Disclaimer : Naruto © Masashi Kishimoto

WARNING! Typo(s), OOC, Gaje, Penempatan tanda baca yang tidak sesuai, dan banyak sekali kesalahan-kesalahan lainnya.

Chapter 1 : Pengakuan


Tap . . . tap . . . tap . . .

Suara derap langkah kaki lemah terdengar di sepanjang lorong Rumah Sakit Konoha, surai rambut pirang panjang milik gadis itu ia biarkan terurai begitu saja. ia nampak dewasa sekarang, pakaian yang membalut tubuh idealnya pun tampak memperlihatkan lekuk tubuhnya yang sempurna. Apapun yang menempel pada tubuh gadis Yamanaka itu akan selalu terlihat pantas dan membuatnya cantik, bukan?.

Tak berbeda dengan penampilannya sekarang, Yamanaka Ino yang sekarang bertanggung jawab sebagai pemimpin Klan Yamanaka sepeninggal sang ayah juga memiliki pemikiran dewasa, jangan berharap akan menemukan Yamanaka Ino yang berisik dengan tingkah 'menyebalkan'nya.

Menggantikan Ibiki, sekarang ia bekerja untuk Divisi Interogasi Konoha. Profesi yang menuntutnya harus berurusan dengan banyak pria sebagai 'bawahan'nya. Namun, hingga saat ini ia tak memiliki pendamping hidup. Apa yang salah dari gadis itu? Ia cantik! Hal yang tidak bisa siapapun sanggah. Ia mempunyai posisi mapan di dalam Klan Yamanaka dan pekerjaannya, apa yang sebenarnya gadis itu cari?.

Yamanaka Ino menghela napas panjang setelah akhirnya siap untuk membuka knob pintu berwarna putih dihadapannya. Ia tersenyum manakala menemukan sosok dengan surai rambut sangat mencolok, Sakura, sahabatnya. Ia kemudian melangkahkan kakinya mendekat pada sosok yang terlihat lelah dan lemah duduk dengan bersandar pada dashboard ranjang itu, "Kau baik-baik saja, Jidat?" kekehnya kemudian meletakkan rangkaian bunga yang ia bawa pada vas, dengan cekatan ia mengganti air dan bunga yang mulai layu dengan bunga yang segar dan air.

Sang sahabat yang memang tengah dilanda kelelahan itu hanya mengerucutkan bibirnya kesal, "Aku sangat lelah, Pig! Ternyata melahirkan itu sungguh sangat menyakitkan, tunggu sampai kau berada pada posisiku saat ini."

"Heh~! Kau menakut-nakuti ku? Tapi kurasa aku tidak akan merasakannya atau setidaknya tidak dalam waktu dekat ini." Ino menarik kursinya pelan untuk ia duduki tepat di samping ranjang Sakura, "Apa kau masih menyukainya?".

"Apa tidak bisa kau tidak membahasnya, Jidat? Uhm, Bagaimana keadaanmu hari ini? apa air susumu sudah keluar? Apa yang kau butuhkan?" tanya Ino.

Sakura tau benar bahwa sahabatnya ini akan selalu menghindar jika harus dihadapkan dengan pertanyaan seperti ini, pernikahan, pasangan hidup, anak atau bahkan Sasuke.

Sasuke, huh?

Tiba-tiba saja pintu ruangan tempat Sakura dirawat terbuka, memunculkan sesosok rambut pirang dengan cengiran khasnya, dibelakangnya berdiri sosok tinggi dengan warna rambut raven yang ia biarkan memanjang dan menutupi sebagian wajahnya.

"Naruto-kun, Sasuke-kun!" pekik Sakura ceria saat menyadari bahwa mantan rekan setimnya-lah yang datang.

"Sakura-chan, Ino-chan!" sapa Naruto pada Sakura dan Ino yang hanya dibalas dengan anggukkan kecil sang pewaris Yamanaka.

"Gaara akan segera kemari secepatnya, jadi kau dan Hana-chan tak perlu khawatir!"

