannya menimpa tubuh Yifan bertubi-tubi hingga ia terkubur hidup-hidup. Bukan hanya karena rasa sesal telah menghadiahkan pipi bening adik cantiknya dengan bekas merah sakit, tapi juga karena sang kekasih.

Selvi, menemuinya tadi siang lalu membawa berita buruk. Yifan tidak bisa berpikir jernih, otaknya terlalu kelabu.

Selvi yang seorang model mengatakan bahwa managernya telah salah menandatangani surat kontrak. Selvi harus terbang ke Perancis lalu melakukan pemotretan disana. Yang menjadi pokok masalah adalah, Selvi diminta berpose naked, dan semuanya telah dicantumkan dalam kontrak tanpa bisa ditolak. Jika Selvi ingin menolak, maka ia harus membayar denda tiga kali lipat, tidak pernah sedikit untuk model yang telah dipajak menuju luar negeri. Yifan bisa saja melunasinya, namun setelah itu ia harus siap melelang toko kue yang ibunya bangunkan untuk mereka (Yifan dan Luhan).

Tidak! Yifan tidak bisa!

Jika tidak dari toko itu, darimana mereka bisa makan ?

Tapi ia teringat akan pembicaraanya dengan HongBin, teman satu kampusnya dulu. Lelaki itu datang disaat tidak terduga lalu memberikan solusi yang membuat Yifan bertanya ragu. Apakah ia harus ?

"Jika kau membutuhkan uang dalam jumlah banyak dan cepat, aku bisa mengenalkanmu pada seseorang. Tapi.."

"Tapi ?"

"Kau harus menawarkan sesuatu yang berharga. Jika dia tertarik, berapapun nominal yang kau minta itu tidak akan jadi masalah."

"Apa yang bisa kutawarkan ?"

"Dia lelaki yang suka meniduri wanita."

"Apa?!"

"Kau tau maksudku, kan ?"

"Kau gila?! Aku tidak akan menjual adikku sendiri!"

"Terserah, jika kau mau melihat kekasihmu telanjang di depan menara eifeel."

.

.

.

Yifan merangkak sepenuhnya ragu. Beberapa kali ia menekan tombol lift namun membiarkan pintu besinya terbuka kemudian tertutup lagi; kosong.

Apakah ia sangat keterlaluan ?

Tapi saat mendengar suara Selvi menangis meminta pertolongan, Yifan akhirnya melangkah ke gedung ini. Butuh 15 menit baginya meyakinkan diri sebelum melangkah masuk kedalam lift dan menuju ruangan di lantai 25. Selisih 5 lantai dari puncak gedung.

Yifan disambut seorang laki-laki bersuara berat yang tanpa basa-basi mengajaknya duduk lalu menyodorkan surat perjanjian. Yifan dilanda ragu lagi, tapi entah kenapa orang tersebut seolah menawarkannya sesuatu yang menarik hingga Yifan tidak sadar telah membubuhkan tanda tangannya.

Yifan tidak akan membiarkan Selvi telanjang di depan umum. Urusan Luhan, ia bisa mencari seseorang yang bisa dijadikan tumbal penyamaran untuk ditiduri lelaki bejat yang sedang ia pinjam uangnya ini. Toh, lelaki itu belum pernah melihat wajah cantik adiknya.

Iya, benar. Semua ini tidak akan jadi masalah.

.

.

.

"Ada apa denganmu, cantik ?" Luhan menoleh kesamping, Kyungsoo –salah satu pembuat pancake terhandal yang mereka miliki—menepuk pundaknya dengan senyuman cemas. "Sepertinya ada yang tidak baik. Matamu sembab." Kyungsoo meneliti wajah Luhan, terkejut kala Luhan meringis saat Ia menyentuh pipi kanannya. Ada tanda sedikit bengkak di pipi putih Luhan. "Dewi Yunani! Siapa yang berani melakukan ini padamu ?! Apa kau sudah memberitahu Yifan?"

Luhan menggeleng sedih, menepis tangan Kyungsoo lemah. "Dia yang melakukannya." Aku-nya dan otomatis membuat Kyungsoo menutup mulut dengan kedua tangan, tersentak.

"Tidak mungkin,Lu. Apa dia sudah gila menampar adik kesayangannya sendiri ?" Kyungsoo membantah, tapi melihat kepala Luhan tertunduk Kyungsoo lebih terkejut, itu artinya Luhan tidak berbohong. "Apa yang telah kau lakukan ?" Kyungsoo panik berlebih, reaksi alamiah sebagai sahabat, apalagi saat menemukan setetes airmata jatuh diujung sepatu hitam Luhan, Kyungsoo ikut merasa perih. "Cepat lepaskan tepung-tepung itu dari tanganmu." Kyungsoo memerintah, langsung melepaskan tali apron Luhan dan melemparnya pada salah satu pegawai. "Kau butuh tempat untuk bicara."

