Shoot me!
Kaihun Fanfiction.
.
.
.
Repost, Prologue!
.
"Kumohon jangan olahraga fisik, Ayah." Lelaki tujuhbelas tahun yang baru saja membuka pintu ruangan dengan sedikit hentakan itu melemparkan suara rengekan khasnya kepada seorang pria dengan surainya yang mulai memutih. Pria yang dipanggil Ayah itu menurunkan kacamata bacanya, mengalihkan perhatiannya dari buku tebal didepannya pada anak laki-lakinya yang masih saja berdiri diambang pintu.
"Masuklah dulu Oh Sehun."
Anak itu menggeleng kuat. "Tidak mau! Ayah berbahaya jika aku mendekat." Sehun merengut sambil melemparkan tatapan curiga pada Ayahnya. Sedangkan pria itu hanya tersenyum dan benar-benar menanggalkan kacamata bacanya.
"Kau tau 'kan Oh Sehun, bahwa Ayah tidak pernah ingin dibantah?"
Sehun semakin merengut kesal, mendengar nada bicara Ayahnya yang berubah, agaknya ia mengerti bahwa pria setengah abad itu mulai serius seperti biasanya. Benar-benar selera humor yang payah! Sama saja dengan si naga bau itu.
"Tapi Ayah juga tahu 'kan kalau aku tidak menyukai olahraga fisik? Apalagi menembak." Sehun menghempaskan dirinya diatas sofa broken white di sisi ruangan tidak jauh dari dimana Ayahnya duduk. Ia mengambil sebuah bantal dan menenggelamkan wajahnya disana. "Aku benci itu, Ayah!" Dan berteriak dengan suara yang terendam dalam bantal putih itu.
"Kau harus menyukainya, sudah jelas karna Yifan juga melakukannya." Tuan Oh mengabaikan Sehun yang menatapnya seolah berkata jangan bandingkan aku dengan naga bau itu, Ayah. Ia kembali mendekatkan bukunya dan membalik halamannya. Kembali fokus pada kegiatannya sebelum Sehun -Si Pengacau Kecil- datang dan berhasil membuatnya pening.
"Tapi, kenapa aku harus melakukan apa yang Yifan lakukan, Ayah? Padahal Ayah tahu benar aku sangat-sangat-sangat berbeda dari Naga Bau itu!" Sehun mulai berapi-api. Jika sudah menyangkut dibanding-bandingkan dengan Hyungnya yang jelek itu maka emosinya akan semakin labil. "Astaga! Benar-benar sulit dipercaya, aku benci olahraga fisik." Ia memekik heboh.
"Karena kau bilang, kau tidak tertarik dengan pelajaran formal."
Sehun terdiam. Dalam hati ia membenarkan perkataan Ayahnya. Ingatkan dia bahwa seorang anak laki-laki yang duduk di kelas dua Senior High School bernama lengkap Oh Sehun baru saja merengek bahwa ia benci pelajaran formal dua minggu lalu saat Ayahnya baru saja akan menegurnya tentang nilainya yang tidak pernah berada diatas enam puluh lima itu adalah benar-benar dirinya.
"Tapi.."
"Tidak ada penolakan untuk kali ini Oh Sehun, Ayah tidak ingin mendengar bantahan apapun darimu. Jika, kau berkata bahwa Ayah tidak dapat berharap dalam pelajaran formalmu, setidaknya lakukan yang kali ini dengan serius dan Ayah akan menunggu hasilnya."
Raut wajah Sehun berubah. Jika sudah begini merengek seperti apapun Ayahnya yang sama keras kepalanya dengan dirinya tidak akan berubah fikiran sama sekali. Sehun bangkit dan berjalan menuju pintu hendak membukanya saat seseorang diluar sana sudah lebih dulu membukanya dan menampakan dirinya didepan Sehun.
"Ada apa dengan wajahmu? Jelek sekali." Ejekan dari lelaki jangkung dan bau -jangan lupakan itu- bahkan ia abaikan. Ia terlanjur kesal dengan Ayahnya dan naga bau itu masuk dalam hitungan.
Tawa Yifan berhenti diudara, ia menatap bingung pada Sehun yang melaluinya begitu saja. Biasanya anak itu hyper sekali kalau diejek. Begitulah fikirnya.
"Ada apa, Ayah?" Yifan bertanya seraya menutup pintunya. Namun, kemudian ia menyadari satu hal, "Penolakan sepertinya."
"Seperti biasa," Ayahnya menjeda. "Aku memaksanya."
"Ayah terlalu memanjakannya sejak dulu, ia jadi agak sulit diatur." Yifan bersandar pada badan pintu.
Tuan Oh terdiam beberapa saat, mata tuanya menyusuri setiap bait yang dibacanya dengan khidmat. Buku yang menggambarkan dirinya, sebagai Ayah.
"Dia tidak sepertimu, Yifan. Aku yang membesarkannya seorang diri sejak berumur satu setengah tahun, ia bahkan tidak merasakan kasih sayang ibumu seperti dirimu," Lelaki tua itu mendesah, ia kembali menutup bukunya dan memilih meletakannya diatas meja. "Mungkin karna itu aku sulit untuk berkata tidak padanya."