Sang Hokage muda itu kemudian mendudukkan dirinya di samping Sasuke yang terlebih dahulu duduk di sofa panjang yang memang disediakan Rumah Sakit untuk menunggu pasien, "Aku tau dia akan datang secepatnya." Wajah sang gadis penyembuh itu berseri ketika membayangkan bagaimana ekspresi sang suami nanti jika bertemu dengan putrinya untuk pertama kali, ahh~ itu pasti akan menjadi peristiwa yang menggemaskan, bagaimana sang Kazekage yang dingin akan menggendong putrinya dengan takut-takut dan bingung. Sakura tersenyum penuh arti sebelum akhirnya lamunannya dibuyarkan oleh sang sahabat.

"Jidat, kurasa aku harus segera pergi! Naruto-kun dan Sasuke-kun sudah datang, masih banyak berkas yang harus kutangani di Divisiku." Ino beranjak dari kursinya duduk tak menyadari bahwa sang Hokage desanya kini tengah menyeringai jahil, "Kau harus lebih lama di sini, Ino-chan! Itu perintah!".

Mendengar perintah itu mau tak mau muncul perempatan di dahi Ino, kesal dengan sikap seenaknya yang ditunjukkan Naruto padanya, "Hokage-sama." Erangnya frustasi.

""Hinata-chan akan membawa Boruto kemari, dia akan membawa beberapa makanan! Jadi sejak kau adalah Ketua Divisi terbaik dan sahabat kami jadi kau harus merayakan kelahiran Hana-chan bersama kami!"

Geez~ Hokage satu ini memang benar-benar antik. Tawa Sakura terdengar nyaring begitu melihat ekspresi Ino yang 'menggelikan' untuknya.

"Kenapa kau selalu tidak tenang jika berada di dekat Teme, Ino-chan?"

"Aku? Aku tidak! Naru-baka!" seru sang penerus Klan Yamanaka, gadis itu kemudian kembali duduk di posisinya semula, Sasuke yang disebut-sebut oleh Naruto pun tak bergeming, tetap diam dan tenang mengamati sekitarnya.

Apa yang sebenarnya tengah dipikirkan pemuda Uchiha itu?

SasuIno…

Maka disinilah mereka sekarang, berjalan beriringan tanpa satu patah katapun terucap dari bibir masing-masing.

Ino benar-benar masih kesal dengan Naruto yang memerintahkan Sasuke untuk mengantarkannya pulang, hei! Dia bukan anak kecil lagi, bukan?.

Dan lagi-lagi Hokage ke-7 Konohagakure itu bertindak semena-mena memanfaatkan posisinya sebagai petinggi Konohagakure.

"Apa yang ku lakukan hingga kau bersikap seperti itu jika aku berada di sekitarmu, Yamanaka?"

Uh? Sasuke berbicara? Untuk kali ini Ino menghentikan langkahnya, ia yang memang berjalan sedikit di depan Sasuke itu memutar tubuhnya untuk bertemu pandang dengan pemuda Uchiha itu, "Apa?".

Apa? Yamanaka Ino tentu saja tidak tuli bukan? bahkan pertanyaan Uchiha Sasuke itu benar-benar ia dengar dengan baik. Ia kemudian bertanya pada dirinya sendiri, apa yang salah pada pemuda itu hingga ia merasa sangat 'membencinya'? membenci? Benarkah ia membenci Sasuke atau ia hanya takut akan jatuh cinta lagi pada pemuda itu, sedangkan sahabat sekaligus 'musuh'nya sudah berhasil untuk membunuh rasa cintanya terhadap pemuda pemilik Sharingan ini.

"Aku yakin indera pendengaranmu baik-baik saja." Pemuda itu lantas melangkahkan kakinya mendekat pada Ino, "Kau lebih cantik jika rambutmu diikat seperti dulu." Ujar pemuda itu begitu berada tepat dihadapan Ino, tangannya lembut menyibak surai pirang panjang yang kini menutupi sebagian wajah ayu milik Yamanaka Ino.

"S … Ssasu…"

Ino berani bersumpah bahwa saat ini ia melihat senyum mengembang dari pemuda dingin itu, hal yang bahkan akan banyak orang menyangkal jika ia menceritakan hal ini pada mereka. Senyum? Benarkah satu-satunya Uchiha yang tersisa itu tersenyum?.