.

.

"Minumlah." Secangkir coklat hangat Kyungsoo ulurkan pada Luhan. "Kata orang coklat mampu membuat perasaan lebih tenang." Mereka duduk berdampingan pada sofa ruangan pribadi Luhan di lantai dua. Ruangan kecil dilapisi kaca yang langsung menembus jalanan kota Seoul.

Luhan menyentuh hangat cangkirnya, "Terimakasih, Kyung." Ucapnya tulus lalu menyesap coklat hangat dari pinggir cangkir, merasakan rasa manis berpijak pada lidah lalu meluncur tenang ke tenggorokan. Kyungsoo hanya mengangguk, tidak lupa dengan usapan di punggung belakang Luhan.

Matahari mulai condong 45 derajat kearah barat. Luhan menceritakan keluh kesahnya pada kyungsoo. Dimulai dari perubahan Yifan, ketidaksukaannya pada Selvi, dan tentu saja kejadian malam kemarin. Ia menemukan Selvi di Bar lalu Yifan menampar pipinya hingga bengkak.

Kyungsoo mengerang, menampar meja sebagai pendeskripsian dari kekesalan hati yang membuncah. Kyungsoo tidak pernah bertemu Selvi, tapi dari cerita Luhan, ia telah membenci wanita tersebut bahkan sebelum bertemu. Kyungsoo ingin menjambak rambutnya hingga botak, ataupun memalu giginya hingga patah satu persatu.

Wanita jalang!

Kyungsoo masih menggebu dan sikap berlebih Kyungsoo membuat Luhan terkekeh, cukup menghibur. Kyungsoo selalu membela dan memanjakannya, seperti seorang kakak perempuan. Termasuk mencaci maki selvi dengan kata-kata tidak masuk akal, Kyungsoo akan melakukannya demi membuat Luhan lebih baik.

Kyungsoo berceloteh lancar,tapi semua teralihkan saat mata bulat simetrisnya menemukan sesuatu yang menarik dibawah, di jalan depan toko mereka. "Ya Tuhan!" Ucapnya sedikit histeris membuat Luhan mendongak, mengikuti arah bawah. "Ada apa Kyung ?"

"D-Dia.." Kyungsoo gagap mendadak, hanya jari telunjuknya bermain menunjuk mobil hitam berpintu dua dibawah. "D-Dia Lu.."

"Siapa ?" Luhan melirik lagi, terpaku beberapa saat kala menemukan sosok tegap putih berkarisma berdiri di depan pintu sebuah mobil. Lelaki itu merapikan jas sekilas lalu berjalan masuk. Gerakan sederhanya memikat.

"Luhan!" Kyungsoo kembali histeris dan Luhan harus dibuat terkesiap karenanya. "Dia datang ke toko kita!" reaksi Kyungsoo terlalu berlebihan. "Oh Sehun datang kesini, Lu!"

"Oh Sehun ?" Kepala Luhan memiring kesamping; berpikir. "Siapa dia ?"

"Demi bakteri di pintu neraka! Kau tidak tau siapa Oh Sehun ?!"

"Kau tau aku hanya mengenal Yifan seumur hidup."

"Kau calon perawan tua yang malang. Oh Sehun, pembisnis bidang property paling berpengaruh diseluruh Korea, bujangan yang membuat separuh wanita di Negara ini rela operasi plastik hanya demi dapat tidur diranjang berbulu angsa emas miliknya. Kau tidak tau, Lu ?!"

"Apa penting bagiku mengenalnya ?"

"Jika kau benar-benar ingin selaput daramu mengkeriput hingga tua, kau boleh tidak mengenalnya."

Luhan meringis, ngeri akan ucapan berlebih Kyungsoo. "Apa dia belum menikah ?"

"Kau tau, lelaki seperti dia tidak akan menikah sebelum menemukan seseorang yang tepat, bahkan sampai mati." Kyungsoo melebarkan matanya lagi. "Dia bisa meniduri wanita manapun yang diinginkannya, jadi menikah bukanlah sesuatu yang harus dikejar dalam waktu dekat."

"Dan kalian masih berharap ditiduri lelaki sialan seperti itu ?"

"Wanita selalu penuh rasa penasaran. Mereka sangat penasaran tentang siapa wanita yang akan ditiduri dua kali oleh Sehun."

"Maksudmu ?"

"Bukan sesuatu yang asing lagi, Oh Sehun tidak mau bercinta untuk kedua kalinya dengan wanita yang sama."

"Apa?!" Luhan terbelalak, namun mata rusanya tidak akan mampu menandingi Owl Eyes milik Kyungsoo. "Dia lelaki brengsek! Dan kalian masih tetap mengaguminya ?"

