Seperti hari-hari biasanya. Aku diantar Ayahku dan selama proses pembelajaran aku sendirian. Yang perempuan berkubu-kubu dan yang laki-laki bermain konyol.

Saat istirahat aku duduk di kursi koridor menuggu Neji dan Naruto. Pemilik kelas seringkali memperhatikanku tapi aku mengabaikannya jadi mereka juga tidak peduli.

"Hinata!" akhirnya mereka datang juga.

"Yuk ke kantin!" Ajak Naruto tapi aku lebih memilih menggandeng Neji.

Aku suka bersama mereka karena aku merasa seperti tuan Putri paling cantik.

Kami berjalan bersama sampai kantin. Di kantin aku duduk di samping kak Neji dan berhadapan dengan Naruto. Kami memesan makanan lalu tak berapa lama makanan yang kami pesan datang. Yummy! Aku bakso, Neji nasi goreng dan Naruto Indomie.

"Hinata, perasaanku atau memang kau tidak pernah ke kantin bersama anak perempuan?," kata Naruto.

Aku tidak menjawabnya. aku menyelesaikan makananku, minum air dan mengelap sisa makanan dengan tissue lalu menjawabnya, "Memangnya kenapa?"

"Memang harus ya menghabiskan makananmu dulu terus minum air sudah itu pakai tissue. Idiih.. oh ya, ngga aku cuman tanya saja," kata Naruto. Kulihat kak Neji hanya mendengarkan.

"Aku maunya mereka yang mulai berbicara denganku. Lagipula siapa mereka sampai aku yang harus mengawali pembicaraan. Menurutku makan seperti ini saja sudah bagus,"

"Tapi, kalau kami tidak datang ke sekolah bagaimana?" Tanya Naruto.

"Ya aku tidak usah ke kantin,"

"Kalau kami tidak datang sebulan bagaimana?" Tanya Naruto lagi.

"Ya aku bawa bekal dan makan sendiri di kelas,"

"Kalau kau tidak punya seseorang untuk membuatkanmu bekal bagaimana?" Masih bertanya.

"Yaa.. aku pergi ke minimarket dan beli roti,"

"Kalau kami tidak datang selama sebulan lalu tidak ada yang membuatkanmu bekal terus saat kau mau beli makanan di supermarket malah kesiangan jadi terburu-buru ke sekolah pas sampai di sekolah kau lapar karena tidak makan pagi bagaimana?" Ini masih Naruto.

"Yaa.. eh, memangnya itu bakal terjadi?" tantangku.

"Kan kalau. Aku tidak bilang.. 'kami pasti blablabla' kan?" Masih Naruto.

"Ya sudah. Kan masih 'kalau' belum pasti,"

"Makanya.. karena masih 'kalau', kau harusnya ada persiapan," nasehat Naruto

"Ih, inikan urusanku. Ini bukan urusanmu, tahu!"

Aku meninggalkan kak Neji dan Naruto. Ternyata rasanya tidak enak berjalan sendirian ke kelas jika sudah terbiasa bersama oranglain.

Tapi karena aku lebih sering sendirian makanya aku bodoh amat.

Aku bisa ke sana sini sendirian. Tak perlu mereka. Mereka juga tak membutuhkanku. satu hal yang kupelajari dari manusia adalah hubungan antar manusia terjadi karena kebutuhan. Kau membutuhkan seseorang makanya kau baik dan peduli pada orang tersebut 'sampai' kau tidak membutuhkannya maka hubungan yang terjalin pun putus begitu saja.

Seperti kau bersahabat dengan seseorang. Selalu bersama-sama dengan orang tersebut dan terjalin begitu lama. Bahkan sudah berpisah seperti berbeda sekolah atau sebagainya. Hubungan tersebut masih ada karena mereka 'berjaga-jaga' siapa tahu mereka membutuhkan bantuan.

Karena pada dasarnya manusia takut. Apapun itu manusia takut.

Mereka membutuhkan orang lain karena mereka takut kekurangan sesuatu. Sebuah negara berperang dengan negara lain karena mereka takut keberadaan mereka terancam. Suatu negara memamerkan persenjataan tercanggih mereka karena mereka takut mereka tak disegani.

Semua karena takut dan itulah manusia.

Meski ada beberapa hal yang dikecualikan.

Baiklah.. sekarang aku sudah sampai di kelas. Aku melihat beberapa orang yang bisa kuajak berteman. Mungkin aku akan memakan perkataanku sendiri karena aku yang mengajak mereka.

Aku melihat seorang anak perempuan yang duduk di ujung kursi sepertiku. Aku menghampirinya. Aku melihatnya murung. Mungkin karena tidak ada yang mengajaknya bermain.

"Hai!" Aku sebenarnya susah sekali untuk seriang ini.

"Em, eh.. Hai," dia sepertinya terkejut.

"Kau tidak ikut bermain dengan mereka?" aku melihat pergerakan matanya yang melihat anak-anak lain bermain lalu aku melihatnya menggeleng, "Aku sepertinya tidak bisa,"

Dari sini aku bisa simpulkan kalau anak ini gampang dipengaruhi. Aku melihat anak itu lagi, "Kenapa? Kau pasti bisa. Ikut aku," aku memperkenalkan anak itu. awalnya dia malu tapi aku memastikannya bahwa dia memang kurang pandai bermain tapi dia bisa bermain bersama mereka karena anak itu lebih tinggi daripada anak yang lain. Anak itu setuju dan bermain bersama anak-anak lain.

Tanpa anak itu sadari dia sudah kupengaruhi. Dia juga mengabaikan mengapa aku hanya melihatnya bermain tanpa ikut bermain karena aku pendek. Aku bisa menyimpulkan kalau anak ini gampang mengabaikan sesuatu jika sudah fokus ke hal lain.

Intinya manusia akan merasa lebih percaya diri setelah dijatuhkan lalu disanjung dengan hal yang berbeda dari yang lain. Tapi untuk orang tertentu saja.

Setelah dia bermain dia baru sadar bahwa dia belum tahu namaku siapa. Pembaca juga seperti dia, tidak?

Responnya seperti ini, "Oh ya.. namamu siapa?" lalu aku memberitahu namaku kalau aku Hinata dan aku berpura-pura bertanya siapa namanya dan dia menjawab, "Izhi,"

Kenapa dia bisa lupa? Karena pembicaraan awal tadi aku mengejutkannya dan mengalihkannya dengan pertanyaan "Kau tidak ikut bermain dengan mereka?" sebelum dia memperhatikanku dengan jelas. Jika dia lebih dulu memperhatikanku dengan jelas maka otaknya otomatis mempertanyakan siapa aku.

Lalu karena dia memang benar-benar berkeinginan untuk bermain makanya dia lebih fokus berpikir bagaimana caranya bermain dengan mereka daripada fokus ingin mengetahui siapa orang yang menyapanya sekarang.

Terdengar rumit tapi ini yang sering kulakukan.

Dari kesimpulan tersebut aku memilihnya menjadi temanku karena "sesuai dengan yang kuinginkan".

TBC