Yifan menghela nafas dalam, "Kau terlalu banyak berfikir, Ayah. Biar aku yang lakukan sisanya."
.
.
.
.
Langkah menghentak. Wajah yang seram tapi menggemaskan. Tangannya yang mengepal. Ia benar-benar mirip bocah laki-laki berumur lima tahun yang dilarang untuk bermain mobil-mobilan. Ia butuh seseorang untuk menjadi pelampiasannya saat ini. Salah satunya adalah Yifan! Lelaki jelek itu seharusnya ada disini dan membelikannya segelas Bubble Tea Choco! Sial. Naga bau itu pasti sedang membicarakan dirinya dengan Ayah.
"Olahraga fisik? Setidaknya masukan aku disekolah seni saja!" Sehun mendumel seraya menusuk-nusuk asal game yang tengah ia mainkan di ponselnya.
"Seni apanya bocah! Kau fikir kau berbakat?"
Sehun menghempaskan rangkulan Yifan dari bahunya. "Jangan menggangguku!" Sehun merengut, kembali pura-pura fokus pada game yang menjadi sasaran emosi anehnya "Jika disekolah musik, mungkin aku bisa belajar bermain piano!" Ia bersikeras.
"Ingatkan aku bahwa piano yang ada di ruang bawah tanah adalah berkat dari rengekan tidak jelas seorang bocah keras kepala."
Sehun semakin merengut mendengar sindiran Yifan yang tepat menohoknya. "Tidak lucu, Yifan."
"Sopan sedikit pada Kakakmu, bocah!" Yifan menjitak kepala Sehun. Mengabaikan ringisan Sehun dan makian-makiannya.
"Pelatihmu akan datang besok."
Perkataan Yifan berhasil membuat mata Sehun membesar dan mulutnya mengaga lebar karena terkejut. Usapan tangannya pada kepalanya berhenti seketika. Hampir saja ia menjatuhkan ponsel yang masih digenggamnya, "Kenapa bisa secepat itu? Aku bahkan belum bilang bahwa aku setuju dengan olahraga fisik, Hyung!" Sehun jelas pasti protes dan Yifan tidak pernah membayangkan suaranya akan semenyeramkan itu saat berteriak.
"Bukankah itu bagus? Mungkin saja kau bisa membentuk tubuh kurusmu yang tidak menarik itu penuh dengan otot-otot yang kuat!" Kris memanas-manasi namun tetap tidak berefek apapun pada adiknya yang merepotkan itu. Ia justru mendapatkan pandangan menjijikan dari wajah Sehun.
"Eww.. itu mengerikan! Aku tidak pernah membayangkan tubuhku akan dipenuhi otot-otot besar yang menyeramkan!" Sehun meringis membayangkannya. Lebih baik menjadi kurus dan apa adanya.
"Aku yakin kau akan menyukai pelatihmu," Yifan menjeda kata-katanya tersenyum aneh pada Sehun yang mengernyit curiga.
"Apa? Wajahmu Hyung, benar-benar maniak!"
Raut wajah Yifan berubah datar, "Dia lebih tua tiga tahun darimu jadi, kuharap kau dapat menghormatinya!"
"Dalam mimpimu Naga Bau!" Kilatan mata Sehun justru membuat Yifan bergidik. "Aku akan membuatnya mengajukan dirinya sendiri untuk berhenti menjadi pelatihku dalam dua minggu." Sehun tersenyum, sebuah senyum miring yang aneh. Kemudian menatap Yifan dengan senyum manis dan berlalu begitu saja dari hadapannya untuk mencari segelas Bubble Tea Choco kesukaannya.
"Kenapa aku berfikir dia justru lebih menyeramkan?"
.
.
.
Prolog End.
.
.
Cuapcuaps : A/N saya kali ini mungkin agak sedikit panjang dari biasanya, bagi yang terganggu, maaf. Tapi, saya merasa ingin menyampaikan gimana rasanya jadi sasaran penghapusam random satu pihak. Saya bahkan sampai nangis dan gemeteran saking syoknya, meskipun bukan yg pertama tetep aja saya ngerasa sakit, marah, kesel, dan pengen obrak abrik atau nantang perang aja sekalian. Dan saya sempat mikir utk hiatus dan ga lanjutin lagi. Tapi, setelah dipikir-pikir kok rasanya mental saya sebagai penulis cetek banget yah. Jadi, dengan pertimbangan dan masukan2 orang2 terdekat saya memutuskan repost, tepat di hari ini. Hari milik saya seorang hehe.. rilakkumahun's day.
Karna mood saya yang down semenjak kejadian -mari-hapus-fanfiction-yang-melanggar-guidelines- oleh pihak resminya. Seharusnya hari ini saya bukan kembali post dari prolog tapi saya berencana post next chap (dari chap terakhir kali) sejak jauh2 hari. Maaf mengecewakan ya.. hehe
Saya juga ga memaksa utk kembali leave review tapi, saya jd ngenes kalo tau review koemaren ga bisa balik. Jadi saya cuman pengen supportnya karna review kalian adalah penghargaan buat saya sbg author.. duh maaf panjang bgt /,\
Note : Chapter selanjutnya akan di Post 2 hari setelah ini.
Pyong~
.
03 Mei 2015 [Rilakkumahun]