"Tidur diranjang Oh Sehun adalah sertivikat. Dia tidak meniduri wanita sembarangan. Jika kau berhasil mendesah dibawahnya, berarti kau adalah wanita menakjubkan dengan kecantikan luar biasa." Kyungsoo mengendikkan bahu. "Banyak dari bekas-bekas pelacur-nya yang menjadi model terkenal."

"Aku tidak sudi disetubuhi iblis seperti dia."

"Kenapa kita sangat terbalik ?"

"Ayolah Kyung.. Kekasihmu seribu kali jauh lebih baik dari Sehun."

"Tapi Jong-In tidak seputih Sehun, Lu."

Kulit setengah matang Jong-In adalah hal yang selalu mereka tertawakan disaat sedih seperti ini.

Mereka masih tertawa renyah ketika pintu tiba-tiba terbuka. Yifan berdiri disana dengan kantung mata hitam. Pakaiannya rapi namun tidak dengan rambut pirangnya yang simpang siur.

Seketika hening. Kyungsoo menggaruk tengkuk lehernya bingung dan memilih untuk keluar tanpa sepatah kata. Yifan memiringkan tubuh saat Kyungsoo melintas, memberinya akses keluar sebelum menutup pintu pelan.

Luhan menoleh keluar dinding kaca, menyembunyikan kornea mata yang menebal karena kehadiran Yifan. Lelaki itu mengetukkan telapak pantofel hitamnya berirama, ia berdiri lima detik disamping Luhan sebelum memilih duduk dijarak satu jengkal dari sang adik yang membisu.

"Lu.." panggilnya dengan kepala tertunduk. "Maafkan gege." Pinta Yifan tulus namun Luhan tidak bersuara sama sekali. "Seharusnya gege bisa menahan emosi. Kau tidak pantas mendapatkan sesuatu yang menyakitkan." Yifan menoleh pada Luhan, menarik dagu lancip sang adik untuk menatapnya.

Mata Luhan memerah benci, bukan hanya itu, pipinya nampak bengkak bernoda jari. Yifan terpukul lagi atas tindakan bodohnya semalam. "Biarkan gege mengobati lukamu." Yifan meraih batang berisi salep dari saku celananya. Ia membuka tutup mungilnya dengan pelan lalu setetes hangat jatuh di celah sofa diantara mereka.

"Gege menamparku." Yifan menoleh kesamping, hatinya diremas iblis hingga pecah kala menemukan wajah cantik Luhan penuh dengan lelehan air mata panas. "Sakit, ge.." Gadis itu mengaku dengan suara bergetar.

Yifan tidak sanggup. "Maafkan gege, Lu."Ia langsung mendekap tubuh menggigil Luhan dan membiarkan wajah jantannya menggenang oleh air mata. Penyesalan begitu mendalam membuat Yifan jadi lemah. Yifan tidak ingin melukai adik tersayangnya lagi.

"Apa dia lebih berharga daripada aku ?" Yifan menggeleng kuat. "Aku adikmu. Apa aku bukan lagi seseorang yang penting?" Lelaki itu mengeratkan pelukannya, mengusap rambut hitam Luhan yang tergerai ikal, sisa dari kepangan rambutnya yang dilepas beberapa waktu lalu oleh Kyungsoo.

"Kau tetap yang terpenting bagi gege." Yifan mengecup puncak kepala Luhan sayang. "Ini yang terakhir kalinya gege menyakitimu, Lu. Gege berjanji."

"Jangan menyakitiku hanya demi melindungi wanita itu." Luhan jujur. "Atau aku akan membencimu seumur hidup."

"Gege berjanji."

.

.

.

Sehun menggeram marah. Di tinjunya sofa mobil hingga Ravi dan lelaki dibalik stir itu terlonjak kaget. Sehun telah memantapkan diri, bahkan mengosongkan jadwal padatnya hanya untuk berkunjung ke toko kue Luhan, berharap menemukan gadis itu sedang menyusun kue di etalase seperti hari-hari belakangan. Sehun ingin menatapnya secara langsung dari jarak dekat, mungkin saja Sehun akan mendapat jawaban akan tindakan jantung dan tubuhnya yang berdesir panas setiap kali menyimpan sosok Luhan diretina matanya.

Tapi seolah telah diperingatkan, Luhan tidak keluar sama sekali. Gadis itu seperti bersembunyi di dalam peti mati hingga seseorangpun tidak bisa menemukannya. Termasuk Sehun.

"Ravi.."

"Ya, tuan."

"Bawa kue tart ini pulang untuk anakmu." Sehun melirik kotak berlapis kantong merah muda disebelah kanannya. "Aku tidak menginginkannya."

"Baik, tuan. Terimakasih."

Sehun tidak merespon, lebih memilih menikmati pemandangan malam kota Seoul yang nampak lebih suram dari biasanya. "Apa Wu Yifan sudah menandatangani surat perjanjiannya ?"

