HAI maaf banget telat post.
Yang udah review makasih banyak. Maaf gabisa sebutin satu satu orangnya. LAFF yaaa kalian semua.
Mungkin dichapter ini masih banyak Typo-_- males benerinnya hiks-_- maafin lagiiii. Hehe.
Nyolong nyolong waktu ngepost nih padahal lagi UTS. Lagi sibuk banget bikin tugas dan persiapan presentasi. Cause you're my moodbooster jadi aku post hehe. Seneng aja liat review dari kalian.
So les't read guys.
Note : Buat yang udah baca sebelumnya pasti tau penulisan ceritanya agak sedikit berbeda dengan karya aslinya:)
CHAPTER 3
Kyungsoo melirik Jongin agak ketakutan ketika pemuda itu membelokan mobilnya ke area hotel mewah. Jongin sama sekali tidak mengajaknya berbicara. Dia menyetir mobil dengan tenang tetapi rahangnya menegang seperti menahan marah.
"Apa dia akan berbuat kasar pada ku untuk melampiaskan kemarahannya?" pikir Kyungsoo. Tadi siang dia sudah menghina Jongin dan dia menyadari bahwa ego seorang namja sangat mudah terluka. Kyungsoo ketakutan kalau Jongin melampiaskan kemarahannya dengan kasar. Dia tidak pernah disentuh pemuda manapun sebelumnya selain ciuman dan pelukan dari Sehun yang tidak pernah melebihi batas.
"Apakah aku harus memberitahunya jika aku masih perawan. Tapi dari awal dia sudah menganggap ku murahan, bagaimana jika…." Kyungsoo terlonjak ketika pintu terbuka, ternyata Jongin sudah keluar dari mobil dan membukakan pintu untuknya.
"Ayo." Gumanya kaku, lalu meraih tangan Kyungsoo untuk membantunya keluar dari mobil. Setelah Jongin menyerahkan kunci mobilnya pada petugas hotel untuk diparkir, mereka berjalan bersisian memasuki lobby hotel yang sangat mewah. Resepsionis hotel menerima mereka dengan ramah dan memberikan kartu kamar yang dipilih Jongin. Dan didalam lift pun mereka lewati dengan keheningan.
Kamar itu begitu luas dan sangat mewah sehingga Kyungsoo terpaku sambil terkagus-kagus akan keindahan interiornya. Sementara Jongin hanya berdiri menatapnya.
"Kau pasti belum makan, aku akan memesan makanan malam dikamar," lalu Jongin melirik Kyungsoo dengan sinis.
"Sementara itu, ku persilahkan kau mandi duluan. Badan mu basah, kau bisa mandi dengan air hangat." Lanjutnya
"Ta..tapi aku tidak membawa baju…" Jongin sengaja menatap Kyungsoo dari ujung kepala sampai ujung kaki dengan begitu intens sehingga wajah Kyungsoo merah padam.
"Aku akan memesankan pakaian dibutik kenalan ku, besok pagi pesanan akan diantarkan kemari. Bajumu yang basah letakkan ditempat yang disediakan dikamar mandi, pelayan hotel akan mengambil untuk di laundry. Sementara itu…." Jongin sengaja menggantung kalimatnya dengan penuh arti.
"Malam ini kau tidak perlu repot-repot memikirkan baju, toh kau tidak akan sempat mengenakannya." Jika wajah Kyungsoo bisa lebih merah dari sekarang, itu akan sangat menunjukan betapa malunya dia dengan kata-kata vulgar Jongin.
Setelah menggumamkan beberapa kalimat tidak jelas dengan gugup, Kyungsoo setengah berlari menuju kamar mandi. Didalam kamar mandi Kyungsoo merasa sedikit aman. Disandarkannya punggungnya ke pintu dan dicobanya menarik napas dengan normal. Dia takut pada Jongin, pemuda itu seperti seekor singa yang menemukan domba lemah, lalu bermain-main dengannya dulu sebelum memakannya.