Iris mata sebiru lautan miliknya yang tadi membelalak terkejut, kini meneduh seketika seiring dengan kehangatan yang tiba-tiba menyelimuti hatinya, apa sesungguhnya yang ia rasakan saat ini?.

"Apa salahku padamu, Yamanaka Ino?" suara berat pemuda itu lagi-lagi mengusik pikirannya.

"Salahmu?"

Segugup inikah Yamanaka Ino dihadapan pemuda yang pernah ia cintai di masa kecilnya itu hingga menjawab pertanyaan Sasuke dengan sebuah pertanyaan lagi? Yamanaka Ino benar-benar dalam kondisi 'terlemah'nya saat ini.

Detik demi detik terlewati namun tak ada sahutan dari sang putri Yamanaka, sang pemuda hanya dapat menatap lembut sosok cantik dihadapannya tanpa berniat untuk membuyarkan lamunan sang gadis.

"K . . . kkk . . . kau …" Ino terbata.

Cuppps~

Satu kecupan singkat mendarat di pipi kanan sang gadis, semburat merah muda terbentuk pada kedua pipi Ino, percaya atau tidak pemuda itu nyata-nyata telah mendaratkan sebuah ciuman pada pipinya. Ino terpaku pada tempatnya berdiri sedangkan Sasuke menyeringai penuh kemenangan.

"Rumahmu sudah dekat, Ino-chan! Sebaiknya aku pulang dulu, selamat malam."

Dengan begitu ia melangkahkan kakinya berjalan menjauh dari Ino yang tak percaya dengan apa yang baru saja terjadi, semua begitu cepat, sangat cepat, hingga ia baru menyadarinya ketika sapuan bibir milik Sasuke bertemu dengan kulit wajah miliknya.

Bernapas Ino, Bernapas!

.

.

.

.

Ino kembali menghela napas panjang, entah sudah keberapa kalinya dalam sehari ini ia melakukan hal yang ia rasa cukup dapat membuatnya lebih tenang, sebuah kebiasaan baginya untuk melakukan hal itu ketika ia merasakan tekanan-tekanan di dalam hidupnya, selain menangis tentu saja. menangis tentu saja menjadi alternantif paling akhir untuk seorang Yamanaka Ino, seorang Yamanaka bukan orang yang lemah dan cengeng.

Ia baru saja keluar dari kamar mandi ketika ia tak menyadari bahwa sang ibu, Yamanaka Shion tengah memperhatikannya. Paras wanita paruh baya itu masih terlihat ayu, senyum tak pernah lepas dari istri mendiang Yamanaka Inoichi itu, "Ino-chan?" sapanya.

Ino terlihat terkejut dengan panggilan sang ibu, namun seketika ia membalas senyuman sang ibu tak kalah hangatnya, "Kaa-san."

"Kau melamun, nak?"

Ino menggelengkan kepalanya, ia hanya sedang tak ingin berbagi apapun yang ia rasakan saat ini, sementara itu bayang-bayang peristiwa tadi masih teringat jelas pada ingatannya hingga membuat sang gadis Yamanaka itu kini tanpa sadar menggerakkan tangannya untuk menyentuh pipinya.

Sang ibu yang mengamati perilaku putrinya dari tadi hanya tersenyum, ia melangkahkan kakinya mendekat pada Ino yang lagi-lagi tak menyadari sang ibu sudah berada di depannya, jemari wanita paruh baya itu membelai lembut pucuk kepala sang putri, "Kau mau berbagi cerita dengan Kaa-san?"

"Kaa-san . . ."

Yamanaka Shion mengangguk lembut, kemudian menggandeng tangan gadis bunga itu menuju ruang keluarga kediaman Yamanaka. Maka disinilah mereka sekarang, Ino yang merebahkan tubuhnya dengan kepalanya yang ia taruh pada pangkuan sang ibu, sang ibu sendiri dengan lembut membelai helaian pirang sang anak, "Jadi, apa yang terjadi pada putri Kaa-san?"