"Ya, Tuan."

"Bagus." Mendadak wajah semuram abu rokok itu tersenyum licik. "Transfer uangnya secepat mungkin dan bawa Luhan kehadapanku."

"Siap, Tuan."

Aku telah membayarmu sangat mahal sayang..

Jangan mengecewakanku dan mengangkanglah lebar-lebar..

Akan ku penuhi seluruh sarafmu dengan kenikmatan hingga kita menegang dan terbakar hangus..

Kita akan terbang, menuju puncak surga terindah didunia..

Orgasmelah bersamaku..

.

.

.

Yifan menerima sebuah pesan. Jantungnya berpacu tidak karuan mendapat pemberitahuan bahwa uang dalam jumlah melimpah telah berpindah ke dalam rekeningnya. Yifan meremas jemari kalut,merasa ragu sekaligus takut untuk meneruskan setengah perjalan rencana.

Tapi setiap kali ia merasa ragu, Selvi datang menghampiri dan memberi pemaksaan secara halus yang tidak sanggup Yifan tolak. Wanita itu menelponnya.

"Halo."

"Yifan, apa aku bisa diselamatkan ?" Selvi menyergap dengan nada penuh meminta belas kasihan dan selalu berhasil menjadikan Yifan lelaki gagap.

"Y-ya. Bisa sayang."

"Kau sudah mendapatkan uangnya ?"

"Ya."

Selvi bersorak diseberang, kegembiraan yang membuat Yifan tersenyum bangga diatas rasa bersalahnya sendiri.

"Terimakasih sayang. Aku mencintaimu. Kau lelaki paling hebat."

"Aku juga."

Sambungan terputus dan Yifan mengacak rambut frustasi.

Besok malam, Yifan harus mengantarkan tumbalnya untuk dimakan rakus oleh si Kaisar kaya. Yifan tidak membayar sedikit untuk gadis cantik perawan yang bersedia menggantikan posisi Luhan. Berharap bahwa Kaisar itu tidak akan pernah curiga bahwa wanita yang dibawanya bukanlah sang adik tercinta.

Aku tidak akan memberikan Luhan pada sembarangan lelaki.

.

.

.

Malam itu tiba.

Yifan sudah siap dengan setelan resmi berwarna hitam dan kemeja abu-abu. Yifan menelpon seseorang lalu mengatakan ia akan menjemputnya lima belas menit lagi. Gadis diseberang setuju.

Hubungan dengan Luhan telah membaik, walau beberapa kali Yifan harus mengerang frustasi saat Luhan dan Selvi ingin dijadikan prioritas utama. Selvi harus mengalah dibawah kebohongan Yifan, karena lebih dari apapun, Yifan akan memenuhi janjinya untuk tidak melukai Luhan lagi hanya demi sang kekasih.

"Gege mau kemana ?"

Yifan sedang menjelajahi anak tangga, sekilas menoleh pada Luhan yang sedang duduk santai di sofa depan TV dengan setoples makanan ringan di tangannya. Yifan menghampiri adik cantiknya, duduk disisi gadis manja itu. Mencuri bulatan-bulatan renyah dari toples kaca.

"Gege akan pergi sebentar."

"Kemana ?"

"Kau terlalu kecil untuk tau."

"Apa menemui wanita itu ?"

Yifan menyentil kening Luhan yang menatapnya curiga.

"Bukan. Hanya bertemu teman sekolah."

"Apa gege sedang membohongiku ?"

Yifan tersenyum, langsung menyampirkan kecupan manis diujung hidung bangir Luhan. "Tidak, sayang." Yifan setengah jujur kali ini. Dia tidak pergi menemui Selvi. "Jangan kemana-mana. Tetaplah berada dirumah malam ini dan tunggu gege pulang."

"Memangnya ada apa ?"

"Jangan membantah. Kunci seluruh pintu rumah." Yifan bangkit dari duduknya. "Pulang nanti gege akan membacakanmu dongeng tidur." Yifan mengakhiri percakapan mereka dengan kecupan manis dikening Luhan.

.

.

.

Yifan tiba di istana itu. Ia sendiri tidak tau pasti siapa yang telah meminjamkan uang padanya. Saat Yifan bertanya, lelaki bersuara berat (ravi) tidak akan menjawab apapun.

Sejenak Yifan mengerjab takjub. Istana ini berdiri kokoh dengan pilar-pilar putih menjulang tinggi keatas. Menyangga ukiran-ukiran rumit bergaya eropa klasik yang terlihat sangat berat. "Kita sampai." Yifan melirik pada gadis perawan disampingnya. "Baekhyun-ah.. Ayo."