Kyungsoo melangkah telanjang menuju shower menyiram tubuhnya yang lelah dan kedinginan karena hujan.
Setelah selesai mencuci rambutnya, Kyungsoo menyandarkan kepalanya ditempbik dan membiatkan punggungnya yang pegal tersiram air shower yang hangat. Dia takut menghadapi masa depan dan ketika membayangkan Sehun, air matanya menetes, mengalir bersama siraman shower.
"Mianhae Sehun-ah. Setelah ini mungkin aku akan menjadi gadis kotor dan tidak pantas untuk mu, tapi sungguh hatiku tetap milik mu."
.
.
.
Ketika selesai membasuh wajah dan menggosok gigi, Kyungsoo memandang bayangan dirinya dicermin. Keadaannya sudah lebuh baik, pipinya sudah tidak pucat lagi, sudah ada rona merah disana.
Ketukan di pintu hampir membuat tubuh Kyungsoo melonjak.
"Kau lama sekali, apa kau baik-baik saja didalam?" tanya Jongin tidak sabar.
"Yaaa… Sebentar lagi aku selesai." Kyungsoo menjawab sambil mengedarkan pandangannya ke sekeliling.
"Apakah aku harus keluar dari kamar mandi dalam keadaan telajang?" tanya Kyungsoo dalam hati. Matanya menatap tumpukan baju kotornya memikirkan kemungkinan memakainya lagi, dan membayangkan memakai baju yang hampir basah kuyup. Senyum Kyungsoo muncul ketika menemukan tumpukan handuk berwarna biru tua di lemari samping wastafel, dan dia beruntung, bukan hanya handuk tapi dia juga menemukan sepasang jubah mandi dengan warna yang sama.
Dikenakannya jumbah mandi ukuran kecil yang masih kebesaran ditubuhnya sambil mengernyit, bahkan perlengkapan kamar mandi ini seperti sengaja ditunjukan untuk pasangan, sepasang jubah mandi, sepasang sikat gigi dan sepasang handuk.
Setelah memakai jubahnya Kyungsoo menatap bayangannya sendiri di cermin. Lebih dari lumayan. Pikirnya. Jubah itu menutup rapat dadanya dank arena kebesaran, panjangnya hampir mencapai mata kaki. Dia terlihat cukup sopan meski sebenarnya tidak mengenakan apa-apa dibalik jubah mandi itu.
Ketika Kyungsoo keluar dari kamar mandi, Jongin sedang memberikan instruksi pada pelayan hotel yang menata makan malam dimeja. Pemuda itu hanya mengangkat alisnya melihat Kyungsoo memakai jubah mandi, lalu memberikan tips pada pelayan sebelum dia pergi.
"Duduklah, makan dulu." Gumam Jongin mulai santai sambil menunjuk kursi di depannya. Kyungsoo duduk dengan gugup sambil menatap makanan yang tersaja di meja. Air liurnya langsung meleleh melihat makanan yang terlihat sangat lezat itu. ada sup krim panas yang pasti rasanya sangat nikmak untuk orang yang kehujanan. Ada daging panggang dengan bumbu keju dan saus yang sangat menggugah selera, salad buah-buahan dan coklat panas yang pasti disediakan untuknya, karena Jongin sudah menyesap kopinya.
Pemuda itu dengan pernuh perhatian menuangkan sup dimangkuk dan menyodorkannya pada Kyungsoo. Kyungsoo menatap Jongin ragu, dan untuk pertama kalinya hari itu Jongin tersenyum lembut padanya.
"Ayo makan, aku tau kau lapar. Aku juga sangat lapar sekali." Kata Jongin. Mereka mulai makan dalam keheningan. Dari sudut matanya Kyungsoo dengan hati-hati melirik Jongin dan menyadari pemuda itu mulai santai. Jasnya sudah dilepas dan kancing kemejanya dibuka dua dengan dasi yang sudah dia lepaskan. Meskipun begittu, cara makannya sangat elegan huingga membuat Kyungsoo malu.