"Perasaan apa ini, Kaa-san?"

"Huh? Perasaan apa Ino-chan? Apa yang kini tengah kau rasakan?"

"Sasuke! Kaa-san, apa yang sebenarnya kurasakan padanya? Dia tidak pernah melakukan apapun padaku, tapi mengapa aku harus selalu lari jika berada di dekatnya?" Ino menghela napas panjang sejenak, "Selalu saja seperti itu sejak ia datang kembali ke Desa kita, aku selalu menghindar untuk berada di sekitarnya, ada sesuatu yang mengharuskanku untuk bersikap demikian, Kaa-san."

"Kau masih menyukainya, nak! Kau hanya tidak ingin merasa sakit lagi, peristiwa kehilangan pemuda itu, saat kau harus memperebutkannya dengan sahabatmu sendiri hingga kau tau bahwa pemuda itu juga merasakan sesuatu pada sahabatmu," Nyonya Yamanaka tersenyum simpul dengan jemari yang masih membelai sang putri "Kau hanya takut dengan rasa sakit itu Ino-chan, tapi Kaa-san yakin kau bisa untuk melewatinya! Terbukti dengan betapa tegarnya dirimu ketika harus kehilangan satu per satu orang yang kau kasihi."

"Kaa-san . . ."

"Katakan! Apa kau masih memiliki perasaan pada Uchiha-san?"

Ino tak yakin harus menjawab apa. Gadis itu menggeleng lemah sembari menutup rapat kedua aquamarine-nya memikirkan perkataan sang ibu.

Apa benar yang ibunya katakan? Apa ia hanya merasa takut dengan rasa sakit yang pernah ia rasakan beberapa tahun yang lalu?

"Waktunya kau membuka dirimu Ino-chan, apa kau tidak menginginkan kehidupan berkeluarga seperti Sakura-chan, Hinata-sama dan teman-temanmu yang lain?"

"Dengan Sasuke?"

"Kaa-san tak pernah menyinggung tentang Uchiha-san." Ungkap sang ibu yang kemudian sukses membuat Ino membuka matanya yang terpejam, semburat merah jambu menghiasi paras ayunya, "Ahhh~ Kaa-san!"

Nyonya Yamanaka terkekeh geli memandang ekspresi putrinya yang telah menginjak usia 22 tahun itu.

"Tetap bersikap sewajarnya jika kau memang tak memiliki perasaan apapun pada Uchiha-san, nak! Bagaimanapun juga kalian adalah teman satu akademi dulu. Dan jika kau memang masih mempunyai perasaan padanya, mengapa kau tak mengambil inisiatif terlebih dahulu?"

Yamanaka Shion mengerling jahil pada Ino yang tiba-tiba entah mengapa menjadi ketakutan ketika melihat ekspresi ibunya yang seperti ini, "Huh?! Jangan katakan bahwa dulu Kaa-san seperti itu!"

"Kau pikir mendapatkan kepercayaan diri berlebih seperti itu kau dapatkan darimana Ino-chan?"

"Jadi, Kaa-san dan Tou-san?"

Wanita paruh baya itu mengangguk pelan, senyuman tak pernah pudar dari paras cantiknya, "Kau bisa menyimpulkannya sendiri." Jawabnya singkat.

Sang gadis Yamanaka kemudian mendudukkan tubuh rampingnya, ia memandang dengan seksama wajah ibunya yang terlihat berkeriput namun tetap cantik itu. ia tersenyum kemudian mengulurkan kedua tangannya untuk membelai lembut pipi sang ibu dan menciumnya, "Aku mencintaimu Kaa-san."

"Kaa-san juga sangat mencintaimu, Ino-chan . . ."

Sepasang ibu dan anak itu kini berpelukan erat, sangat erat. Seandaianya Yamanaka Inoichi masih berada di sisi mereka, maka semuannya akan terasa sangat sempurna. Tapi Ino sadar betul bahwa hal itu tak mungkin terjadi.

"Aku merindukanmu, Tou-san."

.

.

.

.