Baekhyun—perawan tumbal—itu digiring menuju sebuah ruangan, sedangkan Yifan menuju ruangan yang lain. Ketika lelaki suara berat melintasinya, jantung Yifan lepas. "Anda tidak bisa bermain-main dengan tuan kami. Anda telah melakukan kesalahan besar."

Apa itu sebuah ancaman ?

Apa yang tidak Yifan ketahui sebelum ini ?

Siapa Tuan mereka yang nampak kejam itu ?

.

.

.

Sehun telah menunggu dikamar ratu, kamar yang ia persiapkan khusus untuk malam ini. Tubuh putih kurus namun kekarnya dibalut kemeja hitam legam, memamerkan aura iblis tampan yang begitu kentara dengan tatapan membunuh.

Kedua tangannya yang dingin Sehun sembunyikan dibalik saku celana, berdiri dibelakang dinding kaca tebal yang melindunginya dari jahat angin malam. Rambut hitam legam yang Sehun biarkan jatuh membingkai dahinya tidak akan rusak.

Sehun disergap rasa tidak sabar. Gejolak dalam tubuhnya telah berimajinasi terlebih dahulu, merasakan panas menjalar bahkan sebelum Luhan tiba. Saat pintu dibelakangnya diketuk, Sehun tidak pernah merasa berdebar seperti ini. Ia terbakar hanya karena sebuah ketukan.

Pintu kamarnya terlalu mewah hanya untuk menimbulkan bunyi berdenyit kala dibuka, hanya suara berdentam yang jadi tanda bahwa daunnya sudah tertutup kembali. Perlahan Sehun memutar tubuh dengan rasa penasaran yang mencekik. Sehun ingin langsung menerjang tubuh Luhan ke pintu hingga roboh lalu menelanjanginya menggunakan gigi.

Astaga!

Ini bukanlah dirimu, Oh Sehun. Kau tidak pernah mengerang hanya untuk tidur dengan seorang wanita yang tidak memakai lipstick merah.

Sadarlah!

"Luhan.. Selamat Datang di—" Sehun terdiam, rahangnya mengeras tiba-tiba dan gertakan giginya membuat iblis pun bergidik ngeri. "Siapa kau ?" tanyanya sadis hingga Baekhyun mengkerut takut.

"A-aku Luhan. Adik Wu Yifan."

"Keluar."

"Apa ?"

"KELUAR SEBELUM AKU MENCEKIKMU SAMPAI MATI!"

Tanpa sepatah katapun Baekhyun lari terbirit-birit memegang ujung gaun panjang berbelahnya. Sehun begitu menakutkan. Tepat setelah tubuh Baekhyun lolos dibalik pintu, suara berdentam keras hancur berserakan menggema tertahan. Walau tidak nyaring, tapi dentuman yang terdengar untuk ukuran ruangan kedap suara cukup membuat Baekhyun mengusap dadanya yang terbuka.

.

.

Yifan menunggu seorang diri. Duduk dengan segelas teh berbentuk bunga dalam cangkir berukir emas dihadapannya. Yifan meremas jemari gusar, apakah rencananya akan berhasil atau malah terbongkar ?

Lalu tak lama yang menyerap masuk di gendang telinganya adalah suara erangan marah diikuti beberapa barang pecah menakutkan. Yifan berdiri, reaksi dari paru-parunya yang berhenti menghirup udara. Ujung-ujung jari dinginnya mulai membiru. Tidak ada aliran darah yang mengalir.

Yifan mundur beberapa langkah kebelakang saat pintu disampingnya terbuka mendadak, berdentam keras hingga nyaris patah. Sehun masuk dengan wajah berapi dilingkupi aura membunuh, sesuatu yang ikut membirukan bibir Yifan. Ravi dan empat orang pengawal menjadi buntut Sehun.

Sehun ?

Wajah Yifan menegang bukan main. Jangan katakan jika orang yang membeli adiknya adalah Oh Sehun. Tuhan!

"WU YI FAN!" panggil Sehun berteriak. "BERANI-BERANINYA KAU!" Dada Sehun naik-turun sangat cepat, ada gumpalan emosi yang menyesakkan dalam dadanya. "Apa aku harus memperingatkanmu bahwa ada titisan darah iblis kejam mengalir dalam darahku ?!" Suara Sehun memelan namun dengan nada mengancam lebih kentara.

"A-apa maksudmu ?"

"Kau masih bertanya ?" Mata Sehun nyalang bukan main. "Apa kau berniat menipuku ?"

"Sehun, aku—"

"Apa kau tidak mengenalku, Wu Yi Fan ?" Sehun mendekati Yifan dengan bara panas penuh amarah. "Kau salah jika ingin bermain. Aku bukan orang yang baik hati untuk mengampuni!"

Yifan kaku.

"RAVI!"

"Ya, Tuan."

"Apa kau sudah menemukannya ?!"

"Ya. Mereka sudah tiba."