"Kyungsoo?" Suara itu menembus lamunan Kyungsoo dengan keras sehingga gadis itu hampir melonjak karea terkejut. Matanya mengerjap menatap Jongin.
"A..apa?"
"Kau hanya mengaduk-ngaduk sup mu. Apa itu tidak enak?" tanya Jongin. Dengan buru-buru Kyungsoo menyuap sesendok sup dan menelannya.
"Ti..tidak. Aku hanya sedang berpikir." Jongin tersenyum, lalu sekali lagi menatap jubah mandi Kyungsoo.
"Pintar sekali kau memakai jubah itu, jadi kau tidak perlu tampil telanjang didepan ku." Ucapan Jongin yang santai itu membuat Kyungsoo tersedak, pipinya langsung merona merah. Jongin menyesap kopinya tanpa mengalihkan pandangannya dari Kyungsoo. Kemudian pemuda itu meletakan cangkir kopinya kemudian bangkit berdiri.
"Oke, giliran ku untuk mandi. Makanlah sepuasmu. Aku akan menelpon pelayan untuk membereskannya tiga puluh menit lagi." Dengan santai Jongin melenggang masuk ke kamar mandi.
Setelah menyesap coklatnya, Kyungsoo tidak tau harus mengerjakan apa lagi, jadi dia duduk dipinggir ranjang dan menyalakan televisi. Beberapa saat kemudian pelayan datang dengan sopan dan membereskan makanan mereka. Kyungsoo hanya diam sedikit malu karena menyadari keadaannya yang hanya mengenakan jubah mandi.
Detik-detik berlalu dan terasa begitu mencekam bagi Kyungsoo. Sangat berbanding terbalik dengan Jongin yang sedang mandi. Pemuda itu mandi dengan santai bahkan Kyungsoo mendengar dia bersenandung.
Ketika Jongin keluar dari kamar mandi, Kyungsoo sudah hampir tertidur. Pertarungan batin yang bertubu-tubi sudah membuat jiwa dan raganya kelelahan, sehingga berdiam diri berbaring di atas ranjang yang nyaman itu membuat Kyungsoo merasa sangat ngantuk.
Jongin mengernyit sambil mengencangkan tali jubah mandinya. Ditatapnya Kyungsoo yang berbaring miring membelakanginya dengan posisi meringkuk seperti janin dalam kandungan. Pemandangan itu membuat hatinya terasa sakit, entah kenapa. Seperti ada dorongan untuk merengkuh Kyungsoo dan melawan dunia demi gadis itu. Kernyitan Jongin semakin dalam, tidak pernah dia merasa seperti ini sebelumnya pada seorang gadis. Kyungsoo telah membangkitkan semacam hasrat liar yang selama ini tersembunyi rapat dalam jiwa Jongin, dan bukan hanya hasrat, rasa obsesi dan posesif juga membarenginya.
"Tidak!" Geram Jongin dalam hati. Hasrat itu tidak boleh membuat dirinya lemah, dia harus menunjukkan siapa yang berkuas.
Dengan pelan Jongin naik ke ranjang dibelakang Kyungsoo yang memunggunginya. Lalu diraihnya pundak Kyungsoo, gadis itu terperanjat karena dibangunkan dari kondisi tidur ayamnya. Dengan mata masuh sayu setengah tidur ditatapnya Jongin.
Jongin melihat sekelumit ketakutan dalam mata Kyungsoo, dan dengan sedikit kasar dibaliknya tubuh Kyungsoo menghadap dirinya.