Seminggu setelah peristiwa itu, hari ini adalah hari pesta perayaan kelahiran Hana-chan. Ahhh, bayi itu sangat mungil dan menggemaskan, mewarisi rambut merah muda Sakura dan iris berwarna jade milik Gaara ia terlihat sangat cantik. Bibir kecilnya menguap lebar, matanya mengerjap-ngerjap ketika sosok pirang yang di dapuk Sakura sebagai ibu angkatnya itu membelai lembut surai rambut merah muda tipisnya.

Bayi yang sangat cantik. Ino tersenyum mengamati sosok cantik di gendongannya, sesekali gadis Yamanaka itu akan mencium gemas putri pertama sahabatnya itu, "Kau sangat cantik, Hana-chan."

"Pig . . . kau sudah sangat pantas untuk menimang bayi! Owww~ kau senang di gendong Ino Ba-san?"

Sakura membelai lembut pipi sang putri, mengamati setiap jengkal wajah si mungil yang kini berada di dekapan Ino, "Dia sangat cantik, Jidat! Untung saja gen milik Gaara-sama banyak diturunkan pada bayimu, aku tidak dapat membayangkan jika ia mewarisi semua sifat dan tampilanmu."

Mendengar pernyataan sang sahabat yang cukup membuat telinganya panas itu Sakura hanya mendengus kesal, wanita yang kini menyandang nama Sabaku itu tak ingin memperlihatkan 'kelakuan' buruknya itu di depan sang anak, lagipula tubuhnya masih terasa sakit pasca melahirkan sang bayi 1 minggu yang lalu, "Kau beruntung karena kau sedang menggendong Hana-chan, Pig!"

"Hahahaha, sekali lagi selamat ya, Jidat!"

Kedua sahabat itu tertawa bersama, nampak kebahagiaan tergambar dari wajah riang keduanya, sangat berbeda jauh dengan beberapa tahun yang lalu, bukan?

Tak jauh dari sepasang sahabat itu berada, Sasuke yang duduk bersama Naruto, Gaara, Shikamaru mengamati dengan seksama mantan fangirl-nya yang sepertinya sudah berhasil melupakan perasaan mereka di masa lalu terhadapnya. Pemuda itu menenggak segelas sake yang berada di genggaman tangannya. Seteguk, dua teguk, tiga teguk, entah apa yang ada dipikiran pemuda tampan ini bahkan ia tak menyadari bahwa ia telah mendapati tatapan aneh dari Naruto, Gaara dan Shikamaru , "Kau kenapa Sasuke-teme?"

"Kurasa ia sedikit agak frustasi." Timpal Gaara yang entah mengapa karena alasan tertentu ia kini sedikit lebih banyak bicara, mungkin karena kini ia dikelilingi oleh orang-orang yang 'ceria'.

"Apa menurut kalian aku bisa mendapatkannya?"

"Huh? Maksudmu apa Uchiha?" kali ini si jenius Nara yang bereaksi, ia menatap penuh curiga Sasuke yang memang duduk tepat di sampingnya, "Jangan katakan kau tertarik pada Ino!"

"Apaaaaa?!" teriak Naruto dengan tidak santainya, membuat semua alumni akademi dan mantan guru mereka menatapnya heran, "Emmh, maafkan aku, hehehehe." Ucapnya, tak lupa cengiran khas miliknya ia keluarkan agar semua tamu yang datang pada acara yang dibuat oleh Gaara itu tak resah dan kembali pada kegiatan mereka sebelum teriakan Naruto menggema dengan begitu kencangnya tadi.

"Jadi kau tertarik pada Ino-chan?" tanya sang Hokage lagi, setengah berbisik pada sahabatnya. Kedua sahabat yang sama-sama kehilangan satu tangannya itu saling menatap seolah sedang melakukan komunikasi batin.

"Ya! Kurasa aku menyukainnya."

"Kau rasa? Jadi kau belum yakin akan perasaanmu? Aku tak ingin kau menyakitinya lagi Uchiha."