Sehun tersenyum mengejek pada Yifan. "Kau tidak bisa membodohiku, Yifan. Karena jika kau melakukannya, aku akan mencari jalanku yang lain. Jalan yang akan menyiksamu."

Ada sesuatu yang tidak beres dibalik ancaman Sehun. Mendadak Yifan berpikir tentang keadaan Luhan. Apakah adiknya baik-baik saja dirumah ?

Namun secepat kilat semua jawaban dibenaknya terjawab kala mendapati teriakan-teriakan familiar dari belakang pintu. Suara gadis mungil itu..

"Lepaskan!"

"LUHAN!"

"Gege! Tolong aku!"

"LEPASKAN ADIKKU BAJINGAN!"

Yifan tidak akan bisa menyentuh Sehun jika ke empat pengawalnya siap sedia menyergap Yifan, memberikannya pukulan sakit setiap kali Yifan memberontak. Hasilnya Luhan akan berteriak histeris, ikut memberontak pula.

"Kau.." Sehun tersenyum licik mencengkram dagu lancip Luhan. "Milikku." Aku-nya kemudian berlalu. "Bawa mereka berdua ke kamar."

.

.

.

Pintu kamar terkunci dari Luar. Yifan di borgol pada sebuah tiang tegap yang menghadap langsung ke ranjang, sedangkan Luhan terus berusaha melepas cengkraman Sehun dari pergelangan tanganannya.

"Kau tau akibat kebohongan yang telah kau lakukan ?"

Yifan tidak bisa menjawab, mulutnya disekap oleh plaster hitam super rekat. Yifan hanya bisa memberontak dengan gerakan tubuh, namun semua itu membuat pergelangan tangannya memerah.

"Jika saja kau menepati perjanjian kita, semua ini tidak akan terjadi."

"Lepaskan !" Suara melengking tersiksa Luhan membuat Sehun menoleh. Sehun memang tidak pernah salah dalam mengamati wanita, Luhan cantik luar biasa bahkan tanpa make up. Sehun semakin bergairah.

"Kau cantik sayang." Sehun membelai rahang Luhan namun wanita itu memalingkan wajah; menepis sentuhannya. "Sayang sekali kau harus berakhir dengan menyerahkan tubuhmu padaku."

Luhan terbelalak, Ia terpaku kaget sesaat sebelum rasa pusing menyerang kepalanya ketika tubuhnya didorong jatuh ke ranjang lalu dinaiki oleh Sehun sebatas pinggang.

"Apa yang kau lakukan?!" Ucapnya berusaha bangkit melawan, namun Sehun mendorongnya hingga jatuh untuk kedua kali. "Jangan menyentuhku!"

Sehun tidak peduli, Ia tolehkan pandangannya pada bunyi besi meraung diarah samping, tersenyum puas kala mata Yifan memerah garang namun tidak bisa berbuat apa-apa. Geraman suara marahnya begitu manakutkan.

"Yifan.." panggil Sehun sarkastik. "Tidakkah kau ingat 10 tahun lalu ? Tidakkah kau ingat dengan Irene ?" Yifan terdiam kaku. "Iya. Irene. Kekasih yang sangat kucintai." Sehun mengingatkan dengan cara kejam. "Kenapa kau menidurinya dan membuat adikmu harus menerima semua ini ?"

"Apa?"

Luhan menyaut dalam ketidakpercayaan. Sehun memfokuskan diri pada gadis cantiknya lagi, tidak peduli pada geraman dan suara berontak Yifan ditiang samping mereka.

"Kau harus memuaskanku karena kebodohan kakakmu."

"Lepasmmppttt."

Yifan semakin kuat menggeram ketika Luhan dicumbui gila oleh Sehun. Adiknya dipagut penuh paksaan. Luhan meronta lemah, kekuatannya tidak sebanding dengan nafsu Sehun. Kancing kemeja Luhan direnggut hingga terlepas, tercecer berguling kesana kemari; sampai di kaki Yifan.

Sehun menarik tubuh, duduk mengangkangi Luhan lalu membuka kancing-kancing kemeja hitam mahalnya yang langsung di pesan dari Perancis. Sehun membuang bajunya sembarang, mulai menindih Luhan lagi. Gadis itu tetap memberontak, dan di puncak amarah karena kancing kemejanya yang terenggut, Luhan mendorong tubuh Sehun terlempar kesamping.

Gadis itu bergerak secepat kilat, mengatupkan belahan kemejanya yang terbuka dengan sebelah tangan lalu berlari kencang menuju Yifan.

Sial! Plaster dimulut Yifan terlalu rekat.

Luhan menoleh waspada kebelakang, dan benar saja, Sehun sudah berada dibelakangnya dan langsung menariknya seperti binatang peliharaan. Menghempaskan tubuh Luhan ke ranjang lalu menduduki selangkangannya dengan kuat. Luhan berteriak nyaring namun tidak diperdulikan.