"Aku membayar kamar dihotel ini bukan hanya untuk tidur." Geram Jongin parau. Lalu dikecupnya bibir Kyungsoo. Dan meledaklah. Jongin merasa hasrat langsung membakar tubuhnya sekaligus menghanguskannya. Sejenak dia merasa ragu melampiaskan hasratnya seratus persen karena dirinya cenderung kasar ketika sangat berhasrat. Tapi mengingat bagaimana Kyungsoo menawarkan diri padanya hanya demi uang dan goresan rasa kecewa yang nyeri dihati Jongin karena Kyungsoo berhasil membuat dirinya tak peduli lagi.
"Dia pasti sudah berpengalaman dan mungkin sudah lebih dari sekali dia menjual dirinya demi uang." Batin Jongin. Namun benarkah Kyungsoo sudah berpengalaman? Mengingat bagaimana cara mereka berciuman di tempat parkir tadi Kyungsoo yang tanpa teknik...
"Tidak! Dia mungkin hanya tidak pandai berciuman. Seorang pelacur harus tetap diperlakukan seperti pelacur." Putus Jongin dalam hati.
.
.
.
Kyungsoo masih terkejut ketika tiba-tiba tubuhnya dibalik dan dicium habis-habisan. Dia masih setengah tertidur tadi dan benar-benar tak berdaya. Jongin sudah melampiaskan hasratnya tanpa ditahan-tahan, ciuman-ciumannya tanpa jeda seolah-oleh pemuda itu tidak tahan sedetikpun tidak beciuman dengan Kyungsoo.
Ketika Jongin mengangkat kepalanya, matanya berkabut, pupil matanya membesar.
"Aku ingin bercinta. Aku ingin memasukimu... Ah kau tidak tau betapa aku..." suara Jongin tersengal, lalu melumat kembali bibir Kyungsoo dengan membabi buta. Kata-kata vulgar Jongin itu membuat pipi Kyungsoo merona malu. Tidak terbayangkan, dia, perempuan yang tidak pernah intim dengan pemuda manapun sekarang terbaring dengan jubah mandi yang sudah acak-acakan, ditindih oleh pemuda yang beberapa hari lalu tidak dikenalnya dengan baik.
Tangan Jongin menelusup dibalik jubah mandi Kyungsoo, menemukan payudara gadis itu yang hangat dan lembut, lalu meremasnya. Sedikit terlalu bergairah sehingga membuat Kyungsoo mengerang.
"Sakitkah?" bisik Jongin parau. Kyungsoo terpaku, suaranya seakan tertelan ditenggorokan, bingung bagaimana dia harus menjawabnya. Namun ternyata Jongin tidak memerlukan jawaban. Pemuda itu tersenyum, lalu menggerakan tangannya lagi menyentuh payudara Kyungsoo. Dengan cekatan dia menyingkirkan jubah mandi Kyungsoo yang menghalanginya, dan menemukan keindahan ranum dibaliknya.
"Oh indahnya." Bisik Jongin serak, membiarkan Kyungsoo memalingkan wajahnya dengan malu dibawah tatapan tajam dan memuja seorang Kim Jongin.
Lalu bibir Jongin yang panas menelungkupi puting payudara Kyungsoo, lidahnya yang bermain disana terasa panas, membakar seluruh tubuh Kyungsoo, membuatnya terpaksa merintih. Bingung dengan gejolak yang menyebar diseluruh tubuhnya.
Jongin begitu ahli sedangkan Kyungsoo sama sekali tidak berpengalaman, dan pemuda itu tampaknya tidak merasa perlu menahan dirinya.
Entah dari kapan mereka sudah telanjang bersama diatas tempat tidur. Tubuh Jongin yang teras melingkupi tubuh Kyungsoo yang mungil dibawahnya, menggodanya, menggeseknya dengan kekuatannya, membawa gairah Kyungsoo makin naik sedikit demi sedikit ke puncaknya.
Kemudian Kyungsoo merasakan kejantanan Jongin yang tidak terhalang apapun menyentuh pusat dirinya. Pelan tapi membuatnya terkesiap. Kyungsoo membuka matanya yang terpejam, menatap Jongin di atasnya dan ternyata pemuda itu juga menatap Kyungsoo tajam, matanya berkabut, napasnya terengah, dan sejumput rambut tampak jatuh didahinya, membuatnya tampak begitu liar.