Pewaris Klan Nara itu dengan tenang memandang sang pewaris Uchiha dingin. Setelah kepergian Asuma dan Inoichi maka Shikamaru-lah yang kini bertanggung jawab untuk melindungi dan menjaga timnya terutama Ino yang memang adalah satu-satunya wanita di tim mereka, "Kau tak perlu khawatir Shikamaru! Kali ini aku akan melindunginya, tugasmu sudah selesai dan serahkan semuanya padaku."

"Kau yakin dia akan menerimamu, Teme?"

"Kita buktikan saja nanti!"

Sasuke menenggak minumannya sekali lagi dan bangun dari posisi duduknya, "Akan kubuktikan padamu Shikamaru," Sasuke dengan penuh percaya diri berjalan dengan mantap menuju Ino dan Sakura yang tengah asyik mengobrol, entah apa yang dibicarakan keduannya saat ini hingga mereka tertawa geli tanpa menyadari bahwa sosok berambut raven jabrik itu berjalan ke arah mereka.

"Apa kau yakin dia akan berhasil?" bisik Gaara pada Naruto dan Shikamaru, ia melihat bagaimana kakak iparnya itu berekspresi kesal, entah mengapa Shikamaru yang biasanya tenang menjadi gusar seperti itu.

"Aku yakin Ino-chan masih menyimpan rasa untuknya."

Sementara Gaara, Naruto dan Shikamaru menjadi pengamat dari kejauhan, Sasuke kini sudah berada di hadapan Sakura dan Ino, kedua pasang sahabat itu menatap heran pada sosok pemuda yang menjadi cinta pertama mereka dulu, "Sasuke-kun?!" ucap Sakura bermaksud untuk menanyakan tujuan dari pemuda itu tiba-tiba mendatangi mereka, Ino yang sedang menggendong Hana pun dibuat mengernyitkan dahi.

"Ino . . ." Suara berat Sasuke memecah keheningan yang tercipta seketika ketika pemuda itu tiba-tiba berada di hadapannya, "Bisa kita bicara?"

"Huh?" tanya Ino tak percaya.

Sakura tersenyum penuh arti begitu menyimpulkan sendiri apa yang akan dikatakan Sasuke pada sahabatnya, "Kemarikan Hana-chan, Pig!" Sakura dengan hati-hati mengambil Hana dari gendongan Ino.

"Jidat," ucapnya lirih. Ino memandang sang sahabat yang hanya tersenyum dan menganggukkan kepalannya "Baiklah, tapi jangan di sini!" pinta sang gadis Yamanaka itu dingin, tetap saja ia berperilaku dingin pasca peristiwa Sasuke mencium pipinya meskipun hatinya merasakan hal yang berbeda.

Ino sudah akan beranjak pergi ketika tangan Sasuke tiba-tiba saja menggenggam tangannya erat, "Kita di sini saja!"

Mata Ino membelalak kaget, apa yang sebenarnya tengah dipikirkan pemuda itu hingga bersikap seperti ini?

"Aku menyukaimu!" Ucap Sasuke tanpa panjang lebar, suara dingin itu nyatanya mampu membuat semua yang berada di ruangan tersebut menghentikan semua 'kegiatan' yang sedang mereka lakukan.

"Apa?"

"Lagi-lagi kau berpura-pura tidak mendengarku, Ino."

"Aku … aku …. Aku tidak, …"

Sang gadis Yamanaka itu terbata, demi Tuhan apa yang sedang terjadi saat ini? apakah ini hanya delusinya saja? apa Sasuke yang memang mulai aneh pasca perang berakhir karena depresi kehilangan tangan kirinya?

Ino menunduk gusar, tak ingin menatap mata sang pemuda yang memang berlainan iris mata itu.

"Menikahlah denganku."

Apa ini cara Uchiha untuk mengajak seseorang menikah? Jika ini benar maka ini adalah cara paling tidak romantis, bagaimana bisa ia melamar anak gadis orang dengan nada sedingin itu? jika Inoichi masih hidup mungkin ia sudah menghadiahi sebuah pukulan super pada pemuda ini.

Tak percaya dengan apa yang baru saja mereka dengar, bahkan Kakashi memerintahkan Mirai Sarutobi untuk mencubitnya. Apa Sasuke benar-benar serius dengan perkataannya?