Ia sedang diperkosa. Didepan mata kakak kandungnya.

Sehun menarik kemeja Luhan paksa kemudian membuangnya tanpa tujuan. Yifan tidak bisa berbuat apa-apa selain hanya geraman yang mungkin bisa memutuskan pita suara. Apalagi ketika adik mungilnya itu berusaha mempertahankan bra-nya yang ingin disingkarkan oleh Sehun, Yifan bersumpah ia ingin membunuh Sehun.

Wanita tidaklah sebanding dengan Pria. Luhan menutup mata saat bra-nya dibuang lalu payudaranya di permainkan sesuka hati oleh mulut bajingan Sehun. lengan rantingnya memukul wajah dan bahu Sehun, tapi lelaki itu tampaknya tidak merasa sakit sedikitpun. Sehun terus meremas payudaranya dan menjilat puting merah mudanya. Luhan menangis terisak, masih memberontak ganas.

Sehun mendudukinya lagi, meraih kepala ikat pinggang bermerk lalu membukanya santai, menakutkan bagi Luhan untuk berpikir. Apalagi saat Sehun beralih pada kancing hotpantsnya, Luhan panik menjadi-jadi.

Luhan ikut bangkit lalu menyingkirkan tangan keras Sehun yang tetap menjalankan aksi. Sampai saat Luhan berteriak keras dihadapan Sehun lalu tidak pikir panjang meludahi wajah Sehun, lelaki itu berang bukan main. Ditatapnya Luhan dengan tatapan membunuh, nyali Luhan sudah menciut takut, tapi tetap melihat Sehun dengan sinar menantang.

Sehun meraih tisu diatas meja nakas, mengusap liur kebencian Luhan yang mendarat diwajahnya. Luhan terdiam sejenak, berhenti memberontak dan berpikir keras tentang apa yang baru saja ia lakukan. Apa Sehun akan menghukumnya ?

"Beraninya kau!"

Sehun mengerang marah lalu tanpa aba-aba membuka kancing hotpants Luhan dengan kekejian meningkat. Luhan melawan lagi, dan saat itu pula emosi Sehun menjadi satu. "DIAMLAH!"

PLAAAKKK!

Luhan roboh berserta air mata kepedihan, kepalanya terasa berputar-putar dan pipinya memanas. Luhan tidak cukup punya kekuatan lagi untuk menahan Sehun yang melorotkan hotpants beserta celana dalamnya dalam satu kali hentakan. Luhan telanjang bugil. Gadis itu menutup matanya yang berair, tidak sanggup kala melihat pergelangan tangan Yifan mulai berdarah karena terus mencoba melepaskan diri dari borgol dan tiang; ingin menyelamatkannya.

Sehun mengangkangi Luhan dengan senyum licik, meneliti seberapa indah makhluk yang mampu membuatnya memanas dalam satu kali tatapan itu. Dan ia terkekeh bangga.

Sang gairah.

"Yifan.." Sehun menoleh pada Yifan yang terengah; lelah meronta. "Jika aku jadi kau, aku akan menikahi adikku sendiri." Ujarnya geli penuh kebejatan. "Tubuh dan wajahnya tidak mengecewakan. Adikmu menggairahkanku."

Satu hentakan lagi Yifan tunjukkan, melukai tangannya sendiri untuk bertambah perih.

Sehun memulai aksi bajingannya, mengecup setiap inci tubuh Luhan yang telah lemah melawan, menjadikan Luhan makanan yang bisa dijilat sesuka hati. Kepala Sehun semakin menurun lalu berhenti pada pusar keindahan Luhan, memperhatikannya seksama dan membuat Luhan bersemu dalam kebencian.

Luhan benci melihat mata Sehun yang memancarkan gairah penuh.

Lelaki itu mulai mendekat lalu mengecup mesra kewanitaannya; mungkin wanita lain akan memerah bahagia, namun bagi Luhan, hal tersebut menjijikkan. Sehun menjilat sesuatu yang membuat Luhan mengerang tertahan. Perpaduan rasa berdesir membakar tubuh dan ketidakrelaan menghasilkan perasaan terhina.

Luhan menilik pedih kepala Sehun yang terbenam diselangkangannya, bermain-main keji pada vagina gadis perawan malang yang sial itu adalah dirinya. Dari sisa-sisa kekuatan yang telah merapuh, Luhan bangkit lagi, berusaha menyingkirkan kepala Sehun dengan menjambak rambut hitam pekat lelaki itu muak. "Kau Bajingan!" Semburnya dalam isak tangis. "Kau lebih hina dari binatang!"

Sehun mendongak, menatap marah pada Luhan yang telah berani menghinanya, mengatakan Sehun lebih hina dari binatang. Sehun tersinggung dan hal tersebut tentu saja membuat amarahnya menyala hebat.