"Ah ya manis, kau pasti akan sangat menyukainya." Geram Jongin pelan, lalu mulai mendorong, menekan dan menyentuh Kyungsoo.
"Kau sudah siap…" erangnya. "Kau sudah basah dan panas, siap untuk diriku…" jantung Kyungsoo berdegup kencang, beriringan dengan detak jantung Jongin yang bahkan lebih parag. Dengan perlahan Kyungsoo memejamkan matanya, melepaskan hatinya.
"Demi kau Sehun.." bisiknya dalam hati. Bagaikan mantra yang dapat menyelamatkan jiwanya.
Ini adalah sensasi baru bagi Kyungsoo. Merasakan kejantanan seorang laki-laki yang mencoba memasukinya, menyatu dengan dirinya. Rasanya panas dan membuat seluruh saraf ditubuhnya menggila. Membuatnya begitu sensitif oleh kebutuhan yang sampai beberapa saat lalu tidak diketahuinya, kebutuhan untuk mencapai puncak.
Hingga rasa sakit yang menyengat tiba-tiba menyentakkannya ke alam sadar. Kyungsoo kesakitan, dan tubuhnya mengejang, dengan panik dicengkramnya pundak Jongin dan menggeleng-gelengkan kepala ketakutan atas usaha Jongin untuk menyatu semakin dalam dengannya.
.
.
.
Dan ketika merasakan sesuatu yang menghalanginya, mendengar erangan Kyungsoo yang jelas-jelas kesakitan serra pandangan ketakutan yang membayangi mata Kyungsoo, Jongin sadar bahwa semua prasanganya itu salah, meski tetap tidak bisa menjelaskan kenapa Kyungsoo dengan mudahnya menjual dirinya, tapi ini sudah menunjukkan bahwa Kyungsoo bukan wanita gampangan. Jongin adalah pemuda pertamanya.
Menyadari keaskitan yang medera Kyungsoo, Jongin mengalihkan perhatian Kyungsoo pada cumbuannya dengan segenap keahliannya. Rasa senang tidak tertahankan membanjiri pikiran Jongin ketika sadar bahwa dia adalah pemuda pertama Kyungsoo.
Diciumnya bibir Kyungsoo dengan lembut. Bibir ranum yang sekarang menjadi miliknya. Napas Kyungsoo terengah-engah dan Jongin melihat dimatanya ada ketakutan dan kesakitan. Jongin tidak pernah bercinta dengan perawan sebelumnya dia tidak tau seperti apa rasa sakitnya, dan tidak mengerti bagaimana meredakannya. Tetapi Jongin tidak suka melihat rasa sakit itu mendera dimata Kyungsoo.
"Sssstt… Sayang, aku tidak bermaksud menyakiti mu." Dengan lembut Jongin menelusurkan tangannya disisi tubuh Kyungsoo, lalu berhenti dipinggul Kyungsoo, menahan pinggangnya yang sedikit meronta, mencegah tubuh mereka yang sudah setengah menyatu supaya tidak terpisah.
"Mungkin akan sedikit sakit tapi semua akan baik. Tubuhmu akan menerimaku seutuhnya…." Suara Jongin terhenti ketika dia mendorong dengan kuat, menembus batas keperawanan Kyungsoo dan menyatukan tubuhnya seenuhnya dengan Kyungsoo.