"Kau, jangan pikir jika aku masih menjadi penggemar bodohmu seperti dulu lagi Uchiha! Jangan pikir bahwa akau adalah gadis itu lagi hingga kau seenaknya untuk mempermainkanku, aku sudah lelah dengan rasa seperti itu itu mengapa aku bersikap seperti padamu! aku takut! Aku takut akan jatuh kembali karenamu, padahal nyatanya aku sudah mampu melupakan kisah bodoh itu dan berhasil menjadi diriku yang sekarang. Namun mengapa kau datang dan akhirnya bersikap seperti itu?"

"Aku tak bisa berkata apa-apa lagi, rasanya aku sudah cukup banyak berkata-kata! Shikamaru dan Choji sudah lama kau repotkan dan mengkhawatrikanmu, ijinkan aku untuk mengemban tugas mereka menggantikan Sensei dan Tou-san mu," Sasuke memandang Ino dengan lembut, seberkas senyuman nampak dari wajah rupawannya membuat Ino mau tak mau menatapnya teduh, jujur saja hatinya tergerak karena kata demi kata yang keluar dari mulut sang pemuda Uchiha itu, terdengar tulus dan penuh cinta meskipun ia yakin bahwa keturunan Uchiha sangat anti untuk mengucapkan cinta.

Shion Yamanaka nampak tersenyum lembut dari kejauhan, "Sepertinya kau akan segera memiliki menantu, Shion," bisik Nyonya Haruno pada Yamanaka Shion.

"Aku harap juga seperti itu."

"Beri kesempatan untukku membuktikannya, Ino."

"Beri kesempatan untukku membuktikannya, Ino"

INO P.O.V

Apa-apaan lagi ini?

Aku menatap tak percaya sosok dihadapanku yang ku tahu betul bahwa ia adalah sosok yang kucintai sejak dulu, bahkan samapai sekarang. Ibuku benar bahwa aku terlalu takut untuk merasakan sakit lagi karena yang ku tahu dia mencintai Sakura, sahabatku.

Dulu,

Ya! Dulu, dan bagaimana dengan saat ini? di saat Sakura telah berbahagia dengan suami dan putri kecil mereka yang baru lahir, Apakah ia tetap memelihara rasa cintanya terhadap Sakura seperti aku tetap memelihara rasa cintaku padanya?

Aku benar-benar tak ingin merasakan sakit lagi, aku sudah lelah mengalami peristiwa demi peristiwa yang tak ku sadari membuatku menjadi sosok yang jauh dari sosok ku yang dulu.

Aku menghela napas panjang, menatap Sasuke yang menatapku tak kalah dinginnya, "Apa yang kau inginkan dariku, Uchiha Sasuke?"

"Aku menginginkanmu."

"Huh? Hahahaha . . ." aku terbahak begitu mendengarkan perkataan Uchiha di hadapanku, apa? Setela beberapa tahun, setelah hatiku membeku, setelah semuanya terlambat ia mengatakan ini padaku?

Ku edarkan pandanganku pada sekelilingku yang memandang penuh harap. Aku tau apa yang dipikirkan mereka sekarang, mereka menginginkanku untuk menerima 'cinta' Sasuke, bahkan Sakura yang dulunya menjadi pesaing ku tersenyum lembut dan menganggukkan kepala sebagai tanda bahwa aku harus menerimanya.

Dan pada kenyataannya aku masih menyimpan rasa ini untuknya, tapi aku benar-benar takut, aku takut jika ini semua hanya mimpi dan saat aku terbangun aku menyadari aku benar-benar sendiri.

Aku masih tak bergeming, tak menolak maupun menerimanya.

"Ino, . . ."

"Aku tidak mau."

.

.

.

.

To Be Continued …


Dedicated for SasuIno FC yang jumlahnya kian hari kian menipis dan berhasil Move On dari pairing ini.

Lalu, bagaimana denganku? Aku tak bisa jauhhhh, jauhhhh jauuuuhhhh dari mereka *dicekek*.

Enjoy ^^

#VALE