"Apa ?" Ia bangkit, membalas tatapan penuh luka Luhan dengan sinar mata membunuh kejam. "Aku ? Lebih hina dari binatang ?" Sehun terkekeh geli. "Lalu bagaimana dengan dia ?" Telunjuknya menuju pada Yifan yang berhenti mengerang sejenak. "Dia, saudara yang paling kau sayangi, menjualmu! Lalu apakah dia lebih baik daripada aku ?!"

"Keparat Kau Oh Sehun!"

PLAAAKKKK!

Luhan tersungkur untuk yang kedua kali, kali ini lebih parah karena tepi bibirnya tampak sobek dan berdarah; Suara erangan marah Yifan terdengar lagi. Yifan tidak pernah rela adiknya diperlakukan kasar oleh siapapun. Yifan selalu memperlakukan Luhan seperti keramik mahal.

Sehun melepas celana tergesa, Luhan memalingkan wajah begitu sadar bahwa gairah Sehun benar-benar menyala. Terbukti dari sesuatu yang menyenggol selangkangannya keras. Sehun bahkan masih bisa menegang disaat berseteru. Lelaki itu benar-benar penzinah yang handal.

Menuruti gejolak tubuh lelakinya yang dibungkus amarah atas penolakan Luhan, Sehun langsung menindih tubuh tak berdaya itu, mencumbu setiap jengkal leher serta payudaranya. Ada isak tangis dan erangan marah dari dua bersaudara yang Sehun siksa.

Kelelakian Sehun mencari lubang yang telah ia bayar sangat mahal pada Yifan dan Sehun menemukannnya. Lubang sempit milik gadis manis pembakar gelora. Lubang vagina Luhan.

Gairah Sehun tidak bisa menunggu lebih lama, Ia menusukkan separuh kelelakianya keras. Luhan berteriak nyaring hingga tubuhnya melengkung keatas, mendemonstrasikan rasa sakit atas tusukan dibagian bawahnya. Bibir Luhan menganga dan airmatanya keluar sebesar butir peluh.

Sehun belum berhasil, Ia belum tenggelam penuh. Ada dinding yang membuat matanya membulat lalu tersenyum penuh rasa puas. Sehun melirik Yifan, memperlihatkan senyuman kepuasaan. "Kau menjaga adikmu dengan sangat baik." Beritahunya. "Kau punya iman yang sangat kuat untuk tidak mengacau adikmu yang luar biasa cantik ini." Sehun terkekeh jahat. "Terimakasih karena memberikannya padaku. Wu-Yi-Fan."

Untuk kedua kalinya tubuh Luhan terlonjak melengkung ke atas. Sehun mendesak vaginanya lebih keras hingga penuh oleh benda keras. Sakit. Luhan tidak bisa bersuara lagi untuk mengutarakan seberapa sakit saat dindingnya diterobos masuk. Sesuatu yang menjijikkan terasa mengalir. Luhan menangis putus asa saat melirik sprai putih dibawahnya memerah; menghinanya, seolah memberitahu bahwa Luhan bukanlah seorang perawan lagi. Kesuciannya direnggut oleh iblis bernama Oh Sehun.

Luhan melirik kabur pada Yifan, lelaki itu mengerang hingga urat-urat lehernya menegang hampir putus. Tubuh laki-laki itu roboh, terkulai lumpuh. Yifan menangis keras. Dia menyaksikan adik kandung yang paling berharga dalam hidupnya diperkosa keji didepan matanya. Dan semua itu, karena kesalahan yang ia ciptakan.

Yifan mengingkari janjinya lagi. Ingkar atas janji untuk tidak melukai Luhan hanya demi wanita itu. Luhan akan membencinya seumur hidup jika saja Luhan tau semua hal yang terjadi padanya adalah karena Yifan ingin menyelamatkan Selvi. Kekasihnya.

.

.

.

.

.

TBC/END ?

.

.

Tau ah kenapa gue malah post FF ini. Sebenarnya gue udah bikin FF hunhan lain yang so sweet, tapi karena gue habis baca novel Santy Agatha 'Sleep With The Devil', gue jadinya terinspirasi. Tapi gue gak plagiat loh ya, walaopun mungkin ada sedikit kesamaan, tapi ini hasil buah pemikiran gue sendiri.

Ya udah deh.. Kangen sama readers semua. Udah lama banget ya gue gak update :D

Dan bagi reader yang namanya 'Selvi', gue disini gak bermaksud apapun untuk menyinggung kalian. Gue Cuma pake namanya doang, soalnya itu nama mantan abang gue yang gak gue suka. Waks waks waks.

Jadi mohon maaf banget kalo ada yang merasa tersinggung dengan penggunaan nama itu.

Okay! Silahkan sedekah di kotak review :D

Saranghae :* :* :*