Kyungsoo berteriak kencang merasakan pedih yang amat sangat ketika Jongin menembusnya. Jemarinya tanpa sadar mencengkram pundak Jongin dengan keras, tetapi pemuda itu tidak berhenti karena dia tau jika dia berhenti dia akan menyakitu Kyungsoo. Dengan perlahan Jongin menggerakkan tubuhnya. Sekujur tubuhnya terasa nyeri menahan diri. Kyungsoo terlalu rapat, terlalu basa, terlalu panas, mencengkram tubuhnya dibawah sana. Jongin hampir tidak tahan dengan dorongan untuk memuaskan dirinya dengan brutal ditubuh Kyungsoo. Tetapi Jongin sadar, ini pengalaman pertama bagi kyungsoo, dia harus membuatnya seindah mungkin, dan tidak boleh menyakiti Kyungsoo. Karena itu sambil menggertakkan diri menahan gairahnya, Jongin mencoba bergerak selembut mungkin, menarik tubuhnya pelan dari balutan sutra basah dan panas itu, untuk kemudian menghujamkannya lembut. Lagi dan lagi.
Lalu ketika desah napas Kyungsoo menjadi pendek-pendek serta pegangannya pada pundak Jongin makin kencang, Jongin sadar dia telah membuat Kyungsoo mencapai orgasme pertamanya. Pemandangan ekspresi wajah Kyungsoo saat ini sungguh tak tergantikan, mendorong Jongin terlempar menuju puncak kepuasan yang sangat tinggi, sangat tak tertahankan seolah-olah dunia meledak dibawahnya. Dan Jongin benar-benar meledak di dalam tubuh Kyungsoo. Orgasme itu terasa begitu dasyat, sebuah pelepasan dari akumulasi gejolak yang ditahannya selama ini. Kenikmatan yang luar biasa itu membuat Jongin merasa sedikit sesak napas, seolah-olah dia terhanyut dlam pusaran gairah yang tidak tertahankan terus menerus menghantamnya tanpa henti. Erangan parau keluar dari bibirnya ketika dia menenggelamkan wajahnya dalam-dalam disisi leher Kyungsoo.
Ketika usai, mereka berbaring berpelukan sambil berusaha menormalkan napasnya.
"Wow." Hanya itu satu kaya yang terlintas dipikiran Jongin dan dia tidak sadar telah mengucapkannya keras setelah menyadari rona merah yang merayap dileher Kyungsoo. Dengan lembut dikecupnya leher Kyungsoo, diangkat kepalanya dan mereka bertatapan. Mata hazel Jongin agak berkabut -setelah mencapai orgasme terhebat sepanjang eksistensi kehidupannya, bertemu dengan mata hitam yang berkaca-kaca.
"Apakah kau…" Jongin berdehem ketika menyadari suaranya sangat parau.
"Apakah kau baik-baik saja?" Ulangnya. Kyungsoo tampak tidak tahan ditatap dengan sedemikian intens apalagi dalam posisi yang sangat intim. Dipalingkannya kepalanya setelah mengangguk pelan. Jongin menarik napas perlahan kemudian dengan hati-hati bahkan sangat berhati-hati, dia mengangkat tubuhnya dari atas tubuh Kyungsoo dan bergeser ke samping. Tanpa sadar Jongin bersikap begitu lembut, sikap yang tidak pernah ditunjukkannya ketika usai bercinta dengan wanita-wanita yang lain. direngkuhnya tubuh mungil Kyungsoo, diletakkannnya kepala gadis itu dilengannya. Kyungsoo tampak pasrah, mungkin sudah terlalu lelah. Kasian Kyungsoonya yang masih suci. Ternyata selama ini dia salah paham. Kyungsoo masih suci.
Kepuasan seksual yang luar biasa masih mempengaruhi pikiran Jongin yang berkabut. Tangannya dengan santai mengelus punggung Kyungsoo yang bergelung dipelukannya, sampai beberapa saat kemudian disadarinya pundak Kyungsoo berubah santai dan napasnya mulai teratur. Kyungsoo tertidur.
Jongin mengatur posisinya dengan lebih nyaman. Tidak pernah sebelumnya dia seintim ini setelah bercinta. Kyungsoo benar-benar memperngaruhinya.
.
.
.
TO BE CONTINUE